BAB IV PEMBAHASAN EMPIRIK PERAN E-COMMERCE PADA USAHA KECIL DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN EKONOMI KOTA BANDUNG

dokumen-dokumen yang mirip
V. PEMBAHASAN Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. pendugaan Ordinary Least Square (OLS). Data pada penelitian ini dimasukkan dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam usahanya untuk mensejahterakan dan memakmurkan

semua data, baik variabel dependen maupun variable independen tersebut dihitung

INDIKATOR MAKRO EKONOMI USAHA KECIL DAN MENENGAH TAHUN 2003

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri

I. PENDAHULUAN. dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu bangsa. Industrialisasi dapat diartikan sebagai suatu proses

Analisis penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian di Kabupaten Tanjung Jabung Barat

V. PEMBAHASAN Faktor-Faktor yang Memengaruhi Penanaman Modal Asing di Kota. Metode yang digunakan untuk menduga faktor-faktor yang memengaruhi

III. METODE PENELITIAN. model struktural adalah nilai PDRB, investasi Kota Tangerang, jumlah tenaga kerja,

ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, JUMLAH TENAGA KERJA, DAN INFLASI TERHADAP KEMISKINAN DI KOTA SURAKARTA TAHUN

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan

PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2010

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Metode yang digunakan untuk menduga faktor-faktor yang memengaruhi

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Tahapan Pemilihan Pendekatan Model Terbaik

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk. membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus

III. METODE PENELITIAN. dan yang tidak dipublikasikan. Data penelitian bersumber dari laporan keuangan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 2007) perekonomian ekonomi Indonesia pada tahun 2003 hingga 2007 mengalami

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. mengenai hasil dari uji statistik yang terdiri dari uji F, uji t, dan uji R-squared.

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2008

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN I TAHUN 2012

BADAN PUSAT SATISTIK PROPINSI KEPRI

ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP TINGKAT PENGANGGURAN DI KOTA MEDAN TAHUN

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tabel 1

indikator keberhasilan kegiatan ekonomi daerah tersebut. Provinsi Bali merupakan

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berasal dari

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN III TAHUN 2010

BAB IV HASIL DAN ANALISIS. bentuk deret waktu (time series) selama 17 tahun, yaitu tahun Data

Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN III TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. penghambat adalah pertumbuhan penduduk yang tinggi. Melonjaknya

BAB I PENDAHULUAN. ketertinggalan dibandingkan dengan negara maju dalam pembangunan

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. perbedaan dari varian residual atas observasi. Di dalam model yang baik tidak

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TAHUN 2003

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN III TAHUN 2009

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data sekunder tahunan Data sekunder

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN III 2014

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

I. PENDAHULUAN. itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta. yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk maju dan berkembang atas

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN I TAHUN 2011

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2007

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2007

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU

BPS PROVINSI MALUKU PERTUMBUHAN EKONOMI MALUKU PDRB MALUKU TRIWULAN IV TAHUN 2013 TUMBUH POSITIF SEBESAR 5,97 PERSEN

PERPERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA 2001

IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN TULUNGAGUNG

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU

Statistik KATA PENGANTAR

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kontribusi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) terhadap. 1. Peran UMKM terhadap Perekonomian di Indonesia

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007

I. PENDAHULUAN. Ketika krisis melanda Indonesia sejak tahun 1997 usaha kecil berperan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

I. PENDAHULUAN. Jumlah (Unit) Perkembangan Skala Usaha. Tahun 2009*) 5 Usaha Besar (UB) ,43

METODE PENELITIAN. Berdasarkan sifat penelitiannya, penelitian ini merupakan sebuah penelitian

I.PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

PERTUMBUHAN EKONOMI GORONTALO. PDRB Gorontalo Triwulan III-2013 Naik 2,91 Persen

BAB I PENDAHULUAN. berkembang bahwa industri dipandang sebagai jalan pintas untuk meningkatkan

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2011

Daftar Isi. Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Daftar Gambar... vii 1. PENDAHULUAN...1

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi bertujuan untuk mewujudkan ekonomi yang handal. Pembangunan ekonomi diharapkan dapat meningkatkan

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BAB I PENDAHULUAN. perkembangannya apabila tingkat kegiatan ekonomi lebih tinggi daripada yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. demografi, dan sosial terhadap pengeluaran konsumsi rumahtangga.

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008

III. METODOLOGI PENELITIAN. Modal, Dinas Penanaman Modal Kota Cimahi, Pemerintah Kota Cimahi, BPS Pusat

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH

diterangkan oleh variabel lain di luar model. Adjusted R-squared yang bernilai 79,8%

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional merupakan cerminan keberhasilan pembangunan. perlu dilaksanakan demi kehidupan manusia yang layak.

A. Proyeksi Pertumbuhan Penduduk. Pertumbuhan Penduduk

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN I TAHUN 2010

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi dan serta iklim perekonomian dunia.

ANALISIS KONSUMSI DAN PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI SUMATERA BARAT

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II 2013

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

BAB IV PEMBAHASAN EMPIRIK PERAN E-COMMERCE PADA USAHA KECIL DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN EKONOMI KOTA BANDUNG A. Objek Penelitian 1. Gambaran Umum Kota Bandung 1.1 Kependudukan Kota Bandung Kota Bandung merupakan kota terpadat di Jawa Barat, di mana penduduknya didominasi oleh etnis Sunda, sedangkan etnis Jawa merupakan penduduk minoritas terbesar di kota ini dibandingkan etnis lainnya. Pertambahan penduduk kota Bandung awalnya berkaitan erat dengan ada sarana transportasi Kereta api yang dibangun sekitar tahun 1880 yang menghubungkan kota ini dengan Jakarta (sebelumnya bernama Batavia). Pada tahun 1941 tercatat sebanyak 226.877 jiwa jumlah penduduk kota ini kemudian setelah peristiwa yang dikenal dengan Long March Siliwangi, penduduk kota ini kembali bertambah dimana pada tahun 1950 tercatat jumlah penduduknya sebanyak 644.475 jiwa. Penduduk Kota Bandung menurut Registrasi Penduduk sampai dengan bulan Maret 2004 berjumlah : 2.510.982 jiwa dengan luas wilayah 16.729,50 Ha. (167,67 Km 2), sehingga kepadatan penduduknya per hektar sebesar 155 jiwa. Komposisi penduduk warga negara asing yang berdomisili di Kota Bandung adalah sebesar 4.301 jiwa. Jumlah warga negara asing menurut catatan Kantor Imigrasi Bandung yang berdiam tetap di Kota Bandung setiap bulannya rata-rata sebesar 2.511 jiwa, sedangkan jumlah warga negara asing yang berdiam

sementara di Kota Bandung setiap bulannya rata-rata sebesar 5.849 jiwa. Program Pemerintah dalam hal mengurangi kepadatan penduduk yang tinggi khususnya di Kota Bandung telah dilaksanakan Program Transmigrasi ke luar Pulau Jawa dengan jenis transmigrasi terbesar adalah Transmigrasi TU sebanyak 76 Kepala Keluarga dengan jumlah jiwa sebesar 86, sedangkan daerah tujuan Transmigrasi TU adalah Propinsi Riau dan Kalimantan tengah. Kota Bandung menjadi kota terpadat di Jawa Barat. Menurut data dari Badan Pusat Statistik Jawa Barat, tingkat kepadatan penduduk mencapai 14.228 jiwa per kilometer persegi. Total jumlah penduduk di kota Bandung mencapai 2.390.120 jiwa sampai tahun 2010. Jumlah tersebut jauh dari angka ideal. Semestinya, setiap satu kilometer persegi jumlah penduduk adalah 1.000 jiwa atau 40 jiwa per hektar. 1.2 Mata Pencaharian Penduduk Kota Bandung Pertanian sebagai mata pencaharian utama dalam kehidupan manusia dibeberapa bagian dunia telah mengalami proses perkembangan yang cukup panjang dalam sejarah kebudayaan manusia. Hal itu sejalan dengan tahap perkembangan pengetahuan manusia tentang jenis-jenis tanaman pangan dan cara penanamannya. Proses perubahan sistem mata pencaharian berburu dan meramu menjadi sistem mata pencaharian bercocok tanam itu merupakan suatu peristiwa besar dalam proses perkembangan kebudayaan manusia. Para ahli menyebut peristiwa itu sebagai suatu revolusi dalam peradaban manusia. Mata pencaharian penduduk Kota Bandung berbeda-beda mulai dari pegawai Negeri, pegawai swasta, petani, pedagang, TNI dan lainlain. Berdasarkan data yang telah diterima dari Badan Pusat Statistik Jawa

Barat, bahwa mata pencaharian penduduk Kota Bandung untuk pegawai swasta sebesar 4,002,000 pada jenis kelamin perempuan dan jenis kelamin laki-laki sebanyak 3,164000. Gambar 3.1 Daftar Rekafitulasi Jumlah Penduduk Kota Bandung Berdasarkan Pendidikan dan Mata Pencaharian Tahun 2010 Sumber: www.wikipedia.go.id, 2011 1.3. Iklim Usaha Kecil di Kota Bandung Pada tahun 2005 nilai PDB atas dasar harga konstan tahun 2000 tercatat sebesar 1750,66 Triliun Rupiah. Peran UKM yaitu sebesar 979,71 Triliun Rupiah atau 55,96 persen dari total PDB Nasional. Kontribusi usaha kecil tercatat sebesar 688, 9 Triliun Rupiah atau 39,35 persen, usaha menengah sebesar 290,8 Triliun Rupiah atau 16,61 persen dan usaha besar berkontribusi sebesar 770,9 Triliun Rupiah atau 44,04 persen dari keseluruhan PDB. Tabel 4.1. PDB dan Proporsi PDB Usaha Kecil, Menengah, dan Besar Tahun

2003-2006 Atas Dasar Harga Konstan 2000 (Milyar) Tahun Kecil Menengah Besar Jumlah 2003 619.021,9 (39,25) 2004 650.290,3 (39,26) 2005 688.909,1 (39,35) 2006 725.959,4 (39,31) 257.101,4 (16,3) 274.192,9 (15,56) 290.803,3 (16,61) 306.614,5 (16,60) Sumber : Departemen Koperasi, 2008 Keterangan : dalam kurung ( ) menyatakan persentase (%) 701.048,0 (44,45) 732.033,6 (44,18) 770.943,6 (44,04) 814.081,0 (44,09) 1.577.171,3 (100,00) 1.656.516,8 (100,00) 1.750.656,1 (100,00) 1.846.654,9 (100,00) Sampai dengan tahun 2006 perkembangan usaha kecil dan menengah (UKM) meningkat sejalan dengan membaiknya kinerja sektor riil secara umum. Pada Tabel 4.1. terlihat PDB UKM berdasarkan nilai tambah dan laju pertumbuhannya. Meskipun secara nominal nilai tambah UKM semakin besar tiap tahunnya akan tetapi usaha besar tetap memberikan kontribusi terbesar baik itu berdasarkan proporsi dan kuantitas. Pada tahun 2006 tercatat proporsi usaha kecil sebesar 39,31 persen dan usaha menengah mencapai 16,60 persen terhadap total PDB sebesar 1.846.654,9 Milyar Rupiah. Keberhasilan pertumbuhan PDB, tidak dapat dipisahkan dari meningkatnya investasi. Investasi yang ditanamkan pada sektor UKM diharapkan mampu mendorong kenaikan output dan permintaan input sehingga berpengaruh terhadap kenaikan pendapatan dan perluasan kesempatan kerja. Selanjutnya dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan mempercepat pemulihan ekonomi.

Tabel 4.2. Investasi Usaha Kecil dan Menengah Tahun 2003-2006 Atas Dasar Harga Konstan 2000 (Milyar Rupiah) Tahun Kecil Menengah Jumlah 2003 60.038,938 69.418,505 129.457,443 2004 71.789,351 82.592,408 154.381,759 2005 83.533,652 94.520,945 178.054,597 2006 85.625,085 97.089,264 182.714,349 Sumber : Departemen Koperasi, 2008 Berdasarkan nilai investasi pada Tabel 4.2., investasi keseluruhan UKM setiap tahunnya semakin bertambah. Dari tahun 2003 investasi UKM adalah sebesar 129.457.443 Juta Rupiah dan pada tahun 2006 menjadi 182.714.349 Juta Rupiah atau terjadi peningkatan sebesar 29,15 persen dalam kurun waktu 4 tahun. Pada tahun 2006, investasi pada usaha kecil sebesar 85.625.085 Juta Rupiah dari total investasi keseluruhan 182.714.349 Juta Rupiah atau mempunyai porsi sebanyak 46,86 persen. Selain itu, sisanya usaha menengah mempunyai porsi sebesar 53,14 persen sebanyak 97.089.264 Juta Rupiah. Berdasarkan kondisi tersebut kinerja sektor riil akan terus membaik karena dilihat dari kecenderungan

investasi yang semakin meningkat, sehingga dengan produktivitas yang terus meningkat maka pertumbuhan ekonomi akan pula turut meningkat. Tabel 4.3. Ekspor dan Laju Pertumbuhan UKM Menurut Sektor Ekonomi Tahun 2004-2006 (Milyar Rupiah) Sektor 2004 2005 2006 1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan. 8.715,366 11.535,426 12.662,709 2. Pertambangan dan 638,675 1.139,938 1.621,320 Penggalian. 3. Industri Pengolahan 86.194,198 97.662,700 107.915,486 Total Ekspor 95.548,239 (23,93) Sumber : Departemen Koperasi, 2008 Keterangan : dalam kurung ( ) menunjukan persentase (%) 110.338,064 (15,48) 122.199,515 (10,75) Selanjutnya, dalam ekspor peranan UKM masih belum signifikan karena pertumbuhannya cenderung tidak stabil dari tahun ke tahun. Berdasarkan Tabel 4.3. laju pertumbuhan ekspor barang usaha kecil dan menengah terus menurun sehingga pada tahun 2006 turun menjadi sebesar 10,75 persen mencapai 122.199.515 Juta Rupiah. Berdasarkan kontribusinya menurut sektor ekonomi, selama kurun waktu 2004-2006 sektor Industri Pengolahan merupakan penyumbang terbesar terhadap total ekspor. Kemudian berturut-turut diikuti oleh sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan serta Pertambangan dan Penggalian. B. Analisa Penerapan E-Commerce pada Usaha Kecil di Kota Bandung Peran UKM dalam perekonomian Indonesia paling tidak dapat dilihat dari: (1) kedudukannya sebagai pemain utama dalam kegiatan ekonomi disetiap sektor; (2)

penyedia lapangan kerja yang terbesar; (3) pemain penting dalam pengembangan ekonomi lokal dan pemberdayaan masyarakat; (4) pencipta pasar baru dan inovasi; (5) sumbangannya dalam menjaga neraca pembayaran dalam kegiatan ekspor. Peran UKM sangat strategis dalam perekonomian nasional, sehingga perlu manjadi fokus pembangunan ekonomi pada masa mendatang. Pemberdayaan UKM secara terstruktur dan berkelanjutan akan mampu menyelaraskan struktur perekonomian nasional, mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional diatas 6 persen per tahun dan memperbaiki pemerataan pendapatan masyarakat. Dalam sepuluh tahun terakhir pasca krisis jumlah dan persentase usaha skala kecil dan menengah terus tumbuh. Perkembangan jumlah UKM pada periode tahun 2005-2006 mengalami peningkatan sebesar 3,88 persen dari 47.102.744 unit pada tahun 2005. Pada tahun 2006 jumlah seluruh usaha yang ada di Indonesia sebanyak 48.936.840 unit usaha diantaranya sebanyak 48.929.636 merupakan usaha kecil dan menengah (Tabel 1.1.). Hampir sebesar 99 persen unit usaha di Indonesia didominasi oleh usaha kecil dan menengah. Berdasarkan statistik UKM tahun 2004-2005 sektor ekonomi yang mempunyai proporsi unit terbesar adalah sektor (1) Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan; (2) Perdagangan, Hotel dan Restoran; (3) Industri Pengolahan; (4) Pengangkutan dan Komunikasi; dan (5) Jasa-Jasa. Sedangkan sektor ekonomi yang mempunyai proporsi unit usaha terkecil berturut-turut yaitu sektor (1) Sektor Pertambangan dan Penggalian; (2) Bangunan; (3) Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan; dan terakhir (4) Listrik, Gas dan Air Bersih. Tenaga kerja merupakan modal dasar bagi perkembangan dan

pertumbuhan ekonomi, apabila tenaga kerja tersebut sebagai sumberdaya ekonomi dapat dimanfaatkan secara efektif dan efisien. Seiring dengan pertumbuhan unit usaha UKM, dalam penyerapan tenaga kerja juga mengalami peningkatan yang cukup berarti. Bila pada tahun 1999 jumlah tenaga kerja yang diserap UK sebanyak 59.9 juta orang selama 3 tahun naik berturut-turut menjadi 68.3 juta orang atau naik 4,6 persen rata-rata setiap tahun. Persentase kenaikan penyerapan tenaga kerja yang tinggi terjadi pula pada UM dan UB. Penyerapan tenaga kerja UK terbesar terjadi di sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan yakni 36.4 juta orang di tahun 2001 dan meningkat menjadi 37,0 juta orang di tahun 2002. Pada tahun 2006 UKM mampu menyerap tenaga kerja sebesar 85.416.493 0rang atau 96,18 persen dari total penyerapan tenaga kerja yang ada. Jumlah ini meningkat sebesar 2,62 persen atau 2.182.700 orang dibandingkan tahun 2005. Kontribusi usaha kecil tercatat sebanyak 80.933.384 orang atau 91,14 persen dan usaha menengah sebanyak 4.483.109 orang atau 5,05 persen (Tabel 1.4). Untuk usaha kecil Pertanian, Peternakan, Perhutanan dan Perikanan tercatat memiliki peran terbesar dalam penyerapan tenaga kerja yaitu sebanyak 37.965.878 orang atau sebesar 46,91 persen dari total tenaga kerja yang diserap. C. Analisa Pengaruh Penerapan E-Commerce pada Usaha Kecil di Kota Bandung terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kota Bandung Peranan UKM dalam penyerapan tenaga kerja di Indonesia dilihat berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Faktor tersebut yaitu Produk Domestik Bruto (PDB) UKM, jumlah unit usaha UKM (JUU),

pendapatan per kapita (PPK), Kredit Modal Kerja (KMK) dan Kredit Investasi (KI). Hasil estimasi model ditunjukan dalam Tabel 5.1 berikut ini : Tabel 5.1. Hasil Regresi Persamaan Penyerapan Tenaga Kerja Variable Coefficient Probability C 3.386841 0.0002 LOG_PDB 0.062321 0.0000 LOG_JUU 0.904148 0.0000 LOG_PPK -0.378047 0.0003 LOG_KMK 0.035586 0.0002 LOG_KI -0.074278 0.0000 R-squared 0.999608 Adjusted R-squared 0.999216 F-statistic 2548.657 Prob(F-statistic) 0.000000 Durbin-Watson stat 1.986143 Keterangan : Taraf Nyata α=0,05(5%) Berdasarkan hasil pendugaan pada parameter Tabel 5.1., hasil analisis regresi menunjukan bahwa persamaan ini memiliki kecocokan model yang tinggi. Hal tersebut dapat dilihat pada nilai koefisien determinasi (R 2 ) pada persamaan penyerapan tenaga kerja bernilai 0.999608 (99,96 %). Artinya bahwa faktor-faktor penyerapan tenaga kerja seperti PDB Riil, Jumlah Unit Usaha UKM, Pendapatan Per kapita Riil, Kredit Modal Kerja dan Kredit Investasi yang terdapat dalam model dapat menjelaskan keragaman sebesar 99,96 persen dan sisanya 0,04 persen dijelaskan oleh faktor-faktor lain diluar persamaan. Berdasarkan hasil analisis yang ditunjukan dengan nilai statistik uji-t menunjukan bahwa empat variabel berpengaruh nyata pada taraf nyata lima persen. Variabel yang berpengaruh secara signifikan adalah Jumlah Unit Usaha, PDB UKM, Pendapatan Per kapita, Kredit Modal Kerja dan Kredit Investasi. Uji-f menunjukan hasil yang baik. Hal ini dapat dilihat dari probabilitas F sebesar

0.000000 yang nilainya lebih kecil dari taraf nyata 0,05. Hal ini berarti bahwa pengaruh yang ditimbulkan keseluruhan variabel penjelas secara serempak terhadap variabel bebas adalah baik. Artinya dari kelima variabel bebas dalam model tersebut setidaknya ada satu variabel yang berpengaruh nyata terhadap penyerapan tenaga kerja. Estimasi parameter regresi dengan mengggunakan Ordinary Least Square (OLS) harus memenuhi asumsi-asumsi klasik. Untuk melihat apakah asumsi dasar tersebut dipenuhi, perlu dilakukan pengujian setelah perhitungan dan uji hipotesis dilakukan. Pengujian asumsi dasar tersebut meliputi uji multikolineritas, uji autokorelasi dan uji heteroskedastisitas. Pengujian ini dimaksudkan untuk mendeteksi ada tidaknya pelanggaran terhadap asumsi dasar tersebut. Bila terjadi pelanggaran, maka akan diperoleh asumsi yang tidak valid. Pada persamaan penyerapan tenaga kerja diketahui bahwa pada persamaan ini tidak terjadi autokorelasi, heteroskedastisitas dan multikolinearitas yang dapat diabaikan dengan uji Klein. Sehingga pada persamaan ini model dapat memenuhi asumsi dasar Selain itu, karena jumlah data < 30 maka dilakukan uji normalitas dan hasilnya yaitu pada model tersebut error term dapat terdistribusi dengan normal. Pembahasan ekonomi untuk melihat kesesuaian hasil analisis dengan teori ekonomi. Pada uji ini yang dilihat adalah tanda serta nilai dari koefisien variabel bebas, seperti dapat dilihat pada Tabel 5.1. Pada variabel jumlah unit usaha memberikan pengaruh yang signifikan pada penyerapan tenaga kerja. Berdasarkan hasil uji ekonomi jumlah unit usaha mempunyai hubungan yang positif dengan penyerapan tenaga kerja. Nilai koefisien dari jumlah unit usaha

adalah 0.904148. Nilai ini menunjukan bahwa peningkatan jumlah unit usaha sebesar 1 persen akan meningkatkan jumlah tenaga kerja yang diserap sebesar 0.904148 persen. Hal ini sesuai dengan hipotesis bahwa jumlah unit usaha mempunyai hubungan yang positif dengan penyerapan tenaga kerja. Peningkatan jumlah usaha sama artinya dengan menambah jumlah lapangan usaha sehingga kesempatan kerja akan terbuka. Kondisi tersebut akan menyerap tenaga kerja yang tersedia pada jumlah unit usaha baru yang membutuhkan sumber daya manusia untuk pengelolaannya. Hasil dapat dirujuk pada Bab sebelumnya dengan melihat Tabel 1.1. dan Tabel 1.4. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Prihartanti (2006) bahwa peningkatan jumlah unit usaha dapat mengakibatkan semakin meningkatnya jumlah penyerapan tenaga kerja disektor tersebut. Salah satu tujuan penting dalam pembangunan ekonomi adalah penyediaan lapangan kerja yang cukup untuk angkatan kerja yang semakin bertambah. Terutama bagi negara berkembang termasuk Indonesia dimana pertumbuhan angkatan kerja lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan kesempatan kerja. Hal ini dikarenakan pertumbuhan penduduk Indonesia yang cenderung tinggi sehingga cenderung pula melebihi pertumbuhan kapital. Berdasarkan kondisi tersebut dengan semakin meningkatnya jumlah unit UKM maka akan membantu dalam penyediaan lapangan kerja bagi angkatan kerja baru. Sehingga dengan ini tujuan pembangunan dapat tercapai untuk peningkatan kesejahteraan dan mengurangi angka kemiskinan yang merupakan masalah utama negara berkembang khususnya Indonesia. Nilai PDB pada sektor UKM memberikan pengaruh yang signifikan pada penyerapan tenaga kerja. Nilai koefisien dari nilai PDB adalah sebesar

0.062321. Nilai ini menunjukkan bahwa peningkatan PDB sebesar 1 persen akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja sebesar 0.062321 persen. Hal ini sesuai dengan hipotesis bahwa nilai PDB mempunyai hubungan yang positif dengan penyerapan tenaga kerja. Angka tersebut menunjukkan bahwa semakin meningkat PDB sektor UKM, maka meningkatkan investor yang menanamkan modalnya disektor UKM. Dalam hal ini investor tersebut adalah pemerintah yang telah mewujudkan program pengembangan UKM dengan adanya Kredit Usaha Kecil. Sehingga dengan kondisi tersebut semakin banyak nilai investasi yang ditanamkan pada sektor UKM semakin tinggi peningkatan penyerapan tenaga kerja pada sektor UKM. Selain itu pertumbuhan PDB merupakan salah satu dari penciptaan kesempatan kerja, karena dengan adanya pertumbuhan maka diperlukan adanya tambahan input. Input tersebut adalah tenaga kerja yang merupakan fungsi produksi dari PDB. Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Prihartanti (2006) bahwa PDB secara signifikan memberikan pertumbuhan yang positif terhadap penyerapan tenaga kerja. Hasil dapat dirujuk pada Bab sebelumnya dengan melihat Tabel 1.4. dan Tabel 4.1. Nilai Kredit Modal Kerja memberikan pengaruh yang signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja. Nilai koefisien dari Kredit Modal Kerja adalah 0.035586. Nilai ini menunjukan bahwa peningkatan Kredit Modal Kerja sebesar 1 persen maka akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja sebanyak 0.035586 persen. Hal ini sesuai dengan hipotesis bahwa Kredit Modal Kerja mempunyai hubungan yang positif dengan penyerapan tenaga kerja. Kredit

Modal Kerja adalah kredit yang digunakan sebagai modal awal untuk membuka suatu usaha, dengan membuka lapangan usaha baru sama artinya dengan membuka kesempatan kerja. Sehingga dengan membuka kesempatan kerja maka akan terjadi penyerapan tenaga kerja. Penyaluran kredit kepada usaha kecil merupakan program pengembangan UKM untuk meningkatkan kesejahteraan dan mengurangi pengangguran. Penyaluran kredit ini diharapkan akan menciptakan lapangan kerja baru yang sangat dibutuhkan bagi angkatan kerja Indonesia yang terus bertambah. Nilai Kredit Investasi memberikan pengaruh yang signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja. Nilai koefisien dari Kredit Investasi adalah - 0.074278. Nilai ini menunjukan bahwa peningkatan Kredit Investasi sebesar 1 persen akan menurunkan penyerapan tenaga kerja sebesar 0.066512 persen. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis bahwa Kredit Investasi mempunyai hubungan yang positif dengan penyerapan tenaga kerja. Kredit Investasi adalah kredit yang digunakan untuk menambah skala usaha dengan bertujuan untuk meningkatkan hasil produksi dengan mengganti bagian dari penyediaan barang modal yang rusak dan tambahan dalam penyediaan modal yang ada. Kredit ini biasanya digunakan untuk membeli barang-barang modal yang baru dan cenderung digunakan untuk investasi yang padat modal untuk meningkatkan tingkat efisiensi suatu produksi. Sehingga pada kredit investasi tersebut kurang dapat memberdayakan sumberdaya manusia melalui penyerapan tenaga kerja. Hal tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh tim pengkaji dari Departemen Koperasi (2006) terhadap dampak penggunaan kredit UKM di sepuluh propinsi di Indonesia. Pada sepuluh propinsi tersebut

diketahui bahwa hampir seluruh kredit digunakan untuk pembelian bahan baku, peralatan UKM dan pembayaran gaji. Selain itu, dalam penelitian tersebut ditemukan bahwa meskipun kredit untuk bahan baku berpengaruh positif terhadap volume usaha akan tetapi pengaruhnya tidak signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja. Secara keseluruhan, meskipun kredit investasi mempunyai hubungan yang negatif dengan penyerapan tenaga kerja akan tetapi kredit ini bukan berarti menjadi penghambat dalam pembangunan ekonomi. Hal ini dikarenakan pada awalnya kredit investasi digunakan sebagai bantuan permodalan dalam Kredit Usaha Kecil bedasarkan tujuan penggunaannya untuk berinvestasi dengan sasaran pengusaha UKM. Selain itu kredit ini juga bertujuan untuk mengembangkan usaha para pengusaha UKM yang mempunyai keterbatasan dalam kepemilikan modal, sehingga sisi positifnya yaitu untuk para pemilik usaha kecil dan menengah agar dapat mengembangkan usahanya. Disamping itu, proporsi kredit ini dibandingkan dengan kredit lain tidak begitu besar. Kredit Investasi pada tahun 2006 tercatat hanya sebesar 38,2 Triliun Rupiah, berbeda dengan Kredit Modal Kerja yang sebesar 180,8 Triliun Rupiah dan Kredit Konsumsi sebesar 208,9 Triliun Rupiah (Bank Indonesia, 2007). Pendapatan per kapita memberikan pengaruh yang signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja. Nilai koefisien dari Pendapatan per kapita adalah sebesar -0.378047. Nilai ini menunjukan bahwa peningkatan pendapatan per kapita sebesar 1 persen akan menurunkan penyerapan tenaga kerja sebesar 0.378047 persen. Hal ini sesuai dengan hipotesis bahwa pendapatan per kapita mempunyai pengaruh negatif dengan penyerapan tenaga

kerja. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Anderson (1982) dalam Lamadlau (2006) menyebutkan bahwa semakin tinggi tingkat pendapatan per kapita di suatu negara semakin kecil pangsa tenaga kerja UKM. Hal tersebut dikarenakan bahwa kenaikan pendapatan per kapita di negara berkembang kemungkinan dipengaruhi oleh sektor diluar UKM yaitu sektor usaha besar. Terbukti dengan sumbangan PDB nasional yang masih didominasi oleh usaha besar dibandingkan dengan usaha kecil. Sehingga dengan kondisi tersebut, jika ada kenaikan baik itu dari segi nilai tambah, kuantitas ataupun proporsi diluar UKM maka akan mempengaruhi pangsa tenaga kerja UKM. Dimana pada kondisi tersebut terdapat kemungkinan bahwa terdapat peningkatan penyerapan tenaga kerja pada usaha besar. A. Analisa Faktor-faktor Pendukung Pengaruh Penerapana E-Commerce terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kota Bandung Peranan UKM dalam pertumbuhan ekonomi di Indonesia yaitu diindikasikan dengan pertumbuhan PDB UKM. Pertumbuhan PDB UKM dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu tenaga kerja UKM (TK), investasi UKM (I) dan nilai ekspor UKM (EKS). Hasil estimasi model ditunjukan dalam Tabel 5.2. berikut ini : Tabel 5.2. Hasil Regresi Persamaan Pertumbuhan Ekonomi Variable Coefficient Probability C -43.37780 0.0029 LOG_TK 2.813870 0.0022 LOG_I 0.850550 0.0003 LOG_EKS -0.062499 0.3464 R-squared 0.981639 Adjusted R-squared 0.973770 F-statistic 124.7474 Durbin-Watson stat 2.089700 Prob(F-statistic) 0.000002 Keterangan : Taraf Nyata α=0,05(5%)

Berdasarkan hasil pendugaan parameter Tabel 5.2., hasil analisis regresi menunjukan bahwa persamaan ini memiliki kecocokan model yang tinggi. Hal tersebut dapat dilihat pada nilai koefisien determinasi (R 2 ) pada persamaan pertumbuhan ekonomi bernilai 0.9816390 (98,16 %). Artinya bahwa faktor- faktor pertumbuhan ekonomi seperti Tenaga Kerja pada sektor UKM, Investasi UKM, Ekspor UKM dan Jumlah Unit UKM yang terdapat dalam model dapat menjelaskan keragaman sebesar 98,16 persen dan sisanya 1,83 persen dijelaskan oleh faktor-faktor lain diluar persamaan. Berdasarkan hasil analisis yang ditunjukan oleh nilai statistik uji-t menunjukan bahwa dua variabel (Prob < 0,05) berpengaruh nyata pada taraf nyata lima persen. Variabel yang berpengaruh secara signifikan adalah Tenaga Kerja sektor UKM dan Investasi UKM. Sedangkan variabel yang tidak berpengaruh secara signifikan yaitu Ekspor UKM. Uji-f menunjukan hasil yang baik. Hal ini dapat dilihat dari probabilitas F sebesar 0.00002 yang nilainya lebih kecil dari taraf nyata 0,05. Hal ini berarti bahwa pengaruh yang ditimbulkan keseluruhan variabel penjelas secara serempak terhadap variabel independent adalah baik. Artinya dari ketiga variabel independent dalam model tersebut setidaknya ada satu variabel yang berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan ekonomi.. Uji ekonometrika dilakukan untuk melihat masalah pada OLS. Pada model persamaan pertumbuhan ekonomi menunjukan bahwa persamaan ini dapat memenuhi kriteria ekonometrika. Hal tersebut dikarenakan pada model persamaan tidak terdapat autokorelasi, heteroskedastisitas dan multikolinearitas yang dapat diabaikan dengan uji Klein. Selain itu, uji normalitas menunjukan bahwa pada persamaan ini error term terdistribusi

normal ( Hasil dapat dilihat pada Lampiran 4 ). Pembahasan ekonomi untuk melihat kesesuaian hasil analisis dengan teori ekonomi. Pada uji ini yang dilihat adalah tanda serta nilai dari koefisien variabel bebas, seperti dapat dilihat pada Tabel 5.2. Nilai Tenaga Kerja memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Nilai koefisien dari Tenaga Kerja adalah 2.81387. Nilai tersebut menunjukan bahwa peningkatan jumlah tenaga kerja sebesar 1 persen akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 2.813870 persen. Produktivitas tenaga kerja merupakan salah satu penentu pertumbuhan ekonomi. Semakin produktif tenaga kerja semakin tinggi pula nilai tambah dan output yang dihasilkan. Tenaga kerja dipandang sebagai faktor produksi yang dapat digunakan untuk meningkatkan daya guna faktor produksi lainnya seperti dalam pengelolaan usaha dan pemanfaatan modal. Nilai Investasi memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Nilai koefisien dari Investasi adalah 0.850550. Nilai tersebut menunjukan bahwa peningkatan Investasi sebesar 1 persen maka akan meningkatkan PDB sebesar 0.850550 persen. Hal ini sesuai dengan hipotesis bahwa investasi mempunyai hubungan yang positif dengan pertumbuhan ekonomi karena peningkatan PDB tidak dapat dipisahkan dari meningkatnya investasi. Investasi yang ditanamkan pada sektor UKM dapat mendorong kenaikan output dan permintaan input sehingga berpengaruh terhadap kenaikan pendapatan dan perluasan kesempatan kerja yang selanjutnya dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Sesuai teori ekonomi makro salah satu unsur yang mempengaruhi PDB adalah investasi dimana jika terjadi peningkatan investasi juga akan

meningkatkan PDB. Selain itu, hal ini juga sesuai dengan teori Harrod-Domar bahwa investasi mempunyai pengaruh yang signifikan dengan pertumbuhan ekonomi. Peningkatan investasi akan meningkatkan nilai tambah atau penghasilan untuk masa datang karena nilai tambah suatu investasi akan selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Hasil dapat dirujuk dengan melihat Tabel 1.3. dan Tabel 4.2. Dari keempat variabel bebas terdapat satu variabel bebas yang tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi yaitu Nilai Ekspor UKM. Hal tersebut dikarenakan nilai probabilitas Nilai Ekspor yang lebih besar dari taraf nyata. Ekspor berpengaruh positif akan tetapi tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi karena hampir sebagian besar ekspor di Indonesia masih bergantung dengan input impor sehingga nilai ekspor tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan PDB. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Arif (1993) yang menyatakan bahwa jika ekspor masih bergantung pada input impor maka pengaruhnya tidaklah nyata terhadap PDB. Ekspor dapat berpengaruh nyata terhadap PDB jika kandungan input impornya kecil. Selain itu, hal tersebut juga dipengaruhi kondisi ekspor di Indonesia yang masih didominasi oleh nilai ekspor usaha besar sehingga salah satu hal yang mempengaruhi tidak berpengaruhnya ekspor UKM adalah sumbangan dan kontribusinya yang masih rendah. Tabel 5.3. Ekspor Barang Usaha Kecil, Menengah dan Besar Tahun 2001-2006 (Juta Rupiah) Tahun Kecil Menengah Besar Jumlah 2001 21.489.793 (3,92) 2002 20.468.762 (4,04) 2003 19.941.068 (4,04) 59.356.731 (10,82) 66.821.272 (13,18) 57.155.647 (11,59) 467.404.256 (85,26) 419.589.951 (82,78) 416.139.131 (84,37) 548.250.780 (100) 506.879.986 (100) 493.235.846 (100)

Sumber (%) 2004 24.408.027 (4,04) 2005 28.048.167 (3,92) 2006 30.303.653 (3,89) 71.140.210 (11,77) 82.289.898 (11,51) 91.895.863 (11,80) 508.658.073 (84,19) 604.394.520 (84,57) 656.123.537 (84,31) 604.206.311 (100) 714.732.585 (100) 778.323.052 (100) : Departemen Koperasi, 2007 Keterangan : dalam kurung ( ) menunjukan persentase Berdasarkan Tabel 5.3. diketahui perbandingan kontribusi dari ekspor usaha kecil, menengah dan besar. Mulai tahun 2001 hingga 2006 menunjukan meskipun tiap tahunnya secara nominal menunjukan pertumbuhan, akantetapi rata-rata setiap tahunnya berdasarkan proporsi usaha adalah tetap. Usaha kecil dan menengah mempunyai proporsi yang lebih kecil dibandingkan usaha besar, khususnya usaha kecil yang mempunyai proporsi yang sangat rendah. Hal tersebut dapat mengindikasikan rendahnya produktivitas UKM dalam ekspor sehingga mengakibatkan rendahnya kontribusi UKM dalam ekspor nasional. Rendahnya produktivitas pada ekspor UKM dapat disebabkan oleh banyak hal, salah satunya yaitu yang paling dominan adalah terdapat hambatan dalam birokrasi dan masih rendahnya kualitas atau mutu barang yang dihasilkan.