BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang pemerintah daerah yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I. Kebijakan tentang otonomi daerah di Indonesia, yang dikukuhkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam mewujudkan pemerataan pembangunan di setiap daerah, maka

BAB I PENDAHULUAN. ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perwakilan Rakyat sebagai lembaga legislatif terlebih dahulu menentukan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang sentralisasi menjadi struktur yang terdesentralisasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dari Orde Baru ke Orde Reformasi telah membuat beberapa perubahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang dijadikan pedoman

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan atas pertimbangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitan. Berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 Pasal 1 angka 5 memberikan definisi

BAB 1 PENDAHULUAN. Reformasi tahun 1998 telah membuat perubahan politik dan administrasi, bentuk

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB 1 PENDAHULUAN. diartikan sebagai hak, wewenwang, dan kewajiban daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan Pemerintah Indonesia tentang otonomi daerah sudah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik

BAB I PENDAHULUAN. maka daerah akan lebih paham dan lebih sensitif terhadap kebutuhan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang sangat mendasar sejak diterapkannya otonomi daerah. dalam hal pengelolaan keuangan daerah.

BAB I PENDAHULUAN. dan kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya otonomi daerah. Sebelum menerapkan otonomi daerah,

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB 1 PENDAHULUAN. transparansi publik. Kedua aspek tersebut menjadi hal yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mengembangkan potensi daerah tersebut maka pemerintah daerah

BAB I PENDAHULUAN. Dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 22 Tahun kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Daerah (sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. Melalui Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) yang telah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi. penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah. Tujuan

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebijakan desentralisasi fiskal yang diberikan pemerintah pusat kepada

BAB I PENDAHULUAN. disebut Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), baik untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya. (Maryati, Ulfi dan Endrawati, 2010).

ABSTRACT. KOMPARTEMEN, Vol. XV No.1, Maret

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. melakukan berbagai jenis pembelanjaan. Seperti halnya pengeluaran-pengeluaran

BAB I PENDAHULUAN. provinsi terbagi atas daerah-daerah dengan kabupaten/kota yang masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. ketentuan umum UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah,

BAB 1 PENDAHULUAN. Pusat mengalami perubahan, dimana sebelum reformasi, sistem pemerintahan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk mengelola keuangannya sendiri. Adanya otonomi daerah menjadi jalan bagi

BAB I PENDAHULUAN. Adanya reformasi pada tahun 1998, mengakibatkan terjadinya perubahan

BAB I PENDAHULUAN. dampak diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sistem otonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otomoni daerah yang berlaku di Indonesia berdasarkan UU No.22 Tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi yang mensyaratkan perlunya pemberian otonomi seluas-luasnya

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. era baru dengan dijalankannya otonomi daerah. Otonomi daerah ini ditandai

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

BAB I PENDAHULUAN. Manusia (IPM), pembangunan manusia didefinisikan sebagai a process

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran

INUNG ISMI SETYOWATI B

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia ini adalah suatu negara yang menganut daerah otonom.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Krisis ekonomi di Indonesia memiliki pengaruh yang sangat besar

BAB I PENDAHULUAN. Sejak big bang decentralization yang menandai era baru pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pengelolaan keuangan daerah sejak tahun 2000 telah mengalami era baru,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan kemampuan memproduksi barang dan jasa sebagai akibat

BAB I PENDAHULUAN. landasan hukum dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang. menjadi UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004.

BAB I PENDAHULUAN. Sejak kebijakan pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Sejak otonomi daerah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2001

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan peundang-undangan. Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Tujuan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, desentralisasi fiskal mulai hangat dibicarakan sejak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan otonomi daerah pada tahun Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah ditandai dengan dikeluarkan Undang-Undang (UU No.22 Tahun

PENDAHULUAN. daerah yang saat ini telah berlangsung di Indonesia. Dulunya, sistem

BAB I PENDAHULIAN. Dewasa ini, perhatian pemerintah terhadap masalah-masalah yang

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini

BAB I PENDAHULUAN. Selama ini dominasi Pusat terhadap Daerah menimbulkan besarnya

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. 1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

BAB I PENDAHULUAN. reformasi dengan didasarkan pada peraturan-peraturan mengenai otonomi daerah.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah. memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan daerah akhir

BAB I PENDAHULUAN. Proses globalisasi pemerintahan pada daerah Indonesia di tahun 2001

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam Undang-undang No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Otonomi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berakar pada teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi. Teori

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang pemerintah daerah yang kemudian direvisi dengan Undang-Undang No. 32 tahun 2004 menyebutkan Pemerintah daerah, yang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan, dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara kesatuan Republik Indonesia. Otonomi daerah berlaku efektif mulai 1 Januari 2001. Dalam pelaksanaan otonomi daerah yang menitikberatkan pada daerah kabupaten dan kota ditandai dengan adanya penyerahan sejumlah kewenangan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah yang bersangkutan. Dalam hal ini menegaskan bahwa Pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk menentukan alokasi sumber daya yang dimiliki untuk belanja-belanja daerah dengan menganut asas kepatuhan, kebutuhan, dan kemampuan daerah yang tercantum di dalam anggaran daerah. Sehingga pembangunan senantiasa harus mengacu pada perencanaan yang dijabarkan dalam pola dasar pembangunan, arah kebijakan umum dan Anggaran pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). (Sujarweni, 2015) Anggaran pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah rencana keuangan yang dibuat pemerintah daerah setiap tahunnya, disetujui oleh Dewan 1

Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). APBD ditetapkan dengan peraturan daerah, tahun anggaran APBD meliputi masa satu tahun, mulai tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) terdiri atas pendapatan daerah, belanja daerah dan pembiyaan daerah. Pemerintah daerah mengalokasikan dana dalam bentuk anggaran belanja modal dalam bentuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang digunakan untuk menambah aset tetap. Alokasi belanja modal ini didasarkan pada kebutuhan daerah akan sarana dan prasarana, baik untuk kelancaran pelaksanaan tugas pemerintah maupun untuk fasilitas publik (Rumiyati, 2013). Pada masa desentralisasi seperti ini, pemerintah daerah dituntut untuk bisa mengembangkan dan meningkatkan Pendapatan Asli daerah (PAD) masingmasing. Dengan memaksimalkan sumber daya yang dimiliki, supaya bisa membiayai segala kegiatan penciptaan infraktutur atau saran prasarana daerah melalui alokasi belanja modal pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) (Wandira, 2012). Apabila Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam suatu daerah dapat mampu memberikan kontribusi terbesar dalam pemasukan susunan belanja daerah, maka dapat dikatakan bahwa daerah tersebut tergolong dalam daerah yang cukup maju dan bagus dari sektor ekonomi dan begitu pula sebaliknya. Peningkatan investasi (belanja modal) diharapkan mampu meningkatkan kualitas layanan publik, dan mampu meningkatkan partisipasi atau kontribusi 2

publik terhadap pembangunan yang tercermin dalam peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Dengan kata lain, pembangunan berbagai fasilitas sektor publik akan berujung pada peningkatan pendapatan daerah. Pelaksanaan desentralisasi membuat pembangunan menjadi prioritas utama dalam pemerintah daerah untuk menunjang peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Untuk mengurangi adanya kesenjangan antar daerah dan untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah melalui penyediaan sumbersumber pendanaan, lahirlah Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999 yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang perimbangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pasal 159 Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah menyebutkan bahwa dana perimbangan terdiri atas, Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana tersebut bersumber dari APBN, yang digunakan untuk pendanaan kebutuhan rumah tangga daerahnya untuk pelaksanaan desentralisasi. Sumber pendanaan lainya yang digunakan untuk pengalokasian Belanja Modal untuk penyediaan berbagai fasilitas publik adalah Sisa Lebih Pembiayaan anggaran (SiLPA). Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) digunakan untuk belanja langsung berupa belanja modal yang secara langsung menyentuh kebutuhan masyarakat. Jumlah belanja langsung dapat berupa pembangunan infrastruktur, pengadaan aset dan sebagainya yang 3

didalamnya juga terdapat belanja tidak langsung lebih kecil dari belanja langsung. (Ardhini, 2011 dalam Mentayani & Rusmanto, 2013). Sumber: www.bps.go.id, diolah Sumber: www.bps.go.id, diolah Total seluruh jumlah Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Tengah mengalami penurunan pada tahun 2015 sebesar Rp 7.924.760.402,- sedangkan untuk tahun 2014 Rp 8.862.516.800,- penurunan mencapai 0,89% pada tahun 2015, untuk tahun 2013 sebesar Rp. 4

6.092.969.558,- dalam hal ini pemerintah Kabupaten dan Kota belum bisa mengoptimalkan potensi daerah yang ada sehingga untuk penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) tahun 2015 mengalami penurunan. Sedangkan untuk penerimaan Dana Alokasi Umum (DAU) dari pemerintah pusat yang bersumber dari APBN setiap tahun dari total keseluruhan Kabupaten dan Kota di Jawa Tengah mengalami peningkatan. Tahun 2013 sebesar Rp27.817.033.473,- tahun 2014 Rp30.152.635.579,- tahun 2015 Rp31.069.742.713,-. Dana Alokasi Khusus (DAK) mengalami penuruan ditahun 2015 sebesar Rp2.067.876.960,- dari tahun 2014 sebesar Rp2.109.439.398,- atau sekitar 0,98% ditahun 2015. Untuk penerimaan Dana Alokasi Khusus (DAK) tahun 2013 sebesar Rp2.013.689.791,-. Jika dikaitkan dengan belanja modal yang mana seharusnya belanja modal mengalami penurunan akibat dari penuruan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) tetapi berbeda dengan hal ini, dimana belanja modal sendiri mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. tahun 2013 pengeluaran untuk belanja modal sebesar Rp7.352.706.541,- tahun 2014 Rp9.032.392.80,- sedangkan tahun 2015 Rp9.391.988.196,-. seharusnya sesuai teori dimana belanja modal ditentukan besarnya oleh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA), maka adanaya penurunan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) seharusnya akan menurunkan belanja modal, namun untuk fenomena di Jawa Tengah 5

menunjukan hal yang lain. Dimana belanja modal mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Palealu (2013), Suprayitno (2015), Sugiarthi dan Supadmi (2014), Mawarni dkk (2013) memperoleh hasil bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh positif terhadap belanja modal signifikan terhadap belanja modal. Sedangkan penelitian Wandira (2013) dan Rusmanto (2013) mengatakan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) tidak berpengaruh terhadap belanja modal. Penelitian yang dilakuakan Sugiarti dan Supadmi (2014) mendapatkan hasil bahawa SiLPA dan Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh positif. Sedangkan Yawa dan Runtu (2015), Suprayitno (2015) mendapatkan Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh positif dan penelitian Wandira (2013), Mawarni dkk (2013) Mentayani dan Rusmanto (2013) Kusnandar dan Siswantoro (2011) mendapatkan hasil Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh negatif terhadap belanja modal. Sedangkan Penelitian tentang Dana Alokasi Khusus (DAK) berpengaruh positif adalah penelitian Palealu (2013) dan wandira (2013). Penelitian Mentayani dan Rusmanto (2013), Kusnandar dan Siswantoro (2011) hasil penelitian SiLPA secara parsial berpengaruh terhadap belanja modal. Penelitian ini, mereplikasi penelitian Pelealu (2013) tentang pengaruh, Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap belanja modal pemerintah kota Manado tahun 2003-2012. Kondisi Kota Manado merupakan ibu kota provinsi Sulawesi Utara dimana Pendapatan 6

Asli Daerah (PAD) Kota Manado dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. tahun 2013 sebesar Rp215.871.043,- tahun 2014 Rp263.392.317,- tahun 2014 Rp275.207.649,- hal ini berarti pemerintah Kota Manado mampu mengelola dan merealisasikan potensi daerah sehingga Pendapatan Asli Daerah (PAD) mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Dengan adanya peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) untuk belanja modal mengalami peningkatan juga. Belanja modal tahun 2013 Rp191.297.564,- tahun 2014 Rp208.880.230,- tahun 2015 Rp219.307.297,- Sedangkan Dana Alokasi Khusus (DAK) kota manado mengalami penurunan, ditahun 2014 sebesar Rp49.614.960,- dari tahun 2013 sebesar Rp51.989.870,- ditahun 2015 mengalami kenaikan sebesar Rp55.243.380,- (Sumber www.bps.go.id diolah). Alasan mereplikasi, karena didalam penelitian terdahulu hanya menguji variabel Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sedangkan secara teoritis faktor-faktor yang mempengaruhi belanja modal masih banyak lagi antara lain variabel Dana Alokasi Umum (DAU) dan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA). Hal ini ditunjukan dalam penelitian Sugiharti dan Supadmi (2014), Suprayitno (2015) dan Yawa dan Runtu (2015) hasil penelitian Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh positif terhadap belanja modal. penelitian Sugiarthi & Supadmi (2014) dan Nugroho (2015) mendapatkan hasil Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) berpengaruh positif terhadap belanja modal. 7

Perbedaan penelitian ini dengan penelitiaan sebelumnya terletak pada tahun penelitian, objek penelitian dan penambahan dua variabel yaitu Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) dan Dana Alokasi Umum (DAU). Dengan Penelitian sebelumnya menggunakan periode 2003-2012 dengan objek realisasi APBD kota Manado. Sedangkan penelitian ini menggunakan periode tahun 2013-2015 dengan objek penelitian adalah seluruh realisasi APBD Kabupaten dan Kota di provinsi Jawa tengah yang jumlah 29 Kabupaten dan 6 Kota. Alasan penggunaan periode tahun 2013-2015 dan obyek pada Pemerintah Kabupaten dan Kota di provinsi Jawa Tengah, hal ini dikarenakan adanya beberapa komponen yang mempengaruhi belanja modal turun tetapi belanja modal sendiri mengalami kenaikan dari tahun ketahun. Mengalami penurunan yaitu Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) penurunan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sekitar 0.89% ditahun 2015 sedangkan, penurunan Dana Alokasi Khusus (DAK) sekitar 0.98% pada tahun 2015 dari tahun sebelumnya (sumber www.bps.go.id). Penelitian menggunakan tahun anggaran 2013-2015, karena untuk tahun anggaran 2016 realisasi APBD belum ada dan belum terpublikasi disebabkan APBD tahun 2016 masih berjalan dan baru berakhir 31 Desember 2016. Alasan penambahan variabel Dana Alokasi Umum (DAU) dan Sisa Lebih Pembiayaan (SiLPA). Dana Alokasi Umum (DAU) merupakan dana yang bersumber dari pemerintah pusat APBN yang digunakan untuk pemerataan pembangunan sehingga Kabupaten atau Kota dalam segi pembangunan akan 8

merata dan tidak terjadi kesenjangan antar Kabupaten atau Kota. SiLPA merupakan sisa lebih pembiayaan anggaran tahun sebelumnya yang bisa untuk digunakan untuk penambahan APBD tahun selanjutnya, sehingga dengan adanya Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) dapat digunakan untuk tambahan belanja modal pada tahun anggaran selanjutnya. Sehingga penambahan variabel Dana Alokasi Umum (DAU) dan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) tepat digunakan untuk mengetahui pengaruhnya terhadap belanja modal pada Kabupaten dan Kota di Jawa Tengah. Penelitian ini penting dilakukan karena dapat dijadikan dasar pertimbangan bagi pemerintah daerah Jawa Tengah dalam penyusunan dan pengesahan APBD sehingga pembangunan ekonomi daerah khususnya Kabupaten atau Kota dan nasional pada umumnya bisa melaju pesat. Serta untuk mengetahui pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) terhadap belanja modal pada Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Tengah, serta mengetahui sejauh mana laporan APBD yang dilaporkan oleh pemerintah daerah menunjukan informasi yang benar dan sesuai dengan peraturan pemerintah, sehingga tidak terjadi pemborosan anggaran maupun kecurangan dalam pelaksanaan kegiatan yang dibiayai APBD. 9

B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu : 1. Apakah Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh positif signifikan terhadap belanja modal? 2. Apakah Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh positif signifikan terhadap belanja modal? 3. Apakah Dana Alokasi Khusus (DAK) berpengaruh positif signifikan terhadap belanja modal? 4. Apakah Sisa Lebih Pembiayaan Angaran (SiLPA) berpengaruh Positif signifikan terhadap belanja modal? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan penelitian Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian adalah : a. Untuk menguji Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh positif signifikan terhadap belanja modal. b. Untuk menguji Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh positif signifikan terhadap belanja modal. c. Untuk menguji Dana Alokasi Khusus (DAK) berpengaruh positif signifikan terhadap belanja modal. d. Untuk menguji Sisa Lebih Pembiayaan Angaran (SiLPA) berpengaruh Positif signifikan terhadap belanja modal. 10

2. Manfaat penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah : a. Bagi peneliti Dapat menambah ilmu dan wawasan dalam pengetahuan mengenai belanja modal, Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) dan menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya. b. Bagi akademisi Dapat menambah pengetahuan, informasi dan memberikan referensi baru untuk penelitian selanjutnya. Apabila ingin meneliti tentang belanja modal dan pengaruh yang mempengaruhi belanja modal. c. Bagi pemerintah Dapat mengetahui pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) terhadap belanja modal. Menambah referensi dan pengetahuan agar lebih mengefektifkan dana yang ada sehingga tidak terjadi pemborosan anggaran. 11