I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sampah sudah menjadi masalah yang semakin serius di kota-kota di Indonesia. Pertambahan penduduk dan proses urbanisasi yang terus berlangsung, yang merupakan akibat dari terpusatnya aktifitas ekonomi di perkotaan, menja di penyebab semakin meningkatnya timbulan sampah. Menurut Status Lingkungan Hidup Indonesia tahun 2003, jumlah penduduk Indonesia telah meningkat menjadi hampir dua kali lipat selama kurun waktu 32 tahun yaitu dari 119,2 juta jiwa pada tahun 1971 bertambah menjadi 215,631 juta jiwa pada tahun 2003. Jika diperkirakan laju pertambahan penduduk sekitar 0,9 % per tahun, maka jumlah penduduk Indonesia akan menjadi 262,4 juta jiwa pada tahun 2020. Selaras dengan itu timbulan sampah rata-rata diperkirakan meningkat dari 800 g/kapita/hari pada tahun 1995 menjadi 910 g/kapita/hari pada tahun 2020. Peningkatan jumlah sampah ini tidak diikuti dengan peningkatan pengelolaan sampah yang lebih baik. Umumnya kota-kota di Indonesia belum mampu membuang semua sampah yang dihasilkannya karena keterbatasan dana, sarana, sumberdaya manusia, teknik pengelolaan, manajemen dan berbagai hal lain. Berdasarkan Status Lingkungan Hidup Indonesia 2003, rata-rata sampah terangkut per timbulan sampah di kota-kota di Indonesia adalah 74,11 % dari seluruh sampah yang dihasilkan. Jadi rata -rata ada sekitar 25,89 % sampah yang tidak terangkut. Sisa sampah yang tidak tertangani ini menumpuk di Tempat Pembuangan Sementara (TPS), dibuang ke sungai oleh penduduk atau dibakar. Sisa sampah yang menumpuk menjadi sumber penyakit, sumber pencemaran dan mengganggu estetika lingkungan. Berbagai kegiatan manusia hampir selalu menghasilkan sampah. Sampah dihasilkan di daerah pemukiman. pasar, pertokoan, fasilitas sosial, kegiatan industri dan lain-lain. Pasar merupakan penyumbang sampah terbesar setelah sampah yang berasal dari daerah pemukiman. Sampah pasar umumnya merupakan buangan padat yang berasal dari para pedagang sayuran, buah-buahan, makanan dan lain lain dan merupakan sampah organik yang cenderung menebarkan bau busuk bila tidak segera dimusnahkan. Oleh karena itu pasar tradisional umumnya
2 berkesan kumuh, becek dan bau karena banyak sampah menumpuk, tercecer dan tidak terangkut. Banyak orang lebih memilih berbelanja di pusat perbelanjaan yang menjamur di kota -kota besar karena lebih nyaman dan bersih meski untuk itu harus dikeluarkan uang yang lebih besar. Pasar tradisional ini tetap diperlukan keberadaannya karena pasar tradisional merupakan suatu lembaga tradisional yang berbasis kekuatan ekonomi rakyat. Dalam pasar tradisional terjadi kegiatan pengembangan ekonomi rakyat yang penting, Disinilah kelompok pedagang yang usahanya rata-rata dibatasi oleh faktor modal dan keterampilan ternyata mampu menciptakan kemandirian, kesempatan dan peluang kerja serta pendapatanan yang sangat berarti. Mereka merupakan pelaku usaha potensial dan mampu menggerakkan roda perekonomian masyarakat. Oleh karena itu pasar tradisional harus mampu bersaing dengan pusat-pusat perbelanjaan yang ada dalam menjaring pembeli. Peningkatan pengelolaan sampah pasar menjadi salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk menjadikan pasar tradisional lebih bersih dan nyaman. Sampah yang tidak terangkut dan menumpuk di TPS di pasar tradisional dapat menimbulkan pencemaran yang akan merusak lingkungan. Lingkungan yang rusak dapat menurunkankan kualitas hidup manusia karena manusia selalu berinteraksi dengan lingkungannya. Lingkungan yang bersih dan tertata dengan baik merupakan cerminan dari keserasian hubungan manusia dengan lingkungannya. Oleh karena itu penelitian mengenai peningkatan pengelolaan sampah di pasar tradisional yang melibatkan peran serta para pedagang perlu dilakukan. Keterlibatan para pedagang menempatkan mereka pada posisi tidak hanya sebagai obyek, tetapi juga sebagai subyek dalam sistem pengelolaan sampah pasar. 1.2. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk memberikan gambaran mengenai pengelolaan sampah di pasar tradisional Kota Bogor. Tujuan secara khusus adalah : 1. Mengkaji karakteristik pedagang pasar tradisional Kota Bogor.
3 2. Mengkaji pencemaran lingkungan dan upaya peningkatan pengelolaan sampah pasar. 3. Menganalisis kesediaan membayar (Willingness to Pay/WTP ) pedagang pasar tradisional dan mengidentifikasi variabel-variabel yang berpengaruh terhadap WTP peningkatan pengelolaan sampah pasar tradisional Kota Bogor. 1.3. Kerangka Pemikiran Kota Bogor dengan jumlah penduduk 789.423 jiwa menghasilkan sampah sebanyak 2.210 m 3 per hari (SLHD Kota Bogor, 2003). Sampah Kota Bogor berasal dari perumahan (63,0 %), pasar (11,9 %), pertokoan, hotel dan restoran (7,0 %), sapuan jalan (7,5 %), industri (4,7 %), lain-lain (5,9 %). Dari seluruh sampah yang dihasilkan, yang dapat ditangani oleh pihak DKP adalah 14.811 m 3 per hari atau sekitar 67% (Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Bogor, 2003). Sampah yang dihasilkan dikelola dengan tahapan yang meliputi pengumpulan, pengangkutan, pengolahan dan pembuangan akhir, merupakan jasa yang dilakukan terhadap lingkungan yang dilaksanakan oleh pemerintah, swasta, maupun individu. Pengelolaan sampah ini dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan retribusi masyarakat. Ada 6 buah pasar tradisional di Kota Bogor dibawah tanggung jawab Kantor Pengelolaan Pasar, yaitu Pasar Kebon Kembang (Pasar Anyar), Pasar Baru Bogor, Pasar Jambu Dua, Pasar Merdeka, Pasar Sukasari, Pasar Padasuka dan Pasar Gunung Batu. Sampah yang dihasilkan pasar-pasar tersebut tidak seluruhnya dapat diangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) karena keterbatasan dana, sarana dan lain-lain. Sampah yang tidak terangkut ini menimbulkan pencemaran air, udara serta mengganggu estetika lingkungan dan kesehatan. Untuk itu partisipasi aktif masyarakat, dalam hal ini para pedagang di pasar tradisional, untuk membayar peningkatan retribusi sampah diharapkan dapat membantu pemerintah kota dalam pendanaan pengelolaan sampah. Untuk mengetahui besarnya kesediaan pedagang di pasar tradisional dalam membayar (WTP) peningkatan pengelolaan sampah pasar, dilakukan pendekatan dengan menggunakan Metoda Valuasi Kontingensi (Contingent Valuation Method/CVM ).
4 Metoda ini adalah metoda survey untuk menanyakan kepada masyarakat tentang nilai atau harga yang mereka berikan terhadap komoditi yang tidak memiliki pasar seperti barang lingkungan. Dengan metoda ini dapat diketahui berapa jumlah uang yang ingin dibayarkan (WTP) untuk peningkatan pengelolaan sampah pasar. Informasi mengenai pencemaran karena sampah pasar, persepsi pedagang terhadap sampah serta kesediaan membayar dikaji dan dijadikan sebagai bahan pertimbangan sehingga dapat dihasilkan suatu rekomendasi dalam peningkatan pengelolaan sampah pasar. Secara umum kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar 1. KOTAMADYA BOGOR PASAR TRADISIONAL APBD, retribusi SAMPAH DIKELOLA TIDAK DIKELOLA Pencemaran Lingkungan Pewadahan Pengangkutan, pengolahan ANALISIS WTP CVM Pembuangan Akhir NILAI WTP REKOMENDASI Persepsi pedagang Gambar 1 Diagram alir kerangka pemikiran penelitian.
5 1.4. Perumusan Masalah Kota Bogor dengan luas wilayah sekitar 11.857 Ha dan jumlah penduduk sebanyak 789.423 jiwa, setiap harinya menghasilkan sampah sebanyak 2.210 m 3 per hari (Status Lingkungan Hidup Daerah Kota Bogor 2003). Dari seluruh sampah yang dihasilkan itu baru sekitar 67 % sampah yang terangkut atau ada sekitar 729 m 3 sampah yang tidak terangkut. Saat ini kegiatan pengelolaan sampah Kota Bogor meliputi : pengumpulan sampah dari sumbernya, pengangkutan sampah dari TPS ke TPA dan pembakaran sampah dengan incinerator. Beberapa faktor yang menyebabkan pemerintah daerah, dalam hal ini Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) yang bertanggung jawab atas kebersihan kota, tidak dapat menangani seluruh sampah yang ada antara lain adalah dukungan dana, sarana dan prasarana yang kurang memadai. Dana pengelolaan sampah umumnya hanya berkisar antara 0,59 % sampai 3,65 % dari APBD (Profil Bangun Praja, 2004). Dana ini belum mencukupi, terlihat dari masih adanya sampah yang belum terangkut. Untuk itu sasaran pengadaan dana untuk peningkatan pengelolaan sampah diarahkan pada sistem mampu membiayai (self financing). Dalam rangka self financing ini maka sasaran sumber dana yang utama dibebankan pada hasil penarikan retribusi. Retribusi merupakan salah satu bentuk peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah. Untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan harapan, pengelolaan sampah perlu melibatkan banyak pihak. Usaha pengelolaan sampah dalam rangka menciptakan lingkungan yang sehat baik skala besar maupun kecil harus mengedepankan partisipasi masyarakat. Pada pengelolaan sampah pasar, partisipasi pedagang di pasar amat diperlukan. Partisipasi para pedagang dalam pengelolaan sampah pasar dapat diwujudkan dengan kesediaan membayar (Willingness to pay) untuk peningkatan kualitas lingkungan dalam bentuk peningkatan retribusi kebersihan. Partisipasi ini diharapkan mampu mendorong para pendagang untuk memelihara, mencegah dan menanggulangi kerusakan dan pencemaran lingkungan. Atas dasar hal tersebut, maka penelitian ini diarahkan pada permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana karakteristik pedagang di pasar tradisional Kota Bogor.
6 2. Bagaimana pencemaran yang ditimbulkan oleh sampah pasar dan upaya peningkatan pengelolaan sampah pasar. 3. Berapa besar kesediaan membayar para pedagang pasar tradisional Kota Bogor untuk peningkatan pengelolaan sampah pasar dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kesediaan membayar tersebut. 1.5. Hipotesis Penelitian Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka penelitian, maka disusun hipotesis penelitian sebagai berikut : 1. Pedagang pasar bersedia membayar usaha peningkatan pengelolaan sampah 2. WTP pedagang dipengaruhi oleh faktor -faktor sosial ekonomi pedagang 3. Ada perbedaan nilai WTP untuk pedagang di pasar besar, pasar sedang dan pasar kecil. 1.6. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan berguna : 1. Bagi peneliti, sebagai bahan tambahan pengetahuan dan validasi dalam bidang yang sama. 2. Bagi pemerintah kota, penelitian ini akan menjadi bahan pertimbangan dan evaluasi, khususnya bagi Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) dan Dinas Pengelolaan Pasar untuk merumuskan kebijakan pengelolaan sampah di pasar tradisional di Kota Bogor menjadi lebih baik. 3. Bagi masyarakat, secaa umum akan dapat menilai kebijakan yang diambil oleh pemerintah daerah terutama dalam pengelolaan sampah.