VI ANALISIS HASIL STUDI CVM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "VI ANALISIS HASIL STUDI CVM"

Transkripsi

1 VI ANALISIS HASIL STUDI CVM 1. Karakteristik Rumah Tangga Jakarta Timur Dalam Masalah Sampah Hasil studi CVM menunjukkan bahwa dari 200 responden rumah tangga, 75% diantaranya membayar retribusi kebersihan dan 25% lainnya tidak membayar retribusi. Secara implisit terlihat bahwa alasan membayar retribusi karena rumah tangga mendapat pelayanan kebersihan. Hal ini tercermin dari jawaban responden ketika menjawab pertanyaan tentang cara mereka membuang sampah sehari-hari. Sebanyak 53,6% responden mengatakan bahwa ia membuang sampahnya dalam suatu wadah tertentu yang kemudian diambil petugas kebersihan. Hal ini menunjukkan bahwa ia mendapat pelayanan kebersihan berupa pengambilan sampah di rumahnya secara langsung oleh petugas kebersihan. Sebanyak 16,3% responden mengatakan bahwa ia membuang sampahnya ke Lokasi Pembuangan Sampah Sementara (LPS) yang disediakan oleh Suku Dinas Kebersihan yang pada waktuwaktu tertentu diangkut petugas kebersihan untuk dibuang ke tempat pembuangan akhir. Jawaban responden selengkapnya disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Berbagai Cara Rumah Tangga di Jakarta Timur Membuang Sampah Berbagai Cara Rumah Tangga di Jakarta Timur Membuang Sampah Dibuang ke sungai 7,1 7,1 Punya tempat buang sendiri/dibakar/ditimbun 21,9 29,1 Dibuang ke LPS 16,3 45,4 Dimasukkan wadah lalu diambil petugas 53,6 99,0 Lainnya 1,0 100,0

2 Ketika diberikan pertanyaan yang khusus ditujukan bagi responden yang mengatakan tidak membayar retribusi kebersihan, maka muncul berbagai alasan mengapa ia tidak membayar retrtibusi. Alasan sebagian besar responden (61,5%) adalah karena mereka tidak mendapat pelayanan kebersihan; 13,8% responden memberikan alasan karena pelayanan kebersihan yang diberikan oleh pemerintah masih buruk; 10,8% responden mengatakan bahwa sampah dapat dibuang dimana saja sehingga masyarakat tidak perlu membayar retribusi; 7,7% responden mengatakan bahwa biaya penanganan sampah adalah urusan pemerintah sehingga masyarakat tidak perlu membayar retribusi; dan 6,2% responden menjawab bahwa ia tidak mampu membayar. Alasan responden tidak membayar retribusi kebersihan secara lengkap disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Alasan Rumah Tangga Tidak Membayar Retribusi Kebersihan Alasan Rumah Tangga Tidak Membayar Retribusi Kebersihan Sampah bisa dibuang kemana saja 10,8 10,8 Tidak mampu bayar 6,2 16,9 Biaya sampah urusan pemerintah 7,7 24,6 Pelayanan sampah masih buruk 13,8 38,5 Tidak mendapat pelayanan 61,5 100,0 Jumlah sampah yang dibuang oleh sebagian besar (61,8%) rumah tangga Jakarta Timur kurang dari 2 kg per hari. Namun cukup banyak juga (34,2%) rumah tangga yang membuang sampahnya antara 2 5 kg per hari, dan sisanya membuang sampahnya lebih dari 5 kg per hari. Berikut disajikan Tabel 7 yang memuat data jawaban responden rumah tangga mengenai rata-rata jumlah sampah yang dibuangnya setiap hari. 87

3 Tabel 7. Jumlah Sampah yang Dibuang Setiap Hari oleh Rumah Tangga Jumlah Buangan Sampah Rumah Tangga per Hari Kurang dari 2 kg 61,8 61,8 2-5 kg 34,2 96,0 5-7 kg 1,0 97, kg 1,5 98,5 > 10 kg 1,5 100,0 Rumah tangga Jakarta Timur memiliki pendapat beragam mengenai pemusnahan sampah yang sebaiknya dilakukan oleh petugas kebersihan. Hal ini dicerminkan oleh jawaban responden pada Tabel 8. Sebanyak 15,2% responden menjawab tidak tahu; 16,2% responden mengatakan dibakar saja; 41,4% mengatakan dibuang saja ke tempat pembuangan akhir (TPA); 21,5% responden mengatakan diolah menjadi kompos; dan 5,8% menyatakan dimusnahkan di incenerator. Secara implisit dapat diketahui bahwa teknologi TPA tampaknya lebih dikenal masyarakat dibandingkan dengan teknologi pengomposan dan incenerator. Tabel 8. Pendapat Rumah Tangga mengenai Penanganan Sampah Setelah Diambil dari Kawasan Perumahan Pendapat Rumah Tangga mengenai Penanganan Sampah Tidak tahu 15,2 15,2 Dibakar 16,2 31,4 Buang ke TPA 41,4 72,8 Diolah menjadi kompos 21,5 94,2 Musnahkan di incenerator 5,8 100,0 88

4 Namun pada umumnya masyarakat tidak memiliki pengetahuan memadai tentang TPA, pengomposan, dan incenerator. Hal ini terlihat ketika diberikan pertanyaan mengenai pengetahuannya tentang TPA, pengomposan, dan incenerator, sebagian besar responden menyatakan tidak tahu. Jawaban responden terhadap pertanyaan pengetahuan tentang TPA, pengomposan, dan incenerator, secara rinci dapat dilihat pada Tabel 9, 10, dan 11. Tabel 9. Pengetahuan Rumah Tangga di Jakarta Timur tentang TPA Pengetahuan Rumah Tangga di Jakarta Timur tentang TPA Tidak tahu 67,3 67,3 Agak tahu 6,0 73,4 Tahu 23,6 97,0 Mengerti 2,5 99,5 Sangat mengerti 0,5 100,0 Tabel 10. Pengetahuan Rumah Tangga di Jakarta Timur tentang Pengomposan Pengetahuan Rumah Tangga di Jakarta Timur tentang Pengomposan Tidak tahu 57,3 57,3 Agak tahu 7,5 64,8 Tahu 29,6 94,5 Mengerti 4,0 98,5 Sangat mengerti 1,5 100,0 89

5 Tabel 11. Pengetahuan Rumah Tangga di Jakarta Timur tentang Incenerator Pengetahuan Rumah Tangga di Jakarta Timur tentang Incenerator Tidak tahu 91,4 91,4 Agak tahu 2,5 93,9 Tahu 4,6 98,5 Mengerti 1,0 99,5 Sangat Mengerti 0,5 100,0 Untuk melihat kesediaan masyarakat berpartisipasi aktif dalam penanganan sampah, didekati dengan beberapa pertanyaan sebagai berikut : a. Pendapat mengenai cara membuang sampah secara terpisah antara sampah organik dan anorganik; b. Kesediaan untuk melaksanakan pembuangan sampah secara terpisah antara sampah organik dan anorganik; c. Penanggungjawab kebersihan lingkungan; d. Hal yang harus dilakukan ketika lingkungan kotor; e. Mendukung atau tidak jika dilaksanakan usaha pengolahan sampah; f. Bentuk dukungan terhadap usaha pengolahan sampah. Pendapat rumah tangga tentang cara pembuangan sampah yang dipisahkan antara sampah organik dan anorganik ternyata sangat beragam, seperti dapat dilihat pada Tabel

6 Tabel 12. Pendapat Rumah Tangga mengenai Pemisahan Sampah Organik dan Anorganik Pendapat Rumah Tangga Mengenai Pemisahan Sampah Organik & Anorganik Sangat tidak setuju 1,5 1,5 Tidak setuju 18,6 20,1 Cukup setuju 9,5 29,6 Setuju 54,3 83,9 Sangat setuju 16,1 100,0 Tabel 12 menunjukkan bahwa sebagian besar responden (54,3%) menyatakan setuju; 16,1% menyatakan sangat setuju; dan 9,5% menyatakan cukup setuju terhadap pembuangan sampah secara terpisah. Sedangkan 20,1% lainnya menolak cara pembuangan sampah dipisahkan. Akan tetapi mereka yang menyatakan sangat setuju, setuju, dan cukup setuju terhadap cara pembuangan sampah yang dipisahkan ternyata tidak bersedia melaksanakannya. Hal ini dapat dilihat dari jawaban mereka ketika ditanya mengenai kesediaannya melaksanakan pembuangan sampah secara terpisah, 0,6% menyatakan sangat tidak ingin; 33,6% menyatakan tidak ingin; dan 8,2% menyatakan ragu-ragu untuk melaksanakan pembuangan sampah yang terpisah. Selebihnya 48,1% menyatakan ingin dan 9,5% menyatakan sangat ingin. Tingkat kesediaan rumah tangga untuk membuang sampah secara terpisah disajikan pada Tabel

7 Tabel 13. Tingkat Kesediaan Rumah Tangga untuk Membuang Sampah Secara Terpisah antara Sampah Organik dan Anorganik Tingkat Kesediaan Rumah Tangga Untuk Melaksanakan Pemisahan Sampah Sangat tidak ingin 0,6 0,6 Tidak ingin 33,6 34,2 Ragu-ragu 8,2 42,4 Ingin 48,1 90,5 Sangat ingin 9,5 100,0 Pendapat rumah tangga tentang penanggung jawab kebersihan lingkungan menunjukkan bahwa sebetulnya rumah tangga di Jakarta Timur telah banyak yang memiliki kesadaran tentang tanggungjawabnya dalam menjaga kebersihan lingkungan. Hal ini terlihat dari 46,2% responden yang menyatakan bahwa masyarakat merupakan penanggungjawab kebersihan lingkungan dan 34,7% responden yang menyatakan penanggungjawab kebersihan lingkungan adalah petugas kebersihan beserta masyarakat. Jawaban responden mengenai pendapatnya terhadap penanggung jawab kebersihan lingkungan secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Pendapat Responden Rumah Tangga tentang Penanggungjawab Kebersihan Lingkungan Pendapat tentang Penanggungjawab Kebersihan Lingkungan Petugas kebersihan 9,0 9,0 Pegawai kelurahan 1,5 10,6 Masyarakat 46,2 56,8 Petugas Kebersihan dan masyarakat 34,7 91,5 Lainnya 8,5 100,0 92

8 Lebih jauh ketika ditanyakan apa yang dilakukan jika lingkungan tempat tinggalnya kotor, 79,2% responden menjawab membersihkan sendiri lingkungannya; 18,3% menjawab mengajak tetangga melakukan kerja bakti kebersihan lingkungan; 1% menjawab mendiamkannya; 1% lagi menjawab menyuruh orang; dan 0,5% menjawab lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat mau terlibat dalam menangani kebersihan lingkungan. Jawaban responden mengenai hal ini selengkapnya disajikan pada Tabel 15. Tabel 15. Hal yang Dilakukan Rumah Tangga Jika Lingkungan Tempat Tinggalnya Kotor Hal yang Dilakukan Rumah Tangga Jika Lingkungan Tempat Tinggalnya Kotor mendiamkannya 1,0 1,0 membersihkan sendiri 79,2 80,2 menyuruh orang 1,0 81,2 mengajak tetangga kerja bakti 18,3 99,5 Lainnya 0,5 100,0 Sebagian besar (64%) responden mengatakan mendukung jika ada usaha pengelolaan sampah di lingkungan tempat tinggalnya. Selain itu 18,8% responden mengatakan sangat mendukung jika ada usaha pengelolaan sampah di lingkungannya. Selebihnya menyatakan tidak peduli (1%), tidak tahu (7,1%), dan tidak mendukung (8,1%) seperti terlihat pada Tabel

9 Tabel 16. Pendapat Rumah Tangga Jika Usaha Pengelolaan Sampah Dilaksanakan di Lingkungan Tempat Tinggalnya. Pendapat Responden mengenai Usaha Pengelolaan Sampah Tidak perduli 1,0 1,0 Tidak tahu 7,1 8,1 Tidak mendukung 8,1 16,2 Mendukung 65,0 81,2 Sangat mendukung 18,8 100,0 Mereka yang menyatakan mendukung dan sangat mendukung jika ada usaha pengelolaan sampah di lingkungannya, akan memberikan dukungannya dalam bentuk uang (23,4%); tenaga (25,7%); pikiran (9,9%); uang dan tenaga (17,5%); uang, tenaga, dan pikiran (22,8%). Jawaban responden selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Bentuk Dukungan yang Akan Diberikan Rumah Tangga Jika Dilaksanakan Usaha Pengelolaan Sampah Bentuk Dukungan Usaha Pengelolaan Sampah Uang 23,4 23,4 Tenaga 25,7 49,1 Pikiran 9,9 59,1 Uang dan tenaga 17,5 76,6 Uang, tenaga, pikiran 22,8 99,4 Lainnya 0,6 100,0 Secara umum dapat dikatakan bahwa rumah tangga di Jakarta Timur, baik yang bertempat tinggal di kawasan perumahan tertata (kompleks) maupun tidak tertata 94

10 (bukan kompleks), menginginkan lingkungannya bersih dari sampah. Hal ini tercermin dalam jawaban kuisioner terhadap pertanyaan keinginan mempunyai lingkungan yang bersih dari sampah. Sebanyak 45,8% responden menyatakan ingin lingkungannya bersih dari sampah dan 54,2% responden menyatakan sangat ingin lingkungannya bersih dari sampah. Jawaban secara rinci atas pertanyaan ini disajikan pada Tabel 18. Tabel 18. Keinginan Rumah Tangga Memiliki Lingkungan Bersih dari Sampah Keinginan Rumah Tangga Memiliki Lingkungan Bersih Ingin 45,8 45,8 Sangat ingin 54,2 100,0 Keinginan untuk mendapatkan lingkungan yang bersih, tercermin pula pada keinginan untuk dapat terangkutnya sampah rumah tangga setiap hari. Hasil studi menunjukkan bahwa sebagian besar rumah tangga Jakarta Timur menginginkan sampah yang dihasilkannya dapat terangkut setiap hari oleh petugas kebersihan. Hal ini terlihat dari 53,1% responden yang menjawab ingin serta 46,9% yang menjawab sangat ingin seperti disajikan Tabel 19. Tabel 19. Keinginan Rumah Tangga Terhadap Pengangkutan Sampah Setiap Hari Keinginan Rumah Tangga Terhadap Pengangkutan Sampah Setiap Hari Ingin 53,1 53,1 Sangat ingin 46,9 100,0 95

11 Rumah tangga di Jakarta Timur pada umumnya menginginkan sampah yang terangkut tersebut dapat dikelola dengan baik. Hal ini dapat disimpulkan dari jawaban responden yang menjawab ingin agar sampah rumah tangganya dapat dikelola dengan baik ada sebanyak 58,3% dan yang menjawab sangat ingin ada sebanyak 41,7%. Jawaban responden selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20. Keinginan Sampah Rumah Tangga Dapat Dikelola dengan Baik Keinginan Sampah Dapat Dikelola dengan Baik Ingin 58,3 58,3 Sangat ingin 41,7 100,0 Atas keinginannya mendapatkan lingkungan yang bersih dari sampah, rumah tangga di Jakarta Timur bersedia membayar sejumlah uang (Willingness to Pay, WTP) dalam bentuk retribusi kebersihan. Secara rata-rata, besarnya nilai uang yang bersedia dibayarkan oleh setiap rumah tangga adalah Rp 5.236,97 (lima ribu dua ratus tiga puluh enam rupiah sembilan puluh tujuh sen) atau dibulatkan menjadi Rp 5.250,00 (lima ribu dua ratus lima puluh rupiah) per bulan per kk. Jika dilakukan pemisahan antara nilai WTP rumah tangga perumahan tertata dan nilai WTP rumah tangga perumahan tidak tertata, ternyata memberikan besaran nilai yang berbeda. Nilai rata-rata WTP rumah tangga perumahan tertata adalah Rp 6.372,34 (enam ribu tiga ratus tujuh puluh dua rupiah tiga puluh empat sen) atau dibulatkan menjadi Rp 6.400,00 (enam ribu empat ratus rupiah) per bulan per kk. Sedangkan nilai rata-rata WTP rumah tangga perumahan tidak tertata adalah 96

12 Rp 4.147,96 (empat ribu seratus empat puluh tujuh rupiah sembilan puluh enam sen) atau dibulatkan menjadi Rp 4.150,00 (empat ribu seratus lima puluh rupiah) per bulan per kk. Dalam hal ini nilai WTP perumahan tertata lebih tinggi dibandingkan dengan nilai WTP perumahan tidak tertata. Untuk melihat apakah secara statistik nilai WTP rumah tangga perumahan tertata nyata lebih tinggi dibandingkan dengan nilai WTP rumah tangga perumahan tidak tertata, maka dilakukan uji beda nilai tengah (uji t). Hasil uji t pada taraf nyata 1% menunjukkan bahwa nilai WTP rumah tangga perumahan tertata nyata lebih tinggi dibandingkan dengan nilai WTP rumah tangga perumahan tidak tertata. Hasil perhitungan uji t selengkapnya disajikan pada Lampiran 4. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan tarif retribusi yang bersedia dibayarkan (nilai WTP) rumah tangga perumahan tertata lebih tinggi dibandingkan dengan tarif retribusi yang bersedia dibayarkan (nilai WTP) rumah tangga perumahan tidak tertata dapat diterima. Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 3 Tahun 1999 tentang Retribusi Daerah telah memberikan ketentuan mengenai besarnya tarif retribusi persampahan/kebersihan. Pasal-pasal yang terkait dengan penetapan struktur dan besarnya tarif retribusi kebersihan adalah pasal 105 hingga 110. Dari pasal-pasal tersebut, pasal-pasal yang mengemukakan cara mengukur tingkat penggunaan jasa dan prinsip penetapan struktur dan besarnya tarif retribusi kebersihan adalah pasal 108, 109, dan 110. Pasal 108 ayat 1 Perda No. 3 Tahun 1999 menyatakan bahwa tingkat penggunaan jasa persampahan/kebersihan diukur berdasarkan luas bangunan, volume 97

13 sampah, dan jangka waktu pelayanan. Sedangkan pasal 109 ayat 1 Perda No. 3 Tahun 1999 mengatakan bahwa prinsip dan sasaran penetapan tarif retribusi kebersihan ditetapkan dengan memperhatikan biaya pengumpulan, pengangkutan, penampungan, pemusnahan, serta pengolahan sampah, disamping biaya penyediaan lokasi tempat pembuangan akhir, operasional dan perawatan, kemampuan masyarakat, serta aspek keadilan. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang disebutkan dalam pasal 109, maka ditetapkanlah pasal 110 butir a yang berisi struktur dan besarnya tarif retribusi pengangkutan sampah untuk kawasan perumahan (rumah tinggal) seperti tertera berikut ini: 1. Luas bangunan sampai dengan 70 m 2 Rp 1.500,00 per bulan 2. Luas bangunan 71 m m 2 Rp 3.000,00 per bulan 3. Luas bangunan 151 m m 2 Rp 4.500,00 per bulan 4. Luas bangunan 251 m m 2 Rp 6.000,00 per bulan 5. Luas bangunan 351 m 2 keatas Rp ,00 per bulan Untuk membandingkan nilai WTP hasil penelitian ini dengan besarnya tarif retribusi kebersihan berdasarkan Perda Nomor 3 Tahun 1999, maka perlu dilakukan penyesuaian. Penyesuaian dimaksud adalah mendasarkan nilai WTP hasil penelitian atas luas bangunan rumah tinggal para responden. Hal ini perlu dilakukan mengingat nilai WTP hasil penelitian belum didasarkan atas luas bangunan rumah tinggal para responden. Untuk mengetahui luas bangunan rumah tinggal responden didekati dengan data tingkat pendapatan responden seperti tertera pada Tabel

14 Tabel 21. Tingkat Pendapatan Keluarga Para Responden Skala Pendapatan Pendapatan tidak tetap 6,5 6,5 Dibawah Rp 500 ribu 20,0 26,5 Rp 500 ribu - 1 juta 46,5 73,0 Rp 1-3 juta 10,0 83,0 Rp 3-5 juta 12,0 95,0 Rp 5-10 juta 3,0 98,0 Diatas Rp 10 juta 2,0 100,0 Tabel 21 menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat (73%) yang menjadi responden dalam penelitian ini memiliki tingkat pendapatan maksimal Rp ,00 per bulan. Jika pengeluaran rumah tangga setiap bulan diasumsikan terdiri atas biaya konsumsi, pendidikan anak, kesehatan, dan lain-lain termasuk pengeluaran untuk mendapatkan rumah tinggal, maka pada kondisi harga tahun 2003, pendapatan maksimal Rp ,00 per bulan diasumsikan hanya cukup untuk mendapatkan rumah tinggal berukuran 70 m 2 kebawah. Dengan demikian dapat diasumsikan bahwa sebagian besar rumah tangga yang menjadi responden pada penelitian ini memiliki rumah berukuran sampai dengan 70 m 2. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nilai rata-rata WTP rumah tangga di Jakarta Timur adalah Rp 5.250,00 (lima ribu dua ratus lima puluh rupiah) per bulan per kk. Nilai WTP ini diperoleh pada kondisi 73% responden diasumsikan termasuk rumah tangga dalam kategori rumah tangga yang memiliki rumah tinggal dengan luas bangunan sampai dengan 70 m 2. Ketentuan yang tercantum dalam Perda Nomor 3 Tahun 1999 menyebutkan bahwa tarif retribusi untuk golongan rumah tangga tersebut 99

15 adalah Rp 1.500,00 per bulan. Hal ini mengindikasikan bahwa tarif retribusi kebersihan yang bersedia dibayarkan masyarakat sesungguhnya lebih tinggi dibandingkan dengan tarif retribusi yang tercantum dalam Perda Nomor 3 Tahun Data hasil studi CVM digunakan juga untuk melakukan analisis persepsi responden rumah tangga terhadap kebersihan lingkungan. Perhitungan analisis persepsi responden rumah tangga selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5. Hasil analisis persepsi, mengelompokkan responden menjadi tiga, yaitu: 1) kelompok responden yang memiliki kesadaran rendah terhadap kebersihan lingkungan; 2) kelompok responden yang memiliki kesadaran sedang terhadap kebersihan lingkungan; dan 3) kelompok responden yang memiliki kesadaran tinggi terhadap kebersihan lingkungan. Berdasarkan hasil analisis persepsi dapat diketahui bahwa responden yang memiliki kesadaran rendah terhadap kebersihan lingkungan sebanyak 8,5%; responden yang memiliki kesadaran sedang terhadap kebersihan lingkungan sebanyak 58,5%; dan responden yang memiliki kesadaran tinggi terhadap kebersihan lingkungan sebanyak 33%. Dengan demikian sebagian besar responden dalam penelitian ini termasuk dalam kelompok yang memiliki persepsi sedang terhadap kebersihan lingkungan. Hasil secara terperinci mengenai persentase responden berdasarkan persepsinya terhadap kebersihan lingkungan dapat dilihat pada Tabel

16 Tabel 22. Responden Rumah Tangga Berdasarkan Tingkat Persepsinya Terhadap Kebersihan Lingkungan Skala Persepsi Rendah 8,5 8,5 Sedang 58,5 67,0 Tinggi 33,0 100,0 Analisis korelasi Spearman antara variabel persepsi dan variabel nilai WTP untuk segmen rumah tangga menunjukkan bahwa pada taraf nyata 5%, terdapat korelasi yang nyata antara persepsi rumah tangga dengan besarnya nilai WTP. Berikut disajikan Tabel 23 yang menyajikan hasil analisis korelasi Spearman antara variabel persepsi rumah tangga dengan variabel nilai WTP. Tabel 23. Hasil Analisis Korelasi Spearman antara Variabel Persepsi dan Variabel Nilai WTP Rumah Tangga Persepsi WTP Rumah Tangga Koefisien Korelasi 1,000 0,151* Persepsi Signifikansi (2 arah). 0,036 N Koefisien Korelasi 0,151* 1,000 WTP Rumah Signifikansi (2 arah) 0,036. Tangga N * Korelasi nyata pada taraf 0,05 (2 arah) Selain variabel persepsi, dilakukan pula analisis korelasi antara variabel jumlah buangan sampah rumah tangga dengan variabel nilai WTP. Analisis korelasi tersebut dilakukan untuk melihat apakah ada hubungan antara banyaknya sampah yang dibuang dengan besarnya tarif retribusi yang bersedia dibayarkan oleh rumah tangga. 101

17 Analisis korelasi juga dilakukan dengan metoda Spearman. Hasil analisis tersebut dapat dilihat pada Tabel 24. Tabel 24. Hasil Analisis Korelasi Spearman antara Variabel Jumlah Buangan Sampah dan Variabel Nilai WTP untuk segmen Rumah Tangga Jumlah Buangan Sampah WTP Rumah Koefisien Korelasi 1,000 0,150* Jumlah Buangan Signifikansi (2 arah). 0,038 Sampah N Koefisien Korelasi 0,150* 1,000 WTP Rumah Signifikansi (2 arah) 0,038. N * Korelasi nyata pada taraf 0,05 (2 arah) Berdasarkan Tabel 24 terlihat bahwa pada taraf nyata 1% terdapat korelasi yang nyata antara jumlah buangan sampah rumah tangga dengan besarnya nilai WTP. Dengan demikian hipotesis yang dikemukakan dalam tesis ini, yaitu ada hubungan antara jumlah sampah yang dihasilkan dengan nilai WTP untuk segmen rumah tangga dapat diterima. 2. Karakteristik Pedagang Jakarta Timur Dalam Masalah Sampah Hasil studi CVM menunjukkan bahwa sebagian besar pedagang di Jakarta Timur mendapat pelayanan kebersihan dari petugas kebersihan. Hal ini secara implisit tercermin dalam jawaban responden pedagang pada Tabel 25. Sebanyak 56,8% responden membuang sampahnya dengan cara memasukkannya kedalam suatu wadah untuk kemudian diambil petugas kebersihan; 21,4% membuang sampahnya ke TPS yang terdapat di pasar dan pada waktu-waktu tertentu diangkut petugas kebersihan 102

18 untuk dibuang ke TPA; 10,4% membuang begitu saja sampahnya disekitar tempat berjualan; 7,8% membayar orang untuk membuang sampah; dan 3,6% membuang sampah ke sungai/selokan. Berikut disajikan Tabel 25 yang memuat jawaban responden pedagang tentang cara mereka membuang sampah sehari-hari. Tabel 25. Berbagai Cara Pedagang di Jakarta Timur Membuang Sampahnya Cara Pedagang Jakarta Timur Membuang Sampah Sehari-hari Ke sungai/selokan 3,6 3,6 Di depan/belakang toko 10,4 14,1 Bayar orang untuk buang 7,8 21,9 Ke TPS di pasar 21,4 43,2 Petugas kebersihan 56,8 100,0 Sebagian besar pedagang (48,2%) menghasilkan buangan sampah kurang dari 2 kg per hari. Kemudian 27,6% pedagang membuang sampahnya antara 2 5 kg per hari; 16,1% membuang sampah sejumlah 5 10 kg, dan hanya sedikit saja pedagang yang membuang sampahnya lebih dari 10 kg per hari. Berikut disajikan Tabel 26 yang memuat data jawaban responden pedagang mengenai jumlah rata-rata sampah yang dibuangnya setiap hari. Tabel 26. Jumlah Buangan Sampah Pedagang di Jakarta Timur Setiap Hari Jumlah Buangan Sampah Pedagang per Hari < 2 kg 48,2 48,2 2-5 kg 27,6 75, kg 16,6 92, kg 7,5 100,0 103

19 Para pedagang di Jakarta Timur memiliki pendapat beragam mengenai pengolahan sampah yang sebaiknya dilakukan untuk mengolah sampah pasar/pertokoan. Hal ini dicerminkan oleh jawaban responden seperti disajikan pada Tabel 27. Sebanyak 34,5% responden menjawab tidak tahu; 37% responden mengatakan dibuang saja ke TPA; 14,5% responden mengatakan diolah saja menjadi kompos; 6% menyatakan dimusnahkan di incenerator; 0,5% menjawab diolah menjadi kompos dan dimusnahkan di incenerator. Secara implisit terlihat bahwa teknologi TPA tampaknya lebih dikenal oleh para pedagang dibandingkan dengan teknologi pengomposan dan incenerator. Tabel 27. Pendapat Pedagang mengenai Pengolahan Sampah Setelah Diambil dari Kawasan Pasar/Pertokoan Pendapat Pedagang mengenai Pengolahan Sampah Tidak tahu 37,1 37,1 Dibuang ke sungai 0,5 37,6 Dibuang Ke TPA 39,8 77,4 Diolah menjadi kompos 16,1 93,5 Diolah dalam incenerator 6,5 100,0 Namun sesungguhnya para pedagang umumnya tidak memiliki pengetahuan tentang TPA, pengomposan, maupun incenerator. Hal ini dicerminkan oleh jawaban mereka atas pertanyaan pengetahuannya tentang TPA, pengomposan, dan incenerator yang didominasi oleh jawaban tidak tahu. Jawaban responden pedagang tentang pengetahuannya terhadap TPA, pengomposan, dan incenerator secara berturut-turut dapat dilihat pada Tabel 28, 29, dan

20 Tabel 28. Pengetahuan Responden Pedagang tentang TPA Pengetahuan Responden Pedagang tentang TPA Tidak tahu 84,5 84,5 Pernah mendengar 3,5 88,0 Tahu 8,5 96,5 Mengerti 3,5 100,0 Tabel 29. Pengetahuan Responden Pedagang tentang Pengomposan Pengetahuan Responden Pedagang tentang Pengomposan Tidak tahu 65,0 65,0 Pernah mendengar 8,5 73,5 Tahu 21,0 94,5 Mengerti 5,0 99,5 Sangat mengerti 0,5 100,0 Total Tabel 30. Pengetahuan Responden Pedagang tentang Incenerator Pengetahuan Responden Pedagang tentang Incenerator Tidak tahu 98,5 98,5 Pernah mendengar 1,5 100,0 Untuk melihat kesediaan pedagang berpartisipasi aktif dalam penanganan sampah, didekati dengan beberapa pertanyaan sebagai berikut : a. Pendapat mengenai cara membuang sampah secara terpisah antara sampah organik dan anorganik; 105

21 b. Kesediaan untuk melaksanakan pembuangan sampah secara terpisah antara sampah organik dan anorganik c. Penanggungjawab kebersihan lingkungan pasar/pertokoan d. Hal yang harus dilakukan ketika lingkungan pasar/pertokoan kotor e. Mendukung atau tidak jika dilaksanakan usaha pengelolaan sampah f. Bentuk dukungan terhadap usaha pengelolaan sampah Pendapat pedagang mengenai cara pembuangan sampah secara terpisah antara sampah organik dan anorganik dapat dilihat pada Tabel 31. Tabel 31. Pendapat Responden Pedagang mengenai Pembuangan Sampah Secara Terpisah antara Organik dan Anorganik Pendapat Responden Pedagang mengenai Pemisahan Sampah Organik dan Anorganik Sangat tidak setuju 1,5 1,5 Tidak setuju 41,5 43,1 Cukup setuju 5,6 48,7 Setuju 46,7 95,4 Sangat setuju 4,6 100,0 Tabel 31 memperlihatkan bahwa 43,1% responden pedagang menyatakan penolakannya terhadap pembuangan sampah yang dipisahkan, sedangkan 46,7% responden menyatakan setuju terhadap pembuangan sampah yang dipisah; 4,6% menyatakan sangat setuju; dan 5,6% menyatakan cukup setuju. Namun ketika responden yang mengatakan cukup setuju, setuju, dan sangat setuju ditanyakan tentang kesediaannya melaksanakan pembuangan sampah secara terpisah, 2,5% 106

22 menyatakan sangat tidak ingin melaksanakannya; 53,3% menyatakan tidak ingin; dan 12,3% lainnya menyatakan ragu-ragu. Dengan demikian hanya 30,3% responden menyatakan ingin dan 1,6% yang menyatakan sangat ingin melaksanakannya. Pendapat responden mengenai kesediaannya membuang sampah secara terpisah selengkapnya disajikan pada Tabel 32. Tabel 32. Pendapat Responden Pedagang mengenai Kesediaannya Membuang Sampah Secara Terpisah antara Sampah Organik dan Anorganik Pendapat Responden mengenai Kesediaannya Membuang Sampah Secara Terpisah Sangat tidak ingin 2,5 2,5 Tidak ingin 53,3 55,7 Ragu-ragu 12,3 68,0 Ingin 30,3 98,4 Sangat ingin 1,6 100,0 Pendapat responden tentang penanggung jawab kebersihan lingkungan disajikan pada Tabel 33 berikut ini. Tabel 33. Pendapat Responden Pedagang tentang Penanggungjawab Kebersihan Lingkungan Pasar/Pertokoan Pendapat Responden Pedagang tentang Penanggungjawab Kebersihan Dinas kebersihan 28,6 28,6 Dinas Pasar 21,4 50,0 Pedagang/pengguna kios 13,5 63,5 Dinas kebersihan dan pedagang 12,0 75,5 Dinas kebersihan, Dinas Pasar, Pedagang 24,5 100,0 107

23 Tabel 33 menunjukkan banyak pedagang di Jakarta Timur yang memiliki anggapan bahwa kewajiban memelihara kebersihan lingkungan pasar adalah tanggung jawab pihak pemerintah (dinas kebersihan dan dinas pasar). Hal ini terlihat dari 28,6% responden yang mengatakan tanggung jawab kebersihan lingkungan pasar berada ditangan dinas kebersihan; 21,4% menyatakan kebersihan lingkungan pasar adalah tanggung jawab dinas pasar; 13,5% menyatakan bahwa kebersihan lingkungan adalah tanggung jawab pedagang/pengguna kios; 12% mengatakan dinas kebersihan dan pedagang; serta 24,5% menyatakan dinas kebersihan, dinas pasar, dan pedagang Ketika ditanyakan apa yang dilakukan jika kios tempatnya berjualan kotor, 78% responden pedagang menjawab membersihkan sendiri kiosnya; 8% membayar orang untuk membersihkannya; 7,5% mendiamkannya; 2% melakukan kerja bakti sesama pedagang; 2,5% menjawab iuran sesama pedagang untuk membayar petugas kebersihan; dan 0,5% membersihkan sendiri sekaligus membayar orang, seperti disajikan pada Tabel 34. Hal ini menunjukkan bahwa pada umumnya pedagang mau terlibat dalam menangani kebersihan di tempatnya berjualan. Tabel 34. Hal yang Dilakukan Pedagang Jika Tempatnya Berjualan Kotor Hal yang Dilakukan Pedagang Jika Tempatnya Berjualan Kotor Mendiamkan 7,6 7,6 Membersihkan sendiri semampunya 79,2 86,8 Bayar orang untuk membersihkan 8,1 94,9 Kerja bakti sesama pedagang 2,0 97,0 Iuran sesama pedagang untuk bayar kebersihan 2,5 99,5 Lainnya 0,5 100,0 108

24 Jika ada usaha pengelolaan sampah di pasar, para pedagang umumnya menyatakan persetujuannya. Hal ini dapat dilihat dari jawaban responden pada Tabel 35 yang menunjukkan sebagai berikut: 68% responden menyatakan mendukung jika dilakukan usaha pengelolaan sampah; 8,2% menyatakan sangat mendukung; 5,7% kurang mendukung; 16,5% tidak tahu; dan 1,5% tidak peduli. Tabel 35. Pendapat Responden Pedagang mengenai Usaha Pengelolaan Sampah Jika Dilaksanakan di Lingkungan Pasar/Pertokoan Pendapat Responden Pedagang mengenai Usaha Pengelolaan Sampah Tidal peduli 1,5 1,5 Tidak tahu 16,5 18,0 Kurang mendukung 5,7 23,7 Mendukung 68,0 91,8 Sangat mendukung 8,2 100,0 Pedagang yang menyatakan mendukung, akan memberikan dukungannya dalam bentuk uang (36,7%); tenaga (25,2%); pikiran (10,9%); uang dan tenaga (11,6%); serta uang, tenaga, dan pikiran (15,6%). Jawaban responden selengkapnya disajikan pada Tabel 36. Tabel 36. Bentuk Dukungan yang akan Diberikan Responden Pedagang Terhadap Usaha Pengelolaan Sampah Bentuk Dukungan yang akan Diberikan Terhadap Usaha Pengelolaan Sampah Uang 36,7 36,7 Tenaga 25,2 61,9 Pikiran 10,9 72,8 Uang dan tenaga 11,6 84,4 Uang, pikiran, tenaga 15,6 100,0 109

25 Mereka yang tidak mendukung usaha pengelolaan sampah memberikan berbagai alasan sebagai berikut: 15,4% responden menyatakan bahwa pedagang tidak perlu terlibat pengelolaan sampah; 30,8% responden beralasan bahwa sampah bukan urusan pedagang; 15,4% responden beralasan bahwa sampah pasar adalah urusan pemerintah; 15,4% responden menganggap pengelolaan sampah akan memberikan beban biaya bagi pedagang; dan 23,1% responden berpendapat bahwa pedagang cukup membayar retribusi saja. Secara singkat, alasan para pedagang yang tidak mendukung jika diadakan usaha pengelolaan sampah di pasar dapat dilihat pada Tabel 37. Tabel 37. Alasan Para Pedagang yang Tidak Mendukung Usaha Pengelolaan Sampah di Pasar/Pertokoan Alasan Pedagang yang Tidak Mendukung Jika Diadakan Usaha Pengelolaan Sampah Pedagang tidak perlu terlibat pengelolaan sampah 15,4 15,4 Sampah bukan urusan pedagang 30,8 46,2 Sampah pasar urusan pemerintah 15,4 61,5 Beban biaya bagi pedagang 15,4 76,9 Pedagang cukup bayar rertribusi 23,1 100,0 Secara umum dapat dikatakan bahwa para pedagang di Jakarta Timur, baik yang berjualan di kawasan pertokoan maupun yang berjualan di kawasan pasar tradisional, memiliki keinginan agar lingkungan pasar/pertokoan tempatnya berjualan bersih dari sampah. Hal ini tercermin dalam jawaban terhadap pertanyaan keinginan mempunyai lingkungan pasar yang bersih dari sampah. Responden yang menyatakan sangat ingin lingkungan pasar/pertokoan bersih dari sampah ada 47,2%; Selebihnya 52,3% menyatakan ingin lingkungan pasar/pertokoan bersih dari sampah; serta 0,5% 110

26 menyatakan ragu-ragu. Jawaban responden atas pertanyaan ini secara rinci disajikan pada Tabel 38. Tabel 38. Keinginan Mempunyai Lingkungan yang Bersih dari Sampah Keinginan Mempunyai Lingkungan yang Bersih dari Sampah Ragu-ragu 0,5 0,5 Ingin 52,3 52,8 Sangat ingin 47,2 100,0 Keinginan untuk mendapatkan lingkungan pasar yang bersih tercermin pula pada keinginan untuk dapat terangkutnya sampah setiap hari. Hasil studi menunjukkan bahwa sebagian besar pedagang di Jakarta Timur menginginkan agar sampah yang terdapat di pasar tempatnya berjualan dapat terangkut setiap hari oleh petugas kebersihan. Hal ini terlihat dari 47% responden yang menjawab ingin dan 51% responden yang menjawab sangat ingin sampah yang terdapat di pasar dapat terangkut setiap hari. Sedangkan sisanya 0,5% menjawab tidak ingin. Berikut disajikan Tabel 39 yang memerinci jawaban responden terhadap keinginan sampah pasar untuk dapat terangkut setiap hari. Tabel 39. Keinginan Sampah Terangkut Setiap Hari Keinginan Sampah Terangkut Setiap Hari Tidak ingin 0,5 0,5 Ingin 47,7 48,2 Sangat ingin 51,8 100,0 111

27 Para pedagang Jakarta Timur umumnya juga menginginkan sampah yang terangkut tersebut dapat dikelola dengan baik. Hal ini dapat disimpulkan dari jawaban responden atas pertanyaan keinginan sampah dapat dikelola dengan baik. Sebanyak 51,5% menjawab ingin dan 46,5% lainnya menjawab sangat ingin. Jawaban responden selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 40. Tabel 40. Keinginan Sampah Dapat Dikelola Dengan Baik Keinginan Sampah Dapat Dikelola Dengan Baik Ingin 52,6 52,6 Sangat ingin 47,4 100,0 Atas keinginannya mendapatkan lingkungan pasar atau pertokoan yang bersih dari sampah, para pedagang bersedia membayar sejumlah uang (Willingness to Pay, WTP). Secara rata-rata, besarnya nilai uang yang bersedia dibayarkan oleh setiap pedagang adalah Rp ,95 (tujuh belas ribu sembilan ratus delapan puluh sembilan rupiah sembilan puluh lima sen) atau dibulatkan menjadi Rp ,00 (delapan belas ribu rupiah) per bulan. Jika nilai WTP kelompok pedagang yang berjualan di kawasan pasar tradisional dengan kelompok pedagang yang berjualan di kawasan pertokoan dihitung secara terpisah, maka nilai rata-rata WTP kedua kelompok pedagang tersebut berbeda. Nilai WTP pedagang yang berjualan di kawasan pasar tradisional adalah Rp ,00 (dua puluh dua ribu lima ratus dua puluh lima rupiah) atau dibulatkan menjadi Rp ,00 (dua puluh dua ribu enam ratus rupiah) per bulan per pedagang, sedangkan nilai WTP pedagang yang berjualan di kawasan pertokoan adalah 112

28 Rp ,09 (tiga belas ribu empat ratus sembilan rupiah sembilan sen) atau dibulatkan menjadi Rp ,00 (tiga belas ribu lima ratus rupiah) per bulan per pedagang. Secara umum terlihat bahwa nilai WTP pedagang yang berjualan di kawasan pasar tradisional lebih tinggi dibandingkan dengan nilai WTP pedagang yang berjualan di kawasan pertokoan. Untuk menguji apakah nilai WTP kelompok pedagang yang berlokasi di kawasan pasar tradisional memang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok pedagang yang berjualan di kawasan pertokoan, maka dilakukan uji beda nilai tengah (uji t). Hasil uji t pada taraf nyata 1% menunjukkan bahwa secara statistik memang terlihat signifikan nilai WTP pedagang yang berjualan di kawasan pasar tradisional lebih tinggi dibandingkan dengan nilai WTP pedagang yang berjualan di kawasan pertokoan (perhitungan uji t disajikan pada Lampiran 6). Dengan demikian hipotesis yang menyatakan nilai WTP pedagang pada kawasan pertokoan lebih tinggi dibandingkan dengan nilai WTP pedagang pada kawasan pasar tradisional ditolak. Hipotesis yang dikemukakan bahwa nilai WTP pedagang di pertokoan lebih tinggi dibandingkan dengan nilai WTP pedagang di pasar tradisional sesungguhnya didasarkan pada asumsi pendapatan pedagang di kawasan pertokoan lebih tinggi dibandingkan dengan pendapatan pedagang di kawasan pasar tradisional, sehingga nilai WTP pedagang pertokoan akan lebih tinggi dibandingkan dengan nilai WTP pedagang pasar tradisional. Namun data yang ada tidak bisa membuktikan bahwa hipotesis ini dapat diterima. Artinya terdapat kemungkinan bahwa nilai WTP pedagang bukan hanya ditentukan oleh tingkat pendapatan pedagang saja, melainkan 113

29 oleh faktor lain. Salah satu faktor yang diduga mempengaruhi tingkat WTP pedagang adalah jumlah sampah yang dibuang oleh pedagang setiap hari. Untuk itu perlu dikaji hal-hal yang terkait dengan jumlah buangan sampah dengan WTP untuk segmen pedagang. Data jumlah buangan sampah pedagang dari kawasan pasar tradisional dan dari kawasan pertokoan berturut-turut dapat dilihat pada Tabel 41 dan 42. Tabel 41. Jumlah Buangan Sampah Pedagang Pasar Tradisional per Hari Jumlah Buangan Sampah per Hari dari Pedagang Pasar Tradisional < 2 kg 35,0 35,0 2-5 kg 33,0 68, kg 21,0 89, kg 11,0 100,0 Tabel 42. Jumlah Buangan Sampah Pedagang Pertokoan per Hari Jumlah Buangan Sampah per Hari dari Pedagang Pertokoan < 2 kg 61,6 61,6 2 5 kg 22,2 83, kg 12,1 96, kg 4,0 100,0 Data Tabel 41 dan 42 secara implisit menunjukkan bahwa jumlah buangan sampah pedagang pasar tradisional lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah buangan sampah pertokoan. Hal ini terlihat dari persentase pedagang pasar tradisional yang menghasilkan sampah kurang dari 2 kg/hari hanya sebesar 35%, sedangkan 114

30 persentase pedagang pertokoan yang menghasilkan sampah kurang dari 2 kg/hari sebesar 61,6%. Hasil analisis korelasi Spearman antara variabel jumlah buangan sampah per hari dengan nilai WTP menunjukkan bahwa pada taraf nyata 1% terdapat korelasi yang nyata antara kedua variabel tersebut, seperti tersaji pada Tabel 43. Hal ini mengindikasikan bahwa untuk segmen pedagang ada hubungan antara jumlah sampah yang dibuang per hari dengan besarnya nilai WTP pedagang yang bersangkutan. Korelasi antara kedua variabel tersebut bersifat positif, artinya jumlah buangan sampah yang tinggi akan meningkatkan nilai WTP. Hasil analisis korelasi ini juga menunjukkan bahwa hipotesis yang menyatakan ada hubungan antara jumlah sampah yang dibuang dengan besarnya nilai WTP untuk segmen pedagang dapat diterima. Tabel 43. Hasil Analisis Korelasi Spearman Antara Variabel Jumlah Buangan Sampah Pedagang Dengan Nilai WTP Buangan sampah WTP Pedagang per hari Buangan sampah perhari Koefisien Korelasi 1,000 0,185** Signifikansi (2 arah). 0,009 N WTP Pedagang Koefisien Korelasi 0,185** 1,000 Signifikansi (2 arah) 0,009. N ** Korelasi nyata pada taraf 0,01 (2 arah) Untuk lebih meyakinkan bahwa besarnya nilai WTP pedagang pasar tradisional lebih tinggi dibandingkan dengan nilai WTP pedagang pertokoan, maka dilakukan pula perhitungan matematis untuk mencari nilai WTP kedua kelompok pedagang berdasarkan jumlah rata-rata buangan sampahnya. jumlah Rata-rata buangan sampah 115

31 untuk pedagang pasar tradisional dihitung secara proporsional sesuai data Tabel 41 dengan mengikuti perhitungan sebagai berikut : X = (1 x 0,35) + (2 x 0,33) + (3 x 0,21) + (4 x 0,11) = 2,08 X = Jumlah rata-rata buangan sampah harian pedagang pasar tradisional. Jumlah rata-rata buangan sampah pedagang kawasan pertokoan juga dihitung secara proporsional sesuai data Tabel 42 dengan mengikuti perhitungan sebagai berikut : Y = (1 x 0,616) + (2 x 0,222) + (3 x 0,121) + (4 x 0,04) = 1,583 Y = Jumlah rata-rata buangan sampah harian pedagang pertokoan Nilai WTP masing-masing kelompok pedagang kemudian dihitung proporsional dengan rata-rata jumlah buangan sampahnya. Nilai WTP yang menjadi dasar perhitungan adalah untuk pedagang pasar tradisional adalah Rp ,00 dan untuk pedagang pertokoan adalah Rp ,09. Perhitungan nilai WTP yang diproporsionalkan dengan rata-rata jumlah buangan sampah menghasilkan nilai WTP sebagai berikut: Nilai WTP pedagang pasar tradisional sebesar Rp ,33 (sepuluh ribu delapan ratus dua puluh sembilan rupiah tiga puluh tiga sen) Nilai WTP pedagang pertokoan sebesar Rp 9.119,68 (sembilan ribu seratus sembilan belas rupiah enam puluh delapan sen) Berdasarkan perhitungan ini, maka nilai WTP pedagang pasar tradisional tetap lebih tinggi dibandingkan dengan nilai WTP pedagang pertokoan. Seperti halnya retribusi kebersihan untuk rumah tinggal, penentuan struktur dan besarnya tarif retribusi kebersihan untuk kawasan komersial seperti pasar dan 116

32 pertokoan pun diatur oleh Perda DKI Jakarta No.3 Tahun Pasal-pasal pada Perda No. 3 Tahun 1999 yang berkenaan dengan hal tersebut adalah pasal 105, 106, 107, 108, 109, dan 110. Pasal 105 mengemukakan jenis-jenis pelayanan dan kewajiban. Pasal 106 dan 107 memuat materi obyek, golongan, nama, dan subyek retribusi. Pasal 108 memuat materi cara mengukur tingkat penggunaan jasa, serta pasal 109 dan 110 memuat materi prinsip penetapan struktur dan besarnya tarif. Struktur dan besarnya tarif yang terkait dengan jasa pengelolaan sampah di kawasan komersial tercantum dalam pasal 110 butir b, c, d, e, f. Ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam butir b, c, d, e, f pasal 110 Perda No, 3 Tahun 1999 sebagai berikut: 1. Pasal 110 butir b. Pengangkutan sampah toko, warung makan, apotik, bengkel, bioskop, tempat hiburan lainnya, penjahit/konveksi, salon, barbershop, panti pijat, bola sodok, binatu, dan lain-lain sebagai berikut: a. Kecil (volume sampah sampai dengan 0,50 m 3 per bulan) dikenakan tarif Rp 5.000,00 per bulan; b. Sedang (volume sampah 0,51 m 3 sampai dengan 0,75 m 3 per bulan dikenakan tarif Rp 7.500,00 per bulan; c. Besar (volume sampah 0,76 m 3 sampai dengan 1 m 3 per bulan dikenakan tarif Rp ,00 per bulan; d. Pengangkutan sampah melebihi 1 m 3 per bulan dikenakan tarif Rp ,00 per m 3 per bulan; 117

33 2. Pasal 110 butir c. Pengangkutan sampah minimum 2,5 m 3 dari lokasi industri, pusat pertokoan/plaza, perkantoran, pasar swalayan, motel, hotel, penginapan, taman hiburan/rekreasi, rumah makan/restoran, perbengkelan dan lain-lain dikenakan tarif Rp per m 3 ; 3. Pasal 110 butir d. Pengangkutan sampah rumah sakit, poliklinik, dan laboratorium minimum 1 m 3 per bulan dikenakan tarif Rp per bulan; 4. Pasal 110 butir e. Pengangkutan sampah dari lokasi pedagang kaki lima/usaha sektor informal dikenakan tarif Rp per m 3 ; 5. Pasal 110 butir f. Penyediaan lokasi pembuangan/pemusnahan akhir sampah (LPA) yang disediakan oleh pemerintah daerah dikenakan tarif Rp per m 3 ; Untuk membandingkan nilai WTP pedagang yang diperoleh dari hasil penelitian ini dengan besarnya tarif retribusi kebersihan berdasarkan Perda Provinsi DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 1999, perlu dilakukan penyesuaian. Penyesuaian yang dilakukan untuk kasus ini adalah mengganti satuan jumlah buangan sampah pedagang dari kg/hari menjadi m 3 /bulan. Menurut Bey (2001), secara rata-rata kerapatan sampah di Indonesia sebelum dipadatkan bervariasi antara kg/m 3. Jika diasumsikan kerapatan sampah yang dihasilkan oleh para pedagang adalah 250 kg/m 3, maka data jumlah buangan sampah hasil penelitian dapat dikonversi kedalam 118

34 satuan m 3 /bulan. Adapun pros es konversi dilakukan dengan cara mengalikan jumlah sampah harian (dalam satuan kg) dengan 30 hari/bulan. Hasil perkalian tersebut kemudian dibagi dengan 250 kg/m 3. Hasilnya adalah produksi sampah dalam satuan m 3 /bulan. Berdasarkan hasil konversi dapat d iketahui jumlah buangan sampah setiap kelompok pedagang dalam satuan m 3 /bulan seperti tersaji pada Tabel 44 dan 45. Tabel 44. Jumlah Buangan Sampah Pedagang Pasar Tradisional (yang Sudah Dikonversi Kedalam Satuan m 3 /bulan) Jumlah Buangan Sampah < 0,24 m 3 /bulan 35,0 35,0 0,24 0,6 m 3 /bulan 33,0 68,0 0,60 1,2 m 3 /bulan 21,0 89,0 1,2 1,8 m 3 /bulan 11,0 100,0 Nilai WTP (Rp) ,00 Tabel 45. Jumlah Buangan Sampah Pedagang di Pertokoan (yang Sudah Dikonversi Kedalam Satuan m 3 /bulan) Jumlah Buangan Sampah < 0,24 m 3 /bulan 61,6 61,6 0,24 0,6 m 3 /bulan 22,2 83,8 0,60 1,2 m 3 /bulan 12,1 96,0 1,2 1,8 m 3 /bulan 4,0 100,0 Nilai WTP (Rp) ,00 Pasal 110 yang dijadikan acuan untuk membandingkan WTP hasil penelitian ini dengan hasil kebijakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta adalah pasal 110 butir b, c, dan e. Ketentuan tarif yang tercantum pada pasal 110 butir b dan e diasumsikan dapat dijadikan acuan sebagai bahan pembanding nilai WTP pedagang pasar 119

35 tradisional, sedangkan ketentuan tarif yang terdapat dalam pasal 110 butir c diasumsikan dapat dijadikan acuan sebagai bahan pembanding nilai WTP pedagang di pertokoan. Dari Tabel 44 terlihat bahwa 35% responden pedagang di kawasan pasar tradisional menghasilkan sampah kurang dari 0,24 m 3 /bulan yang pada Perda No. 3 Tahun 1999 dapat dimasukkan kedalam kriteria pasal 110 butir b angka 1, yaitu pengangkutan sampah kecil (volume sampah sampai dengan 0,5 m 3 /bulan) dan dapat dipungut retribusi kebersihan Rp 5.000,00 per bulan atau dapat juga termasuk pedagang kakilima yang hanya dikenakan retribusi maksimal Rp 5.000,00 per bulan. Kemudian 33% responden menghasilkan sampah antara 0,24 0,6 m 3 /bulan yang menurut Perda No. 3 Tahun 1999 dapat dimasukkan kedalam kriteria pasal 110 butir b angka 2, yaitu pengangkutan sampah sedang (volume sampah antara 0,51 0,75 m 3 /bulan) dan dapat dipungut retribusi Rp 7.500,00 per bulan. Selain itu pedagang tersebut dapat pula termasuk kategori pedagang kakilima yang hanya dapat dipungut retribusi Rp 5.000,00 per bulan. Selanjutnya 21% responden menghasilkan sampah antara 0,6 1,2 m 3 /bulan yang pada Perda No. 3 Tahun 1999 dapat dimasukkan kedalam kriteria pasal 110 butir b angka 2, 3 atau 4, yaitu pengangkutan sampah sedang (volume sampah 0,5 0,75 m 3 /bulan) yang dapat dipungut retribusi Rp 7.500,00 per bulan, atau memiliki kemungkinan pula untuk dimasukkan kedalam kriteria pengangkutan sampah besar (volume sampah 0,75 1 m 3 /bulan) yang dapat dipungut retribusi Rp ,00 per bulan, atau dimasukkan kedalam kriteria pengangkutan sampah melebihi 1 m 3 /bulan yang dapat dipungut retribusi 120

36 Rp ,00/m 3 /bulan. Sisanya 11% responden menghasilkan sampah antara 1,2 1,8 m 3 /bulan dan dapat dipungut retribusi kebersihan sebesar Rp ,00/m 3 /bulan. Jika ketentuan tarif retribusi pasal 110 butir b Perda No. 3 Tahun 1999 dijadikan pedoman untuk menarik retribusi kebersihan dari para pedagang, maka berdasarkan Tabel 44 dapat ditentukan bahwa 35% pedagang akan membayar retribusi kebersihan sebesar Rp 5.000,00 per bulan; 22% pedagang akan membayar Rp 7.500,00 per bulan; 21% pedagang akan membayar Rp ,00 per bulan; dan hanya 11% pedagang yang berpotensi membayar lebih dari Rp ,00 per bulan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara rata-rata nilai WTP yang bersedia dikeluarkan oleh para pedagang kawasan pasar tradisional adalah Rp ,00 per bulan, padahal sebagian besar (68%) pedagang yang menjadi responden dalam penelitian ini termasuk kategori penghasil sampah kurang dari 1 m 3 /bulan. Pada sisi ini terlihat bahwa sesungguhnya WTP pedagang pasar tradisional untuk membayar retribusi kebersihan lebih tinggi dibandingkan dengan tarif yang tercantum pada Perda No. 3 Tahun Data Tabel 45 digunakan untuk membandingkan nilai WTP pedagang kawasan pertokoan dengan besarnya retribusi kebersihan menurut ketentuan tarif retribusi kebersihan yang tercantum dalam Perda No.3 Tahun 1999 pasal 110 butir c. Menurut data Tabel 45, jumlah buangan sampah para pedagang kawasan pertokoan umumnya (61,6%) kurang dari 0,24 m 3 /bulan; kemudian 22,2% antara 0,24 0,6 m 3 /bulan; 12,1% antara 0,6 1,2 m 3 /bulan; dan 4% antara 1,2 1,8 m 3 /bulan. Dengan demikian 83,8% (61,6% + 22,2%) pedagang kawasan pertokoan menghasilkan sampah kurang dari 1 m 3 /bulan, dan untuk hal ini secara rata-rata mereka bersedia membayar 121

37 retribusi kebersihan sebesar Rp ,00 per bulan. Ketentuan yang tecantum dalam Perda No. 3 Tahun 1999 pasal 110 butir c menyebutkan bahwa besarnya tarif retribusi yang termasuk dalam kelompok ini adalah Rp ,00 per m 3. Hasil uji beda nilai tengah (uji z) pada taraf nyata 5% menunjukkan bahwa nilai WTP pedagang pertokoan hasil penelitian ini, yaitu Rp ,00 tidak berbeda nyata dengan ketentuan tarif yang tercantum pada pasal 110 butir c (Rp ,00). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa nilai WTP retribusi kebersihan pedagang kawasan pertokoan relatif sesuai dengan besarnya tarif retribusi yang tercantum dalam Perda No. 3 Tahun Hasil perhitungan uji z selengkapnya disajikan pada Lampiran 7. Data hasil studi CVM selanjutnya digunakan untuk melakukan analisis persepsi pedagang terhadap kebersihan lingkungan. Hasil perhitungan analisis persepsi responden pedagang selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 8. Hasil analisis persepsi mengelompokkan responden pedagang menjadi tiga kelompok, yaitu: 1) kelompok responden yang memiliki kesadaran rendah terhadap kebersihan lingkungan; 2) kelompok responden yang memiliki kesadaran sedang terhadap kebersihan lingkungan; dan 3) kelompok responden yang memiliki kesadaran tinggi terhadap kebersihan lingkungan. Berdasarkan hasil analisis persepsi dapat diketahui bahwa responden yang memiliki kesadaran rendah terhadap kebersihan lingkungan sebanyak 6%; responden yang memiliki kesadaran sedang terhadap kebersihan lingkungan sebanyak 62,5%; dan responden yang memiliki kesadaran tinggi terhadap kebersihan lingkungan sebanyak 31,5%. Hasil secara terperinci mengenai persentase responden berdasarkan tingkat persepsinya terhadap kebersihan lingkungan dapat dilihat pada Tabel

38 Tabel 46. Responden Berdasarkan Tingkat Persepsinya Terhadap Kebersihan Lingkungan Skala Persepsi Rendah 6,0 6,0 Sedang 62,5 68,5 Tinggi 31,5 100,0 Analisis korelasi Spearman yang dilakukan terhadap variabel persepsi dengan nilai WTP untuk segmen pedagang menunjukkan bahwa tidak ada korelasi yang nyata antara persepsi pedagang dan besarnya nilai WTP, seperti tersaji pada Tabel 47. Tabel 47. Hasil Analisis Korelasi Spearman antara Variabel Persepsi dan Nilai WTP untuk Responden Pedagang Persepsi WTP Pedagang Persepsi Koefisien Korelasi 1,000-0,004 Signifikansi. (2 arah). 0,952 N WTP Pedagang Koefisien Korelasi - 0,004 1,000 Signifikansi. (2 arah) 0,952. N

VII ANALISIS KETERKAITAN HASIL AHP DENGAN CVM

VII ANALISIS KETERKAITAN HASIL AHP DENGAN CVM VII ANALISIS KETERKAITAN HASIL AHP DENGAN CVM Studi AHP menghasilkan prioritas utama teknologi pengomposan dan incenerator untuk diterapkan dalam pengolahan sampah di Jakarta Timur. Teknologi pengomposan

Lebih terperinci

Menetapkan : PERATURAN DAERAH DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TENTANG KEBERSIHAN LINGKUNGAN DALAM WILAYAH DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA.

Menetapkan : PERATURAN DAERAH DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TENTANG KEBERSIHAN LINGKUNGAN DALAM WILAYAH DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA. 2. Undang-undang Nomor 2 Pnps Tahun 1961 tentang Pemerintahan Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya ; 3. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1964 tentang Pernyataan Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya tetap sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dianggapnya sudah tidak berguna lagi, sehingga diperlakukan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. yang dianggapnya sudah tidak berguna lagi, sehingga diperlakukan sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Aktivitas manusia dalam memanfaatkan alam selalu meninggalkan sisa yang dianggapnya sudah tidak berguna lagi, sehingga diperlakukan sebagai barang buangan, yaitu

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN ILIR NOMOR : 03 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN DAN KEBERSIHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN ILIR NOMOR : 03 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN DAN KEBERSIHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN ILIR NOMOR : 03 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN DAN KEBERSIHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI OGAN ILIR, Menimbang : a. bahwa kebersihan lingkungan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN PERSAMPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA TENGAH, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya Undang-Undang

Lebih terperinci

Uraian secara lengkap setiap aspek dan kriteria yang menjadi bahan. pertimbangan dalam penentuan teknologi pengolahan sampah di Jakarta Timur

Uraian secara lengkap setiap aspek dan kriteria yang menjadi bahan. pertimbangan dalam penentuan teknologi pengolahan sampah di Jakarta Timur Keterangan Gambar 2 : K 1 = Penyerapan tenaga kerja K 2 = Potensi konflik dengan masyarakat rendah K 3 = Menumbuhkan lapangan usaha K 4 = Menumbuhkan sektor formal dan/atau informal K 5 = Penguatan peran

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA BARAT,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk yang tinggi dengan pertumbuhan cepat di kota bila

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk yang tinggi dengan pertumbuhan cepat di kota bila BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepadatan penduduk yang tinggi dengan pertumbuhan cepat di kota bila tidak diimbangi dengan fasilitas lingkungan yang memadai, seperti penyediaan perumahan, air bersih

Lebih terperinci

RETRIBUSI PERSAMPAHAN DAN KEBERSIHAN

RETRIBUSI PERSAMPAHAN DAN KEBERSIHAN LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG Nomor 6 Tahun 2001 Seri B PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 8 TAHUN 2001 T E N T A N G RETRIBUSI PERSAMPAHAN DAN KEBERSIHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BATANG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan kebersihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pola konsumsi masyarakat menimbulkan bertambahnya volume, jenis dan

BAB I PENDAHULUAN. pola konsumsi masyarakat menimbulkan bertambahnya volume, jenis dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Meningkatnya volume sampah di Surakarta telah menimbulkan masalah yang kompleks dalam pengelolaan sampah. Untuk itu dibutuhkan strategi yang efektif untuk mereduksi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG,

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG, PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG, Menimbang : a. bahwa dengan adanya pertambahan penduduk dan pola konsumsi

Lebih terperinci

taman, dua petugas penyapu jalan utama, dan dua petugas UPS Mutu Elok.

taman, dua petugas penyapu jalan utama, dan dua petugas UPS Mutu Elok. BAB V GAMBARAN UMUM 5.1. Deskripsi Perumahan Cipinang Elok Perumahan Cipinang Elok terletak di Kelurahan Cipinang Muara, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur. Perumahan ini memiliki dua pintu gerbang utama,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA. PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA., Menimbang : a. bahwa pertambahan penduduk dan perubahan

Lebih terperinci

PERATURAN DESA SEGOBANG NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA SEGOBANG,

PERATURAN DESA SEGOBANG NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA SEGOBANG, PERATURAN DESA SEGOBANG NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA SEGOBANG, Menimbang Mengingat : a. bahwa lingkungan hidup yang baik merupakan hak asasi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PENAJAM PASER UTARA, Menimbang : a. bahwa sebagai akibat bertambahnya

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/ KEBERSIHAN

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/ KEBERSIHAN SALINAN BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/ KEBERSIHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 27 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN KEBERSIHAN DI KOTA BANDUNG

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 27 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN KEBERSIHAN DI KOTA BANDUNG LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2001 TAHUN : 2001 NOMOR : 43 S E R I : D PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 27 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN KEBERSIHAN DI KOTA BANDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, Menimbang : a. bahwa Retribusi Daerah

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 03 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN DALAM WILAYAH KOTA PANGKAPINANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Masalah sampah memang tidak ada habisnya. Permasalahan sampah sudah

I. PENDAHULUAN. Masalah sampah memang tidak ada habisnya. Permasalahan sampah sudah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah sampah memang tidak ada habisnya. Permasalahan sampah sudah menjadi persoalan serius terutama di kota-kota besar, tidak hanya di Indonesia saja, tapi di seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mengalami proses pembangunan perkotaan yang pesat antara tahun 1990 dan 1999, dengan pertumbuhan wilayah perkotaan mencapai 4,4 persen per tahun. Pulau Jawa

Lebih terperinci

WALIKOTA PALANGKA RAYA

WALIKOTA PALANGKA RAYA WALIKOTA PALANGKA RAYA PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 22 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN

Lebih terperinci

BUPATI POLEWALI MANDAR

BUPATI POLEWALI MANDAR BUPATI POLEWALI MANDAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERSAMPAHAN DAN KEBERSIHAN KOTA KABUPATEN POLEWALI MANDAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

ASPEK MANAJEMEN (INSTITUSI, PERATURAN DAN PEMBIAYAAN)

ASPEK MANAJEMEN (INSTITUSI, PERATURAN DAN PEMBIAYAAN) ASPEK MANAJEMEN (INSTITUSI, PERATURAN DAN PEMBIAYAAN) A. KELEMBAGAAN 1. UMUM Sejalan dengan perkembangan kondisi sosial perekonomian suatu kota, kompleksitas permasalahan sampahpun akan meningkat, seperti

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 26 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN / KEBERSIHAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 26 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN / KEBERSIHAN BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 26 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN / KEBERSIHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANJUNG JABUNG

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BENER MERIAH

PEMERINTAH KABUPATEN BENER MERIAH PEMERINTAH KABUPATEN BENER MERIAH QANUN KABUPATEN BENER MERIAH NOMOR: 20 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN KABUPATEN BENER MERIAH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JOMBANG, Menimbang : a. bahwa pertambahan penduduk

Lebih terperinci

SERI C NOMOR 05 TAHUN 2004 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN / KEBERSIHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGANJUK,

SERI C NOMOR 05 TAHUN 2004 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN / KEBERSIHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGANJUK, 30 JAPRIL 2004 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK 01 SERI C PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 05 TAHUN 2004 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN / KEBERSIHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB VII ANALISIS DAYA DUKUNG LINGKUNGAN UPS MUTU ELOK. Jumlah Timbulan Sampah dan Kapasitas Pengelolaan Sampah

BAB VII ANALISIS DAYA DUKUNG LINGKUNGAN UPS MUTU ELOK. Jumlah Timbulan Sampah dan Kapasitas Pengelolaan Sampah BAB VII ANALISIS DAYA DUKUNG LINGKUNGAN UPS MUTU ELOK 7.1. Jumlah Timbulan Sampah dan Kapasitas Pengelolaan Sampah Total timbulan sampah yang diangkut dari Perumahan Cipinang Elok memiliki volume rata-rata

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA BENGKULU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU,

PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA BENGKULU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU, PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA BENGKULU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU, Menimbang : a. bahwa pertambahan penduduk dan perubahan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR : 7 TAHUN 2008 SERI : B NOMOR : 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN / KEBERSIHAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR : 7 TAHUN 2008 SERI : B NOMOR : 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN / KEBERSIHAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOM0R : 20 TAHUN : 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR : 3 TAHUN 2016 TENTANG

PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR : 3 TAHUN 2016 TENTANG PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR : 3 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN,

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN, QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN, Menimbang : a. bahwa pengelolaan sampah memerlukan suatu

Lebih terperinci

STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH (SKPD)

STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH (SKPD) LAMPIRAN 5 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH (SKPD) Satuan Kerja Perangkat Daerah : Dinas Kebersihan dan Pertamanan Tahun Anggaran : 2014 Visi : Mewujudkan Partisipasi Masyarakat

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK BARAT NOMOR 6A TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN PERSAMPAHAN / KEBERSIHAN BUPATI LOMBOK BARAT, Menimbang : a. bahwa salah satu faktor

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU TAHUN : 2003 NOMOR : 62 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU NOMOR 17 TAHUN 2003 TENTANG K E B E R S I H A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BERAU, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini masalah lingkungan hidup menjadi tanggung jawab bersama seluruh masyarakat. Salah satu hal yang berkaitan dengan lingkungan hidup ini adalah penanganan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEKADAU NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN / KEBERSIHAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEKADAU NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN / KEBERSIHAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEKADAU NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN / KEBERSIHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEKADAU, Menimbang : a. bahwa dengan telah ditetapkan

Lebih terperinci

Perda Kab. Belitung No. 15 Tahun

Perda Kab. Belitung No. 15 Tahun PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 15 TAHUN 2005 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/ KEBERSIHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

KAJIAN PELUANG BISNIS RUMAH TANGGA DALAM PENGELOLAAN SAMPAH

KAJIAN PELUANG BISNIS RUMAH TANGGA DALAM PENGELOLAAN SAMPAH ABSTRAK KAJIAN PELUANG BISNIS RUMAH TANGGA DALAM PENGELOLAAN SAMPAH Peningkatan populasi penduduk dan pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kuantitas sampah kota. Timbunan sampah yang tidak terkendali terjadi

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 16 TAHUN 2009 SERI C PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 16 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN KEBERSIHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang : a. bahwa Pemerintah Daerah menyelenggarakan

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR... TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR... TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR... TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa pertambahan penduduk dan perubahan pola

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 5 TAHUN : 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : BUPATI BANGKA, a. bahwa Peraturan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN DALAM NEGERI. Pengelolaan Sampah. Pedoman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN DALAM NEGERI. Pengelolaan Sampah. Pedoman. No.274, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN DALAM NEGERI. Pengelolaan Sampah. Pedoman. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SAMPAH

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 92 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN TRENGGALEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TRENGGALEK PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 92 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN TRENGGALEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 92 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN TRENGGALEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang : a. bahwa pertambahan

Lebih terperinci

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 66 TAHUN 2012 TENTANG PENGATURAN PEMBUANGAN DAN PENGANGKUTAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 66 TAHUN 2012 TENTANG PENGATURAN PEMBUANGAN DAN PENGANGKUTAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 66 TAHUN 2012 TENTANG PENGATURAN PEMBUANGAN DAN PENGANGKUTAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TEGAL, Menimbang : a. bahwa pengelolaan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN / KEBERSIHAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN / KEBERSIHAN SALINAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 10 TAHUN 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN / KEBERSIHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUMAJANG NOMOR 8 TAHUN 2011 T E N T A N G RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUMAJANG, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari semua pihak, karena setiap manusia pasti memproduksi sampah, disisi lain. masyarakat tidak ingin berdekatan dengan sampah.

BAB I PENDAHULUAN. dari semua pihak, karena setiap manusia pasti memproduksi sampah, disisi lain. masyarakat tidak ingin berdekatan dengan sampah. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masalah sampah merupakan fenomena sosial yang perlu mendapat perhatian dari semua pihak, karena setiap manusia pasti memproduksi sampah, disisi lain masyarakat

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 15 TAHUN 2005 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/ KEBERSIHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 15 TAHUN 2005 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/ KEBERSIHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 15 TAHUN 2005 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/ KEBERSIHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KETAPANG, Menimbang : a. bahwa permasalahan persampahan

Lebih terperinci

Kata kunci : Sampah, Reduksi, daur ulang, kawasan komersial dan Malioboro

Kata kunci : Sampah, Reduksi, daur ulang, kawasan komersial dan Malioboro ANALISIS POTENSI REDUKSI SAMPAH DI KAWASAN KOMERSIAL MALIOBORO KOTA YOGYAKARTA Cesaria Eka Yulianti Sri Hastuti dan Susi Agustina Wilujeng Jurusan Teknik Lingkungan, FTSP-ITS Kampus ITS Sukolilo Surabaya

Lebih terperinci

NOMOR 8 TAHUN 2002 LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON

NOMOR 8 TAHUN 2002 LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 8 TAHUN 2002 PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN / KEBERSIHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CIREBON,

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI 4.1 Metode Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Populasi dan Contoh

IV. METODOLOGI 4.1 Metode Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Populasi dan Contoh IV. METODOLOGI 4.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survai. Menurut Singarimbun (1995) survai adalah metode yang mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 05 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI BARAT, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelaksanaan otonomi daerah memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengatur dan mengelola dirinya sendiri. Sebagai administrator penuh, masing-masing daerah harus

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II MALUKU TENGGARA NOMOR 01 TAHUN 1999 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN / KEBERSIHAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II MALUKU TENGGARA NOMOR 01 TAHUN 1999 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN / KEBERSIHAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II MALUKU TENGGARA NOMOR 01 TAHUN 1999 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN / KEBERSIHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPALA DAERAH TINGKAT II MALUKU

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 8 TAHUN 2000 TENTANG RETRIBUSI KEBERSIHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULELENG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 8 TAHUN 2000 TENTANG RETRIBUSI KEBERSIHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULELENG, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 8 TAHUN 2000 TENTANG RETRIBUSI KEBERSIHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULELENG, Menimbang : a. bahwa kebersihan adalah merupakan salah satu bagian

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH TAHUN 2000 NOMOR 44 PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 41 TAHUN 2000 TENTANG

LEMBARAN DAERAH TAHUN 2000 NOMOR 44 PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 41 TAHUN 2000 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK TAHUN 2000 NOMOR 44 PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 41 TAHUN 2000 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN / KEBERSIHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DEPOK Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG, Menimbang : PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG, a. bahwa pertambahan penduduk dan perubahan pola konsumsi

Lebih terperinci

PERANSERTA PEMERINTAH, SWASTA, DAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA SEMARANG DINAS KEBERSIHAN & PERTAMANAN KOTA SEMARANG TAHUN 2010

PERANSERTA PEMERINTAH, SWASTA, DAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA SEMARANG DINAS KEBERSIHAN & PERTAMANAN KOTA SEMARANG TAHUN 2010 PERANSERTA PEMERINTAH, SWASTA, DAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA SEMARANG DINAS KEBERSIHAN & PERTAMANAN KOTA SEMARANG TAHUN 2010 SKPD DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN KOTA SEMARANG Visi :

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN ALOR

PEMERINTAH KABUPATEN ALOR PEMERINTAH KABUPATEN ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR, Menimbang : a. bahwa Peraturan Daerah

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN MURUNG RAYA.

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN MURUNG RAYA. PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN MURUNG RAYA. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MURUNG RAYA, Menimbang

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 33 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SAMPAH

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 33 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SAMPAH MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 33 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. b. bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 16 TAHUN 2003 TENTANG PENYELENGGARAAN KEBERSIHAN, KEINDAHAN, DAN KESEHATAN LINGKUNGAN

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 16 TAHUN 2003 TENTANG PENYELENGGARAAN KEBERSIHAN, KEINDAHAN, DAN KESEHATAN LINGKUNGAN LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 16 TAHUN : 2003 SERI : C PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 16 TAHUN 2003 TENTANG PENYELENGGARAAN KEBERSIHAN, KEINDAHAN, DAN KESEHATAN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 01 TAHUN 2005 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PANGKALPINANG, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan pertambahan jumlah penduduk Kota Padang yang semakin tinggi,

BAB I PENDAHULUAN. Dengan pertambahan jumlah penduduk Kota Padang yang semakin tinggi, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Dengan pertambahan jumlah penduduk Kota Padang yang semakin tinggi, dan dengan perubahan pola konsumsi masyarakat yang tidak terkendali serta pertumbuhan industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kualitas sampah yang dihasilkan. Demikian halnya dengan jenis sampah,

BAB I PENDAHULUAN. dan kualitas sampah yang dihasilkan. Demikian halnya dengan jenis sampah, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia dengan segala aktivitasnya pastilah tidak terlepas dengan adanya sampah, karena sampah merupakan hasil efek samping dari adanya aktivitas

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. dan pengelolaan yang berkelanjutan air dan sanitasi untuk semua. Pada tahun 2030,

BAB 1 : PENDAHULUAN. dan pengelolaan yang berkelanjutan air dan sanitasi untuk semua. Pada tahun 2030, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Upaya kesehatan lingkungan berdasarkan Sustainable Development Goals (SDGs) tahun 2030 pada sasaran ke enam ditujukan untuk mewujudkan ketersediaan dan pengelolaan

Lebih terperinci

v t :Wk PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOMBANA NOMOR: 2> TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN

v t :Wk PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOMBANA NOMOR: 2> TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN v t :Wk B l'pati BOM BA N A PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOMBANA NOMOR: 2> TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN DENGAN RAHMAT TUHAN TANG MAHA ESA BUPATI BOMBANA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH Bagian Hukum Setda Kabupaten Ogan Komering Ulu PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 5 TAHUN 2009

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI, PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI, Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya Undang Undang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II GRESIK NOMOR 14 TAHUN 1997 TENTANG RETRIBUSI KEBERSIHAN DALAM KABUPATEN DAERAH TINGKAT II GRESIK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II GRESIK NOMOR 14 TAHUN 1997 TENTANG RETRIBUSI KEBERSIHAN DALAM KABUPATEN DAERAH TINGKAT II GRESIK PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II GRESIK NOMOR 14 TAHUN 1997 TENTANG RETRIBUSI KEBERSIHAN DALAM KABUPATEN DAERAH TINGKAT II GRESIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPALA DAERAH TINGKAT

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan

BAB V KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan BAB V KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat ditarik dari penjelasan pada bab-bab sebelumnya dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Berdasarkan hasil analisa terhadap 22 Kelurahan di

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa pertambahan penduduk

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG Nomor : 20 Tahun 2006 Serie : C Nomor : 5 PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG Nomor : 20 Tahun 2006 Serie : C Nomor : 5 PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG Nomor 20 Tahun 2006 Serie C Nomor 5 PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN / KEBERSIHAN

Lebih terperinci

Kata Kunci: Evaluasi, Masa Pakai, Reduksi, Pengomposan, Daur Ulang

Kata Kunci: Evaluasi, Masa Pakai, Reduksi, Pengomposan, Daur Ulang PERANSERTA MASYARAKAT DALAM USAHA MEMPERPANJANG MASA PAKAI TPA KEBON KONGOK KOTA MATARAM Imam Azhary, Ellina S. Pandebesie Program Pascasarjana Jurusan Teknik Lingkungan FTSP-ITS Email: imam_dpu@yahoo.com

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/ KEBERSIHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/ KEBERSIHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/ KEBERSIHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya Undang-Undang

Lebih terperinci

PERATURANDAERAH KABUPATEN PADANG LAWAS NOMOR 02 TAHUN 2014

PERATURANDAERAH KABUPATEN PADANG LAWAS NOMOR 02 TAHUN 2014 PERATURANDAERAH KABUPATEN PADANG LAWAS NOMOR 02 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMATTUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PADANG LAWAS, Menimbang : a. bahwa pertambahan penduduk dan perubahan pola

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR : 23 TAHUN 2006

PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR : 23 TAHUN 2006 PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR : 23 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN / KEBERSIHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SAMARINDA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka intensifikasi

Lebih terperinci

E. Manfaat Penelitian 1. Memberikan informasi mengenai sistem pengelolaan sampah yang dilakukan di

E. Manfaat Penelitian 1. Memberikan informasi mengenai sistem pengelolaan sampah yang dilakukan di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sampah merupakan salah satu masalah yang perlu mendapat perhatian yang serius. Sampah dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan laju pertumbuhan jumlah

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 11 TAHUN 2005 SERI C NOMOR 6

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 11 TAHUN 2005 SERI C NOMOR 6 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 11 TAHUN 2005 SERI C NOMOR 6 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 11 TAHUN 2005 T E N T A N G RETRIBUSI PELAYANAN KEBERSIHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

WALIKOTA SORONG PERATURAN DAERAH KOTA SORONG NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA SORONG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA SORONG PERATURAN DAERAH KOTA SORONG NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA SORONG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN WALIKOTA SORONG PERATURAN DAERAH KOTA SORONG NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA SORONG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SORONG, Menimbang : a. bahwa pertambahan penduduk

Lebih terperinci

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MADIUN,

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MADIUN, BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MADIUN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan pasal

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 22 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 22 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 22 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan pelayanan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR : 758 TAHUN : 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN KEBERSIHAN DI KABUPATEN SERANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG PELAYANAN PERSAMPAHAN BAGIAN HUKUM DAN PERUNDANG-UNDANGAN SETDA KABUPATEN WAKATOBI TAHUN 2006 DAFTAR ISI

Lebih terperinci

KAJIAN PEMBIAYAAN SAMPAH DALAM MENDUKUNG PENGELOLAAN SAMPAH DI PASAR JOHAR KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR. Oleh: Andrik F. C. A.

KAJIAN PEMBIAYAAN SAMPAH DALAM MENDUKUNG PENGELOLAAN SAMPAH DI PASAR JOHAR KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR. Oleh: Andrik F. C. A. KAJIAN PEMBIAYAAN SAMPAH DALAM MENDUKUNG PENGELOLAAN SAMPAH DI PASAR JOHAR KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh: Andrik F. C. A. L2D 005 341 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PEMERINTAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PEMERINTAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN BAGI HASIL DANA PERIMBANGAN KEPADA DESA DI KABUPATEN BADUNG

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN BAGI HASIL DANA PERIMBANGAN KEPADA DESA DI KABUPATEN BADUNG 0 BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN BAGI HASIL DANA PERIMBANGAN KEPADA DESA DI KABUPATEN BADUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PENGAMBILAN DAN PENGUKURAN CONTOH TIMBULAN DAN KOMPOSISI SAMPAH BERDASARKAN SNI (STUDI KASUS: KAMPUS UNMUS)

PENGAMBILAN DAN PENGUKURAN CONTOH TIMBULAN DAN KOMPOSISI SAMPAH BERDASARKAN SNI (STUDI KASUS: KAMPUS UNMUS) PENGAMBILAN DAN PENGUKURAN CONTOH TIMBULAN DAN KOMPOSISI SAMPAH BERDASARKAN SNI 19-3964-1994 (STUDI KASUS: KAMPUS UNMUS) Dina Pasa Lolo, Theresia Widi Asih Cahyanti e-mail : rdyn_qyuthabiez@yahoo.com ;

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN LAMONGAN

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN LAMONGAN 1 SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN LAMONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMONGAN, Menimbang

Lebih terperinci

EVALUASI PENGELOLAAN SAMPAH PASAR JOHAR BERDASARKAN PERSEPSI PENGELOLA DAN PEDAGANG SERTA ARAHAN PENGELOLAANNYA TUGAS AKHIR (TKP 481)

EVALUASI PENGELOLAAN SAMPAH PASAR JOHAR BERDASARKAN PERSEPSI PENGELOLA DAN PEDAGANG SERTA ARAHAN PENGELOLAANNYA TUGAS AKHIR (TKP 481) EVALUASI PENGELOLAAN SAMPAH PASAR JOHAR BERDASARKAN PERSEPSI PENGELOLA DAN PEDAGANG SERTA ARAHAN PENGELOLAANNYA TUGAS AKHIR (TKP 481) Disusun Oleh : NIKEN SUSANAWATI L2D 099 441 i ABSTRAK Aktivitas dari

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 33 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SAMPAH

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 33 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SAMPAH MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 33 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci