KEABSAHAN SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT) YANG DIBUAT OLEH NOTARIS YANG DITENTUKAN BADAN PERTANAHAN NASIONAL (BPN)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

NOTARIS TIDAK BERWENANG MEMBUAT SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT), TAPI BERWENANG MEMBUAT AKTA KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (AKMHT)

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Dalam. rangka upaya peningkatan pembangunan nasional yang bertitik berat

BAB II. A. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT). Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan adalah kuasa yang diberikan

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut pihak-pihak sebaiknya dituangkan dalam suatu surat yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah. melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur

BAB I PENDAHULUAN. begitu besar meliputi bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN

UNIVERSITAS INDONESIA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA NOTARIIL. Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta

KOMPARASI ANTARA SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN SEBAGAI AKTA PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH DENGAN AKTA NOTARIS

BAB I PENDAHULUAN. pinjaman yang mempunyai kelebihan uang bersedia meminjamkan uang kepada

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. menerapkan prinsip kehati-hatian. Penerapan prinsip kehati-hatian tersebut ada

BAB I. Kehadiran profesi Notaris sangat dinantikan untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, baik materiil maupun spiritual. Salah satu cara untuk meningkatkan

BAB I. Pendahuluan. dan makmur dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. pembangunan di bidang ekonomi. Berbagai usaha dilakukan dalam kegiatan

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani*

BAB I PENDAHULUAN. sebagai orang perseorangan dan badan hukum 3, dibutuhkan penyediaan dana yang. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.

B AB I PENDAHULUAN. peraturan bank tersebut. Sebelumnya, calon nasabah yang akan meminjam

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

RISALAH LELANG SEBAGAI AKTA OTENTIK PENGGANTI AKTA JUAL BELI DALAM LELANG

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh bank, salah satunya dengan memberikan fasilitas kredit untuk

PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT

TINJAUAN MENGENAI PELAKSANAAN PERJANJIAN KREDIT DENGAN HAK TANGGUNGAN ABSTRAK. Keywords: Credit Agreement, Bail Right, Banking ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. perubahan terencana dan terarah yang mencakup aspek politis, ekonomi, demografi, psikologi, hukum, intelektual maupun teknologi.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN, DAN JAMINAN KREDIT. 2.1 Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga tersebut dimaksudkan sebagai perantara pihak-pihak yang. pembayaran bagi semua sektor perekonomian. 1

TANGGUNG JAWAB NOTARIS SEBAGAI PEJABAT PEMBUAT AKTA TERHADAP AKTA YANG MENGANDUNG CACAT HUKUM

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya, maka berbagai macam upaya perlu dilakukan oleh pemerintah. lembaga keuangan yang diharapkan dapat membantu meningkatkan

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN SERTIFIKAT HAK MILIK ATAS TANAH MENURUT UNDANG - UNDANG NOMOR 04 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN

AKIBAT HUKUM WANPRESTASI YANG DILAKUKAN OLEH PEMBELI DALAM PERJANJIAN JUAL BELI TANAH YANG BELUM LUNAS DI KABUPATEN BADUNG

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. Seiring dengan berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5

BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN. Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu jaminan

PERANAN NOTARIS DALAM PENGIKATAN AGUNAN DENGAN HAK TANGGUNGAN ( STUDI KASUS PADA KSPPS BMT BAHTERA KOTA PEKALONGAN )

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Peran koperasi

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana kepada pihak-pihak yang membutuhkan dana, dalam hal ini bank

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

BAB III KERANGKA TEORI. Undang Hukum Perdata tentang Perikatan. Mempunyai sifat sistem terbuka,

BAB V PEMBAHASAN. Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung. sebagai barang yang digunakan untuk menjamin jumlah nilai pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945,

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dan hakikat pembangunan nasional adalah untuk. menciptakan masyarakat yang adil dan makmur, sebagaimana tercantum

BAB I PENDAHULUAN. perumahan mengakibatkan persaingan, sehingga membangun rumah. memerlukan banyak dana. Padahal tidak semua orang mempunyai dana yang

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Beserta Benda Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah. Undang undang Hak

AULIA RACHMAN AMIRTIN. Keywords: Power of Attorney Imposing Collateral Right.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.

BAB II PROSES PEMBEBANAN HAK TANGGUNGAN ATAS OBJEK HAK TANGGUNGAN SEBAGAI JAMINAN KREDIT

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. satu perolehan dana yang dapat digunakan masyarakat adalah mengajukan

BAB I PENDAHULUAN. piutang ini dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disebut

BAB I PENDAHULUAN. terutama oleh instansi-instansi yang menurut Undang-Undang mempunyai

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEWENANGAN PELAKSANAAN EKSEKUSI OLEH KREDITUR TERHADAP JAMINAN FIDUSIA DALAM HAL DEBITUR WANPRESTASI

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. satu jasa yang diberikan bank adalah kredit. sebagai lembaga penjamin simpanan masyarakat hingga mengatur masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pinjam meminjam merupakan salah satu bagian dari perjanjian pada

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN SUKINO Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Riau

BAB III PEMBAHASAN. A. Akibat Hukum terhadap Jabatan Notaris yang Dinyatakan Pailit Menurut UUJN DAN UU Kepailitan.

I. PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, dalam rangka memelihara

serta mengembangkan perangkat peraturan pendukung, serta pengembangan sistem pendanaan perumahan. Salah satu alternatif dalam pendanaan perumahan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. berbuat semaksimal mungkin dan mengerahkan semua kemampuannya untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang dibuat oleh pihak bank. Salah satu persyaratan yang wajib dipenuhi dalam

PENDAHULUAN. mempengaruhi tingkat kesehatan dunia perbankan. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 7 tahun 1992

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam rangka memelihara

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan

Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa

RESUME TESIS FUNGSI PENGECEKAN SERTIFIKAT SEBAGAI BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR

BAB I PENDAHULUAN. merupakan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikan hak. benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda-benda itu, dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II PENGATURAN HAK ISTIMEWA DALAM PERJANJIAN PEMBERIAN GARANSI. Setiap ada perjanjian pemberian garansi/ jaminan pasti ada perjanjian yang

Bab 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, salah satu

BAB I PENDAHULUAN. usaha dan pemenuhan kebutuhan taraf hidup. Maka dari itu anggota masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya peningkatan pendapatan perkapita masyarakat dan. meningkatnya kemajuan tersebut, maka semakin di perlukan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Melihat dari hal tersebut dapat dikatakan bahwa kegiatan pinjam-meminjam

Lex Privatum, Vol. III/No. 2/Apr-Jun/2015

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap orang yang hidup di dunia dalam memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan bagian dari pembangunan nasional

Lex Privatum Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017

BAB 1 PENDAHULUAN. Bakti, 2006), hlm. xv. 1 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, cet.v, (Bandung:Citra Aditya

KEWAJIBAN PEMBUATAN AKTA PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN(APHT) SEGERA SETELAH DITETAPKAN SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT)

BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS

TINJAUAN YURIDIS EKSEKUSI DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA YANG TIDAK DIDAFTARKAN

KUASA JUAL SEBAGAI JAMINAN EKSEKUSI TERHADAP AKTA PENGAKUAN HUTANG

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKTA SERTA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS. A. Pengertian Akta dan Macam-Macam Akta

TANGGUNGGUGAT NOTARIS SELAKU PEJABAT UMUM DALAM PEMBUATAN PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN Adwin Tista Abstrak

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT PADA UMUMNYA. A. Pengertian Bank, Kredit dan Perjanjian Kredit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi sebagai salah satu bagian yang terpenting dari

Transkripsi:

KEABSAHAN SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT) YANG DIBUAT OLEH NOTARIS YANG DITENTUKAN BADAN PERTANAHAN NASIONAL (BPN) Azhar Pasaribu Magister Kenotariatan Program Pascasarjana Universitas Islam Malang Jalan Mayjen Haryono No 193 Malang Email: alazhar@gmail.com Abstrak Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normative. Pendekatan penelitian dilakukan melalui pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Hasil penelitian menyimpulkan bahwa Notaris dalam membuat kuasa membebankan hak tanggungan masih menggunakan format akta SKMHT yang dikeluarkan oleh BPN, maka Notaris telah bertindak di luar kewenangannya, sehingga keabsahan SKMHT tersebut tidak mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta otentik. SKMHT wajib dibuat dalam akta notariil atau akta PPAT, Ketidaksempurnaan syarat-syarat formil dari format akta SKMHT yang diterbitkan BPN RI untuk dapat dinyatakan sebagai akta notaril yang mempunyai kepastian hukum antara lain mengenai tidak adanya keterangan mengenai jam atau pada awal akta, tidak adanya keterangan mengenai tempat penandatanganan dan keterangan ada tidaknya perubahan dalam akta (pada akhir atau penutup akta). Dengan tidak terpenuhinya syarat-syarat formil dari suatu akta notaris dalam format akta SKMHT yang diterbitkan BPN RI. Kata Kunci: notaris, akta otentik, hak tanggungan Abstract This study is a juridical normative study. Research approaches are conducted through statute approach and conceptual approach. The findings concluded that the Notary in making the charge charged with the right is still using the format of the SKMHT Act issued by BPN, then the Notary has acted out of its authority, so the validity of the SKMHT does not have the power of proof as an authentic act. SKMHT shall be made in notarial deed or PPAT act, Incomplete formal terms of SKMHT format form issued by BPN RI to be declared notarial law with legal certainty among others concerning the absence of information about the hour or at the beginning of the act, no information about place of signing and evidence there is no 157

KEABSAHAN SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT) YANG DIBUAT OLEH NOTARIS YANG DITENTUKAN BADAN PERTANAHAN NASIONAL (BPN) (Azhar Pasaribu) change in the act (at the end or end of the act). With the fulfillment of the formal requirements of a notarial deed in the format of the SKMHT act issued by BPN RI. Keywords: notary, authentication, liability PENDAHULUAN Pembangunan yang sedang giat dilaksanakan melalui rencana bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, baik materiil maupun spiritual. Salah satu cara untuk meningkatkan taraf hidup adalah dengan mengembangkan perekonomian dan perdagangan. Dalam rangka memelihara kesinambungan pembangunan ekonomi dan perdagangan di Negara manapun khususnya di Indonesia diperlukan dana tersedia yang cukup besar, dimana persediaan dana tersebut diperoleh dari kegiatan perkreditan, yang salah satunya dialokasikan melalui perbankan. Mengingat pentingnya kepastian akan tersalurkannya dana tersebut, sudah semestinya perlu adanya jaminan yang memadai dalam memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi pemberi dan penerima kredit serta pihak lain yang berkepentingan. Lembaga perbankan merupakan salah satu sarana yang mempunyai peran strategis dalam pengadaan dana, dalam bentuk pemenuhan kebutuhan dana bagi kegiatan perekonomian dengan memberikan pinjaman uang atau kredit melalui kredit perbankan, yaitu berupa perjanjian kredit antara kreditor sebagai pihak pemberi pinjaman dengan debitor sebagai pihak yang berhutang. 1 Dalam pemberian kredit yang tertuang dalam suatu perjanjian kredit antara bank selaku kreditur dengan nasabah selaku debitur bukanlah tanpa resiko, karena resiko mungkin saja terjadi khususnya karena debitur tidak wajib membayar utangnya secara lunas atau tunai, melainkan debitur diberi kepercayaan oleh undang-undang dalam perjanjian kredit untuk membayar belakangan secara bertahap atau mengangsur. Resiko yang umumnya terjadi adalah resiko kemacetan kredit (resiko kredit), resiko karena pergerakan pasar (resiko pasar), resiko karena tidak mampu memenuhi kewajibannya yang telah jatuh tempo (resiko likuiditas), serta resiko kelemahan aspek yuridis yang disebabkan adanya tuntutan hukum, ketiadaan peraturan perundang-undangan yang mendukung (resiko 1 Sutan Remy Sjahdeini, Hak Tangungan: Asas-Asas, Ketentuan-Ketentuan Pokok Dan Masalah yang Dihadapi oleh Perbankan, Cet.1, Alumni, Bandung, 1999, hlm. 1. 158

HUKUM dan KENOTARIATAN hukum). 2 Resiko-resiko yang umumnya merugikan kreditur tersebut perlu diperhatikan secara seksama oleh pihak bank, sehingga dalam proses pemberian kredit diperlukan keyakinan bank atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk membayar hutangnya serta memperhatikan asasasas perkreditan bank yang sehat 3, dan dalam pemberian kredit selalu diperhatikan prinsip 5C yaitu Character (Kepribadian), Capacity (Kemampuan), Capital (Modal), Condition of Economy (Kondisi Ekonomi), dan Collateral (Agunan). 4 Salah satu hal yang dipersyaratkan bank dalam pemberian kredit yaitu adanya perlindungan berupa jaminan yang harus diberikan debitur guna menjamin pelunasan utangnya demi keamanan dan kepastian hukum, apabila setelah jangka waktu yang diperjanjikan debitur tidak melunasi hutangnya atau melakukan wanprestasi. Barang jaminan baik dapat berupa benda bergerak maupun benda tidak bergerak bukan untuk dimiliki secara pribadi oleh kreditur, karena perjanjian kredit bukanlah merupakan suatu perjanjian jual beli yang mengakibatkan perpindahan hak milik atas suatu barang, akan tetapi barang jaminan tersebut jadi sah dipergunakan untuk melunasi utang dengan cara barang dijual secara lelang dimana hasilnya untuk melunasi utang debitur, dan apabila terdapat sisa maka hasilnya akan dikembalikan kepada debitor. 5 PEMBAHASAN Berkaitan dengan jaminan di atas, didalam ketentuan Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang berbunyi, bahwa segala kebendaansi berutang, baik yang bergerak maupun yang tak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan, Pasal tersebut merupakan ketentuan jaminan yang bersifat umum. Sedangkan jaminan yang bersifat khusus diatur dalam Pasal 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang berbunyi: Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang mengutangkan 2 Badriyah Harun, Penyelesaian Sengketa Kredit Bermasalah, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2010, hlm. 2. 3 Ibid., hlm. 15 4 Ibid. 5 Gatot Supramono, Perbankan dan Masalah Kredit Suatu Tinjauan Yuridis, Djambatan, Jakarta, 1996, hlm. 75. 159

KEABSAHAN SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT) YANG DIBUAT OLEH NOTARIS YANG DITENTUKAN BADAN PERTANAHAN NASIONAL (BPN) (Azhar Pasaribu) padanya; pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar-kecilnya piutang masingmasing, kecuali apabila di antara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan. Ketentuan pasal tersebut ditegaskan bahwa apabila seorang debitur mempunyai beberapa kreditur maka kedudukan para kreditur adalah sama (paritas creditorium). Jika kekayaan debitur itu tidak cukup untuk melunasi hutang-hutangnya, maka para kreditur itu dibayar berdasarkan asas keseimbangan, yaitu masing-masing memperoleh piutangnya seimbang dengan piutang kreditur lain. Jadi dalam pasal tersebut terkandung adanya kesamaan hak para kreditur atas harta kekayaan debiturnya,kecuali apabila diantara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan, maka jaminan tersebut dapat memberikan perlindungan khusus bagi kreditur, salah satunya adalah hak jaminan atas tanah yang dibebankan dengan hak tanggungan atau disebut dengan Hak Tanggungan. 6 Berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan (selanjutnya disebut dengan UUHT), maka Hak Tanggungan merupakan satu-satunya lembaga hak jaminan atas tanah dalam Hukum Tanah Nasional yang tertulis, yang bertujuan memberikan perlindungan hukum bagi pihak kreditur apabila debitur melakukan wanprestasi. Dari pengertian Hak Tanggungan di atas, dapat dikatakan bahwa dengan adanya Hak Tanggungan ini akan memberikan suatu kepastian hukum sebagai bentuk perlindungan hukum. 7 Pada asasnya pembebanan Hak Tanggungan wajib dilakukan sendiri oleh Pemberi Hak Tanggungan, dan apabila Pemberi Hak Tanggungan tidak dapat hadir dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) maka didalam kebutuhannya wajib menunjuk pihak lain sebagai kuasanya dengan dibuatnya Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) yang berbentuk akta otentik. Berdasarkan Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Hak Tangunggan: Surat kuasa membebankan hak tanggungan wajib dibuat dengan akta notaris atau akta PPAT. Adanya ketentuan ini maka seorang Notaris diberi wewenang oleh Undang-undang untuk membuat SKMHT. 6 Subekti dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta : Pradnya Paramita, 2006, hlm. 291. 7 Boedi Harsono dalam R. Subekti, Jaminan-Jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia, Bandung : Citra Aditya Bakti, 1989, hlm 402. 160

HUKUM dan KENOTARIATAN Ketentuan dalam Pasal 96 ayat (1) Peraturan Menteri Negara/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yaitu kewenangan Notaris untuk membuat SKMHT ini dapat dilakukan dengan membuat akta Notaris ataupun dengan menggunakan blanko akta sebagaimana yang telah diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia yang selanjutnya disebut dengan BPN RI. Seharusnya apabila melihat ketentuan Pasal 15 ayat (1) UUHT SKMHT dapat dibuat dengan akta Notaris tersendiri sesuai dengan ketentuan akta yang tercantum di dalam Undang-undang Jabatan Notaris. Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) tunduk pada peraturan yang berbeda. Pada Notaris tunduk pada ketentuan yang di dalam Peraturan Undang-undang Jabatan Notaris yang selanjutnya disebut UUJN sehingga kerangka dalam pembuatan akta yang dibuat oleh Notaris harus sesuai dengan ketentuan di dalam UUJN sedangkan PPAT tunduk pada ketentuan yang diatur di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah dan Peraturan Pelaksanaanya. Pembuatan SKMHT dalam perkembangannya Notaris tidak perlu lagi mengisi Blanko akta yang dikeluarkan oleh BPN RI tetapi dalam pembuatan akta SKMHT dalam prakteknya Notaris harus mengikuti format Blanko yang sebelumnya dikeluarkan oleh BPN RI dengan kata lain Notaris mengikuti kententuan BPN dalam pembuatan akta SKMHT yang dalam bagian akhir akta di tanda tangani oleh pihak Notaris bukan sebagai sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah. Dalam kedudukannya Notaris dalam membuat SKMHT terikat pada ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan UUJN yang merupaka pedoman utama seorang Notaris dalam menjalankan jabatannya, sehingga SKMHT yang dibuat Notaris tersebut memenuhi syarat-syarat untuk dinyatakan sebagai akta notaris yang mempunyai kekuatan sebagai akta otentik. Wewenang dari seorang Notaris adalah untuk membuat suatu akta otentik. Otensitas dari akta Notaris bersumber dari Pasal 1 ayat (1) UUJN yang berbunyi: Notaris adalah Pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini. 161

KEABSAHAN SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT) YANG DIBUAT OLEH NOTARIS YANG DITENTUKAN BADAN PERTANAHAN NASIONAL (BPN) (Azhar Pasaribu) Dari ketentuan Pasal 1 butir 1 UUJN tersebut seorang Notaris dijadikan sebagai Pejabat Umum, sehingga dengan demikian akta yang dibuat oleh Notaris dalam kedudukannya tersebut memperoleh sifat akta otentik, seperti yang dimaksud dalam Pasal 1868 KUHPerdata yang berbunyi, bahwa suatu akta otentik ialah suatu akta yang di dalam bentuk yang ditentuka oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawaipegawai umum yang berkuasa untuk itu ditempat dimana akta dibuatnya. Ketentuan yang tercantum dalam Pasal 1868 KUHPerdata tersebut maka suatu akta Notaris dapat dikatakan sebagai suatu akta otentik apabila akta tersebut memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut: 1) Akta itu harus dibuat oleh atau dihadapan seorang pejabat umum. 2) Akta itu harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh Undangundang 3) Pejabat umum oleh atau di hadapan siapa akta tersebut dibuat, harus mempunyai wewenang untuk membuat akta itu. Dari ketentuan Pasal 1868 KUHPerdata, maka salah satu syarat agar suatu akta Notaris dapat dikatakan sebagai suatu akta otentik adalah jika akta tersebut dibuat dalam bentuk-bentuk yang ditentukan oleh undangundang, mengenai bentuk-bentuk dari suatu akta Notaris sendiri hal ini telah diatur dalam Pasal 38 UUJN yang berbunyi: 1. Setiap akta Notaris terdiri atas: a. Awal akta atau kepala akta; b. Badan akta; c. Akhir atau penutup akta. 2. Awal akta atau kepala akta memuat: a. Judul akta; b. Nomor akta; c. Jam, hari, tanggal, bulan dan tahun; dan d. Nama lengkap dan tempat kedudukan Notaris. 3. Badan akta memuat: a. Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, kewarganegaraan, pekerjaan, jabatan, kedudukan, tempat tinggal para penghadap dan/atau orang yang mereka wakili; b. Keterangan mengenai kedudukan bertindak penghadap; c. Isi akta yang merupakan kehendak dan keinginan dari pihak yang berkepentingan; dan 162

HUKUM dan KENOTARIATAN d. Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, serta pekerjaan, jabatan, kedudukan, dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi pengenal. 4. Akhir atau penutup akta memuat: a. Uraian tentang pembacaan akta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf I atau Pasal 16 ayat (7); b. Uraian tentang penandatanganan dan tempat penandatangan atau penerjamahan akta apabila ada; c. Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, jabatan, kedudukan dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi akta; dan d. Uraian tentang tidak adanya perubahan yang terjadi dalam pembuatan akta atau uraian tentang adanya perubahan yang dapat berupa penambahan, pencoretan, atau penggantian. 5. Akta Notaris Pengganti, Notaris Pengganti Khusus dan Pejabat Sementara Notaris, selain memuat ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), juga memuat nomor dan tanggal penetapan pengangkatan, serta pejabat yang mengangkatnya. Dari uraian ketentuan mengenai bentuk akta Notaris sebagaimana diatur dalam Pasal 38 UUJN tersebut di atas, maka apabila ditelaah mengenai bentuk ketentuan akta SKMHT yang dikeluarkan oleh BPN RI sebagaimana tercantum dalam huruf h Pasal 96 ayat (1) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Ternyata bagian awal dan akhir dari akta SKMHT yang ditentukan oleh BPN tidak memenuhi kriteria sebagai akta Notaris. Didalam praktek hal ini tidak banyak dipersoalkan, padahal sebenarnya mempunyai makna penting bilamana kita mendalami mengenai kewenangan masing-masing dalam rangka pembuatan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT). Sejalan dengan itu Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) tersebut harus diberikan langsung oleh pemberi hak tanggungan dan harus memenuhi persyaratan mengenai muatannya, sebagaimana ditetapkan pada Pasal 15 Undangundang Hak Tanggungan. Tidak dipenuhinya persyaratan mengenai muatan surat kuasa membebankan hak tanggungan ini mengakibatkan surat kuasa yang 163

KEABSAHAN SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT) YANG DIBUAT OLEH NOTARIS YANG DITENTUKAN BADAN PERTANAHAN NASIONAL (BPN) (Azhar Pasaribu) bersangkutan batal demi hukum, yang berarti bahwa surat kuasa yang bersangkutan tidak dapat digunakan sebagai dasar pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT). Perlu diketahui bahwa kuasa untuk membebankan hak tanggungan mempunyai ciri khusus yaitu merupakan kuasa yang tidak dapat ditarik kembali atau tidak dapat berakhir oleh sebab apapun juga kecuali karena kuasa tersebut telah dilaksanakan atau telah habis jangka waktunya, dan hal ini tentunya sangat berbahaya apabila tindakan Notaris tersebut dapat menimbulkan peluang bagi para pihak untuk mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri terhadap Notaris agar akta Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan yang dibuat batal demi hukum. Setiap akta yang dibuat oleh/ dihadapan Notaris, maka Notaris yang membuat akta tersebut harus mempunyai kewenangan untuk membuat akta tersebut, kewenangan Notaris tersebut meliputi 4 (empat) hal yaitu: 1. Notaris harus berwenang sepanjang yang menyangkut akta yang harus dibuat itu; Wewenang Notaris dalam pembuatan akta otentik sepanjang tidak dikecualikan kepada pihak atau pejabat lain, atau Notaris juga berwenang membuatnya disamping dapat dibuat oleh pihak atau pejabat lain, mengandung makna bahwa wewenang Notaris dalam membuat akta otentik mempunyai wewenang yang umum, sedangkan pihak lainnya mempunyai wewenang terbatas. Pasal 15 UUJN telah menentukan wewenang Notaris, yang berbunyi, bahwa notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang. Wewenang ini merupakan suatu batasan, bahwa Notaris tidak boleh melakukan suatu tindakan di luar wewenang tersebut. Tindakan Notaris diluar wewenang yang sudah ditentukan tersebut, dapat dikategorikan sebagai perbuatan di luar wewenang Notaris. Jika menimbulkan permasalahan bagi para pihak yang menimbulkan 164

HUKUM dan KENOTARIATAN kerugian secara materil maupun immateril dapat diajukan gugatan ke pengadilan negeri. Akta-akta yang ditugaskan kepada pejabat lain bersama dengan Notaris antara lain: akta pengakuan anak diluar kawin, berita acara tentang kelalaian pejabat penyimpan hipotek, berita acara penawaran pembayaran tunai dan konsinyasi, akta protes wesel dan cek, sedangkan untuk akta yang kewenangannya diberikan kepada pejabat lain dan Notaris tidak berwenang untuk membuatnya antara lain akta catatan sipil. 2. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai orang-orang untuk kepentingan siapa akta itu dibuat; Notaris harus berwenang sepanjang mengenai orang-orang) untuk kepentingan siapa akta itu dibuat. Meskipun Notaris dapat membuat akta untuk setiap orang, tapi agar menjaga netralitas (imparsial) Notaris dalam pembuatan akta, ada batasan bahwa menurut Pasal 52 UUJN yang berbunyi: 1) Notaris tidak diperkenankan membuat akta untuk diri sendiri, istri/suami, atau orang lain yang mempunyai hubungan kekeluargaan dengan Notaris baik karena perkawinan maupun hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah dan/atau keatas tanpa pembatasan derajat, serta menjadi pihak untuk diri sendiri, maupun dalam suatu kedudukan ataupun dengan perantaraan kuasa. 2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku, apabila orang tersebut pada ayat (1) tidak berlaku, menjadi penghadap dalam penjualan di muka umum, sepanjang penjualan itu dapat dilakukan dihadapan Notaris, persewaan umum, atau pemborongan umum, atau menjadi anggota rapat yang risalahnya dibuat oleh Notaris. 3) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakibat akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan apabila akta itu ditandatangani oleh penghadap, tanpa mengurangi kewajiban Notaris yang membuat akta itu untuk membayar biaya, ganti rugi dan bunga kepada yang bersangkutan. 165

KEABSAHAN SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT) YANG DIBUAT OLEH NOTARIS YANG DITENTUKAN BADAN PERTANAHAN NASIONAL (BPN) (Azhar Pasaribu) Dari ketentuan Pasal 52 ayat (1) UUJN tersebut di atas maka seorang Notaris tidak berwenang untuk membuat akta dan wajib menolak untuk membuat akta apabila pihaknya adalah Notaris sendiri, istri atau suami notaris, orang yang mempunyai hubungan kekeluargaan dengan Notaris baik karena perkawinan maupun hubungan dari dalam garis keturunan lurus ke bawah dan/atau ke atas tanpa pembatasan derajat serta dalam garis ke samping sampai dengan derajat ketiga, serta menjadi pihak untuk diri sendiri, maupun dalam suatu kedudukan ataupun dengan perantaraan kuasa. Pelanggaran terhadap ketentuan ini membuat akta tersebut hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan dan tidak mengurangi kewajiban notaris tersebut untuk membayar biaya, ganti rugi dan bunga yang bersangkutan. 3. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai tempat, di mana akta itu di buat; Notaris harus berwenang sepanjang mengenai tempat, dimana akta itu dibuat. Ketentuan mengenai tempat kedudukan dan wilayah jabatan Notaris ini di atur dalam Pasal 18 UUJN yang berbunyi: 1) Notaris mempunyai tempat kedudukan di daerah Kabupaten atau Kota. 2) Notaris mempunyai wilayah jabatan meliputi seluruh wilayah provinsi dari tempat kedudukannya. Dari bunyi ketentuan Pasal 18 UUJN tersebut maka seorang Notaris mempunyai tempat kedudukan di daerah kabupaten atau kota dan wilayah jabatannya meliputi seluruh wilayah propinsi dari tempat kedudukannya. Meskipun seorang Notaris mempunyai wilayah jabatan meliputi seluruh wilayah propinsi dari tempat kedudukannya namun seorang Notaris tidak berwenang untuk menjalankan jabatannya di luar tempat kedudukannya secara teratur, jadi pada dasarnya kewenangan jabatan yang dapat dijalankan Notaris hanya meliputi daerah Kabupaten atau Kota tempat kedudukannya, pelaksanaan jabatan di wilayah jabatan di luar tempat kedudukan hanya dapat dilakukan secara insidentiil saja. Seorang Notaris dalam menjalankan jabatannya terikat pada tempat kedudukan dan wilayah jabatannya masing-masing, oleh karena itu, seorang Notaris tidak berwenang untuk membuat akta di 166

HUKUM dan KENOTARIATAN luar wilayah jabatannya sebagaimana diatur dalam Pasal 17 (a) yang berbunyi: Notaris dilarang menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya. Setiap akta yang dibuat seorang Notaris di luar wilayah jabatannya adalah tidak sah dan hanya mempunyai kekuatan pembuktian akta di bawah tangan apabila ditandatangani oleh para pihak. 4. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai waktu pembuatan akta itu. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai waktu pembuatan akta itu. Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya harus dalam keadaan aktif, artinya tidak dalam keadaan cuti atau diberhentikan sementara waktu. Notaris yang sedang cuti, sakit atau sementara berhalangan untuk menjalankan tugas jabatannya. Agar tidak terjadi kekosongan, maka Notaris yang bersangkutan dapat menunjuk Notaris Pengganti (Pasal 1 angka 3 UUJN). Seorang Notaris dapat mengangkat seorang Notaris Pengganti, dengan ketentuan tidak kehilangan kewenangannya dalam menjalankan tugas jabatatannya, dengan demikian dapat menyerahkan kewenangannya kepada Notaris Pengganti, sehingga yang dapat mengangkat Notaris Pengganti, yaitu Notaris yang cuti, sakit atau berhalangan sementara, yang setelah cuti habis protokolnya dapat diserahkan kembali kepada Notaris yang digantikannya, sedangkan tugas jabatan Notaris dapat dilakukan oleh Pejabat Sementara Notaris hanya dapat dilakukan untuk Notaris yang kehilangan kewenangannya dengan alasan : 1) meninggal dunia; 2) telah berakhir masa jabatannya; 3) minta sendiri; 4) tidak mampu secara rohani dan/atau jasmani untuk melaksanakan tugas jabatan sebagai Notaris secara terus menerus lebih dari 3 (tiga) tahun; 5) pindah wilayah jabatan; 6) diberhentikan sementara, atau 7) diberhentikan dengan tidak hormat; Untuk Notaris Pengganti Khusus berwenang untuk membuat akta tertentu saja yang disebutkan dalam surat pengangkatannya, dengan 167

KEABSAHAN SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT) YANG DIBUAT OLEH NOTARIS YANG DITENTUKAN BADAN PERTANAHAN NASIONAL (BPN) (Azhar Pasaribu) alasan Notaris yang berada di kabupaten atau kota yang bersangkutan hanya terdapat seorang Notaris, dan dengan alasan sebagaimana tersebut dalam UUJN tidak boleh membuat akta yang dimaksud. Ketidakbolehan tersebut dapat didasarkankepada ketentuan Pasal 52 UUJN, terutama mengenai orang dan akta yang akan dibuat. Definisi dari Akta Otentik dapat ditemukan dalam Pasal 1868 KUHPerdata yang berbunyi: Suatu akta otentik ialah suatu akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat dimana akta dibuatnya. 8 Ketentuan yang tercantum dalam Pasal 1868 KUHPerdata tersebut maka suatu akta dapat dikatakan sebagai akta otentik apabila memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut: 9 1) Akta tersebut harus dibuat oleh (door) atau dihadapan (ten overstaan) seorang pejabat umum. 2) Akta itu harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh Undangundang 3) Pejabat umum oleh atau di hadapan siapa akta itu dibuat harus mempunyai kewenangan untuk membuat akta tersebut. Syarat-syarat yang tersebut di atas merupakan syarat mutlak yang harus terdapat dalam suatu akta otentik, apabila yang membuatnya pejabat yang tidak cakap atau tidak berwenang atau bentuknya tidak sesuai dengan yang ditetapkan oleh undang-undang, maka menurut Pasal 1869 KUHPerdata Akta tersebut tidak sah atau tidak memenuhi syarat Formil sebagai akta otentik, oleh karena itu tidak dapat diperlakukan sebagai otentik, namun akta tersebut, mempunyai nilai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan, dengan syarat apabila akta tersebut ditandatangani oleh para pihak. Kewenangan notaris untuk membuat akta otentik diatur dalam Pasal 1 (1) UUJN yang berbunyi: Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. Ketentuan Pasal 1 UUJN tersebut wewenang utama dari notaris adalah untuk membuat akta otentik. 1999, hlm. 48. 168 8 R.Subekti dan R Tjitrosudio, Op.cit., hlm. 475. 9 G.H.S Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris Cet-5, Erlangga, Jakarta,

HUKUM dan KENOTARIATAN Otentisitas dari akta notaris bersumber dari ketentuan Pasal 1 UUJN tersebut dimana notaris dijadikan seorang pejabat umum tersebut memperoleh sifat akta otentik, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1868 KUHPerdata. Definisi akta notaris diatur dalam Pasal 1 (7) UUJN yang berbunyi: Akta Notaris adalah akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini. Dari definisi tersebut maka setiap akta otentik yang dibuat oleh notaris atau yang disebut akta notarill harus dibuat dalam bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam UUJN. Perbedaan terbesar antara akta otentik dan akta yang dibuat dibawah tangan adalah: 10 1) Akta otentik mempunyai tanggal yang pasti (perhatikan bunyi pasal 15 UUJN yang menyatakan menjamin kepastian tanggalnya dan seterusnya), sedang mengenai tanggal dari akta yang dibuat dibawah tangan tidak selalu demikian. 2) Grosse dari akta otentik dalam beberapa hal mempunyai kekuatan eksekutorial seperti putusan hakim, sedang akta yang dibuat dibawah tangan tidak pernah mempunyai kekuatan eksekutorial 3) Kemungkinan akan hilangnya akta yang dibuat di bawah tangan lebih besar dibandingkan dengan akta otentik. PENUTUP Notaris dalam membuat kuasa membebankan hak tanggungan masih menggunakan format akta SKMHT yang dikeluarkan oleh BPN, maka Notaris telah bertindak di luar kewenangannya, sehingga keabsahan SKMHT tersebut tidak mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta otentik. Akta Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) yang sesuai dengan kewenangan Notaris untuk membuat akta (Pasal 15 ayat 1 UUJN) dan sesuai dengan syarat dan ketentuan akta Notaris berdasarkan Pasal 38 UUJN serta sesuai pula dengan ketentuan Pasal 1868 dan 1869 KUHPerdata. Pasal 15 (1) UUJN, SKMHT wajib dibuat dalam akta notariil atau akta PPAT, sedangkan pengertian akta Notaris dalam Pasal 1 (7) UUJN menyatakan bahwa akta Notaris adalah akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam UUJN, dari ketentuan Pasal 1 (7) UUJN ini dapat dipahami bahwa suatu 10 Ibid, hlm.54. 169

KEABSAHAN SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT) YANG DIBUAT OLEH NOTARIS YANG DITENTUKAN BADAN PERTANAHAN NASIONAL (BPN) (Azhar Pasaribu) akta dapat dikatakan sebagai akta Notaris dan mempunyai kekuatan sebagai akta otentik apabila dibuat oleh atau dihadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapakan oleh UUJN. DAFTAR PUSTAKA Badriyah Harun, 2010, Penyelesaian Sengketa Kredit Bermasalah, Yogyakarta: Pustaka Yustisia. Boedi Harsono dalam R. Subekti, 1989, Jaminan-Jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia, Bandung : Citra Aditya Bakti. Gatot Supramono, 1999, Perbankan dan Masalah Kredit Suatu Tinjauan Yuridis, Jakarta : Djambatan. G.H.S Lumban Tobing, 1999, Peraturan Jabatan Notaris Cet-5, Jakarta: Erlangga. Sutan Remy Sjahdeini, 1999, Hak Tangungan: Asas-Asas, Ketentuan- Ketentuan Pokok Dan Masalah yang Dihadapi oleh Perbankan, Cet.1, Bandung: Alumni. Subekti dan Tjitrosudibio, 2006, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta : Pradnya Paramita.. 170