BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Narapidana tidaklah berbeda dari manusia lainnya yang sewaktuwaktu dapat melakukan kesalahan dan kekhilafan yang dapat dikenakan pidana. Narapidana seharusnya tidak diberantas, yang harus diberantas adalah faktor-faktor yang dapat menyebabkan narapidana berbuat hal-hal yang bertentangan dengan hukum, kesusilaan, agama, atau kewajibankewajiban sosial lainnya yang dapat dikenakan pidana. Pemidanaan adalah upaya untuk menyadarkan narapidana agar menyesali perbuatannya dan mengembalikannya menjadi warga masyarakat yang baik, taat kepada hukum, menjunjung tinggi nilai-nilai moral, sosial, keagamaan, sehingga tercapai kehidupan masyarakat yang aman, tertib, dan damai. 1 Tujuan pemidanaan dalam konsep KUHP secara komprehensif mencakup perlindungan berbagai kepentingan hukum, yaitu untuk mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum demi pengayoman masyarakat, resosialisasi terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadikannya orang yang baik dan berguna, menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana, memulihkan 1 Penjelasan Umum Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan
2 keseimbangan, dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat, serta membebaskan rasa bersalah para terpidana. 2 Sejak tahun 1964 sistem pembinaan bagi narapidana telah berubah secara mendasar, yaitu dari sistem kepenjaraan menjadi sistem pemasyarakatan. Begitu pula institusinya yang semula disebut rumah penjara dan rumah pendidikan negara berubah menjadi Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) berdasarkan Surat Instruksi Kepala Direktorat Pemasyarakatan Nomor J.H.G.8/506 tanggal 17 Juni 1964. 3 Sistem pemasyarakatan yang berlaku dewasa ini, secara konseptual dan histori sangatlah berbeda, sistem pemasyarakatan menempatkan tahanan, warga binaan pemasyarakatan (WBP), dan klien pemasyarakatan sebagai subjek dan dipandang sebagai pribadi dan warga negara biasa serta dihadapi bukan dengan latar belakang pembalasan tetapi dengan pembinaan dan bimbingan. 4 Pembinaan narapidana sesuai dengan amanat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (UU Pemasyarakatan) dilakukan di LAPAS atas dasar penggolongan: umur, jenis kelamin, lama pidana yang dijatuhkan, jenis kejahatan, dan kriteria lainnya sesuai dengan kebutuhan atau perkembangan pembinaan. 5 2 Sigit Suseno, 2012, Sistem Pemidanaan Dalam Hukum Pidana Indonesia di Dalam dan di Luar KUHP (Suatu Analisis), Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, Jakarta Timur, hlm. 39-40 3 Penjelasan Umum Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan 4 Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, 2016, Standar Bimbingan Klien Dewasa, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kemeterian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, Jakarta, hlm. 1 5 Pasal 6 ayat (1) jo. Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan
3 Berdasarkan hal tersebut tentunya narapidana wanita harus dipisahkan dari narapidana pria, dimana pembinaan narapidana wanita dilaksanakan di LAPAS Wanita. 6 Namun, di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) belum terdapat LAPAS Wanita yang seharusnya menjadi tempat pembinaan terhadap narapidana wanita. Padahal jumlah narapidana wanita hingga bulan Agustus 2016 ini mencapai 71 orang. 7 Akibatnya, semua narapidana wanita ini dititipkan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Yogyakarta, dimana terdapat juga narapidana pria. Menurut Kepala Kanwil Kementerian Hukum dan HAM DIY, Pramono, LAPAS Khusus Wanita harus segera dibangun karena saat ini Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Yogyakarta pihaknya mengaku pembinaan yang dilakukan menjadi kurang maksimal, sehingga pembangunan LAPAS Khusus Wanita menjadi prioritas Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Kanwil Kemenkumham) DIY di tahun 2016. 8 Pembinaan terhadap narapidana wanita yang kurang maksimal menjadi suatu masalah tersendiri. LAPAS sebagai tempat dilaksanakannya pembinaan mengemban tanggung jawab yang besar untuk membina 6 Pasal 12 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan 7 Sistem Database Pemasyarakatan, Data Terakhir Jumlah Penghuni Perkanwil, http://smslap.ditjenpas.go.id/public/grl/current/monthly, diakses pada tanggal 25 Agustus 2016 pukul 17.05 WIB 8 Viva.co.id, Bangun Lapas Wanita, Kemenkumham DIY Butuh Lahan Tiga Hektare, http://news.viva.co.id/nusantara/jogja/bangun-lapas-wanita-kemenkumham-diy-butuh-lahan-tigahektare, diakses pada tanggal 25 Agustus 2016 pukul 17.42 WIB
4 narapidananya agar dapat menyadari kesalahan dan memperbaiki diri serta tentunya dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat. Pemisahan pembinaan narapidana wanita dan narapidana pria yang diatur oleh UU Pemasyarakatan sudah sepatutnya diapresiasi. Kesadaran akan perbedaan kebutuhan antara narapidana wanita dan narapidana pria yang tentunya berdampak pada pembinaan yang diberikan mendapat perhatian khusus dari pembuat undang-undang. Namun, kenyataannya di DIY belum terdapat LAPAS Wanita. Kegiatan untuk melakukan pembinaan berdasarkan sistem, kelembagaan, dan cara pembinaan sebagai bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam tata cara peradilan pidana atau yang disebut sebagai pemasyarakatan membutuhkan perhatian dan pengkajian labih lanjut, khususnya pemasyarakatan terhadap narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Yogayakarta. Pemasyarakatan yang kurang maksimal tentunya akan berdampak pada pencapaian tujuan pemasyarakatan, dimana tujuan pemasyarakatan untuk memperbaiki narapidana tidak akan terwujud dengan baik. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai program pemasyarakatan bagi narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Yogyakarta berdasarkan UU Pemasyarakatan.
5 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merumuskan permasalahan menjadi 2 (dua) yaitu: 1. Bagaimana pelaksanaan program pemasyarakatan bagi narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Yogyakarta berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan? 2. Apa hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan program pemasyarakatan bagi narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Yogyakarta? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian yang ingin dicapai oleh penulis melalui proses penelitian ini, yaitu: 1. Tujuan Objektif a. Untuk mengetahui program pemasyarakatan bagi narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Yogyakarta berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. b. Untuk mengetahui hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan program pemasyarakatan bagi narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Yogyakarta.
6 2. Tujuan Subjektif Untuk memperoleh data serta informasi yang lengkap dan akurat dalam rangka penulisan hukum sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H.) di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. D. Manfaat Penelitian Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik secara teoritis maupun secara praktis, yaitu: 1. Manfaat Teoritis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang bagaimana penerapan antara ilmu atau teori hukum pidana (das sollen) yang diperoleh dalam dunia perkuliahan dengan kenyataan dan fakta-fakta yang terjadi di lapangan (das sein). b. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi informasi yang bermanfaat dalam rangka memperluas dan mengembangkan ilmu hukum pidana, khususnya berkaitan dengan program pemasyaraktan bagi narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Yogyakarta. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Penulis Hasil penelitian diharapkan memberikan tambahan pengetahuan hukum bagi penulis berkaitan dengan program pemasyaraktan bagi
7 narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Yogyakarta. b. Bagi Pemerintah Hasil penelitian diharapkan memberikan informasi yang bermanfaat bagi pemerintah dalam rangka pembentukan Lembaga Pemasyarakatan Wanita di Daerah Istimewa Yogyakarta. c. Bagi Masyarakat Hasil penelitian diharapkan memberikan manfaat bagi masyarakat guna mengetahui bagaimana program pemasyaraktan bagi narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Yogyakarta dan hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan program pemasyaraktan bagi narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Yogyakarta. E. Keaslian Penelitian Untuk mengetahui keaslian penelitian, penulis telah melakukan penelurusan yang dilakukan di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, terdapat 3 (tiga) penulisan hukum yang menyinggung mengenai pembinaan narapidana, antara lain: (1) Penulisan Hukum yang disusun oleh I Nyoman Aji Duranegara Payuse pada tahun 2013 berjudul Pelaksanaan Pembinaan Narapidana dengan Sistem Pemasyarakatan Dalam Mencegah Residivisme dengan permasalahan bagaimana pelaksanaan pembinaan narapidana dengan
8 sistem pemasyarakatan sebagai upaya pencegahan residivisme di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Yogyakarta dan apakah yang menyebabkan seorang mantan narapidana kembali melakukan tindak pidana. Kesimpulan dari penulisan tersebut adalah bahwa tidak ada perbedaan pembinaan terhadap narapidana yang berstatus residivis maupun yang bukan. Pembinaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Yogyakarta dilaksanakan dalam 3 (tiga) tahap, yaitu tahap awal, tahap lanjutan, dan tahap akhir. Di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Yogyakarta para narapidana diberi pembinaan berupa pembinaan kepribadian, pembinaan kemadirian, dan juga pembinaan kemasyarakatan. Selanjutnya, mengenai penyebab seorang mantan narapidana kembali melakukan tindak pidana dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: faktor ekonomi, faktor lingkungan, dan faktor diri sendiri. 9 (2) Penulisan hukum yang disusun oleh Ferdy Andrian pada tahun 2012 berjudul Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dengan Sistem Pemasyarakatan dengan permasalahan bagaimana proses pelaksanaan pembinaan narapidana dengan sistem pemasyarakatan dan apakah hambatan-hambatan yang dihadapi dalam proses pembinaan narapidana dengan sistem pemasyarakatan. 9 I Nyoman Aji Duranegara Payuse, 2013, Pelaksanaan Pembinaan Narapidana dengan Sistem Pemasyarakatan Dalam Mencegah Residivisme, Penulisan Hukum, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada
9 Kesimpulan dari penulisan tersebut adalah pelaksanaan pembinaan narapidana dengan sistem pemasyarakatan Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Yogyakarta tidak berjalan dengan baik. Pelaksanaan pembinaan tidak berjalan dengan baik, karena banyak kegiatan pembinaan bagi narapidana yang tidak dijalankan sesuai dengan peraturan yang ada, ketidaksesuaian tersebut antara lain, ketidaktahuan narapidana akan hak-haknya sebagai narapidana dan penempatan narapidana yang tidak sesuai dengan yang telah diatur dalam peraturan yang ada, yang justru akan menimbulkan dampak negatif bagi narapidana sehingga tujuan dari pembinaan agar narapidana menjadi lebih baik tidak tercapai. Mengenai hambatan, terdapat beberapa hambatan yang dihadapi Lembaga Pemasyarakatan dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan pembinaan, antara lain: kemampuan sumber daya manusia, sarana dan prasarana yang terbatas, dan faktor dari dalam diri narapidana. 10 (3) Penulisan hukum yang disusun oleh Maria Pricilla Silviana pada tahun 2012 berjudul Pelaksanaan Pembinaan Ketrampilan Kepada Narapidana Berdasarkan Sistem Pemasyarakatan (Tinjauan terhadap Pembinaan Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas II Daerah Istimewa Yogyakarta) dengan permasalahan bagaimana pelaksanaan pembinaan ketrampilan kepada narapidana berdasarkan sistem pemasyarakatan dan kendala apa yang dihadapi oleh petugas 10 Ferdy Andrian, 2012, Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dengan Sistem Pemasyarakatan, Penulisan Hukum, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada
10 pemasyarakatan dalam pelaksanaan pembinaan ketrampilan kepada narapidana berdasarkan sistem pemasyarakatan. Kesimpulan dari penulisan tersebut adalah pelaksanaan pembinaan ketrampilan kepada narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Yogyakarta dan Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Sleman belum sesuai dengan yang diamanatkan dalam peraturan perundangundangan, dikarenakan tujuan dari pembinaan ketrampilan belum tercapai. Kendala yang dihadapi oleh petugas pemasyarakatan Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Yogyakarta dan Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Sleman dalam pembinaan ketrampilan secara umum adalah sebagai berikut: 1. Sikap warga binaan pemasyarakatan yang belum mengerti arti penting dari pembinaan ketrampilan; 2. Terbatasnya jumlah petugas pemasyarakatan di Seksi Kegiatan Kerja sehingga pembinaan berjalan kurang optimal; 3. Tidak ada kerjasama pemasaran produk hasil kegiatan kerja dengan pihak ketiga; 4. Kurangnya anggaran yang berimplikasi pada kurangnya alat dan bahan yang digunakan untuk kegiatan kerja. 11 11 Maria Pricilla Silviana, 2012, Pelaksanaan Pembinaan Ketrampilan Kepada Narapidana Berdasarkan Sistem Pemasyarakatan (Tinjauan terhadap Pembinaan Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas II Daerah Istimewa Yogyakarta), Penulisan Hukum, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada
11 Berdasarkan ke 3 (tiga) penulisan hukum di atas, maka terdapat perbedaan penulisan hukum yang disusun oleh penulis, karena penulisan hukum penulis lebih fokus kepada program pemasyarakatan bagi narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Yogyakarta berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dan hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan program pemasyarakatan bagi narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Yogyakarta.