HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Konsumsi Ransum. mengetahui apakah ransum yang telah disusun memenuhi syarat atau tidak.

dokumen-dokumen yang mirip
Perbandingan Pemeliharaan Individu Dengan Koloni Iin Indriyanti

TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci lokal tipe pedaging merupakan kelinci yang sudah didomestikasi

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kelinci lokal dengan

Lampiran 1. Prosedur Pemeliharaan Kelinci Lokal Koloni dan Individu. 1. Pembuatan kandang untuk 2 perlakuan, yaitu koloni dan individu.

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian

PENDAHULUAN. percobaan, penghasil bulu, pupuk kandang, kulit maupun hias (fancy) dan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Ayam Broiler Awal Penelitian

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi ransum merupakan jumlah ransum yang dikonsumsi dalam

HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam jangka waktu tertentu. Tingkat konsumsi pakan dipengaruhi oleh tingkat

I. PENDAHULUAN. juga mempunyai potensi untuk dikembangkan karena memilki daya adaptasi yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. P2 * hari hari hari

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba yang Digunakan Dalam Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. sangat berpengaruh terhadap kehidupan ayam. Ayam merupakan ternak

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh

HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4.

I. PENDAHULUAN. industrialisasi yang sudah dicanangkan dalam program pemerintah. Masyarakat dapat mengembangkan dan memanfaatkan potensi sumber

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Ternak Domba yang Digunakan

Gambar 6. Pemberian Obat Pada Domba Sumber : Dokumentasi Penelitian

I. PENDAHULUAN. Usaha peternakan merupakan salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Efisiensi Penggunaan Pakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada

I. PENDAHULUAN. Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk

METODE. Materi. Gambar 2. Contoh Domba yang Digunakan dalam Penelitian Foto: Nur adhadinia (2011)

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang. sudah melekat dengan masyarakat, ayam kampung juga dikenal dengan sebutan

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama 13 minggu, pada 12 Mei hingga 11 Agustus 2012

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk.

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi

HASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Suhu Kandang Selama Lima Minggu Penelitian Pengukuran Suhu ( o C) Pagi Siang Sore 28-32

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. hari (DOC) sebanyak 38 ekor. Ayam dipelihara secara semiorganik sampai umur

Gambar 3. Kondisi Kandang yang Digunakan pada Pemeliharaan Puyuh

PENDAHULUAN. dengan meningkatnya jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. ada kebanyakan hanya untuk menghasilkan hewan kesayangan dan materi

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adanya wabah flu burung pada unggas, tidak mustahil untuk memenuhi kebutuhan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Potensi Kambing sebagai Ternak Penghasil Daging

III. MATERI DAN METODE PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. ayam yang umumnya dikenal dikalangan peternak, yaitu ayam tipe ringan

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Kelinci Peranakan New Zealand White Jantan Sumber : Dokumentasi penelitian (2011)

Pengaruh Imbangan Hijauan-Konsentrat dan Waktu Pemberian Ransum terhadap Produktivitas Kelinci Lokal Jantan

TINJAUAN PUSTAKA. (Sumber : Damron, 2003)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Data Suhu Lingkungan Kandang pada Saat Pengambilan Data Tingkah Laku Suhu (ºC) Minggu

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Standar Performa Mingguan Ayam Broiler CP 707

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan kaidah-kaidah dalam standar peternakan organik. Pemeliharaan

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. lokal adalah sapi potong yang asalnya dari luar Indonesia tetapi sudah

Sumber : 1) Hartadi et al. (2005)

1. PENDAHULUAN. Produktivitas ayam petelur selain dipengaruhi oleh faktor genetik juga

METODE. Materi 10,76 12,09 3,19 20,90 53,16

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang

MATERI DAN METODE. a b c Gambar 2. Jenis Lantai Kandang Kelinci a) Alas Kandang Bambu; b) Alas Kandang Sekam; c) Alas Kandang Kawat

HASIL DAN PEMBAHASAN. Puyuh mengkonsumsi ransum guna memenuhi kebutuhan zat-zat untuk

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan

MATERI DAN METODE. Materi

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Pendataan dan Identifikasi Domba Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lingkungan sekitarnya, sehingga lebih tahan terhadap penyakit dan cuaca. dibandingkan dengan ayam ras (Sarwono, 1991).

HASIL DAN PEMBAHASAN 482,91 55, ,01 67,22

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Bahan Kering (BK) 300, ,94 Total (g/e/hr) ± 115,13 Konsumsi BK Ransum (% BB) 450,29 ± 100,76 3,20

MATERI DAN METODE. Materi

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. hidup sampai penelitian berakhir adalah 13 ekor jantan dan 10 ekor betina Itik

PEMBERIAN PAKAN PADA PENGGEMUKAN SAPI

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Nutrien Daging pada Beberapa Ternak (per 100 gram daging) Protein (g) 21 19, ,5

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Puyuh

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh perlakuan terhadap Konsumsi Bahan Kering dan Konsumsi Protein Ransum

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar

FORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perusahaan penetasan final stock ayam petelur selalu mendapatkan hasil samping

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Peternakan Rakyat di Ciater Peternakan rakyat di Ciater Kabupaten Subang merupakan peternakan yang

MATERI DAN METODE. Materi

I. PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan dan kecerdasan bangsa. Permintaan masyarakat akan

I. PENDAHULUAN. masyarakat di pedesaan. Ternak itik sangat potensial untuk memproduksi telur

MATERI DAN METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Performa Itik Alabio Jantan Rataan performa itik Alabio jantan selama pemeliharaan (umur 1-10 minggu) disajikan pada Tabel 4.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Konsumsi Ransum Konsumsi ransum merupakan suatu perameter uji coba biologis untuk mengetahui apakah ransum yang telah disusun memenuhi syarat atau tidak. Konsumsi ransum dihitung dengan cara mengurangi jumlah ransum yang diberikan dengan ransum tersisa. Hasil pengamatan yang dilakukan selama penelitian mengenai pengaruh perlakuan terhadap konsumsi ransum kelinci tiap ekor per hari dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Data Konsumsi Ransum Masing-Masing Perlakuan Nomor Kandang (n) Pertambahan Bobot Badan Harian Koloni (Kk) Individu (Ki)..gram 1 81,69 80,93 2 81,69 81,29 3 80,25 79,62 4 81,20 79,16 5 81,63 81,31 6 80,81 78,89 7 80,53 76,89 8 80,81 75,20 9 81,68 74,73 10 81,69 76,99 Jumlah 811,98 785,01 Rata-Rata 81,20 78,50 Tabel 3. Menunjukan bahwa rataan konsumsi ransum harian perekor kelinci lokal yang dipelihara secara koloni (K k ) = 81,20 gr dan yang dipelihara secara individu (K i ) = 78,50 gr. Rataan konsumsi ransum terendah adalah 78,50 gr

27 yang ditunjukkan oleh kelinci yang diberi perlakuan dengan kepadatan 1 ekor/0,16 m 2 (K i ) dan rataan konsumsi ransum tertinggi adalah 81,20 gr yang ditujukkan oleh kelinci yang diberi perlakuan dengan kepadatan 3 ekor/0,50 m 2 (K k ). Untuk melihat pengaruh perlakuan terhadap konsumsi ransum dihitung dengan analisis statistik yang hasilnya dapat dilihat pada Lampiran 3. Hasil analisis tersebut menunjukan bahwa kelinci yang dipelihara pada kandang individu dan koloni tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap konsumsi ransum kelinci lokal, hal ini berarti kelinci lokal dengan kepadatan 1 ekor/0,16 m 2 mengkonsumsi ransum yang sama dengan kelinci lokal berkepadatan 3 ekor/0,50 m 2. Pengaruh sistem pemeliharaan individu dan koloni terhadap rata-rata konsumsi ransum tidak berbeda nyata, disebabkan umur, bobot badan dan pemberian ransum yang sama, sesuai dengan pendapat Cheeke (1987) bahwa kelinci yang memiliki umur, bobot badan dan ransum yang sama tidak akan berpengaruh pada konsumsi ransum. Adapun faktor lain yang mempengaruhi sistem pemeliharaan individu dan koloni terhadap konsumsi ransum yaitu bobot hidup. Menurut Church (1979), bobot hidup merupakan salah satu faktor produksi yang mempengaruhi tingkat konsumsi pakan. Dimana bobot hidup kelinci dari pemeliharaan individu mempunyai bobot hidup yang tidak berbeda nyata dengan koloni, sehingga tingkat konsumsinya pun tidak berbeda nyata.

28 Saat pemberian pakan yaitu pada pagi hari pukul 07.00-08.00 WIB dan sore hari pukul 15.30-16.30 WIB dengan proporsi pakan yang sama menunjukkan tidak ada pengaruh pada konsumsi ransum pada masing-masing perlakuan pada model pemeliharaan individu dan koloni. Hal tersebut ditunjang dengan penelitian Qisthon (2012) faktor waktu pemberian ransum, tidak mempengaruhi konsumsi ransum, pertumbuhan dan efisiensi ransum. Oleh karena itu kedua perlakuan pada kelinci model pemeliharaan individu dan koloni samasama masih merasa nyaman, baik yang mendapat ransum pada siang maupun malam hari sehingga tidak mengalami perubahan. Pada saat pemberian pakan, tempat pakan yang tersedia hanya satu buah perkandang untuk individu dan dua buah untuk kandang koloni. Persamaan tingkah laku yang terjadi pada kandang individu dan kandang koloni yaitu samasama antusias saat akan diberi pakan. Sedangkan kelinci di kandang koloni terjadi perebutan pakan tetapi hanya diawal saja. Maka kesimpulannya tingkah laku tersebut tidak begitu berpengaruh terhadap performa produksinya. 4.2 Pengaruh Perlakuan terhadap Pertambahan Bobot Badan Harian Menurut (Church dan Pond, 1980) pertambahan bobot badan merupakan salah satu kriteria yang dapat digunakan untuk mengevaluasi kualitas bahan makanan ternak, karena pertumbuhan yang diperoleh dari suatu percobaan merupakan salah satu indikasi pemanfaatan zat-zat makanan dari ransum yang diberikan. Dan dari data pertambahan bobot badan akan diketahui nilai suatu bahan pakan bagi ternak.

29 Hasil pengamatan yang dilakukan selama penelitian tentang pengaruh perlakuan terhadap pertambahan bobot badan harian pada kelinci lokal disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Data Pengaruh Perlakuan Terhadap Pertambahan Bobot Badan Harian Kelinci Percobaan Nomor Kandang Pertambahan Bobot Badan Harian (n) Koloni (Kk) Individu (Ki)..gram.. 1 14,80 10,95 2 10,34 12,07 3 14,30 10,14 4 16,52 18,70 5 11,72 8,19 6 15,61 8,37 7 13,71 8,05 8 12,67 8,84 9 13,16 9,81 10 16,26 6,60 Jumlah 139,11 101,72 Rata-Rata 13,91 10,17 Tabel 4. Menunjukkan bahwa rataan pertambahan bobot badan kelinci lokal yang dipelihara pada perlakuan kandang koloni berkisar 10,17g/ekor/hari dan yang dipelihara pada kandang koloni 13,91 g/ekor/hari. Rataan pertambahan bobot badan terendah adalah 10,17 g ditunjukkan oleh kelinci yang diberi perlakuan dengan pemeliharaan 1 ekor (K i ). Rataan pertambahan bobot badan tertinggi adalah 13,91 g ditunjukkan oleh kelinci yang diberi perlakuan dengan pemeliharaan 3 ekor (K k ). Untuk melihat pengaruh perlakuan terhadap pertambahan bobot badan dihitung dengan analisis statistik yang hasilnya dapat dilihat pada Lampiran 4.

30 Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pertambahan bobot badan harian yang dicapai pada pemeliharaan individu dengan koloni terhadap pertambahan bobot badan kelinci lokal tidak memberikan pengaruh nyata, dengan demikian model kepadatan kandang 1 ekor/0,16 m 2 memiliki pertambahan bobot badan yang sama dengan model kepadatan kandang 3 ekor/0,50 m 2. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi konsumsi pakan maka pertumbuhan juga akan semakin baik, konsumsi pakan yang tidak berbeda nyata menjadi salahsatu faktor penyebab pertambahan bobot badan tidak berbeda nyata. Faktor tersebut juga ditunjang oleh Soeharsono (1979) bahwa faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan adalah ransum. Jumlah ransum yang dikonsumsi sama. Sehingga menyebabkan pertambahan bobot badan harian pada setiap perlakuan sama. Pada pemberian pakan masing-masing perlakuan model pemeliharaan individu dan koloni memakai guyofeed yang berbentuk pelet dan kandungan nutrientnya pun sama maka diduga mendapatkan hasil bobot badan yang sama. Sesuai dengan pendapat Soeparno (1992) yang menyatakan bahwa konsumsi bahan kering dan kandungan nutrien pakan mempunyai pengaruh yang besar terhadap pertambahan bobot badan ternak sehingga apabila konsumsi bahan kering dan kandungan nutrient pakan antar kelompok perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata, maka dimungkinkan pertambahan bobot badan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pula. Ditunjang pula oleh pendapat Kartadisastra (1997), bahwa bobot badan ternak berbanding lurus

31 dengan tingkat dari konsumsi pakannya. Hal itu berarti bahwa konsumsi pakan akan memberikan gambaran nutrien yang didapat oleh ternak sehingga mempengaruhi pertambahan bobot badan ternak. Kandungan nutrien dalam ransum yang sama pada kedua perlakuan menjadi penyebab pertambahan bobot badan harian yang tidak berbeda nyata karena asupan energi dan protein yang masuk ke dalam tubuh juga sama. Berdasarkan hasil pertambahan bobot badan harian pada model kepadatan kandang 1 ekor/0,16 m 2 dan 3 ekor/0,50 m 2 menunjukkan bahwa kepadatan kandang tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan bobot badan. Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh kondisi kandang dengan kelinci yang sama-sama memiliki kesesuaian dalam beradaptasi pada suatu tempat. Sesuai dengan hasil penelitian Kurniawati (2001) yang menyatakan bahwa pertambahan bobot badan tidak dipengaruhi oleh kepadatan kandang. Ditunjang oleh Prawirodigdo, dkk. (1985) bahwa pertambahan bobot badan tidak dipengaruhi oleh tingkat kepadatan kandang tertinggi. Pertambahan bobot badan merupakan selisih antara bobot badan akhir dengan bobot badan awal. Pertambahan bobot badan akan cepat pada saat sebelum dewasa tubuh, namun pada tingkat usia tertentu akan melambat sampai pertumbuhan berhenti sampai ternak dewasa (Health dan Olusanya, 1980). Kelinci pada masa lepas sapih akan mengalami masa pertumbuhan yang baik dimana saat tersebut didukung oleh seberapa besar pertambahan berat badan yang diperoleh sampai dewasa. Sehingga pertumbuhan kelinci identik dengan

32 pertambahan bobot badan. Pertambahan bobot badan kelinci bila dikaitkan terhadap kandang tidak berpengaruh nyata, tetapi berpengaruh nyata terhadap tingkah laku kelinci. Kelinci yang dikandangkan pada kepadatan rendah menunjukkan keragaman tingkah laku alami yang tinggi. Sesuai dengan hasil penelitian Verga dkk, (2004) bahwa kandang tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan namun berpengaruh terhadap tingkah laku kelinci. Sehingga lingkungan hanya berpengaruh pada tingkah laku dan bukan pada performa produksi. 4.3 Pengaruh Perlakuan terhadap Konversi Ransum Konversi ransum adalah jumlah ransum yang dikonsumsi untuk meningkatkan satu kilogram bobot hidup. Semakin rendah nilai konversi pakan, semakin baik nilai pakan tersebut. Konversi pakan digunakan untuk mengetahui efisiensi pakan (Maertens, 2009). Konversi ransum adalah jumlah ransum yang habis dikonsumsi ternak dalam jangka waktu tertentu dibandingkan dengan bobot hidup (pada akhir waktu tertentu). Secara umum konversi pakan adalah jumlah ransum yang diberikan untuk menghasilkan produk dalam jumlah tertentu. Semakin besar angka konversi pakan maka penggunaan pakan tersebut kurang ekonomis, sebaliknya jika angka konversi itu semakin kecil berarti semakin ekonomis. Pakan menjadi tidak ekonomis bila nilai konversinya lebih dari dua (Sarlas dkk, 1976). Hasil pengamatan yang dilakukan selama penelitian mengenai pengaruh perlakuan terhadap rataan konversi ransum penelitian disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Data Pengaruh Perlakuan Terhadap Rataan Konversi Ransum Penelitian Nomor Kandang Konversi Ransum (n) Koloni (Kk) Individu (Ki)..(%).. 1 5,79 7,39 2 7,96 6,73 3 5,71 7,85 4 5,04 4,23 5 7,34 9,93 6 5,39 9,42 7 6,17 9,56 8 6,98 8,51 9 6,83 8,46 10 5,07 7,84 Jumlah 62,27 79,93 Rata-Rata 6,23 7,99 Tabel 5. Menunjukkan bahwa rataan konversi ransum yang diberikan perlakuan model pemeliharaan koloni 6,23 %/ ekor/ hari dan individu 7,99 % /ekor /hari. Rataan konversi ransum tertinggi adalah 6,23 % ditunjukkan oleh kelinci yang diberi perlakuan kelinci dengan berkepadatan 3 ekor/0,50 m 2 (K k ) dan rataan konversi ransum terendah adalah 7,99 % berkepadatan 1 ekor/0,16 m 2 33 (K i ). Untuk melihat pengaruh perlakuan terhadap konversi ransum dihitung dengan analisis statistik yang hasilnya dapat dilihat pada Lampiran 5.Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa konversi ransum yang dicapai terhadap pemeliharaan individu dengan koloni terhadap performa produksi kelinci lokal memberikan pengaruh tidak berbeda nyata. Dalam hal ini berarti kepadatan kandang 1 ekor/0,16 m 2 memiliki konversi pakan yang sama dengan kepadatan kandang 3 ekor/0,50 m 2. Dengan demikian hasil analisis konversi ransum yang menunjukkan tidak berbeda nyata ditentukan oleh hasil analisis konsumsi ransum

34 dan pertambahan bobot badan yang berbeda nyata pula. Sebagaimana pendapat Kamal (1994) bahwa konversi pakan merupakan nilai hasil pembagian antara nilai konsumsi pakan dan nilai pertambahan bobot badan dalam satuan dan waktu yang sama. Maka nilai konversi pakan pada setiap perlakuan selain dipengaruhi konsumsi ransum juga dipengaruhi pertambahan bobot badan. Ditunjang oleh pendapat Wicaksono (2007), perbedaan angka-angka konversi pakan dipengaruhi pertambahan bobot badan kelinci dan konsumsi. Semakin kecil konversi pakan menunjukkan semakin sedikitnya pakan yang dibutuhkan untuk menghasilkan bobot badan dalam satuan yang sama. Jadi, konsumsi ransum dan pertambahan bobot badan yang tidak berbeda nyata menyebabkan konversi pakan tidak berbeda nyata pula. Ditunjang juga oleh pendapat Cowie (1969) yang menyatakan bahwa konversi ransum merupakan perbandingan antara rataan pakan yang dikonsumsi dengan rataan pertambahan bobot badan dalam waktu tertentu. Nilai konversi pakan yang sama diduga juga dipengaruhi oleh kandungan nutrien dalam masing-masing ransum perlakuan yang sama, sehingga ketersediaan nutrienuntuk diserap tubuh yang berguna untuk pertumbuhan masing-masing perlakuan juga sama. Sesuai dengan pendapat Wahju (1997), bahwa konversi pakan sangat tergantung kepada kandungan energi dalam ransum. Dimana tingkat energi di dalam ransum menentukan banyaknya pakan yang dikonsumsi. Bila masing-masing perlakuan mempunyai ransum dengan energi hampir sama, menyebabkan tidak adanya perbedaan konsumsi ransum.

35 Adapun kaitan konversi pakan dengan tingkat kepadatan kandang dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan kepadatan kandang 1 ekor/0,16 m 2 memiliki konversi pakan yang sama dengan perlakuan kepadatan kandang 3 ekor/0,50 m 2 berarti pada tingkat kepadatan kandang tidak berpengaruh nyata pada rasio konversi pakan. Sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Grace dan Olorunju (2005) bahwa pada tingkat kepadatan kandang yang mencapai 500 cm 2 /ekor (0,05 m 2 /ekor) tidak berpengaruh nyata pada rasio konversi ransum dan menghasilkan nilai konversi pakan semakin baik pada kepadatan kandang 1500 cm 2 /ekor (0,15 m 2 /ekor). Penempatan betina di samping betina tidak menjadi masalah selama tidak ada kemungkinan bertengkar dan memang hanya sedikit agresivitas pertengkaran antar betina dalam satu kandang. Betina dengan betina biasanya hanya agresif bertarung ketika berada di area terbuka. Jantan berdampingan dengan jantan tidak masalah selama lubang kandang tidak lebar. Hal tersebut juga berdampak pada tingkah laku ternak walaupun ada sedikit perbedaan antara kelinci yang di tempatkan pada satu kandang satu ekor dengan kandang koloni tetapi bila secara fisiologis ternak tersebut tumbuh dengan baik, nyaman, dan didukung pemberian pakan teratur serta bergizi akan diperoleh hasil terbaik. Maka dapat diambil kesimpulan bahwa kandang koloni masih lebih baik dalam menentukan performa produksi terbaik pada ternak kelinci. Menurut Manshur dan Fakkih (2010), betina dewasa tidak baik ditempatkan berdampingan dengan jantan, terlebih berdampingan dengan lubang terbuka sehingga masing-masing bisa melihat setiap

hari. Ini bisa menimbulkan gangguan pada betina karena agresivitas seksual jantan. Terutama pada induk hamil dan menyusui sangat beresiko stres. 36