Jurnal Inovasi Pembelajaran Karakter (JIPK) Vol. 1, No. 1, September 2016 ISSN 2541-0393 (Media Online) 2541-0385 (Media Cetak ) SMP Negeri 1 Kedungbanteng Kabupaten Tegal, Jawa Tengah *Diterima Agustus 2016, disetujui Agustus 2016, dipublikasikan September 2016 Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan keaktifan dan hasil belajar siswa kelas VIIF SMP N 1 Kedungbanteng dalam belajar materi Segitiga dengan menggunakan model pembelajaran Kooperatif tipe STAD. Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam 2 siklus, yang masing-masing siklus terdiri dari tahap perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi. Data yang diperoleh dalam penelitian ini meliputi hasil pengamatan terhadap keaktifan siswa dan pemberian soal tes pada setiap akhir siklus serta hasil refleksi siswa pada setiap akhir pembelajaran. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil belajar siswa pada siklus I adalah 81,25 % siswa memperoleh nilai 71 atau lebih dan pada siklus II 87,50 % siswa memperoleh nilai 71 atau lebih, dan keaktifan siswa meningkat dari siklus I ke siklus II. Kata Kunci: STAD; Keaktifan; Hasil Belajar 2016 Jurnal Inovasi Pembelajaran Karakter PENDAHULUAN Pelaksanaan pembelajaran matematika sekarang ini pada umumnya guru masih mendominasi kelas, sedangkan siswa pasif. Guru memberitahukan konsep, siswa menerima bahan jadi. Demikian juga dalam latihan, dari tahun ke tahun soal yang diberikan adalah soal yang itu-itu juga dan tidak bervariasi, hanya berkisar pada pertanyaan apa, berapa, tentukan, selesaikan. Jarang sekali bertanya dengan menggunakan kata mengapa, bagaimana, dari mana, atau kapan, sehingga kreativitas siswa kurang dan suasana belajar di kelas terkesan kaku. Proses pembelajaran yang dilakukan oleh banyak tenaga pendidik saat ini cenderung pada pencapaian target materi kurikulum, lebih mementingkan pada penghafalan konsep bukan pada pemahaman. Hal ini dapat dilihat dari kegiatan pembelajaran di dalam kelas yang selalu didominasi oleh guru. Dalam penyampaian materi, biasanya guru menggunakan metode ceramah, dimana siswa hanya duduk, mencatat, dan mendengarkan apa yang disampaikannya dan sedikit peluang bagi siswa untuk bertanya. Dengan demikian, suasana pembelajaran menjadi tidak kondusif sehingga siswa menjadi pasif. Kesulitan dalam belajar seringkali kita jumpai dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah, dengan demikian masalah kesulitan dalam belajar tersebut sudah merupakan masalah umum dalam proses pembelajaran. Salah satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah adalah Matematika. Matematika selama ini dikenal sebagai mata pelajaran yang abstrak sehingga dalam proses pembelajarannya siswa seringkali mengalami kesulitan untuk memahami suatu konsep sebuah pokok 1
bahasan. Matematika juga merupakan ilmu yang deduktif, ilmu yang terstruktur dan matematika merupakan bahasa simbol dan bahasa numerik (Suherman, 2003). Hasil dari suatu pengajaran matematika merupakan tujuan yang telah dirumuskan yang merupakan akibat dari interaksi antara guru yang mengajar dan murid yang belajar matematika. Hal ini didukung Djamarah (2005), bahwa pengajaran matematika adalah proses membantu siswa mempelajari matematika dengan perencanaan yang tepat, mewujudkannya sesuai kondisi yang tepat pula sehingga tercapai hasil yang memuaskan. Menurut Arends (2008) d engan menggunakan model pembelajaran ini diharapkan dapat dikembangkan paling sedikit tiga tujuan penting yaitu prestasi akademis, toleransi dan penerimaan terhadap keanekaragaman dan pengembangan keterampilan sosial. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah implementasi model pembelajaran Kooperatif tipe STAD pada materi Segitiga dapat meningkatkan keaktifan siswa kelas VIIF, dan bagaimanakah implementasi model pembelajaran Kooperatif tipe STAD pada materi Segitiga dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas VIIF?. Tujuan dari penelitian tindakan kelas ini adalah untuk menganalisis peningkatkan keaktifan siswa kelas VIIF dalam belajar segitiga dengan model pembelajaran Kooperatif tipe STAD dan peningkatkan hasil belajar siswa kelas VIIF dalam belajar segitiga dengan model pembelajaran Kooperatif tipe STAD. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa dalam mengikuti pembelajaran segitiga dan memberikan wawasan kepada guru tentang model pembelajaran Kooperatif tipe STAD, serta memberikan sumbangan yang bermanfaat bagi sekolah dengan adanya informasi yang diperoleh sehingga dapat dijadikan sebagai bahan kajian bersama agar dapat meningkatkan mutu pendidikan. Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe STAD menurut Trianto (2007) adalah guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar, guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan mendemonstrasikan atau lewat bahan bacaan, guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien, guru membimbing kelompokkelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka, guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah diajarkan atau masing-masing kelompok mempresantasikan hasil kerjanya, guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok. METODE PENELITIAN Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIIF SMP Negeri 1 Kedungbanteng tahun pelajaran 2015/2016. Siswa kelas VIIF berjumlah 32 siswa. Teknik pengumpulan data yang peneliti gunakan dalam penelitian ini untuk hasil tes berupa soal soal yang harus dipahami dan dikerjakan oleh siswa setelah pembelajaran, penilaian dilakukan oleh peneliti. Penilaian keaktifan atau teknik nontes digunakan untuk mengumpulkan data yang bersifat kualitatif berupa minat, perhatian, keaktifan dan kemampuan siswa untuk bekerja sama dengan teman dalam mengikuti pembelajaran materi segitiga secara intensif melalui model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Teknik nontes yang digunakan adalah observasi, angket dan wawancara dan dilakukan oleh peneliti dan dibantu satu orang pengamat atau observer agar mendapatkan hasil pengamatan yang lebih akurat. Observasi dilaksanakan selama proses pembelajaran untuk mengetahui perhatian dan sikap siswa terhadap materi pembelajaran segitiga secara intensif melalui model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Perhatian, sikap, kerja sama dan keaktifan siswa direkam dalam lembar observasi dan angket yang dibagikan kepada siswa. Lembar observasi dan angket siswa tersebut selanjutnya 2
dianalisis yang hasilnya digunakan untuk mengukur perubahan tingkah laku (keaktifan) sis wa. Wawancara digunakan untuk mengetahui masalah-masalah atau saran saran yang diberikan siswa terkait dengan pembelajaran melalui model kooperatif tipe STAD pada materi segitiga. Alat yang digunakan adalah lembar penilaian atau lembar jawab uraian untuk mengerjakan soal-soal materi segitiga, soal soal uraian yang harus dikerjakan oleh siswa, dan pedoman observasi keaktifan berupa lembar chek list untuk merekam segala aktivitas siswa selama penelitian tindakan kelas dilaksanakan. Validasi data dilakukan agar penelitian tindakan kelas ini valid atau terpercaya, peneliti meminta bantuan kepada salah seorang teman guru matematika untuk menjaga validasi data, dengan demikian dipenuhi prinsip-prinsip triangulasi sumber data yaitu data dari siswa, peneliti dan satu guru matematika. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif. Metode kualitatif dimaksudkan untuk mengetahui keaktifan siswa selama proses pembelajaran. Sedangkan metode kuantitatif digunakan untuk menganalisis hasil tes materi segitiga melalui model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Penelitian dilaksanakan dalam dua siklus saat proses pembelajaran di kelas dilaksanakan, tiap siklus dilaksanakan dalam tiga kali pertemuan, masing-masing siklus dilaksanakan dalam empat tahap meliputi: (a) tahap perencanaan; (b) tahap tindakan; (c) tahap pengamatan; (d) tahap refleksi. HASIL DAN PEMBAHASAN Pra Siklus Berdasarkan hasil tes materi segitiga, kemampuan materi segitiga siswa kelas VIIF sebelum penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD sangat rendah. Hasil materi segitiga tersebut dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Kondisi Awal Kemampuan Materi Segitiga Siswa Kelas VIIF Sebelum Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Deskripsi Jumlah Siswa Tuntas Persentase Siswa Tuntas Jumlah Siswa Tidak tuntas Persentase Siswa tidak tuntas Nilai Rata-rata Jumlah 20 62,50 % 12 37,50 % 74,91 Berdasarkan Tabel 1 tersebut dapat diketahui bahwa sebelum penerapan model STAD pada materi segitiga hanya 20 siswa (62,50 %) yang tuntas belajar dan sebanyak 12 (37,50 %) siswa belum tuntas belajar. Sebanyak 12 (37,50 %) siswa mendapatkan nilai di bawah 71 sehingga 12 siswa tersebut belum tuntas belajar. Ketuntasan secara klasikal belum tercapai karena hanya 20 siswa (62,50 %) siswa yang tuntas belajar padahal ketuntasan klasikal tercapai apabila 85 % dari jumlah siswa telah mencapai ketuntasan belajar secara perorangan. Siklus I Penilaian hasil belajar dengan materi soal mengidentifikasi sifat-sifat segitiga berdasarkan panjang sisi dan besar sudut dengan ketentuan setiap soal mendapat skor maksimal 10, jadi nilai yang didapat siswa maksimal adalah 100. Hasil penilaian dapat dilihat pada tabel 2 di bawah ini. Tabel 2. Hasil Penilaian Tes Materi Segitiga pada Siklus I 3
Deskripsi Jumlah Siswa Tuntas Persentase Ssiswa Tuntas Jumlah siswa Tidak tuntas Persentase Siswa tidak tuntas Nilai Rata-rata Jumlah 26 81,25 % 6 18,76 % 76,19 Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa ada peningkatan kemampuan siswa dalam materi segitiga dibandingkan sebelumnya. Pada siklus I sebanyak 26 (81,25 %) siswa telah tuntas belajar karena mendapatkan nilai di atas 71, hanya 6 (18,75 %) siswa yang belum tuntas belajar. Pada siklus I ketuntasan belajar secara klasikal belum tercapai karena hanya 26 siswa ( 81,25 %) yang mencapai tuntas belajar padahal ketuntasan belajar secara klasikal dikatakan tercapai apabila 85 % dari jumlah siswa telah mencapai tuntas belajar secara individual dan nilai rata-rata kelas 76,19. Berdasarkan hasil analisis nilai pada siklus I, ternyata sebagian siswa masih kesulitan untuk penguasaan materi segitiga. Selama proses pembelajaran siswa terlihat aktif, bersemangat, siswa juga terlihat senang, siswa terlihat sungguh sungguh untuk mencermati mengidentifikasi sifat-sifat segitiga berdasarkan panjang sisi dan besar sudut dan siswa juga terlihat sungguh sungguh mendiskusikan mengidentifikasi sifat-sifat segitiga berdasarkan panjang sisi dan besar sudut. Berdasarkan data dan catatan selama proses pembelajaran pada siklus I dapat disimpulkan bahwa pembelajaran materi segitiga melalui model pembelajaran koopertif tipe STAD menjadikan siswa terlibat aktif dalam pembelajaran. Pembelajaran yang dikemas dengan diskusi membuat siswa bersemangat dan senang sehingga kemampuan siswa dalam penguasaan konsep materi segitiga dapat ditingkatkan. Hasil pengamatan keaktifan siswa pada siklus I selama pembelajaran berlangsung sebagai berikut: Tabel 3. Tabel Hasil Pengamatan Keaktifan Siswa Siklus I Aspek Pengamatan Pertemuan 1 Pertemuan 2 Kesiapan siswa dalam menerima pelajaran 3,1 3,1 Kelengkapan alat tulis 3,2 3,3 Keaktifan siswa dalam melaksanakan tugas 3,1 3,1 Keberanian siswa untuk bertanya 3,0 3,1 Kerjasama siswa dalam kelompok 3,2 3,2 Kemampuan mengerjakan LKS 3,2 3,2 Suasana diskusi antar siswa 3,0 3,0 Kegairahan siswa dalam belajar 3,1 3,2 Keberanian siswa dalam menyajikan temuannya. 3,0 3,1 Kemampuan siswa menghubungkan materi dengan kehidupan nyata 3,1 3,1 Kemampuan memecahkan masalah 3,0 3,1 Kesan umum respon siswa 3,2 3,2 Skor hasil pengamatan 37,2 37,5 Persentase keaktifan siswa 77,41 % 78,19 % Penilaian keaktifan Baik Baik 4
Berdasarkan Tabel 3 secara umum keaktifan siswa baik, keberanian siswa untuk bertanya pada pertemuan pertama maupun kedua masih cukup. Kemampuan pada materi segitiga pada pertemuan pertama sudah baik, dan pada pertemuan kedua juga baik. hal ini dapat dilihat dari peningkatan keaktifan siswa dari 77,41 % menjadi 78,19 %. Selama kegiatan pembelajaran berlangsung, aktivitas siswa berupa penyampaian gagasan lisan dan tulis dinilai semakin baik. Hal ini karena siswa diberi latihan berupa masalah yang harus dipecahkan menyangkut kehidupan seharihari, sehingga tampak lebih nyata. Masalah yang disajikan pun beragam sehingga siswa diajak untuk berpikir kritis dalam memecahkan masalah tersebut. Secara keseluruhan, pelaksanaan penelitian ini menunjukkan adanya perubahan aktivitas belajar yang positif yaitu semakin beragamnya aktivitas siswa seperti yang telah dirumuskan sebelumnya. Siklus II Pada siklus II siswa harus mendiskusikan materi segitiga. Pada siklus II siswa kelihatan lebih aktif dari siklus I. Hasil penilaian materi segitiga dapat dilihat pada Tabel 4 di bawah ini. Tabel 4. Tabel Hasil Penilaian Tes Materi Segitiga pada Siklus II. Deskripsi Jumlah Siswa Tuntas Persentase Ssiswa Tuntas Jumlah Siswa Tidak Tuntas Persentase Siswa Tidak Tuntas Nilai Rata-Rata Jumlah 28 87,50 % 4 12,50 % 79,41 Berdasarkan Tabel 4 di atas dapat diketahui bahwa pengelolaan proses pembelajaran yang dilakukan guru pada umumnya semakin baik bila dibandingkan dengan siklus I. Pada siklus II siswa harus mendiskusikan materi segitiga. Pada siklus II siswa kelihatan lebih aktif dari siklus 1. Ada peningkatan kemampuan siswa dalam materi segitiga dibandingkan siklus I. Meskipun pada siklus II masih ada 4 siswa yang belum tuntas. Dari 32 siswa sebanyak 28 (87,50 %) siswa tuntas belajar dan hanya 4 (12,50 %) siswa yang belum tuntas. Pada siklus II ketuntasan belajar secara klasikal sudah tercapai karena 28 siswa (87,50 %) siswa telah tuntas belajar secara individual. Pada siklus II nilai rata-rata kelas 79,41. Hal ini berarti sudah memenuhi tolok ukur keberhasilan siswa yaitu persentase ketuntasan belajar mencapai 85% dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM = 71). Hasil pengamatan keaktifan siswa selama pembelajaran berlangsung sebagai berikut pada Tabel 5. Berdasarkan Tabel 5 bahwa hasil penilaian keaktifan pun menunjukkan peningkatan. Siswa sangat aktif dan bersungguh-sungguh pada saat mengikuti setiap kegiatan. Siswa berdiskusi, saling bertukar pikiran untuk mendiskusikan segitiga, saling memberi saran pada saat presentasi. Siswa sangat aktif dan gembira. Suasana pembelajaran yang dikemas dalam bentuk diskusi kelompok, mampu mengaktifkan siswa dan membuat suasana pembelajaran jadi menyenangkan. Guru dalam memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan sendiri masih cukup pada pertemuan pertama, tetapi pada pertemuan kedua sudah baik. Keaktifan siswa selama berlangsungnya proses pembelajaran sudah baik dan mengalami peningkatan dari 81,32 % menjadi 82,42 %, dan kegairahan siswa dalam belajar dan keberanian siswa dalam menyajikan temuannya sudah baik sekali. 5
Tabel 5. Tabel Hasil Pengamatan Keaktifan Siswa Pada Siklus II Aspek Pengamatan Pertemuan 1 Pertemuan 2 Kesiapan siswa dalam menerima pelajaran 3,1 3,1 Kelengkapan alat tulis 3,6 3,6 Keaktifan siswa dalam melaksanakan tugas 3,3 3,3 Keberanian siswa untuk bertanya 3,3 3,3 Kerjasama siswa dalam kelompok 3,3 3,3 Kemampuan mengerjakan LKS 3,3 3,3 Suasana diskusi antar siswa 3,1 3,2 Kegairahan siswa dalam belajar 3,3 3,4 Keberanian siswa dalam menyajikan temuannya. 3,3 3,4 Kemampuan siswa menghubungkan materi dengan kehidupan nyata 3,2 3,2 Kemampuan memecahkan masalah 3,2 3,2 Kesan umum respon siswa 3,2 3,3 Skor hasil pengamatan 39,0 39,6 Persentase keaktifan siswa 81,32 % 82,42 % Penilaian keaktifan Baik Sekali Baik Sekali SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada pelaksanaan penelitian tindakan kelas pada siswa kelas VIIF SMP Negeri 1 Kedungbanteng semester 2 tahun pelajaran 2015/2016 dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan keaktifan siswa pada materi segitiga. Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan hasil belajar siswa dari nilai rata-rata 76,19 (Siklus I) meningkat menjadi 79,41 (siklus II). Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan ketuntasan belajar siswa dari 81,25 % (Siklus I) meningkat menjadi 87,50 % (siklus II). Hal ini berarti sudah memenuhi tolok ukur keberhasilan siswa yaitu persentase ketuntasan belajar mencapai 85% dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM = 71). Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat dikembangkan menjadi model pembelajaran yang mampu meningkatkan penguasaan konsep segitiga. DAFTAR PUSTAKA Arends, Richard I. 2008. Belajar untuk Mengajar. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar. Djamarah, Syaiful Bahri. 2005. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif Suatu Pendekatan Teoritis Psikologis. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta. Suherman. 2003. Matematika Dalam Era Globalisasi. Jurnal Educare, Vol. 2, No. 1. Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik konsep, Landasan, Teoritis, dan implementasinya. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher. 6