BAB IV DATA DAN ANALISIS 4.1 Data Hasil Pengujian Pengujian rotor dilakukan dengan variasi kecepatan angin 2.34 m/s, 5.08 m/s, 7.86 m/s, 10.22 m/s, 12.67 m/s, 15.44 m/s, dan 17.37 m/s. angin didapat dari fan yang dihubungkan dengan inverter. Fungsi inverter tersebut untuk memberikan input daya pada motor fan dengan input frekuensi, sehingga memudahkan peneliti untuk menentukan variasi kecepatan angin. (a) (b) Gambar 4.1 Inverter (a) dan Fan (b) Inverter dapat diatur frekuensinya dengan menggunakan potensiometer, dimana terdapat tampilan digital untuk nilai frekuensinya. Frekuensi dapat diatur dari frekuensi 0 hz hingga 80 hz. Akan tetapi fan pada wind tunnel hanya mampu berputar sampai dengan frekuensi 45 hz. Saat mencapai kecepatan maksimal sturktur fan menjadi goyang sehingga tidak safety untuk digunakan. Maka dari itu kecepatan angin yang dipakai hanya sampai 35 hz dengan nilai 17,37 m/s. Berikut adalah perbandingan nilai frekuensi inverter dengan kecepatan angin yang dihasilkan fan: 37
38 Tabel 4.1 Tabel Hubungan Frekuensi Inverter dengan Angin No. Frekuensi Inverter (Hz) Angin (m/s) 1 5 2,34 2 10 5,08 3 15 7,86 4 20 10,22 5 25 12,67 6 30 15,44 7 35 17,37 20 18 16 Hubungan Frekuensi Inverter dengan Angin angin (m/s) 14 12 10 8 6 4 2 0 5 10 15 20 25 30 35 Frekuensi (Hz) Gambar 4.2 Grafik Hubungan Frekuensi Inverter dengan Angin 4.1.1. Data Hasil Pengujian Turbin Profil U a. 2 Sudu dengan offset 10 mm Turbin dengan profil U 2 sudu dengan offset 10 mm mulai berputar tanpa diberikan torsi awal pada kecepatan angin 5,08 m/s atau pada frekuensi inverter 10 Hz. Data hasil pengujian adalah sebagai berikut:
39 Tabel 4.2 Hasil Pengujian Turbin U 2 Sudu dengan offset 10 mm No. Angin Putar Tegangan Hambatan Arus Daya (m/s) (rpm) (volt) (ohm) (ampere) (watt) 1 5,08 65 0,34 100 0,0034 0,0012 2 7,86 258,53 3,79 100 0,0379 0,1437 3 10,22 543,10 9,33 100 0,0933 0,8699 4 12,67 858,83 15,56 100 0,1556 24,212 5 15,44 1060,97 19,79 100 0,1979 39,169 6 17,37 1125,73 21,04 100 0,2104 44,283 b. 2 Sudu dengan offset 0 mm Turbin dengan profil U 2 sudu dengan offset 0 mm mulai berputar tanpa diberikan torsi awal pada kecepatan angin 5,08 m/s atau pada frekuensi inverter 10 Hz. Data hasil pengujian adalah sebagai berikut: Tabel 4.3 Hasil Pengujian Turbin U 2 Sudu dengan offset 0 mm No. Angin Putar Tegangan Hambatan Arus Daya (m/s) (rpm) (volt) (ohm) (ampere) (watt) 1 5,08 61,33 0,30 100 0,0030 0,0009 2 7,86 242,47 3,29 100 0,0329 0,1082 3 10,22 500,27 7,91 100 0,0791 0,6252 4 12,67 756,77 13,71 100 0,1371 18,788 5 15,44 964,70 17,80 100 0,1780 31,672 6 17,37 1099,17 20,06 100 0,2006 40,241 c. 3 Sudu dengan offset 10 mm Turbin dengan profil U 3 sudu dengan offset 10 mm mulai berputar tanpa diberikan torsi awal pada kecepatan angin 7,49 m/s atau pada frekuensi inverter 14 Hz. Data hasil pengujian adalah sebagai berikut:
40 No. Tabel 4.4 Hasil Pengujian Turbin U 3 Sudu dengan offset 10 mm Angin Putar Tegangan Hambatan Arus Daya (m/s) (rpm) (volt) (ohm) (ampere) (watt) 1 5,08 0 0 100 0 0 2 7,49 83,30 0,82 100 0.0082 0.0067 3 7,86 130,40 1,32 100 0,0132 0,0173 4 10,22 384,37 6,35 100 0,0635 0,4028 5 12,67 617,80 10,45 100 0,1045 10,929 6 15,44 930,47 17,76 100 0,1776 31,530 7 17,37 1115,07 20,33 100 0,2033 41,318 d. 3 Sudu dengan offset 10 mm Turbin dengan profil U 3 sudu dengan offset 0 mm mulai berputar tanpa diberikan torsi awal pada kecepatan angin 7,86 m/s atau pada frekuensi inverter 15 Hz. Data hasil pengujian adalah sebagai berikut: No. Tabel 4.5 Hasil Pengujian Turbin U 3 Sudu dengan offset 0 mm Angin Putar Tegangan Hambatan Arus Daya (m/s) (rpm) (volt) (ohm) (ampere) (watt) 1 5,08 0 0 100 0 0 2 7,86 97.2 0,92 100 0,0092 0,0084 3 10,22 313,87 5,88 100 0,0588 0,3461 4 12,67 564,83 9,77 100 0,0977 0,9539 5 15,44 916,47 17,33 100 0,1733 30,022 6 17,37 1050,27 19,81 100 0,1981 39,244 e. 4 Sudu dengan offset 10 mm Turbin dengan profil U 4 sudu dengan offset 10 mm mulai berputar tanpa diberikan torsi awal pada kecepatan angin 8,27 m/s atau pada frekuensi inverter 16,5 Hz. Data hasil pengujian adalah sebagai berikut:
41 No. Tabel 4.6 Hasil Pengujian Turbin U 4 Sudu dengan offset 10 mm Angin Putar Tegangan Hambatan Arus Daya (m/s) (rpm) (volt) (ohm) (ampere) (watt) 1 5,08 0 0 100 0 0 2 7,86 0 0 100 0 0 3 8,27 97,77 0,93 100 0,0093 0,0087 4 10,22 268,03 3,48 100 0,0348 0,1211 5 12,67 523,33 9,10 100 0,0910 0,8287 6 15,44 971,50 18,01 100 0,1801 32,436 7 17,37 1321,43 23,70 100 0,2370 56,185 f. 4 Sudu dengan offset 0 mm Turbin dengan profil U 4 sudu dengan offset 0 mm mulai berputar tanpa diberikan torsi awal pada kecepatan angin 8,27 m/s atau pada frekuensi inverter 16,5 Hz. Data hasil pengujian adalah sebagai berikut: Tabel 4.7 Hasil Pengujian Turbin U 4 Sudu dengan offset 0 mm No. Angin Putar Tegangan Hambatan Arus Daya (m/s) (rpm) (volt) (ohm) (ampere) (watt) 1 5,08 0 0 100 0 0 2 7,86 0 0 100 0 0 3 8,27 91,00 0,93 100 0,0088 0,0078 4 10,22 212,37 3,48 100 0,0310 0,0959 5 12,67 506,33 9,10 100 0,0891 0,7933 6 15,44 925,53 18,01 100 0,1757 30,882 7 17,37 1299,47 23,70 100 0,2330 54,274 4.1.2. Data Hasil Pengujian Turbin Profil L a. 2 Sudu dengan offset 10 mm Turbin dengan profil L 2 sudu dengan offset 10 mm mulai berputar tanpa diberikan torsi awal pada kecepatan angin 4,71 m/s atau pada frekuensi inverter 9 Hz. Data hasil pengujian adalah sebagai berikut:
42 Tabel 4.8 Hasil Pengujian Turbin L 2 Sudu dengan offset 10 mm No. Angin Putar Tegangan Hambatan Arus Daya (m/s) (rpm) (volt) (ohm) (ampere) (watt) 1 4,71 26,57 0,11 100 0,0011 0,0001 2 5,08 39,63 0,21 100 0,0021 0,0004 3 7,86 128,17 1,24 100 0,0124 0,0155 4 10,22 427,73 7,23 100 0,0723 0,5223 5 12,67 676,27 12,06 100 0,1206 14,545 6 15,44 776,30 14,09 100 0,1409 19,853 7 17,37 833,30 15,91 100 0,1591 25,324 b. 2 Sudu dengan offset 0 mm Turbin dengan profil L 2 sudu dengan offset 0 mm mulai berputar tanpa diberikan torsi awal pada kecepatan angin 5,08 m/s atau pada frekuensi inverter 10 Hz. Data hasil pengujian adalah sebagai berikut: Tabel 4.9 Hasil Pengujian Turbin L 2 Sudu dengan offset 0 mm No. Angin Putar Tegangan Hambatan Arus Daya (m/s) (rpm) (volt) (ohm) (ampere) (watt) 1 5,08 29,87 0,17 100 0,0017 0,0003 2 7,86 96,33 0,90 100 0,0090 0,0081 3 10,22 376,90 6,66 100 0,0666 0,4436 4 12,67 585,33 9,95 100 0,0995 0,9894 5 15,44 703,73 12,57 100 0,1257 15,809 6 17,37 761,47 213,82 100 0,1382 19,099 c. 3 Sudu dengan offset 10 mm Turbin dengan profil L 3 sudu dengan offset 10 mm mulai berputar tanpa diberikan torsi awal pada kecepatan angin 6,34 m/s atau pada frekuensi inverter 12 Hz. Data hasil pengujian adalah sebagai berikut:
43 Tabel 4.10 Hasil Pengujian Turbin L 3 Sudu dengan offset 10 mm No. Angin Putar Tegangan Hambatan Arus Daya (m/s) (rpm) (volt) (ohm) (ampere) (watt) 1 5,08 0 0 100 0 0 2 6,34 47,57 0,39 100 0,0039 0,0015 3 7,86 73,40 0,79 100 0,0079 0,0063 4 10,22 310,30 5,86 100 0,0586 0,3438 5 12,67 552,73 9,54 100 0,0954 0,9095 6 15,44 747,30 13,86 100 0,1386 19,201 7 17,37 827,47 15,70 100 0,1570 24,639 d. 3 Sudu dengan offset 0 mm Turbin dengan profil L 3 sudu dengan offset 0 mm mulai berputar tanpa diberikan torsi awal pada kecepatan angin 6,67 m/s atau pada frekuensi inverter 13 Hz. Data hasil pengujian adalah sebagai berikut: No. Tabel 4.11 Hasil Pengujian Turbin L 3 Sudu dengan offset 0 mm Angin Putar Tegangan Hambatan Arus Daya (m/s) (rpm) (volt) (ohm) (ampere) (watt) 1 5,08 0 0 100 0 0 2 6,67 46,23 0,34 100 0,0012 0,0012 3 7,86 67,70 0,63 100 0,0039 0,0039 4 10,22 298,23 5,44 100 0,2963 0,2963 5 12,67 519,57 9,13 100 0,8330 0,8330 6 15,44 700,87 13,39 100 17,920 17,920 7 17,37 797,20 15,42 100 23,778 23,778 e. 4 Sudu dengan offset 10 mm Turbin dengan profil L 4 sudu dengan offset 10 mm mulai berputar tanpa diberikan torsi awal pada kecepatan angin 7,86 m/s atau pada frekuensi inverter 15 Hz. Data hasil pengujian adalah sebagai berikut:
44 No. Tabel 4.12 Hasil Pengujian Turbin L 4 Sudu dengan offset 10 mm Angin Putar Tegangan Hambatan Arus Daya (m/s) (rpm) (volt) (ohm) (ampere) (watt) 1 5,08 0 0 100 0 0 2 7,86 39,90 0,21 100 0,0021 0,0005 3 10,22 252,97 3,36 100 0,0336 0,1127 4 12,67 510,23 8,98 100 0,0898 0,8058 5 15,44 882,80 17,00 100 0,1700 28,900 6 17,37 1116,33 20,25 100 0,2025 41,020 f. 4 Sudu dengan offset 0 mm Turbin dengan profil L 4 sudu dengan offset 0 mm mulai berputar tanpa diberikan torsi awal pada kecepatan angin 7,86 m/s atau pada frekuensi inverter 15 Hz. Data hasil pengujian adalah sebagai berikut: No. Tabel 4.13 Hasil Pengujian Turbin L 4 Sudu dengan offset 0 mm Angin Putar Tegangan Hambatan Arus Daya (m/s) (rpm) (volt) (ohm) (ampere) (watt) 1 5,08 0 0 100 0 0 2 7,86 33,57 0,18 100 0,0018 0,0003 3 10,22 201,17 3,02 100 0,0302 0,0910 4 12,67 474,60 8,38 100 0,0838 0,7028 5 15,44 840,93 16,59 100 0,1659 27,534 6 17,37 1047,27 19,90 100 0,1990 39,614 Dari tabel hasil pengujian, dapat disimpulkan bahwa seiring meningkatnya kecepatan angin maka meningkat pula kecepatan putar rotor. Dan kecepatan putar rotor berbanding lurus dengan tegangan yang dihasilkan. 4.2 Analisis Pengaruh Offset pada Turbin Savonius 4.2.1. Pengaruh Offset pada Turbin dengan Profil Sudu U Dari penelitian dan eksperimen yang dilakukan, tiap variasi jumlah sudu dari tiap profil sudu mempunyai dua variasi offset yaitu 0 mm dan 10 mm. Berikut adalah grafik performa nilai offset pada masing-masing jumlah sudu turbin profil U:
45 Grafik Hubungan Angin dengan Daya Gambar 4.3 Grafik Hubungan Angin dengan Daya 2 Sudu Daya (watt) Daya (watt) Angin (m/s) Grafik Hubungan Angin dengan Daya Angin m/s Gambar 4.4 Grafik Hubungan Angin dengan Daya
46 Grafik Hubungan Angin dengan Daya Daya (watt) Angin Gambar 4.5 Grafik Hubungan Angin dengan Daya Pada gambar 4.3, 4.4, dan 4.5 menunjukkan performa turbin dengan menghubungkan kecepatan angin dengan daya rotor pada variasi nilai offset. Dari ketiga variasi turbin yakni 2, 3, dan 4 sudu dengan profil U menunjukkan bahwa offset 10 mm mempunyai daya yang lebih tinggi daripada offset 0 mm. Hal ini dikarenakan pada sudu dengan jarak celah yang kecil memiliki luas daerah tangkap gaya yang berbeda dengan sudu dengan jarak celah yang lebih besar (Zulfikar, 2011). Gambar 4.6 Visualisasi Aliran Turbin Savonius Profil U dengan Offset 0 mm
47 Gambar 4.7 Visualisasi Aliran Turbin Savonius Profil U dengan Offset 10 mm Gambar 4.6 dan 4.7 menunjukkan bahwa pada rotor Savonius, angin yang berhembus dari salah satu bilah rotor lebih banyak mengalir ke bilah rotor lainnya. Maka aliran yang melalui celah di sekitar poros menyediakan daya dorong tambahan pada bilah rotor ini, akibatnya rotor dapat berputar lebih cepat (Soelaiman, 2006). Akan tetapi turbin dengan dua sudu mampu mengalirkan aliran lebih fokus, sehingga terjadi perbedaan yang signifikan antara daya yang dihasilkan offset 10 mm dengan 0 mm. Berbeda dengan variasi lain yaitu tiga dan empat sudu, aliran yang melewati celah tersebar di sisi sudu lain, sehingga tidak terjadi perbedaan yang signifikan. Maka dari itu, turbin dengan jumlah sudu paling sedikit mampu memaksimalkan aliran yang melewati celah sudu. 4.2.2. Pengaruh Offset pada Turbin dengan Profil Sudu L Pada profil sudu L juga mendapat perlakuan yang sama dengan profil sudu U mengenai variasi offset, yaitu 0 mm dan 10 mm. Berikut adalah grafik perbandingan kecepatan angin dengan daya pada masing-masing variasi nilai offset:
48 Grafik Hubungan Angin dengan Daya Daya (watt) Angin (m/s) Gambar 4.8 Grafik Hubungan Angin dengan Daya Grafik Hubungan Angin dengan Daya Daya (watt) Angin (m/s) Gambar 4.9 Grafik Hubungan Angin dengan Daya
49 Grafik Hubungan Angin dengan Daya Daya (watt) Angin (m/s) Gambar 4.10 Grafik Hubungan Angin dengan Daya Pada gambar 4.8, 4.9, dan 4.10 menunjukkan performa turbin dengan menghubungkan kecepatan angin dengan daya rotor pada variasi nilai offset. Dari ketiga variasi turbin yakni 2, 3, dan 4 sudu dengan profil L menunjukkan bahwa offset 10 mm mempunyai daya yang lebih tinggi daripada offset 0 mm. Hal ini dikarenakan pada sudu dengan jarak celah yang kecil memiliki luas daerah tangkap gaya yang berbeda dengan sudu dengan jarak celah yang lebih besar (Zulfikar, 2011). Gambar 4.11 Visualisasi Aliran Turbin Savonius Profil L dengan offset 0 mm
50 Gambar 4.12 Visualisasi Aliran Turbin Savonius Profil L dengan offset 10 mm Gambar 4.11 dan 4.12 menunjukkan bahwa pada rotor Savonius, angin yang berhembus dari salah satu bilah rotor lebih banyak mengalir ke bilah rotor lainnya. Maka aliran yang melalui celah di sekitar poros menyediakan daya dorong tambahan pada bilah rotor ini, akibatnya rotor dapat berputar lebih cepat (Soelaiman, 2006). Akan tetapi turbin dengan dua sudu mampu mengalirkan aliran lebih fokus, sehingga terjadi perbedaan yang signifikan antara daya yang dihasilkan offset 10 mm dengan 0 mm. Berbeda dengan variasi lain yaitu tiga dan empat sudu, aliran yang melewati celah tersebar di sisi sudu lain, sehingga tidak terjadi perbedaan yang signifikan. Maka dari itu, turbin dengan jumlah sudu paling sedikit mampu memaksimalkan aliran yang melewati celah. Dapat disimpulkan bahwa pada profil sudu U maupun profil sudu L menunjukkan hasil bahwa nilai offset 10mm menghasilkan daya lebih tinggi dibanding offset 0mm. 4.3 Analisis Pengaruh Jumlah Sudu pada Turbin Savonius 4.3.1. Pengaruh Jumlah Sudu pada Turbin dengan Profil Sudu U Selain nilai offset, variasi turbin vertikal pada penelitian ini juga mengacu kepada pengaruh jumlah sudu pada tiap profil sudu. Variasi jumlah sudu yaitu 2 sudu, 3 sudu, dan 4 sudu. Berikut adalah grafik perbandingan kecepatan angin
51 dengan daya yang dihasilkan oleh masing-masing jumlah sudu pada profil U dengan nilai offset 10mm: Grafik Hubungan Angin dengan Daya Daya (watt) Angin (m/s) Gambar 4.13 Grafik Hubungan Angin dengan Daya pada Turbin Savonius Profil Sudu U Pada gambar 4.13 menunjukkan bahwa dengan meningkatnya kecepatan angin, maka meningkat pula daya yang dihasilkan rotor. Pada 2 sudu mulai berputar pada kecepatan lebih rendah, yaitu pada kecepatan 5,08 m/s daripada sudu 3 dan sudu 4 tanpa diberikan torsi awal. Turbin dengan 3 sudu mulai berputar pada kecepatan angin 7,49 m/s sedangkan turbin dengan 4 sudu mulai berputar pada kecepatan angin paling tinggi yaitu 8,27 m/s. Turbin dengan 2 sudu menunjukkan performa yang terbaik hingga kecepatan angin 15,44 m/s. Setelah kecepatan angin 15,44 m/s turbin 2 sudu mengalami kenaikan yang tidak terlalu signifkan. Sedangkan turbin dengan 3 sudu mampu menanjak secara signifikan seiring penambahan kecepatan angin. Bahkan pada kecepatan 17,37 m/s daya yang dihasilkan hampir menyamai turbin 2 sudu. Walaupun mampu berputar pada kecepatan yang paling tinggi diantara variasi lain, turbin 4 menunjukkan performa yang stabil. Daya yang dihasilkan
52 naik signifikan seiring penambahan kecepatan angin. Pada kecepatan 15,44 m/s turbin 4 sudu mampu menghasilkan daya yang lebih tinggi daripada turbin 3 sudu. Performanya terus menanjak hingga saat kecepatan angin 17,37 m/s daya yang dihasilkan melebihi turbin 2 sudu dan 3 sudu. Dapat disimpulkan bahwa turbin 2 sudu mampu berputar di kecepatan lebih rendah diantara turbin dengan sudu 3 dan 4. Akan tetapi pada kecepatan angin paling tinggi, yaitu 17,37 m/s, turbin dengan 4 sudu menunjukkan performa terbaik dibanding turbin 2 sudu dan 3 sudu. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian sebelumnya, yaitu Zulfikar (2011), dimana pada turbin dengan dua sudu mampu menghasilkan daya pada kecepatan angin lebih rendah daripada turbin tiga sudu. Akan tetapi pada kecepatan angin tinggi turbin tiga sudu menghasilkan daya yang lebih tinggi daripada turbin dua sudu. Turbin dengan dua sudu mempunyai massa yang lebih ringan sehingga mampu mulai berputar pada kecepatan lebih rendah daripada tubin tiga dan empat sudu. Sehingga turbin dengan dua sudu membutuhkan momen awal yang lebih kecil untuk memanfaatkan gaya drag dari angin untuk berputar. Turbin savonius dengan sudu lebih banyak mampu menyerap energi yang lebih besar dari energi fluida. Setiap turbin angin yang memanfaatkan potensi angin dengan gaya hambat memiliki efisiensi yang terbatasi karena kecepatan sudu tidak dapat melebihi kecepatan angin yang melaluinya (Mathew, 2006). Oleh karena itu turbin empat sudu menghasilkan daya yang lebih besar daripada jumlah sudu lain pada kecepatan angin yang tinggi. 4.3.2. Pengaruh Jumlah Sudu pada Turbin dengan Profil Sudu L Pada turbin profil sudu L juga mempunyai variasi yang sama dengan turbin profil sudu U, yaitu jumlah sudu 2, 3, dan 4. Berikut adalah grafik perbandingan kecepatan angin dengan daya yang dihasilkan oleh masing-masing jumlah sudu pada profil U dengan nilai offset 10mm:
53 Grafik Hubungan Angin dengan Daya Daya (watt) Angin (m/s) Gambar 4.14 Grafik Hubungan Angin dengan Daya pada Turbin Savonius Profil Sudu L Pada gambar 4.14 menunjukkan bahwa dengan meningkatnya kecepatan angin, maka meningkat pula daya yang dihasilkan rotor. Pada 2 sudu mulai berputar pada kecepatan lebih rendah, yaitu pada kecepatan 4,71 m/s daripada sudu 3 dan sudu 4 tanpa diberikan torsi awal. Turbin dengan 3 sudu mulai berputar pada kecepatan angin 6,34 m/s sedangkan turbin dengan 4 sudu mulai berputar pada kecepatan angin paling tinggi yaitu 7,86 m/s. Turbin dengan 2 sudu menunjukkan performa yang terbaik hingga kecepatan angin 15,44 m/s. Setelah kecepatan angin 15,44 m/s turbin 2 sudu mengalami kenaikan yang tidak terlalu signifkan. Sedangkan turbin dengan 3 sudu mampu menanjak secara signifikan seiring penambahan kecepatan angin. Bahkan pada kecepatan 17,37 m/s daya yang dihasilkan hampir menyamai turbin 2 sudu. Walaupun mampu berputar pada kecepatan yang paling tinggi diantara variasi lain, turbin 4 menunjukkan performa yang stabil. Daya yang dihasilkan naik signifikan seiring penambahan kecepatan angin. Pada kecepatan 15,44 m/s turbin 4 sudu mampu menghasilkan daya yang lebih tinggi daripada turbin 3 sudu. Performanya terus menanjak hingga saat kecepatan angin 17,37 m/s daya yang dihasilkan melebihi turbin 2 sudu dan 3 sudu. Maka dapat disimpulkan bahwa turbin 2 sudu mampu berputar di kecepatan lebih rendah diantara turbin dengan sudu 3 dan 4. Akan tetapi pada kecepatan
54 angin paling tinggi, yaitu 17,37 m/s, turbin dengan 4 sudu menunjukkan performa terbaik dibanding turbin 2 sudu dan 3 sudu. Turbin dengan dua sudu mempunyai massa yang lebih ringan sehingga mampu mulai berputar pada kecepatan lebih rendah daripada tubin tiga dan empat sudu. Sehingga turbin dengan dua sudu membutuhkan momen awal yang lebih kecil untuk memanfaatkan gaya drag dari angin untuk berputar. Turbin savonius dengan sudu lebih banyak mampu menyerap energi yang lebih besar dari energi fluida. Setiap turbin angin yang memanfaatkan potensi angin dengan gaya hambat memiliki efisiensi yang terbatasi karena kecepatan sudu tidak dapat melebihi kecepatan angin yang melaluinya (Mathew, 2006). Oleh karena itu turbin empat sudu menghasilkan daya yang lebih besar daripada jumlah sudu lain pada kecepatan angin yang tinggi. 4.4 Analisis Pengaruh Profil Sudu pada Turbin Savonius Variasi yang terakhir pada eksperimen ini adalah variasi profil sudu. Profil sudu yang digunakan adalah profil sudu U dan profil sudu L. Kedua variasi mempunyai dimensi tinggi dan diameter endplate yang sama, yaitu tinggi 180 mm dan diameter 200 mm. (a) (b) Gambar 4.15 Profil Sudu U (a), dan Profil Sudu L (b) 4.4.1 Pengaruh Profil Sudu pada Turbin Savonius 2 Sudu Dari hasil eksperimen yang dilakukan pada turbin 2 sudu dengan profil sudu yang berbeda, didapat hasil sebagai berikut:
55 Tabel 4.14 Hasil Pengujian Turbin 2 Sudu dengan Offset 10mm No. Daya Output (watt) Angin Profil U Profil L 1 4.71 m/s 0 0.00014 2 5.08 m/s 0.0012 0.0004 3 7.86 m/s 0.1437 0.0155 4 10.22 m/s 0.8699 0.5223 5 12.67 m/s 2.4212 1.4545 6 15.44 m/s 3.9169 1.9853 7 17.37 m/s 4.4283 2.5324 Grafik Hubungan Angin dengan Daya Daya (watt) Angin (m/s) Gambar 4.16 Grafik Perbandingan Angin dengan Daya pada Turbin Savonius 2 Sudu Dari tabel 4.14 dan gambar 4.16 diketahui bahwa turbin 2 sudu dengan profil L mampu berputar pada kecepatan lebih rendah dibandingkan dengan profil U. Profil L 2 Sudu mulai berputar pada kecepatan 4,71 m/s sedangkan profil U 2 sudu mulai berputar pada kecepatan 5,08 m/s. Hal ini disebabkan lengkungan kecil diujung sudu mampu menangkap energi angin dan langsung menransfer energi pada bilah lurus (Soelaiman, 2006). Sehingga proses penyerapan energi angin pada sudu L lebih cepat daripada sudu dengan profil U.
56 (a) (b) Gambar 4.17 Visualisasi Aliran Turbin Profil U 2 Sudu (a), dan Turbin Profil L 2 Sudu (b) Walaupun profil L mulai berputar pada kecepatan lebih rendah, akan tetapi profil L menghasilkan daya yang lebih rendah dibanding profil U. Fenomena ini disebabkan sisi cekung turbin U mampu menyerap energi lebih besar daripada bilah lurus pada turbin L (Soelaiman, 2006). Pada gambar 4.17 dapat dilihat bahwa pada sudu U pusat energi terjadi di bilah cekung sedangkan sudu L pada bilah lurus, maka turbin U mampu menghasilkan daya yang lebih besar. 4.4.2 Pengaruh Profil Sudu pada Turbin Savonius 3 Sudu Dari hasil eksperimen yang dilakukan pada turbin 3 sudu dengan profil sudu yang berbeda, didapat hasil sebagai berikut: Tabel 4.15 Hasil Pengujian Turbin 3 Sudu dengan Offset 10mm No. Angin Daya Output (watt) (m/s) Profil U Profil L 1 5.08 0 0 2 6.34 0 0.0015 3 7.49 0.0067 0.0037 4 7.86 0.0173 0.0063 5 10.22 0.4028 0.3438 6 12.67 1.0929 0.9095 7 15.44 3.153 1.9201 8 17.37 4.1318 2.4639
57 Grafik Hubungan Angin dengan Daya Daya (watt) Angin (m/s) Gambar 4.18 Grafik Hubungan Angin dengan Daya pada Turbin Savonius 3 Sudu Dari tabel 4.15 dan gambar 4.18 diketahui bahwa turbin 3 sudu dengan profil L mampu berputar pada kecepatan lebih rendah dibandingkan dengan profil U. Profil L 3 Sudu mulai berputar pada kecepatan 6,34 m/s sedangkan profil U 3 sudu mulai berputar pada kecepatan 7,49 m/s. Hal ini disebabkan lengkungan kecil diujung sudu mampu menangkap energi angin dan langsung menransfer energi pada bilah lurus (Soelaiman, 2006). Sehingga proses penyerapan energi angin pada sudu L lebih cepat daripada sudu dengan profil U. (a) (b) Gambar 4.19 Visualisasi Aliran Turbin Profil U 3 Sudu (a), dan Turbin Profil L 3 Sudu (b)
58 Walaupun profil L mulai berputar pada kecepatan lebih rendah, akan tetapi profil L menghasilkan daya yang lebih rendah dibanding profil U. Fenomena ini disebabkan sisi cekung turbin U mampu menyerap energi lebih besar daripada bilah lurus pada turbin L (Soelaiman, 2006). Dapat dilihat pada gambar 4.19 bahwa pada sudu U pusat energi terjadi di bilah cekung sedangkan sudu L pada bilah lurus, maka turbin U mampu menghasilkan daya yang lebih besar. 4.4.3 Pengaruh Profil Sudu pada Turbin Savonius 4 Sudu Dari hasil eksperimen yang dilakukan pada turbin 4 sudu dengan profil sudu yang berbeda, didapat hasil sebagai berikut: Tabel 4.16 Hasil Pengujian Turbin 4 Sudu dengan Offset 10mm No. Angin Daya Output (watt) (m/s) Profil U Profil L 1 5.08 0 0 2 7.86 0 0.0005 3 8.27 0.0087 0.0079 4 10.22 0.1211 0.1127 5 12.67 0.8287 0.8058 6 15.44 3.2436 2.89 7 17.37 5.6185 4.102 Grafik Hubungan Angin dengan Daya Daya (watt) Angin (m/s) Gambar 4.20 Grafik Hubungan Angin dengan Daya pada Turbin Savonius 4 Sudu
59 Dari tabel 4.16 dan gambar 4.20 diketahui bahwa turbin 4 sudu dengan profil L mampu berputar pada kecepatan lebih rendah dibandingkan dengan profil U. Profil L 4 Sudu mulai berputar pada kecepatan 6,34 m/s sedangkan profil U 4 sudu mulai berputar pada kecepatan 7,49 m/s. Hal ini disebabkan lengkungan kecil diujung sudu mampu menangkap energi angin dan langsung menransfer energi pada bilah lurus (Soelaiman, 2006). Sehingga proses penyerapan energi angin pada sudu L lebih cepat daripada sudu dengan profil U. (a) (b) Gambar 4.21 Visualisasi Aliran Turbin Profil U 4 Sudu (a), dan Turbin Profil L 4 Sudu (b) Walaupun profil L mulai berputar pada kecepatan lebih rendah, akan tetapi profil L menghasilkan daya yang lebih rendah dibanding profil U. Fenomena ini disebabkan sisi cekung turbin U mampu menyerap energi lebih besar daripada bilah lurus pada turbin L (Soelaiman, 2006). Dapat dilihat pada gambar 4.21 bahwa pada sudu U pusat energi terjadi di bilah cekung sedangkan sudu L pada bilah lurus, maka turbin U mampu menghasilkan daya yang lebih besar. 4.5 Analisis Power Coefficient dan Tip Speed Ratio 4.5.1. Power Coefficient Perbandingan antara daya keluaran rotor terhadap daya total yang melalui penampang rotor disebut koefisien daya (cp). Dirumuskan dengan : (19) dimana: cp = Koefisien daya (power coefficient)
60 P = Daya mekanik yang dihasilkan rotor (Watt) P 0 = Daya mekanik total yang terkandung dalam angin yang melalui A (Watt) Nilai P dihasilkan dari daya output yang dihasilkan oleh rotor atau disebut daya aktual, sedangkan P 0 adalah daya ideal yang terkandung dalam angin. Rumus dari P0 adalah sebagai berikut: (15) Dimana: P O = daya ideal (watt) = kerapatan massa fluida (kg/m 3 ) v = kecepatan aliran (m/s) A = luas aliran potongan melintang (m 2 ) Dengan nilai A= 0.036 m 2 dan udara dalam suhu ruang (27 0 C) adalah 1,2 kg/m 3, maka nilai koefisien daya (cp) pada masing-masing variasi turbin dituangkan dalam grafik berikut ini: Grafik Hubungan Angin dengan Koefisien Daya Koefisien Daya (cp) Angin (m/s) Gambar 4.22 Grafik Hubungan Angin dengan Koefisien Daya pada Turbin Savonius Profil U
61 Grafik Hubungan Angin dengan Koefisien Daya Koefisien Daya (cp) Angin (m/s) Gambar 4.23 Grafik Hubungan Angin dengan Koefisien Daya pada Turbin Profil L 4.5.2. Tip Speed Ratio Tip speed ratio adalah rasio kecepatan ujung rotor terhadap kecepatan angin bebas. Untuk kecepatan angin nominal yang tertentu, tip speed ratio akan berpengaruh pada kecepatan putar rotor. Tip speed ratio dihitung dengan persamaan: (21) dengan: tip speed ratio D = diameter rotor (m) n = putaran rotor (rpm) v = kecepatan angin (m/s) Dengan diameter rotor 0,2 m pada tiap rotor dan kecepatan angin yang telah ditentukan pada tabel 4.1, maka tip speed ratio dari turbin savonius pada penelitian ini ditunjukkan pada gambar berikut:
62 Grafik Hubungan Angin dengan TSR TSR Angin (m/s) Gambar 4.24 Hubungan Angin dengan Tip Speed Ratio pada Turbin Savonius Profil Sudu U Grafik Hubungan Angin dengan TSR TSR Angin (m/s) Gambar 4.25 Hubungan Angin dengan Tip Speed Ratio pada Turbin Profil Sudu L 4.5.3. Perbandingan Tip Speed Ratio dengan Power Coefficient Dari hasil olah data tip speed ratio dan koefisien daya yang telah dilakukan, maka didapatkan hasil sebagai berikut:
63 Grafik Hubungan TSR dengan CP Koefisien Daya (CP) (%) Tip Speed Ratio ( ) Gambar 4.26 Hubungan Tip Speed Ratio ( dengan Koefisien Daya (cp) pada Turbin Profil U 2 Sudu Offset 10mm Grafik Hubungan TSR dengan CP Koefisien Daya (CP) (%) Tip Speed Ratio ( ) Gambar 4.27 Hubungan Tip Speed Ratio ( dengan Koefisien Daya (cp) pada Turbin Profil U 3 Sudu Offset 10mm
64 Grafik Hubungan TSR dengan CP Koefisien Daya (CP) (%) Tip Speed Ratio ( ) Gambar 4.28 Hubungan Tip Speed Ratio ( dengan Koefisien Daya (cp) pada Turbin Profil U 4 Sudu Offset 10mm Grafik Hubungan TSR dengan CP Koefisien Daya (CP) (%) Tip Speed Ratio ( ) Gambar 4.29 Hubungan Tip Speed Ratio ( dengan Koefisien Daya (cp) pada Turbin Profil L 2 Sudu Offset 10mm
65 Grafik Hubungan TSR dengan CP Koefisien Daya (CP) (%) Tip Speed Ratio ( ) Gambar 4.30 Hubungan Tip Speed Ratio ( dengan Koefisien Daya (cp) pada Turbin Profil L 3 Sudu Offset 10mm Grafik Hubungan TSR dengan CP Koefisien Daya (CP) (%) Tip Speed Ratio ( ) Gambar 4.31 Hubungan Tip Speed Ratio ( dengan Koefisien Daya (cp) pada Turbin Profil L 4 Sudu Offset 10mm
66 Pada grafik 4.26 hingga 4.31 menunjukkan hubungan nilai tip speed ratio dengan koefisien daya pada masing-masing rotor. Pada variasi sudu 2 dan 3 profil sudu U maupun L telah menunjukkan trend yang sama dengan teori Eric Hau (2006). Terjadi kenaikan nilai koefisien daya seiring dengan kenaikan nilai tip speed ratio hingga menemui titik puncak, dan setelah puncak terjadi penurunan nilai koefisien daya terhadai TSR. Penurunan disebabkan berhentinya nilai daya aktual yang dihasilkan oleh turbin, akan tetapi daya ideal terus mengalami kenaikan. Perbedaan terletak pada sudu 4 profil U dan L, dimana terus terjadi kenaikan CP seiring kenaikan TSR. Fenomena ini dikarenakan pada sudu 4 belum menemukan performa koefisien daya maksimal. Artinya diperlukan penambahan variasi kecepatan angin agar trend yang dihasilkan sama dengan teori dari Eric Hau (2006). Akan tetapi hal tersebut tidak bisa dilakukan mengingat keterbatasan kecepatan angin yang bisa dihasilkan fan. 4.6 Hubungan Beban dan Daya Generator Untuk mengetahui daya yang dihasilkan oleh turbin, digunakan generator AC yang dikonversi menjadi DC. Pada pengujian tidak dilakukan pembebanan pada generator, maka untuk mengetahui pengaruh beban pada kinerja generator dapat dilihat pada grafik berikut: Grafik Hubungan Beban-Daya Daya (watt) Beban (watt) Gambar 4.32 Hubungan Beban dengan Daya pada Generator
67 Pada gambar 4.32 menunjukkan terjadinya kenaikan daya seiring dengan penambahan beban. Hasil tersebut didapatkan dari pengujian turbin profil U dua sudu dengan offset 10 mm. Beban menggunakan LED red clear dengan spesifikasi tegangan maju 2 volt dan arus maju 20 ma. Pengujian dilakukan dengan penambahan LED secara berkala, yaitu satu LED hingga 5 LED. 4.7 Analisis Keserupaan dan Modelling Analisis kenyamanan dan aerodinamika pada bodi kendaraan roda empat serta uji performance dari aerofoil pesawat terbang menggunakan wind tunnel dengan ukuran laboratorium yang menggunakan model yang juga mini (skala laboratorium). Untuk mengukur performa suatu model pada keadaan aktual, diperlukan scale down obyek penelitian dengan parameter tertentu. Dalam ekperimen ini, penulis menggunakan analisis non-dimensional untuk menilai keserupaan dinamik dengan bilangan reynold sebagai acuan. Dengan rumus reynold: Re = = (16) dimana: Re= bilangan Reynolds (tak berdimensi) v = kecepatan aliran (m/s) D = diameter pipa (m) kerapatan massa fluida (kg/m 3 ) = kekentalan mutlak (Pa.s) v= = kekentalan kinematik fluida (m 2 /s) Untuk saluran tidak bundar, diameter pipa diganti dengan diameter hidraulik ( D h) (Olson, 1993), D h= (17) dimana: D h = diameter hidraulik A = luas potongan aliran melintang (m 2 ) P = perimeter (keliling lingkaran) (m)
68 Jika nilai dan udara adalah variabel tetap dan bernilai konstan, maka nilai kecepatan angin dan diameter turbin menjadi variabel bebas untuk mengetahui performa turbin pada skala yang lebih besar. Berikut adalah contoh kalkulasi dari analisis non-dimensional: Jika ditinjau pada tabel 4.2, dapat dilihat performa turbin 2 sudu profil U adalah 4,43 watt pada kecepatan angin 17,4 m/s. Jika ingin mendapatkan daya output yang sama dengan kecepatan angin 1,74 m/s adalah sebagai berikut: Re model = Re v model x D model x = v x D x vm x Dm = v x D (17,4 m/s) x (0,2 m) = (1,74 m/s) x D D = 2 m Artinya, jika ingin mendapat output daya dengan kecepatan angin 1,74 m/s diperlukan turbin dengan model yang sama berdiameter 2 meter.