BAB II LANDASAN TEORI. membiarkan bayi kontak kulit dengan kulit ibunya setidaknya selama. berakhir menurut Roesli (2012) dalam Fikawati dkk (2015).

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dini adalah bayi mulai menyusu sendiri segera setelah lahir. Sebenarnya bayi manusia

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. mulai menyusu sendiri segera setelah lahir. Asalkan dibiarkan kontak kulit bayi dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. puerperium dimulai sejak dua jam setelah lahirnya plasenta sampai dengan enam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. akibat kontraksi otot-otot polos uterus. Intensitas kontraksi uterus meningkat secara

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan satu-satunya yang paling sempurna

PEMBERLAKUAN PEDOMAN PELAYANAN ASI EKSKLUSIF DAN INISIASI MENYUSUI DINI (IMD) DI RUMAH SAKIT BERSALIN (RSB) ASIH DIREKTUR RUMAH SAKIT BERSALIN ASIH,

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 2, Oktober 2015 ISSN HUBUNGAN INISIASI MENYUSU DINI (IMD) DENGAN WAKTU PENGELUARAN KOLOSTRUM

BAB 1 PENDAHULUAN. terbaik dan termurah yang diberikan ibu kepada bayinya, dimana pemberian ASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V PEMBAHASAN. A. Tinggi Fundus Uteri Awal pada Kelompok Eksperimen dan Kelompok

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Bayi baru lahir memiliki hak untuk segera menyusu dini dengan membiarkan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional salah satu tujuannya yaitu membangun sumber

AKPER HKBP BALIGE. Carolina M Simanjuntak, S.Kep, Ns

BAB 2. Tinjauan Pustaka. letak plasenta sebagai berikut: 1) bentuk oval atau bundar, 2) Ukuran cm,

PENGARUH INISIASI MENYUSU DINI TERHADAP KECEPATAN PENURUNAN TINGGI FUNDUS UTERI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Referat Fisiologi Nifas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebabkan berkurangnya ukuran uterus, involusi puerperium dibatasi

BAB 1 : PENDAHULUAN. kontasepsi, asupan nutrisi. Perawatan payudara setelah persalinan (1-2) hari, dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

PENGARUH MOBILISASI DINI TERHADAP PENURUNAN TINGGI FUNDUS UTERI PADA IBU POST PARTUM SPONTAN DI RSUD TUGUREJO SEMARANG

Asuhan Keperawatan Ibu Post Partum. Niken Andalasari

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. IBU Surakarta, yang dikumpulkan pada tanggal November 2013,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Masa nifas (puerperium), berasal dari bahasa latin, yaitu puer yang artinya bayi

BAB I PENDAHULUAN UKDW kelahiran hidup (World Health Organization, 2012). perubahan pada tahun 2012 (Dinkes Jawa Tengah, 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dimulai sejak 2 jam setelah lahirnya plasenta sampai dengan 6 minggu (42 hari)

BAB I PENDAHULUAN. dan kembalinya organ reproduksi wanita pada kondisi tidak hamil. Wanita

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berjenis kelamin pria. Seorang pria biasanya menikah dengan seorang wanita

LEMBAR PERSETUJUAN PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Perilaku manusia adalah aktivitas yang timbul karena adanya stimulus dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Dinamika Kebidanan vol. 1 no.2 Agustus 2011 EFEKTIFITAS MENYUSUI PADA PROSES INVOLUSIO UTERI IBU POST PARTUM 0-10 HARI DI BPS KOTA SEMARANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HUBUNGAN INISIASI MENYUSU DINI DENGAN KECEPATAN KELUARNYA ASI PADA IBU POST PARTUM DI BPS FIRDA TUBAN

ASUHAN BAYI BARU LAHIR DAN NEONATUS

BAB I PENDAHULUAN. sampai pada rakyat jelata, bahkan dasar utama terletak pada kaum wanita, yaitu

Carolina M Simanjuntak, S.Kep, Ns AKPER HKBP BALIGE

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU BERSALIN DENGAN PELAKSANAAN INISIASI MENYUSUI DINI DIKAMAR BERSALIN PUSKESMAS PUTRI AYU KOTA JAMBI TAHUN 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut laporan WHO (2014) angka kematian ibu di Indonesia menduduki

PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU DINI DENGAN KEBERHASILAN MENYUSUI BAYI DI BPM APRI OGAN ILIR

BAB 1 PENDAHULUAN. yang paling mahal sekalipun (Yuliarti, 2010). ASI eksklusif merupakan satu-satunya

II. DEFINISI INVOLUSI UTERI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Inisaiasi Menyusu Dini (IMD) merupakan proses satu jam pertama pasca bayi

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia tercatat angka kematian bayi masih sangat tinggi yaitu 2%

BAB I PENDAHULUAN. melihat derajat kesehatan perempuan. Salah satu target yang ditentukan

PENDAHULUAN. Dwi Rukma Santi STIKES NU TUBAN ABSTRAK

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENURUNAN TINGGI FUNDUS UTERI PADA POST PARTUM DI RUMAH SAKIT UMUM dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH

BAB I PENDAHULUAN. parameter utama kesehatan anak. Hal ini sejalan dengan salah satu. (AKB) dinegara tetangga Malaysia berhasil mencapai 10 per 1000

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Melahirkan merupakan pengalaman menegangkan, tetapi sekaligus

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Inisiasi Menyusui Dini. bayi dan kulit ibu. Bayi dibiarkan mencari puting susu ibu, setelah puting

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karakteristik ibu menyusui, teknik menyusui dan waktu menyusui. Menurut WHO/UNICEF Tahun 2004 menyusui adalah suatu cara yang

HUBUNGAN INISIASI MENYUSU DINI DENGAN INVOLUSI UTERUS IBU POST PARTUM NORMAL HARI KE 7

BAB I PENDAHULUAN. Secara global angka pemberian ASI eksklusif pada bayi 0-6 bulan masih

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH PIJAT OKSITOSIN TERHADAP PROSES INVOLUSI UTERUS THE EFFECT OF OXYTOCIN MASSAGE TO INVOLUTION UTERINE PROCESS

BAB 1 PENDAHULUAN. pemberian (ASI) masih jauh dari yang diharapkan. Menurut Survei Demografi

Umur : tahun Pendidikan: 1. SD Pekerjaan: 1. IRT tahun 2.SMP 2.PNS tahun

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1

BAB I PENDAHULUAN. pada saat janin masih dalam kandungan dan awal masa pertumbuhannya. menghadapi tantangan globalisasi (Depkes, 2010).

1. ASUHAN IBU SELAMA MASA NIFAS

HUBUNGAN INISIASI MENYUSU DINI DENGAN PRODUKSI ASI PADA IBU MENYUSUI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS NANGGALO PADANG

GIZI SEIMBANG IBU MENYUSUI. RINA HASNIYATI, SKM, M.Kes

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Inisiasi Menyusu Dini (IMD) atau early initiation adalah permulaan menyusu

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang mengalami puerperium disebut puerperal. Periode pemulihan pascapartum

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk menyusu sendiri pada ibu dalam satu jam pertama kelahirannya

EFEKTIVITAS ANTARA SENAM NIFAS VERSI A DAN SENAM NIFAS VERSI N TERHADAP KELANCARAN INVOLUSIO UTERI DI PUSKESMAS BINUANG TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. kematian ibu maupun perinatal (Manuaba 2010:109). Perlunya asuhan

MATERI KELAS IBU HAMIL PERTEMUAN KEDUA

PERAWATAN NEONATAL ESENSIAL PADA SAAT LAHIR

BAB II TINJAUAN KASUS. menyusu sendiri pada ibu dalam satu jam pertama kelahirannya (Roesli,

PERANAN MOBILISASI DINI TERHADAP PROSES INVOLUSI PADA IBU POST PARTUM (Studi di Polindes Rabiyan Puskesmas Bunten Barat Kabupaten Sampang)

ASUHAN IBU POST PARTUM DI RUMAH

III.Materi penyuluhan a. Pengertian nifas b. Tujuan perawatan nifas c. Hal-hal yang perlu diperhatikan masa nifas d. Perawatan masa nifas

BAB V PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

SERI BACAAN ORANG TUA. Faktor. Yang Mempengaruhi Pertumbuhan & Perkembangan Janin. Milik Negara Tidak Diperjualbelikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MANFAAT ASI BAGI BAYI

BAB 1 PENDAHULUAN. pencapaian target Millenium Development Goals (MDGs) Di negara

BAB IV PEMBAHASAN DAN SIMPULAN. untuk meningkatkan produksi ASI pada ibu post sectio caesarea pada kasus Ny.S

SATUAN ACARA PENYULUHAN ASI EKSKLUSIF

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2015 GAMBARAN BENDUNGAN ASI BERDASARKAN KARAKTERISTIK PADA IBU NIFAS DENGAN SEKSIO SESAREA DI RUMAH SAKIT UMUM TINGKAT IV SARININGSIH BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. AKB tahun 2007 yaitu 34 per KH, dengan target tahun 2015 sebesar 23 per

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. pada ibu primipara. Masalah-masalah menyusui yang sering terjadi adalah puting

KOMPLIKASI PADA IBU HAMIL, BERSALIN, DAN NIFAS. Ante Partum : keguguran, plasenta previa, solusio Plasenta

BAB IV PEMBAHASAN. Pada bab ini berisi pembahasan asuhan kebidanan pada Ny.S di

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan generasi yang sehat, cerdas, dan taqwa merupakan tanggung

Universitas Indonesia

Gambaran Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Inisiasi Menyusu Dini di BPS Hj. Umah Kec. Cidadap Kel. Ciumbuleuit Kota Bandung

PERBEDAAN EFEKTIVITAS PIJAT OKSITOSIN DAN RELAKSASI HYPNOBIRTHING TERHADAP INVOLUSI UTERUS PADA IBU POST PARTUM DI PUSKESMAS RAWALO PADA TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. lebih selama tahun kedua. ASI juga menyediakan perlindungan terhadap

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Inisiasi Menyusu Dini (IMD) a. Definisi IMD IMD atau early initiation of breastfeeding adalah proses menyusu yang dimulai secepatnya segera setelah lahir. IMD dilakukan dengan cara membiarkan bayi kontak kulit dengan kulit ibunya setidaknya selama satu jam pertama setelah lahir atau hingga proses menyusu awal berakhir menurut Roesli (2012) dalam Fikawati dkk (2015). b. Fisiologi Laktasi Produksi ASI bergantung pada kerja hormon dan refleks menyusui. Selama kehamilan terjadi perubahan pada hormon yang berfungsi mempersiapkan jaringan kelenjar susu untuk memproduksi ASI. Segera setelah melahirkan, bahkan dimulai sejak usia kehamilan 6 bulan, terjadi perubahan hormonal yang menyebabkan payudara mulai memproduksi ASI. Saat hamil, terjadi pelepasan hormon estrogen dan progesteron oleh korpus luteum yang merangsang adenohypophysis untuk meningkatkan sintesis dan pelepasan prolaktin ke peredaran darah. korpus luteum juga melepaskan hormon human placental lactogen (HPL), human chorionic gonadotropin (HCG). Hormon 6

7 Prolaktin, HCG, HPL, estrogen, progesteron ditambah dengan hormon insulin, kortisol, tiroid, paratiroid, dan hormon pertumbuhan memengaruhi pembentukan duktus, lobulus, serta alveolus payudara. HPL, estrogen, progesteron juga merangsang hipotalasmus yang menskresi prolacting inhibitory factor (PIF) sehingga akan menghambat kerja adenohypophysis. Setelah melahirkan, prolaktin disekresi oleh adenohypophysis. Oksitosin dilepas oleh neurohypophysis karena adanya isapan dari bayi. Bekerjanya kedua hormon ini dibantu oleh hormon insulin, kortisol, tiroid, paratiroid, dan hormon pertumbuhan (merupakan hormon penunjang metabolik). 1) Refleks Menyusui Selain karena kerja hormon, produksi ASI juga ditentukan oleh refleks akibat isapan bayi. Isapan bayi mengakibatkan terjadinya dua refleks yang menyebabkan ASI keluar pada saat dan jumlah yang tepat. Kedua refleks tersebut adalah refleks produksi ASI atau refleks prolaktin yang dirangsang oleh hormon prolaktin dan refleks pengaliran/pelepasan ASI (let down reflex) yang dipengaruhi oleh hormon oksitosin. 2) Refles Prolaktin Refleks produksi ASI atau refleks prolaktin adalah proses yang terjadi dari perangsangan payudara sampai pembuahan ASI.

8 Hormon yang berperan dalam proses ini adalah hormon prolaktin yang dihasilkan oleh kelenjar hipofisa bagian depan yang berada di dasar otak. Hormon prolaktin berperan dalam produksi ASI di tingkat alveolus. Hormon prolaktin akan merangsang kelenjar payudara untuk memproduksi ASI yang tersimpan di dalam alveolus, prolaktin akan dihasilkan jika terjadi pengosongan ASI dalam payudara ibu. Isapan bayi akan merangsang ujung saraf di sekitar payudara, dan saraf ini akan membawa pesan ke bagian depan kelenjar hipofisa untuk memproduksi prolaktin. Prolaktin kemudian dialirkan oleh darah ke kelenjar payudara untuk merangsang pembuatan ASI. Semakin sering bayi menghisap atau ASI dikeluarkan dengan pompa, ASI akan semakin banyak diproduksi. Sebaliknya, bila bayi berhenti mengisap atau sama sekali tidak pernah memulainya maka payudara akan berhenti memproduksi ASI. 3) Refleks Oksitosin Hormon oksitosin berasal dari bagian belakang (posterior) kelenjar hipofisa. Seperti halnya prolaktin, oksitosin juga dihasilkan bila ujung saraf sekitar payudara dirangsang oleh isapan. Bayi tidak akan mendapatkan ASI yang cukup bila hanya mengandalkan refleks prolaktin saja. Kedua refleks harus berjalan

9 seimbang. Refleks oksitosin merupakan refleks pengeluaran ASI yang sifatnya lebih rumit dibanding refleks prolaktin. Pada saat menyusui, hormon oksitosin akan memacu kontraksi otot polos pada dinding alveolus dan dinding saluran/duktus sehingga ASI bisa mengalir keluar dan membantu terjadinya pengerutan rahim. Sekresi oksitosin sangat dipengaruhi oleh suasana emosi ibu. Pikiran dan perasaan ibu akan sangat memengaruhi refleks ini. Terdapat beberapa hal yang dapat meningkatkan pengeluaran ASI, yaitu bila ibu melihat bayi, memikirkan bayinya menangis, mencium bayi, atau ibu dalam keadaan tenang. Pijatan di bagian punggung ibu yang membuat ibu rileks juga dapat merangsang pengeluaran oksitosin. Sementara itu, hal yang dapat menghambatnya adalah pikiran negatif seperti ibu yang sedang bingung atau pikirannya sedang kacau, khawatir atau ASI yang dikeluarkannya tidak cukup, merasakan kesakitan terutama saat menyusui, juga saat ibu merasa sedih, cemas, marah, dan malu menyusui (Fikawati dkk, 2015).

10 Proses fisiologi laktasi akan dijelaskan oleh gambar dibawah ini: Gambar 2.1 Refleks Prolaktin dan Refleks Oksitosin Sumber : Depkes RI, 2007 c. Manfaat IMD Banyak manfaat dari IMD, diantaranya adalah: 1) Mencegah terjadinya hipotermia Hal ini terjadi karena bayi mendapatkan kehangatan melalui kontak kulit ibu dan bayi. Christensson et al. (1992) dalam Fikawati dkk tahun 2015 membandingkan temperatur bayi yang tetap melakukan kontak kulit dengan ibunya pada posisi breast crawl dengan bayi yang tinggal di ruangan beberapa jam setelah lahir. Hasil penelitian tersebut mengungkapkan bahwa bayi yang melakukan kontak kulit dengan ibu pada posisi breast crawl memiliki temperatur lebih baik. Hal ini karena suhu badan ibu menjadi sumber kehangatan bagi bayi.

11 2) Kunci keberhasilan ASI eksklusif Bayi dapat memiliki kemampuan menyusu yang efektif dan lebih cepat, sehingga memiliki kesempatan yang lebih besar untuk sukses menyusui. Berbagai penelitian mengungkapkan bahwa IMD merupakan salah satu kunci keberhasilan ASI eksklusif. Penelitian Fikawati dan Syafiq (2003) dalam Fikawati dkk tahun 2012 di 8 kabupaten di Jawa Barat dan Jawa Timur menunjukkan bahwa ibu yang menyusui segera setelah lahir (kurang dari 1 jam) akan 2-8 kali lebih berhasil untuk memberikan ASI eksklusif selama 4 bulan dibandingkan dengan ibu yang tidak menyusui segera. 3) Menurunkan risiko kematian balita di negara berkembang Risiko kematian balita menjadi berkurang karena terjadi penurunan risiko bayi untuk mengalami infeksi. Dengan melakukan IMD bayi akan mendapatkan kolostrum lebih cepat. Kolostrum mengandung antibodi yang sangat bermanfaat untuk mencegah infeksi, selain itu koloni flora bakteri baik saat kontak kulit juga dapat mencegah terjadinya infeksi. 4) Mencegah terjadinya hipoglikemia dan membantu dalam pengaturan parameter biokimia lainnya saat beberapa jam pertama setelah lahir. ASI mengandung zat gizi yang dibutuhkan bayi. Konsumsi ASI pada beberapa jam setelah lahir dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi dan mencegah bayi dari hipoglikemia.

12 5) Memindahkan bakteri dari kulit ibu ke dirinya. Pada saat skin to skin contact bayi akan menjilat kulit ibu kemudian menelan bakteri yang ada pada kulit ibu. Bakteri akan berkoloni usus bayi menyaingi bakteri ganas dari lingkungan sehingga membentuk kekebalan tubuh bayi lebih optimal menurut Hanson (2004) dalam Fikawati, dkk tahun 2015. 6) Mempererat ikatan batin antara ibu dengan bayi. Pada proses IMD bayi diletakkan di dada ibu sehingga terjadi skin to skin contact, saat itu ibu dapat melihat langsung bayinya yang merangkak menuju payudara ibu. Kontak kulit ke kulit ibu dan bayi pada jam pertama setelah lahir dapat membuat ikatan antara ibu dan bayi dan mencegah terjadinya gagal tumbuh pada bayi. Saat proses IMD ibu akan merasa rileks melihat bayinya baru lahir menyusu kepadanya. Tubuh ibu kemudian akan memproduksi hormon oksitosin yang berperan pada letdown reflex ibu. 7) Kontraksi uterus lebih baik. Isapan bayi pada puting susu ibu akan merangsang pengeluaran hormon oksitosin yang akan membantu pengerutan rahim, mempercepat pengeluaran plasenta, mengurangi risiko perdarahan postpartum dan mencegah anemia menurut Sobhy dan Mohame (2004) dalam Fikawati tahun 2015.

13 d. Breast Crawl Breast crawl merupakan kemampuan yang dimiliki setiap bayi untuk merangkak dan menemukan payudara ibunya sendiri dan menentukan kapan pertama kali menyusu dari ibunya. Breast crawl merupakan teknik IMD. Ketika bayi diletakkan di dada ibu pada awalnya terjadi proses mengisap, gerakan menarik puting ibu selama 35-50 menit. Bayi dapat menemukan puting payudara ibu dengan bantuan indra penciuman, penglihatan, dan perasa, selain itu suara dan sentuhan akan membantu proses ini menurut Widstrom et al. 1987; Righard, 1990; Varendi, Porter, Winberg, 1994 dan 1996). Selama proses menyusu pertama, bayi akan belajar mengkoordinasikan antara isapan, menelan, dan bernafas, terkadang bayi sudah bisa mendapatkan kolostrum. Menurut World Health Organization (WHO) (2007) IMD dilakukan segera setelah lahir, dengan interval waktu maksimum diletakkannya bayi ke dada ibu setelah kelahiran adalah 5 menit. Masa lima menit pertama setelah kelahiran bayi dianggap sebagai waktu yang paling menandakan bahwa bayi tersebut sedang berada dalam kondisi alert atau aktif. Apabila proses awal menyusu ini ditunda maka bayi akan kehilangan keinginan untuk menyusu.

14 e. Faktor-faktor pendukung IMD Kesiapan fisik dan psikologi ibu yang sudah dipersiapkan sejak awal kehamilan: 1) Informasi yang diperoleh ibu mengenai inisiasi menyusu dini. 2) Tempat Bersalin dan Tenaga Kesehatan. (Yuliarti, 2010). f. Tahapan dalam melakukan IMD Berikut ini adalah tata cara pelaksanaan IMD yang dipublikasikan oleh Kemeterian Kesehatan RI (2010) dalam Fikawati dkk tahun 2015, yaitu: Langkah 1: setelah kelahiran, lakukan penilaian pada bayi dan keringkan: 1) Saat bayi lahir, catat waktu kelahiran. 2) Sambil meletakkan bayi di perut bawah ibu lakukan penilaian apakah bayi perlu resusitasi atau tidak. 3) Jika bayi stabil tidak memerlukan resusitasi, keringkan tubuh bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya dengan lembut tanpa menghilangkan verniks. Verniks akan membantu menyamankan dan menghangatkan bayi. Setelah dikeringkan, selimuti bayi dengan kain kering untuk menunggu 2 menit sebelum tali pusat di-klem.

15 4) Hindari mengeringkan punggung tangan bayi. Bau cairan amnion pada tangan bayi membantu bayi mencari puting ibunya yang berbau sama. 5) Periksa uterus untuk memastikan tidak ada lagi bayi dalam uterus (hamil tunggal) kemudian suntikkan oksitosin 10 UI intra muskular pada ibu. Langkah 2: lakukan kontak kulit ibu dengan kulit bayi selama paling sedikit satu jam: 1) Setelah tali pusat dipotong dan diikat, letakkan bayi tengkurap di dada ibu. Luruskan bahu bayi sehingga bayi menempel di dada ibu. Kepala bayi harus berada di antara payudara ibu tapi lebih rendah dari puting. 2) Selimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan pasang topi di kepala bayi. 3) Lakukan kontak kulit bayi ke kulit ibu di dada ibu paling sedikit satu jam. Mintalah ibu untuk memeluk dan membelai bayinya. Jika perlu letakkan bantal di bawah kepala ibu untuk mempermudah kontak visual antara ibu dan bayi. Hindari membersihkan payudara ibu. 4) Selama kontak kulit bayi ke kulit ibu tersebut, lakukan manajemen aktif, yaitu penatalaksanaan secara aktif seperti pengeluaran aktif plasenta untuk membantu menghindarkan terjadinya perdarahan pasca persalinan.

16 Langkah 3: Biarkan bayi mencari dan menemukan puting ibu dan mulai menyusu: 1) Biarkan bayi mencari, menemukan puting dan mulai menyusu. 2) Anjurkan ibu dan orang lainnya untuk tidak menginterupsi menyusu misalnya memindahkan bayi dari satu payudara ke payudara lainnya. Menyusu pertama biasanya langsung sekitar 10-15 menit. Bayi cukup menyusu dari satu payudara. Sebagian besar bayi akan berhasil menemukan puting ibu dalam waktu 30-60 menit tapi tetap biarkan kontak kulit bayi dan ibu setidaknya 1 jam walaupun bayi sudah menemukan puting kurang dari 1 jam. 3) Menunda semua asuhan bayi baru lahir normal lainnya hingga bayi selesai menyusu setidaknya 1 jam atau lebih bila bayi baru menemukan puting setelah 1 jam. 4) Bila bayi harus dipindah dari kamar bersalin sebelum 1 jam atau sebelum bayi menyusu, usahakan ibu dan bayi dipindah bersama dengan mempertahankan kontak kulit ibu dan bayi. 5) Jika bayi belum menemukan puting ibu-imd dalam waktu 1 jam, posisikan bayi lebih dekat dengan puting ibu dan biarkan kontak kulit dengan kulit selama 30-60 menit berikutnya. 6) Jika bayi masih belum melakukan IMD dalam waktu 2 jam, pindahkan ibu ke ruang pemulihan dengan bayi tetap di dada ibu. Lanjutkan asuhan perawatan neonatal esensial lainnya (menimbang,

17 pemberian vitamin K1, salep mata) dan kemudian kembalikan bayi kepada ibu untuk menyusu. 7) Kenakan pakaian pada bayi atau tetap diselimuti untuk menjaga kehangatannya. Tetap tutupi kepala bayi dengan topi selama beberapa hari pertama. Bila suatu saat kaki bayi terasa dingin saat disentuh, buka pakaiannya kemudian telungkupkan kembali di dada ibu dan selimuti keduanya sampai bayi hangat kembali. 8) Tempatkan ibu dan bayi di ruangan yang sama. Bayi harus selalu dalam jangkauan ibu 24 jam dalam sehari sehingga bayi dapat menyusu sesering keinginannya. g. Urutan perilaku bayi saat pertama kali menyusu 1) Bayi beristirahat dan melihat. Perkiraan waktunya 30-40 menit pertama. 2) Bayi mulai mendecakkan bibir dan membawa jarinya ke mulut. Perkiraan waktunya 40-60 menit setelah lahir dengan kulit terusmenerus tanpa terputus. 3) Bayi mengeluarkan air liur. 4) Bayi menendang, menggerakkan kaki, bahu, lengan dan badannya ke arah dada ibu dengan mengandalkan indra penciumannya. 5) Bayi meletakkan mulutnya ke puting ibu. Kemenkes (2010) dalam Fikawati dkk, 2015

18 2. Involusi Uterus a. Pengertian Involusi Uterus Involusi adalah pengembalian uterus ke keadaan sebelum hamil setelah melahirkan. Proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar akibat kontraksi otot-otot polos uterus (Roito dkk, 2013). Involusi/pengerutan uterus adalah uterus kembali ke kondisi semula seperti sebelum hamil dengan berat uterus 60 gram (Rahayu dkk, 2012). Selama proses involusi, uterus menipis dan mengeluarkan lochia yang diganti dengan endometrium baru. Setelah kelahiran bayi dan plasenta terlepas, otot uterus berkontraksi sehingga sirkulasi darah yang menuju uterus berhenti dan ini disebut dengan iskemia. Otot redundant, fibrous dan jaringan elastis bekerja. Fagosit dalam pembuluh darah dipecah menjadi dua fagositosis. Enzim proteolitik diserap oleh serat otot yang disebut autolisis. Lisozim dalam sel ikut berperan dalam proses ini. Produk ini dibawah oleh pembuluh darah yang kemudian disaring diginjal. Lapisan desidua yang dilepaskan dari dinding uterus disebut lochia. Endometrium baru tumbuh dan terbentuk selama 10 hari postpartum dan menjadi sempurna sekitar 6 minggu. Proses involusi berlangsung sekitar 6 minggu (Wulandari dan Handayani, 2011). Pada akhir tahap ketiga persalinan, uterus berada pada garis tengah, kira-kira

19 2 cm dibawah umbilikus dengan bagian fundus bersandar pada promontorium sakralis. Pada saat ini, uterus kira-kira sebesar uterus sewaktu usia kehamilan 16 minggu kira-kira sebesar grapefruit atau jeruk asam dengan berat kira-kira 1000 gram (Roito dkk, 2013). b. Proses Involusi Uterus 1) Autolysis Autolysis merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi didalam otot uterine. Enzim proteolitik akan memendekan jaringan otot yang telah sempat mengendur hingga 10 kali panjangnya dari semula dan 5 kali lebar dari semula selama kehamilan. Sitoplasma sel yang berlebih akan tercerna sendiri sehingga tertinggal jaringan fibro elastik dalam jumlah renik sebagai bukti kehamilan. 2) Atrofi jaringan Jaringan yang berproliferasi dengan adanya estrogen dalam jumlah besar, kemudian mengalami atrofi sebagai reaksi terhadap penghentian produksi estrogen yang menyertai pelepasan plasenta. Selain perubahan atrofi pada otot-otot uterus, lapisan desidua akan mengalami atrofi dan terlepas dengan meninggalkan lapisan basal yang akan beregenerasi menjadi endometrium yang baru. 3) Efek Oksitosin (kontraksi) Intensitas kontraksi uterus meningkat segera setelah bayi lahir, hal ini terjadi sebagai respon terhadap penurunan volume

20 intrauterine yang sangat besar. Hormon oksitosin yang dilepas dari kelenjar hipofisis memperkuat dan mengatur kontraksi uterus mengompresi pembuluh darah dan membantu proses hemostasis. Kontraksi dan retaksi otot uterin akan mengurangi suplai darah ke uterus. Proses ini akan membantu mengurangi bekas luka tempat implantasi plasenta serta mengurangi perdarahan. Luka bekas perlekatan plasenta memerlukan waktu 8 minggu untuk sembuh total. Selama 1 sampai 2 jam pertama post partum intensitas kontraksi uterus bisa berkurang dan menjadi teratur. Karena itu penting sekali menjaga dan mempertahankan kontraksi uterus pada masa ini. Suntikan oksitosin biasanya diberikan secara intravena atau intramuskuler segera setelah bayi lahir akan merangsang pelepasan oksitosin karena isapan bayi pada payudara (Wulandari dan Handayani, 2011). c. Perubahan-Perubahan Normal Pada Uterus Selama Postpartum Menurut Wulandari dan Handayani (2011), berikut perubahan uterus selama masa nifas.

21 Tabel 2.1 perubahan uterus masa nifas Involusi Tinggi Fundus Berat Uterus Diameter Palpasi Cervik Uterus Uteri Uterus Plasenta lahir Setinggi pusat 1000 gr 12,5 cm Lembut/lunak 7 hari Pertengahan 500 gr 7,5 cm 2 cm (minggu 1) antara pusat shympisis 14 hari Tidak teraba 350 gr 5 cm 1 cm (2 minggu) 6 minggu Normal 60 gr 2,5 cm Menyempit Perubahan involusi uterus ini dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan palpasi untuk meraba di mana TFU-nya. 1) Pada saat bayi lahir, fundus uteri setinggi pusat dengan berat 1000 gram. 2) Pada akhir kala III, TFU teraba 2 jari di bawah pusat. 3) Pada 1 minggu post partum, TFU teraba pertengahan pusat simpisis dengan berat 500 gram. 4) Pada 2 minggu post partum, TFU teraba di atas simpisis dengan berat 350 gram. 5) Pada 6 minggu post partum, fundus uteri mengecil (tak teraba) dengan berat 60 gram. (Sulistyawati, 2009). Selama proses involusi uterus berlangsung, berat uterus mengalami penurunan dari 1000 gram menjadi 60 gram, dan ukuran uterus berubah dari 15 x 11 x 7,5 cm menjadi 7,5 x 5 x 2,5 cm. Setiap

22 minggu, berat uterus turun sekitar 500 gram dan servik menutup hingga selebar 1 jari. Proses involusi uterus disertai dengan penurunan tinggi fundus uteri (TFU). Pada hari pertama TFU diatas symphisis pubis atau sekitar 12 cm. Hal ini terus berlangsung dengan penurunan TFU 1 cm setiap harinya, sehingga pada hari ke 7 TFU berkisar 5 cm dan pada hari ke 10 TFU tidak teraba di symphisis pubis. Bila uterus mengalami atau terjadi kegagalan dalam proses involusi tersebut disebut subinvolusi. Subinvolusi dapat disebabkan oleh infeksi dan tertinggalnya sisa plasenta/perdarahan lanjut atau post partum haemorrhage (Wulandari dan Handayani, 2011). Gambar 2.2 Tinggi Fundus Uteri masa nifas Sumber : Wulandari dan Handayani (2011)

23 d. Faktor-faktor yang mempengaruhi involusi uterus Proses involusi dapat terjadi secara cepat atau lambat, menurut Manuaba (2008), faktor-faktor yang mempengaruhi involusi uterus antara lain: 1) Mobilisasi dini Aktivitas otot-otot ialah konraksi dan retraksi dari otot-otot setelah anak lahir, yang diperlukan untuk menjepit pembuluh darah karena adanya pelepasan plasenta dan berguna untuk mengeluarkan isi uterus yang tidak diperlukan, dengan adanya konraksi dan retraksi yang terus menerus ini yang menyebabkan terganggunya peredaran darah dalam uterus yang mengakibatkan jaringan otot kekurangan zat-zat yang diperlukan, sehingga ukuran otot-otot tersebut menjadi lebih kecil. 2) Status Gizi Status Gizi merupakan tingkat kecukupan gizi seseorang yang sesuai dengan jenis kelamin dan usia. Status gizi yang kurang pada ibu post partum maka pertahanan pada dasar ligamentum latum yang terdiri dari kelompok infiltrasi sel-sel ulat yang disamping mengadakan pertahanan terhadap penyembuhan kuman bermanfaat pula untuk menghilangkan jaringan nefrotik, pada post partum dengan status gizi yang baik akan mampu menghindari serangan

24 kuman sehingga tidak terjadi infeksi dalam masa nifas dan mempercepat proses involusi uterus. 3) Menyusui Memberikan ASI segera setelah ibu melahirkan atau mempraktikkan inisiasi menyusu dini merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi involusi uterus. Hal ini dipicu oleh hormon oksitosin yang dihasilkan saat menyusui (Fikawati dkk, 2015). Pada proses menyusui ada reflex let down dari isapan bayi merangsang hipofise posterior mengeluarkan hormon oxytosin oleh darah hormon ini diangkat menuju uterus dan membantu uterus berkontraksi sehingga proses involusi uterus terjadi. 4) Usia Pada ibu yang usianya lebih tua banyak dipengaruhi oleh proses penuaan, dimana proses penuaan terjadi proses peningkatan jumlah lemak. Penurunan elastisitas otot dan penurunan penyerapan lemak, protein, serta karbohidrat. Bila proses ini dihubungkan dengan penurunan protein pada proses penuaan maka hal ini akan menghambat involusi uterus. 5) Paritas Paritas mempengaruhi involusi uterus, otot-otot yang terlalu sering teregang memerlukan waktu yang lama menurut Prawirohardjo, (2008) dalam Lestari (2014). Sampai dengan paritas tiga rahim ibu

25 bisa kembali seperti sebelum hamil. Setiap kehamilan rahim mengalami pembesaran, terjadi peregangan otot-otot rahim selama 9 bulan kehamilan. Akibat regangan tersebut, elastisitas otot-otot rahim tidak kembali seperti sebelum hamil setelah persalinan. Semakin sering ibu hamil dan melahirkan, semakin dekat jarak kehamilan dan kelahiran, elastisitas uterus semakin terganggu, akibatnya uterus tidak berkontraksi secara sempurna dan mengakibatkan lamanya proses pemulihan organ reproduksi (involusi uterus) pasca salin. Prawirohardjo (2005) dalam Martini (2012). 3. Hubungan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dengan Involusi uterus IMD dilakukan segera setelah bayi dilahirkan, bayi diletakkan di dada atau perut atas ibu selama paling sedikit satu jam untuk memberi kesempatan pada bayi untuk mencari dan menemukan puting ibunya. Dengan menghisap puting susu ibu terjadi perangsangan terhadap pembentukan ASI yang secara tak langsung rangsang isap membantu mempercepat pengecilan uterus karena pengisapan puting susu akan merangsang pelepasan hormon oksitosin yang dihasilkan oleh hypofisis posterior. Hormon oksitosin ini yang menyebabkan terjadinya kontraksi dan retraksi otot uterus, sehingga memicu rahim kembali ke posisi semula (Sumarah, dkk 2009).

26 Penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini yaitu penelitian oleh Syelvi&Sami SF (2015) dengan judul hubungan inisiasi menyusu dini dengan involusi uterus ibu post partum normal hari ke 7 di RSUD Adnaan WD Payakumbuh. Hasil penelitian ini adalah terdapat hubungan yang signifikan antara inisiasi menyusu dini dengan involusi uterus ibu post partum normal hari ke 7 (p = 0,003) dengan OR (21,66). Penelitian lain oleh Afriyanti, M (2010) tentang pengaruh Inisiasi Menyusu Dini (IMD) Terhadap Involusi Uterus Pada Ibu Post Partum Di Klinik Bersalin Khadijjah dan Klinik Bersalin Wina Medan. Hasil uji t- independent diperoleh hasil TFU 2 jam setelah IMD didapatkan nilai p= 0.003 dan TFU 12 jam setelah IMD didapatkan nilai p= 0.000, sedangkan TFU 7 hari setelah IMD diperoleh nilai p= 0.002. Dari hasil penelitian ini diketahui IMD mempunyai pengaruh terhadap involusi uterus.

27 B. Kerangka Pemikiran IMD Isapan bayi Hipofise Posterior Hormon Oksitosin Faktor-faktor yang mempengaruhi Involusi Uteri : 1. Mobilisasi dini 2. Status Gizi 3. Usia 4. Paritas Kontraksi dan retraksi otot uterus Involusi uterus Gambar 2.3 Kerangka Penelitian Hubungan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dengan Involusi Uterus Keterangan: : Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti C. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan antara inisiasi menyusu dini (IMD) dengan involusi uterus pada ibu post partum normal.