PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP UPAYA PENCEGAHAN FILARIASIS DI ACEH BESAR BEHAVIOUR OF THE PEOPLE ABOUT PREVENTION OF FILARIASIS AT ACEH BESAR 1 Julia Novita Astri; 2 Rini Minar Melati 1 Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Syiah Kuala Banda Aceh 2 Bagian Keilmuan Keperawatan Medikal Bedah Universitas Syiah Kuala Banda Aceh Email: uya24juli@yahoo.com; melati_rini@yahoo.com ABSTRAK Filariasis (kaki gajah) disebabkan oleh cacing filaria jenis Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori yang ditularkan oleh gigitan nyamuk yang dapat menyebabkan cacat seumur hidup berupa pembesaran pada tangan dan kaki. Desa Blang Krueng Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar merupakan salah satu daerah yang pengetahuan, sikap dan perilaku yang diperlukan untuk mencegahan penularan filariasis karena dari data awal yang diperoleh, Desa ini adalah desa yang paling rendah terhadap upaya pencegahan filariasis. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat di Desa Blang Krueng Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar tentang upaya pencegahan penyakit filariasis 2016. Jenis penelitian ini adalah deskriptif eksploratif dengan desain cross sectional study. Pengumpulan data menggunakan teknik wawancara terpimpin dengan menggunakan kuesioner pada 94 responden di Desa Blang Krueng Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar. Hasil penelitian adalah tingkat pengetahuan mengenai upaya pencegahan penyakit filariasis adalah cukup (39,4%), sikap responden mengenai upaya pencegahan penyakit filariasis adalah cukup (58,5%) dan perilaku responden secara keseluruhan adalah kurang (95,7%). Kesimpulan tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku responden di Desa Blang Krueng Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar tentang upaya pencegahan filariasis adalah cukup. Disarankan kepada masyarakat Desa Blang Krueng dapat bekerja sama dengan baik untuk mencegah penyakit filariasis dengan meminum obat anti filariasis yang diberikan dan tetap menjaga lingkungan sekitar. Kata Kunci : pengetahuan, sikap, perilaku, filariasis, masyarakat ABSTRACT Filariasisis a disease caused by filarial worms such as Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, and Brugia timori and transmitted through mosquito bites. Blang Krueng village Baitussalam of Aceh Besar district is an area that is the knowledge, attitude and behavior need to prevention filariasis disease because from first data, Blang Krueng village was still low about the prevention flariasis disease. This study aims to achieve description of knowledge, attitude and behavior of the people at Blang Krueng village Baitussalam district of Aceh Besar about prevention of filariasis disease in 2016. This study is a descriptive cross sectional study design. Data obtained using a guided interview to 94 respondents at Blang Krueng village Baitussalam district of Aceh Besar. The result obtained are the level of respondents knowledge about prevention filariasis disease which is adequate (39,4%), respondents attitudes regarding prevention of filariasis disease adequate 58,5%) and the overall level of respondent behavior is low (95,7%). Conclusion the level of knowledge, attitude and behavior of respondents at Blang Krueng village Baitussalam district of Aceh Besar about prevention filariasis disease is good. Suggested to Blang Krueng village communities can work together properly to prevent filariasis disease by taking medicines to prevent filariasis that given and keep the surrounding environment to prevent filariasis disease. Keywords : knowledge, attitude, behavior, filariasis, people 1
PENDAHULUAN Filariasis limfatik atau elephantiasis yang dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai penyakit kaki gajah adalah golongan penyakit menular yang disebabkan oleh cacing filaria yang ditularkan melalui berbagai jenis nyamuk. Setelah digigit nyamuk, parasit (larva) akan menjalar dan berkembang ketika sampai pada jaringan sistem limpa. Penyakit kronis ini bersifat menahun, apabila tidak mendapatkan pengobatan dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran pada kaki, lengan dan alat kelamin baik perempuan maupun laki-laki (Santoso, Yenni, dan Mayasari, 2012, p.20). Di Dunia 120 juta orang di 83 negara di dunia terinfeksi penyakit kaki gajah dan lebih dari 1,5 milyar penduduk dunia (sekitar 20% populasi dunia) berisiko terinfeksi penyakit ini. Menurut WHO tahun 2000, urutan negara yang terdapat penderita mengalami penyakit filariasis adalah Asia Selatan (India dan Bangladesh), Afrika, Pasifik dan Amerika dan banyak pula terjadi di Negara Thailand dan Indonesia (Asia Tenggara) (Masrizal, 2013, p.32). Jumlah provinsi di Indonesia yang melaporkan kasus filariasis terus bertambah setiap tahunnya. Dimulai pada tahun 2000 tercatat 6.233 kasus filariasis dan meningkat hingga tahun 2009 tercatat 11.914 kasus filariasis (Lusi, Utami, dan Nauli 2015, p.1). Tiga provinsi dengan jumlah kasus terbanyak filariasis adalah Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) (2.359 orang), Nusa Tenggara Timur (NTT) (1.730 orang), dan Papua (1.158 orang). Kejadian Filariasis di NAD sangat menonjol bila dibandingkan dengan provinsi lain dan merupakan provinsi dengan jumlah kasus tertinggi di seluruh Indonesia. Penyakit filariasis ini sangat berbahaya apabila tidak segera diatasi. Penyakit menular ini bisa saja akan menjadi penyakit yang tidak lagi langka apabila pemerintah serius menangani. Kabupaten yang perlu mendapat perhatian khusus adalah, Aceh Timur, Aceh Utara, Nagan Raya dan Aceh Besar (Pramono, Maryani & Wulandari, 2014, p.36). WHO sudah menetapkan Kesepakatan Global (The Global Goal of Elimination of Lymphatic Filariasis as a Public Health problem by The Year 2020) dimulai berdasarkan deklarasi WHO pada tahun 2000. Sedangkan Indonesia dimulai pada tahun 2002 untuk memberantas penyakit ini sampai tuntas. Dasar pemberantasan penyakit ini di Indonesia itu didasari pada dua pilar. Pilar pertama memutuskan rantai penularan dengan Pemberian Obat Massal Pencegahan Filariasis (POMP Filariasis) di daerah endemis. Pilar ke dua yaitu mencegah dan membatasi kecacatan karena filariasis (Buletin Jendela Epidemiologi, 2010, p.1). Untuk menindaklanjuti kesepakatan global tersebut, Indonesia telah melaksanakan langkah-langkah untuk mewujudkan pemberantasan filariasis dalam skala Nasional secara bertahap sejak tahun 2002. Bertepatan dengan pencanangan Belkaga (Bulan Eliminasi Penyakit Kaki Gajah), Menteri Kesehatan menyerukan kepada seluruh masyarakat agar minum obat bersama untuk Indonesia Bebas Penyakit Kaki Gajah (Kemenkes RI, 2015, p.1) Pada 1 Oktober 2015, Menteri Kesehatan RI, Prof. dr. Nila Farid Moeloek Sp.A (K), mencanangkan Kampanye Nasional Bulan Eliminasi Penyakit Kaki Gajah (Filariasis) tahun 2015 di Lapangan Tegar Beriman, Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Kegiatan tersebut merupakan momentum dalam mewujudkan Indonesia Bebas Kaki Gajah pada tahun 2020. Selanjutnya, setiap bulan Oktober, sejumlah 105 juta penduduk di 241 Kabupaten/Kota endemis penyakit filariasis, harus melaksanakan Pemberian Obat Massal Pencegahan (POMP) selama lima tahun, mulai dari 2015 2020 (Kemenkes RI, 2
2015, p.1). Salah satu kegiatan yang dilakukan untuk mendukung program tersebut adalah meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat, baik perorangan atau lembaga kemasyarakatan agar berperan aktif dalam pemberantasan filariasis (Veridiana, Chadijah & Ningsi 2015, p. 47). Berdasarkan laporan cakupan hasil pelaksanaan POMP filariasis di Kabupaten/Kota Aceh Besar pada tanggal 6 10 Oktober 2015 oleh Puskesmas Kajhu terhadap 19 Desa, didapatkan paling tinggi yang mengkonsumsi obat pencegah yang dibagikan adalah Desa Cadek, yaitu 98% dari 65% sasaran, dan Desa Blang Krueng yang paling rendah mengkonsumsi obat pencegah yang dibagikan, yaitu 21% dari 65% sasaran penduduk yang minum obat pencegah filariasis. Berdasarkan uraian dan fenomena di atas, penulis tertarik melakukan penelitian tentang gambaran pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat terhadap upaya pencegahan penyakit filariasis di Desa Blang Krueng. Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat terhadap upaya pencegahan penyakit filariasis di Desa Blang Krueng Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar, khususnya masyarakat dewasa awal sampai dewasa akhir. METODE Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan desain cross sectional study. Teknik pengumpulan data adalah wawancara terpimpin.penelitian ini dilakukan selama 9 hari sejak tanggal 30 Juni s/d 05 Juli 2016. Penelitian dilakukan di Desa Blang krueng Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar. Alat pengumpulan data yaitu kuesioner yang peneliti kembangkan sendiri yang terdiri dari 19 pernyataaan pada variabel pengetahuan, 5 pernyataan pada variabel sikap dan 6 pernyataan untuk variabel perilaku. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat desa Blang Krueng Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar tahun 2016 yang berjumlah 1699. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 94 masyarakat yang tidak mengkonsumsi obat pencegah yang dibagikan. Uji analisa data yang dilakukan adalah univariat. HASIL Berikut adalah tabel distribusi frekuensi item pernyataan pengetahuan masyarakat terkait upaya pencegahan penyakit filariasis: Tabel 1. Pengetahuan Masyarakat Pengetahuan f % Baik 34 36,2 Cukup 37 39,4 Kurang 23 25,5 Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa distribusi frekuensi gambaran pengetahuan masyarakat terkait upaya pencegahan penyakit filariasis di Desa Blang Krueng Kecamatan Baitussalam Kbupaten Aceh Besar berada pada kategori cukup yaitu sebanyak 37 orang (39,4%). Berikut ini adalah tabel distribusi frekuensi item pernyataan sikap masyarakat terhadap upaya pencegahan penyakit filariasis di Desa Blang Krueng Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar: Tabel 2. Sikap Masyarakat Sikap f % Baik 4 4,3 Cukup 55 58,5 Kurang 35 37,2 Berdasarkan tabel dapat disimpulkan bahwa distribusi frekuensi sikap masyarakat terhadap upaya pencegahan penyakit filariasis di Desa Blang Krueng Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar berada pada kategori cukup dengan frekuensi 55 responden (58,5%). 3
Berikut ini adalah tabel distribusi frekuensi item pernyataan perilaku masyarakat terhadap upaya pencegahan penyakit filariasis di Desa Blang Krueng Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar: Tabel 3. Perilaku Masyarakat Perilaku f % Baik 2 2,1 Cukup 2 2,1 Kurang 90 95,7 Berdasarkan tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa distribusi frekuensi perilaku masyarakat terhadap upaya pencegahan penyakit filariasis di Desa Blang Krueng Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar berada pada kategori kurang dengan frekuensi 90 responden (95,7%). PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian, pengetahuan masyarakat terhadap upaya pencegahan penyakit filariasis di Desa Blang Krueng Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar yang berada pada kategori cukup dengan frekuensi 37 responden (39,4%). Menurut Notoatmodjo (2003, p.35), faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal terdiri dari pendidikan, motivasi dan persepsi. Adapun faktor eksternalnya terdiri dari informasi, sosial budaya dan lingkungan. Seseorang mempunyai pengetahuan tentang suatu hal tidak hanya melalui jenjang pendidikan saja, tetapi didukung oleh terpapar informasi dari media massa yang ada seperti televisi, radio, koran, majalah, dan sebagainya. Selain itu, motivasi juga mempengaruhi seseorang untuk berusaha ingin tahu terhadap sesuatu. Semakin tinggi rasa ingin tahu semakin tinggi pula motivasi untuk mencari informasi tentang hal tersebut. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Lusi, Utami dan Nauli (2015) tantang hubungan antara tingkat pengetahuan dan sikap masyarakat tentang penyakit filariasis dengan tindakan masyarakat dalam pencegahan filariasis menyimpulkan bahwa tingkat pengetahuan sebagian besar responden yaitu mempunyai tingkat pengetahuan yang tinggi berjumlah 55 responden (55%) dan responden paling sedikit dengan tingkat pengetahuan rendah berjumlah 17 responden (17%). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Veridiana, Chadijah dan Ningsi (2015) tentang pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat terhadap filariasis di Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat menyimpulkan bahwa pengetahuan masyarakat tentang filariasis di Mamuju Utara masih sangat rendah. Hasil wawancara menunjukkan bahwa semua responden tidak mengetahui penyebab filariasis. Hampir semua (98%) tidak mengetahui bahwa nyamuk merupakan penular filariasis. Berdasarkan penelitian di atas, penulis berpendapat bahwa pengetahuan masyarakat Desa Blang Krueng Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar terhadap upaya pencegahan penyakit filariasis berada dalam kategori cukup dikarenakan masyarakat sebelumnya sudah terpapar informasi dari pihak puskesmas mengenai penyakit filariasis. Berdasarkan hasil penelitian, sikap masyarakat terhadap upaya pencegahan penyakit filariasis di Desa Blang Krueng Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar berada pada kategori cukup sebanyak 55 responden (58,5%). Menurut Notoatmodjo (2010, p. 45), terbentuknya sikap dimulai dari domain kognitif dalam arti subjek atau individu mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus berupa materi atau objek diluarnya, yang menimbulkan pengetahuan baru pada individu sehingga terbentuk respon batin yang tampak dalam sikap individu terhadap objek yang diketahuinya tersebut. Pembentukan sikap dipengaruhi beberapa faktor, yaitu pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa, institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga agama, faktor emosi dalam diri individu (Azwar, 2011, p.57). Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan Pangemanan, Lana, dan Pramono (2014) tentang gambaran pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat di RW 1 Desa Nanjung Kecamatan Margaasih Kabupaten Bandung Jawa Barat tetang 4
filariasis tahun 2014 menyimpulkan bahwa 247 responden (100%) memiliki sikap baik. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Lusi, Utami dan Nauli (2015) tentang hubungan antara tingkat pengetahuan dan sikap masyarakat tentang penyakit filariasis dengan tindakan masyarakat dalam pencegahan filariasis menyimpulkan bahwa sebagian besar responden yaitu 56 responden (56%) memiliki sikap yang positif. Berdasarkan uraian di atas, penulis menganalisa bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi sikap masyarakat adalah pengalaman pribadi masyarakat yang megeluh sakit kepala setelah mengkonsumsi obat anti filariasis. Sehingga masyarakat yang lain pun takut untuk mengkonsumsi obat yang dibagikan oleh pihak puskesmas. Berdasarkan hasil penelitian, perilaku masyarakat terhadap upaya pencegahan penyakit filariasis di Desa Blang Krueng Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar berada pada kategori kurang sebanyak 90 responden (95,7%). Perilaku merupakan perwujudan dari sikap, namun untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan yang nyata tetap diperlukan faktor pendukung atau kondisi yang memungkinkan, seperti fasilitas atau sarana kesehatan seperti puskesmas, obat-obatan dan faktor dukungan (support) (Notoatmodjo, 2003, p.70). Menurut teori Lewin dalam Notoatmodjo (2010, p.57), seseorang berupaya untuk mengobati dan mencegah penyakit, ia harus merasakan bahwa ia rentan terhadap penyakit tersebut (susceptible) yang berarti bahwa suatu upaya pencegahan terhadap suatu penyakit akan timbul jika seseorang merasa rentan terhadap penyakit tersebut. Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan Pangemanan, Lana, dan Pramono (2014) tentang gambaran pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat di RW 1 Desa Nanjung Kecamatan Margaasih Kabupaten Bandung Jawa Barat tetang filariasis tahun 2014 menyimpulkan bahwa 246 responden (99,6%) memiliki perilaku baik, sedangkan 1 responden (0,4%) memiliki perilaku kurang. Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Purnomo, Supriyo dan Hidayati (2014) tentang pengaruh faktor pengetahuan dan petugas kesehatan terhadap konsumsi obat kaki gajah (filariasis) di Kelurahan Bligo Kecamatan Buaran Kabupaten Pekalongan menyimpulkan bahwa 61,7% responden meminum obat dan yang tidak minum obat pencegah kaki gajah masih tergolong besar yaitu 38,3%. Berdasarkan hasil penelitian di atas, penulis berpendapat bahwa perilaku masyarakat Desa Blang Krueg Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar berada pada Kategori kurang karena masyarakat tidak menerapkan hasil paparan informasi yang telah diberikan oleh pihak puskesmas untuk mengkonsumsi obat anti filariasis. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, secara umum dapat diambil kesimpulan bahwa pengetahuan masyarakat desa Blang Krueng Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar adalah cukup dengan persentase (39,4%). Sikap masyarakat desa Blang Krueng Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar adalah cukup dengan persentase (58,5%) dan perilaku masyarakat desa Blang Krueng Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar adalah kurang dengan persentase (95,7%). Bagi masyarakat Desa Blang Krueng diharapkan dapat bekerja sama dengan baik untuk mencegah penyakit filariasis dengan meminum obat pencegah kaki gajah yang diberikan, melaporkan segera ke puskesmas atau ke petugas kesehatan jika ada masyarakat yang mengalami tanda dan gejala filariasis, serta tetap menjaga lingkungan sekitar dengan cara bergotong royong. Bagi peneliti selanjutnya disarankan agar dapat melakukan penelitian lebih lanjut tentang upaya pencegahan penyakit filariasis dengan metode penelitian yang berbeda, seperti mencari perbandingan, hubungan, dan observasi. 5
REFERENSI Azwar. (2011). Sikap manusia, teori dan pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Belajar Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2008). Epidemiologi Filariasis. Jakarta: Ditjen PP & PL Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2009). Mengenal Filariasis (Penyakit Kaki Gajah). Jakarta: Ditjen PP & PL Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Pusat Data dan Informasi. Filariasis di Indonesia. In: Buletin Jendela Epidemiologi. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2015). Menkes Canangkan Kampanye Nasional Bulan Eliminasi Penyakit Kaki Gajah : Cibinong. Available from URL: http://www.depkes.go.id/article/view/ 15100600001/menkes-canangkankampanye-nasional-bulan-eliminasipenyakit-kaki-gajah.html. Diakses pada tanggal 12 Desember 2015 Lusi, I., Utami. G.T., & Nauli. F.A. (2015). Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan dan Sikap Masyarakat Tentang Penyakit Filariasis Dengan Tindakan Masyarakat Dalam Pencegahan Filariasis. Program Strudi Ilmu Keperawatan: Universitas Riau Masrizal. (2013). Penyakit Filariasis. Jurnal Kesehatan Masyarakat, September 2012-Maret 2013, Vol. 7, No. 1 Notoatmodjo, S. (2003). Ilmu kesehatan masyarakat. Bab V, pendidikan dan prilaku. Jakarta: Rineka Cipta Notoatmodjo, S. (2010). Pendidikan dan perilaku kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Pramono, M.S., Maryani, H., & Wulandari, S.P. (2013). Analisi kasus Penyakit Filariasis di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dengan Pendekatan Metode Zero Inflatedpossion (ZIP) Regression. Surabaya: Institut Teknologi Surabaya Santoso.,Yenni, A., & Mayasari, R. (2012). Faktor Risiko Kejadian Filariasis Pada Masyarakat di Indonesia. Sumatera Selatan Veridiana, N,N., Chadijah. S., & Ningsi. (2015). Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Masyarakat Terhadap Filariasis di Kabupatenn Mamuju Utara, Sulawesi Barat. Balai Litbang P2B2 Donggala Indonesia 6