FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU PENCEGAHAAN PENYAKIT FILARIASIS PADA MASYARAKAT DI KECAMATAN BONANG KABUPATEN DEMAK

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan infeksi cacing filaria yang ditularkan melalui gigitan

BAB 1 : PENDAHULUAN. Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing filaria yang

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular yang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang disebabkan oleh berjangkitnya penyakit-penyakit tropis. Salah satu

DESCRIPTION OF KNOWLEDGE, ATTITUDE AND BEHAVIOR OF THE PEOPLE AT NANJUNG VILLAGE RW 1 MARGAASIH DISTRICT BANDUNG REGENCY WEST JAVA ABOUT FILARIASIS

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh nyamuk Mansonia, Anopheles,

BAB I PENDAHULUAN. 1

BAB 1 PENDAHULUAN. Deklarasi Milenium yang merupakan kesepakatan para kepala negara dan

BAB I PENDAHULUAN. Prioritas pembangunan kesehatan dalam rencana strategis kementerian

BAB 1 PENDAHULUAN. kaki gajah, dan di beberapa daerah menyebutnya untut adalah penyakit yang

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh infeksi cacing filaria dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk.

BAB I PENDAHULUAN. menular (emerging infection diseases) dengan munculnya kembali penyakit menular

Kata Kunci : Kelambu, Anti Nyamuk, Kebiasaan Keluar Malam, Malaria

ABSTRAK. Pembimbing I : Rita Tjokropranoto, dr., M.Sc Pembimbing II : Hartini Tiono, dr.,m. Kes

Faktor Risiko Kejadian Filarisis Limfatik di Kecamatan Maro Sebo Kabupaten Muaro Jambi

BAB 1 PENDAHULUAN. Filariasis atau yang dikenal juga dengan sebutan elephantiasis atau yang

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN TINDAKAN PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KELURAHAN MALALAYANG 2 LINGKUNGAN III

PERILAKU MINUM OBAT ANTI FILARIASIS DI KELURAHAN RAWA MAMBOK Anti-filariasis Medicine Drinking Behavior in Rawa Mambok Village

HUBUNGAN PAPARAN MEDIA INFORMASI DENGAN PENGETAHUAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE PADA IBU-IBU DI KELURAHAN SAMBIROTO SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. Akibat yang paling fatal bagi penderita yaitu kecacatan permanen yang sangat. mengganggu produktivitas (Widoyono, 2008).

PENGARUH FAKTOR PRILAKU PENDUDUK TERHADAP KEJADIAN MALARIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TAMBELANG KECAMATAN TOULUAAN SELATAN KABUPATEN MINAHASA TENGGARA

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KEBERHASILAN PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN FILARIASIS DI PUSKESMAS SE-KOTA PEKALONGAN TAHUN 2016

GAMBARAN PERILAKU MASYARAKAT DALAM PENCEGAHAN PENYAKIT Chikungunya DI KOTA PADANG. Mahaza, Awaluddin,Magzaiben Zainir (Poltekkes Kemenkes Padang )

FAKTOR DOMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI KOTA PADANG TAHUN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat

Bab I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Ika Setyaningrum *), Suharyo**), Kriswiharsi Kun Saptorini**) **) Staf Pengajar Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro

FAKTO-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI PUSKESMAS TIRTO I KABUPATEN PEKALONGAN

Kata kunci: Status Tempat Tinggal, Tempat Perindukkan Nyamuk, DBD, Kota Manado

Promotif, Vol.5 No.1, Okt 2015 Hal 09-16

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado. Kata kunci: Status Tempat Tinggal, Tempat Perindukkan Nyamuk, DBD

Gambaran Pengobatan Massal Filariasis ( Studi Di Desa Sababilah Kabupaten Barito Selatan Kalimantan Tengah )

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP TERHADAP PERILAKU CUCI TANGAN PAKAI SABUN PADA MASYARAKAT DI DESA SENURO TIMUR

Kata kunci: filariasis; IgG4, antifilaria; status kependudukan; status ekonomi; status pendidikan; pekerjaan

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN UPAYA PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) PADA IBU RUMAH TANGGA DI KELURAHAN KRAMAS KOTA SEMARANG

BAB 4 HASIL PENELITIAN

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT DI RW 1 DESA NANJUNG KECAMATAN MARGAASIH KABUPATEN BANDUNG JAWA BARAT TENTANG FILARIASIS TAHUN

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Filariasis Limfatik atau penyakit Kaki Gajah merupakan salah

ABSTRAK STUDI KASUS PENENTUAN DAERAH ENDEMIS FILARIASIS DI DESA RANCAKALONG KABUPATEN SUMEDANG JAWA BARAT TAHUN 2008

Kata kunci : Malaria, penggunaan anti nyamuk, penggunaan kelambu, kebiasaan keluar malam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Filariasis merupakan penyakit zoonosis menular yang banyak

GAMBARAN FAKTOR KEBERHASILAN KELURAHAN KRAMAS KOTA SEMARANG DALAM PROGRAM KAWASAN BEBAS JENTIK

BAB I PENDAHULUAN. menetap dan berjangka lama terbesar kedua di dunia setelah kecacatan mental (WHO,

HUBUNGAN PERILAKU 3M DENGAN KEBERADAAN JENTIK NYAMUK DI DUSUN TEGAL TANDAN, KECAMATAN BANGUNTAPAN, KABUPATEN BANTUL YOGYAKARTA

HUBUNGAN SIKAP DAN UPAYA PENCEGAHAN IBU DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GUNTUNG PAYUNG

ANALISIS FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU IBU DALAM MEMBERIKAN PENDIDIKAN SEKS USIA DINI PADA ANAK PRA SEKOLAH DI TK III PERTIWI SEMARANG

The Incidence Of Malaria Disease In Society At Health Center Work Area Kema Sub-District, Minahasa Utara Regency 2013

PERANAN LINGKUNGAN TERHADAP KEJADIAN MALARIA DI KECAMATAN SILIAN RAYA KABUPATEN MINAHASA TENGGARA

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT MALARIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MUARA KUMPEH KABUPATEN MUARO JAMBI TAHUN 2014

Risk factor of malaria in Central Sulawesi (analysis of Riskesdas 2007 data)

RELATIONSHIP BETWEEN EDUCATION AND KNOWLEDGE WITH KADARZI BEHAVIOR IN RURAL AREAS REPRESENTED BY KEMBARAN I DISTRICT

PENGARUH PENGGUNAAN KELAMBsU, REPELLENT,

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DBD DI DESA GONILAN KECAMATAN KARTASURA KABUPATEN SUKOHARJO

FAKTOR RISIKO DENGAN PERILAKU KEPATUHAN IBU DALAM PEMBERIAN IMUNISASI DASAR LENGKAP PADA BAYI

KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH KADER JUMANTIK DI PUSKESMAS GAYAMSARI SEMARANG

Fajarina Lathu INTISARI

PERILAKU 3M, ABATISASI DAN KEBERADAAN JENTIK AEDES HUBUNGANNYA DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE

IQBAL OCTARI PURBA /IKM

Filariasis cases In Tanta Subdistrict, Tabalong District on 2009 After 5 Years Of Treatment

Gambaran Keterlambatan Mencari Pengobatan ke Pelayanan Kesehatan pada Penderita Leptospirosis dan Faktor-faktor Terkait di Kota Semarang

HUBUNGAN KARAKTERISTIK DENGAN TINDAKAN IBU DALAM PENCEGAHAN PENYAKIT MALARIA DI DESA SORIK KECAMATAN BATANG ANGKOLA KABUPATEN TAPANULI SELATAN TAHUN

Sri Marisya Setiarni, Adi Heru Sutomo, Widodo Hariyono Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN PENCEGAHAN FILARIASIS DI RASAU JAYA II KABUPATEN KUBU RAYA ABSTRAK

Kata Kunci: Pengetahuan, Sikap, Tingkat Pendidikan, Dukungan Petugas Kesehatan, Tindakan Pencegahan Rabies

ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH. Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat sarjana strata-1 kedokteran umum

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado. Kata kunci: Tingkat Pendidikan, Kontak Serumah, Kejadian Tuberkulosis Paru

ANALISIS HUBUNGAN ANTARA FAKTOR PERILAKU DENGAN KEJADIAN MALARIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MAYUMBA PROVINSI SULAWESI TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara. Terdapat empat jenis virus dengue, masing-masing dapat. DBD, baik ringan maupun fatal ( Depkes, 2013).

Juli Desember Abstract

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Higienitas Pasien Skabies di Puskesmas Panti Tahun 2014

BEBERAPA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KUNJUNGAN IBU HAMIL (K4) DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS CIMARAGAS KABUPATEN CIAMIS TAHUN 2013.

BEBERAPA FAKTOR RISIKO LINGKUNGAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN MALARIA DI KECAMATAN NANGA ELLA HILIR KABUPATEN MELAWI PROVINSI KALIMANTAN BARAT

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMILIHAN PENOLONG PERSALINAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KABUPATEN PANDEGLANG

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

GAMBARAN KARAKTERISTIK PENDERITA FILARIASIS DI DESA SANGGU KABUPATEN BARITO SELATAN KALIMANTAN TENGAH

PERILAKU IBU DALAM MENGASUH BALITA DENGAN KEJADIAN DIARE

ANALISIS MODEL PENCEGAHAN PENYAKIT MALARIA DI PULAU KAPOPOSANG TAHUN Mulawarman, Arsunan Arsin, Rasdi Nawi. Abstrak

ABSTRAK. Pembimbing I : Dr. Felix Kasim, dr., M.Kes Pembimbing II : Budi Widyarto L, dr., MH

Proses Penularan Penyakit

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU KADER POSYANDU DALAM PELAYANAN MINIMAL PENIMBANGAN BALITA

*Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sam Ratulangi

UPAYA KELUARGA DALAM PENCEGAHAN PRIMER FILARIASIS DI DESA NANJUNG KECAMATAN MARGAASIH KABUPATEN BANDUNG

Marieta K. S. Bai, SSiT, M.Kes. Abstract

Monalisa Staf Pengajar Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Jambi

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever

JUMAKiA Vol 3. No 1 Agustus 2106 ISSN

LAPORAN AKHIR HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH. Disusun untuk memenuhi sebagianpersyaratan guna mencapai derajat sarjana strata 1 kedokteran umum

Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: X

Oleh: Roy Marchel Rooroh Dosen Pembimbing : Prof. dr. Jootje M. L Umboh, MS dr. Budi Ratag, MPH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Filariasis limfatik merupakan penyakit tular vektor dengan manifestasi

HUBUNGAN PENANGANAN SAMPAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS INGIN JAYA KABUPATEN ACEH BESAR

Associated Factors With Contraceptive Type Selection In Bidan Praktek Swasta Midwife Norma Gunung Sugih Village

JURNAL ILMU KESEHATAN MASYARAKAT. VOLUME 7 Nomor 02 Juli 2016 Artikel Penelitian

ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU MASYARAKAT DENGAN KEBERADAAN RUMAH SEHAT DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUKAWARNA BANDUNG

ABSTRAK PREVALENSI FILARIASIS DI KOTA BEKASI PERIODE

Transkripsi:

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU PENCEGAHAAN PENYAKIT FILARIASIS PADA MASYARAKAT DI KECAMATAN BONANG KABUPATEN DEMAK Febri Iswanto, Emmy Rianti, Syamsulhuda Budi Musthofa Bagian Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro Email : Febriiswanto@gmail.com ABSTRACT Filarial disease is a health problem in Bonang District Demak Regency with 10 clinical cases of filarial disease in 2015 and there is still possibility of transmission. Behavioral factor needs to be discovered as the basis to find out the preventive action. The purpose of this research was to analyze fators related with preventive behavior of filarial diseasein the community at Boonang District Demak Regency.This was a cross sectional design with accidental sampling technique to obtain research samples of 85 people in Bonang District Magolinduk Village and Wonosari Village. Data was collected using questionnaire interview. Data was analyzed using univariate and bivariate with chi-square test. The results showed that most of the respondents were 18-40 years old (70,6%) and majority of the respondents were not doing prevention of filarial disease (61,2%). Chi square test result showed that knowledge of preventive behavior of filarial disease (p=0,011), attitude about preventive behavior of filarial disease (p=0,000), exposure of information about preventive behavior of filarial disease (p=0,001), family support about preventive behavior of filarial disease (p=0,033) and health officer support about preventive behavior of filarial disease (p=0,001) were significantly correlated with preventive behavior of filarial disease. While age (p=0,070), sex (p=0,641), respondents education (p=0,089), job (p=0,529), and public figure (p=0,716) were not significantly correlated with preventive behavior of filarial disease in the community at Bonang District Demak Regency. Therefore prevention of filarial disease that could be implemented in Bonang District Demak Regency was giving counseling about preventive behavior of filarial disease particularly about using the mosquito net and hanging the clothes. Keywords : Filarial Disease, Preventive Action Literature : 46 (1992-2016) PENDAHULUAN Filariasis penyakit yang menular menahun yang disebabkan oleh cacing filaria yang hidupnya dikelenjar getah bening dan dapat menyebabkan gejala klinis akut maupun kronis. Penularan melalui gigitan nyamuk. Penyakit ini tidak mengakibatkan kematian, namun dapat mengakibatkan kecacatan seumur hidup, stigma social. 1 Vektor penular di Indonesia hingga saat ini 990

telah diketahui ada 23 spesies nyamuk dari genus Anopheles, Culex, Mansonia, Aedes, dan Armigeres. 2 Data WHO menunjukkan bahwa terdapat 940 juta penduduk berisiko yang tinggal di 54 negara endemis filariasis dan 57% kasus berada di Asia Tenggara. 3 Menurut Dinas Kesehatan Provinsi dan hasil survei di Indonesia, secara kumulatif sebanyak 508 kasus menyebar di 34 kabupaten/kota, terdapat 9 kabupaten/kota yang endemis filariasis yaitu kota pekalongan, kabupaten Pekalongan, Brebes, Wonosobo, Semarang, Grobogan, Blora, Pati dan Demak, Kabupaten Demak dinyatakan endemis penyakit filariasis oleh Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2015. 4 Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Demak tahun 2015, penderita filariasis kronis telah ditemukan di 11 Kecamatan di wilayah Kabupaten Demak Kecamatan Bonang sebagai Kecamatan tertinggi kejadian kasus filariasis sebanyak 10 penderita. Dari tahun 2013 sampai tahun 2016 kasus penyakit filariasis meningkat dan di nyatakan endemis pada tahun 2015. Dampak dari sebuah daerah dengan status endemis filariasis memiliki dampak secara tidak langsung berupa penurunan produktivitas kerja penderita, beban keluarga dan menimbulkan kerugian ekonomi bagi negara yang tidak sedikit. 5 Mf rate kabupaten Demak setelah dilakukannya pengobatan masal masih tetap > 1% sehingga belum memenuhi standar WHO dan masih terjadi penularan filariasis di Kabupaten Demak 4. Daerah di Kabupaten Demak yang padat penduduk, kepadatan vektor yang tinggi dan juga perilaku masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk yang belum optimal. 6 Faktor penyebab penyakit filariasis juga tidak lepas dari perilaku masyarakat sekitar, sebagai orang terdekat penderita dan orang yang memiliki pengaruh lebih diantara anggota keluarga, baik dalam segi kesehatan, pendidikan dan perilaku yang terbentuk pada masa mendatang. 13 Perilaku masyarakat dalam menentukan derajat kesehatan dipengaruhi berbagai faktor, yaitu usia, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, pengetahuan, sikap, biaya berobat, jarak ke fasilitas kesehatan, dukungan keluarga, dan sikap petugas.14 Eliminasi filariasis merupakan pengendalian penyakit menular yang telah ditetapkan oleh indonesia menjadi salah satu prioritas program nasional. 7 Demak sebagai Kabupaten yang telah dinyatakan sebagai endemis filariasis telah melakukan upaya pencegahan kasus penyakit filariasis yaitu dengan program Survey Darah Jari (SDJ). 8 Kegiatan pengambilan SDJ adalah untuk mengetahui terjadinya penularan penyakit filariasis di suatu daerah dengan mengetahui angka mikrofilaria ratenya dan menemukan penderita filariasis sedini mungkin sehingga dapat segera diobati. Pada daerah yang ditemukan ada penderita filariasis kronisnya maka akan ditindaklanjuti dengan pengambilan sediaan darah jari pada masyarakat sekitar penderita kemudian dihitung angka Mf ratenya 9. Indonesia telah sepakat untuk melaksanakan eliminasi Filariasis tahun 2020 sesuai ketetapan WHO tentang Kesepakatan Global Eliminasi Filariasis tahun 2020 (The Global Goal of Elimination of Lymphatic Filariasis as a Public Health Problem by the Year 2020) 5. 991

Faktor lingkungan juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kepadatan vektor filariasis. Faktor lingkungan yang mempengaruhi kepadatan vektor filariasis adalah lingkungan fisik, lingkungan biologi dan lingkungan sosial dan ekonomi. Faktor lingkungan biologi meliputi tanaman air dan semak-semak. Keberadaan lingkungan biologi maupun fisik erat kaitannya dengan bionomik vektor filariasis, kepadatan vektor yang tinggi dan juga perilaku masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk yang belum optimal. 6 Keadaan wilayah Kecamatan Bonang yang dipadati dengan area persawahan dan genangan air serta semak-semak menjadikan Kecamatan Bonang menjadi wilayah ideal bagi perkembangbiakan nyamuk. Komponen dalam aspek perilaku terdapat 3 ranah, yakni 10 Faktor lainnya yang mempengaruhi kejadian filariasis adalah faktor pengetahuan masyarakat tentang pencegahan filariasis, faktor sikap masyarakat terhadap pencegahan filariasis, dan faktor perilaku masyarakat tentang pencegahan filariasis. Dinas Kesehatan Kabupaten Pekalongan menyatakan sebagian besar masyarakat Demak mengetahui cara pencegahan filariasis tetapi sebagain besar masyarakat belum mengaplikasikannya ke kehidupan sehari-hari. 4 METODE Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan pendekatan cross-sectional yang bertujuan untuk mengetahui faktorfaktor yang berhubungan dengan perilaku pencegahaan penyakit filariasis pada masyarakat di Kecamatan Bonang Kabupaten Demak. Desain penelitian ini digunakan karena variabel bebas dan variabel terikat pada saat yang bersamaan di observasi dengan cara menyebarkan kuesioner kepada responden. Populasi dan sampel dalam penelitian diambil secara accidental sampling yaitu 85 bukan penderita filariasis di 2 desa, Margolinduk dan Wonosari di Kecamatan Bonang Kabupaten Demak tahun 2017. Data yang dianalisis adalah: a) usia. b) jenis kelamin c) tingkat pendidikan. d) pekerjaan. e) pengetahuan tentang perilaku. f) sikap tentang perilaku pencegahaan penyakit filariasis. g) paparan informasi tentang pencegahan filariasis. h) dukungan keluarga tentang perilaku pencegahaan penyakit filariasis. i) dukungan tokoh masyarakat tentang perilaku. j) dukungan petugas kesehatan tentang perilaku pencegahaan penyakit filariasis. Analisis hubungan menggunakan program uji statistik SPSS dengan analisis univariat, bivariat dan multivariat menggunakan uji chi-square dengan menggunakan α=0,05 dan confidence interval (CI) sebesar 95%. Estimasi besar sampel dihitung dengan menggunakan odd ratio (OR). HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian berdasarkan faktor-faktor yang berhubungan penyakit filariasis pada masyarakat di Kecamatan Bonang Kabupaten Demak dapat dilihat pada tabel di bawah ini : 992

1. Perilaku Pencegahaan Tabel 1. Distribusi Frekuensi Variabel Perilaku Pencegahan Perilaku pencegahaan Kurang Baik 52 61,2 Baik 33 38,8 Hasil Univariat (tabel 1.) diketahui bahwa penelitian responden yang baik sebanyak 38,8 responden. Akan tetapi bedasarkan hasil penelitian hanya 40,0% responden yang menguras bak mandi seminggu sekali, 44,7% yang memakai obat nyamuk, dan 72,9 yang tidak memasang kawat kasa pada ventilasi. Menurut Skiner seorang ahli psikologi, perilaku adalah suatu respon atau reaksi seseorang terhadap suatu stimulus atau rangsangan dari luar. Rangsangan dari luar yang dapat menimbukan suatu respon ini dapat dilihat dari teori perilaku Lawrence Green untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku pencwegahaan penyakit filariasis pada masyarakat di Kecamatan Bonang Kabupaten Demak yaitu faktor predisposisi (pemudah), faktor enabling (pemungkin), dan faktor reinforcing (pendorong). 2. Usia Tabel 2. Distribusi Frekuensi Variabel Usia Usia Dewasa Awal 60 70,6 Dewasa Lanjut 25 29,4 Hasil univariat (tabel 2) diketahui bahwa responden paling banyak berada pada kategori Dewasa Awal (18-40 tahun) sebesar 70,6% dengan usia termuda 20 tahun dan usia tertua 60 tahun. Tabel 3. Hubungan Variabel Usia Dengan Perilaku Pencegahaan Penyakit Filariasis Variabel p- value Keterangan Usia 0,070 Tidak Ada Hubungan (tabel 3.) Menunjukan bahwa ada hubungan antara usia dengan perilaku (p=0,070). Umur adalah karakteristik penduduk yang pokok karena hal ini mempunyai pengaruh sangat penting baik terhadap tingkah laku maupun sosial ekonomi. 11 3. Jenis Kelamin Tabel 4. Distribusi Frekuensi Variabel Jenis Kelamin Jenis Kelamin Laki-laki 23 27,1 Perempuan 62 72,9 Hasil univariat (tabel 4.) diketahui bahwa responden yang jenis kelamin perempuan lebih banyak 72,9% responden. Tabel 5. Hubungan Variabel Jenis Kelamin dengan perilaku Variabel p- value Keterangan Jenis Tidak Ada 0,641 Kelamin Hubungan (tabel 5.) Menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara jenis kelamin penyakit filariasis (p=0,641). Penelitian ini sejalan dengan Amelia yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan perilaku dimana nilai p value 0,490 12 993

4. Tingkat Pendidikan Tabel 6. Distribusi Frekuensi Variabel Tingkat Pendidikan Tingkat Pendidikan Tidak Tamat SD 12 14,1 Tamat SD, SMP, SMA, S1 75 85,9 Hasil univariat (tabel 6.) diketahui bahwa responden yang masuk dalam kategori tamat SD, SMP, SMA, S1 sebanyak 85,9% responden. Tabel 7. Hubungan Variabel Tingkat Pendidikan dengan Perilaku Pencegahaan Penyakit Filariasis Variabel p- value Keterangan Tingkat Tidak Ada 0,089 Pendidikan Hubungan (tabel 7.) Menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan responden dengan perilaku pencegahaan penyakit filariasis (p=0,089). Penelitian sejalan dengan penelitian Windiastuti yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara kejadian filariasis dimana nilai p value (p=0,885). 13 Pengetahuan dan pendidikan normal serta keikutsertaan dalam pendidikan non formal dari orang tua dan anak-anak sangat penting dalam menentukan status kesehatan. Hal ini akan membantu memperlancar komunikasi serta mempengaruhi pemberian dan penerimaaan informasi tentang kesehatan, sehingga individu atau masyarakat mampu menerjemahkan apa yang telah di ketahui tentang kesehatan dalam kehidupan sehari-hari. 14 5. Pekerjaan Tabel 8. Distribusi Frekuensi Variabel Pekerjaan Pekerjaan N % Tidak Bekerja 30 35,3 Bekerja 55 64,7 Hasil univariat (tabel 8.) diketahui bahwa sebanyak 64,7% responden yang bekerja Tabel 9. Hubungan Variabel Pekerjaan dengan Perilaku Pencegahaan Penyakit Filariasis Variabel p- value Keterangan Pekerjaan 0,529 Tidak Ada Hubungan (tabel 9.) menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara pekerjaan responden dengan perilaku (p=0,529). Penelitian ini sejalan dengan penelitian Garjito yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara pencegahan kejadian penyakit filariasis di mana nilai p value 0,181. 15 Pekerjaan adalah kegiatan yang dilakukan responden untuk menghasilkan pendapatan dalam mencukupi kebutuhan hidup. Menurut Sukardi, pekerjaan adalah aspek kelas sosial yang penting dan merupakan salah satu indikator terbaik untuk mengetahui cara hidup seseorang. Pekerjaan yang beresiko memungkinkan pekerjaan mengalami multi gigitan vektor penularan filariasis. Jika dibandingkan dengan jenis kelamin, maka pekerjaan beresiko terbesar memiliki oleh penederita berjenis kelamin laki-laki. 16 994

6. Pengetahuan Tabel 10. Distribusi Frekuensi Variabel Pengetahuan Pengetahuan Kurang Baik 43 50,6 Baik 42 49,4 Hasil univariat (tabel 10.) diketahui bahwa sebanyak 50,6% responden yang masuk dalam kategori kurang baik. Tabel 11. Hubungan Variabel Pengetahuan dengan Perilaku Pencegahaan Penyakit Filariasis Variabel p- value Keterangan Pengetahuan 0,011 Ada Hubungan (tabel 11.) menunjukan bahwa ada hubungan antara pengetahuan penyakit filariasis (p=0,011). Penelitian ini sejalan dengan penelitian Yanuarini yang menyatakan bahwa ada hubungan dengan kejadian filariasis di mana nilai p value 0,004. 17 Pengetahuan merupakan dominan yang sangat penting dalam membentuk perilaku. Kurangnya pengetahuan mengenai gejalanya filariasis menyebabkan perilaku pencegahaan yang kurang baik. 7. Sikap Tabel 12. Distribusi Frekuensi Variabel Sikap Sikap Kurang Baik 39 45,9 Baik 46 54,1 Hasil univarit (tabel 12.) diketahui bahwa responden yang memiliki sikap yang baik sebesar 54,1%. Namun masih terdapat responden yang kurang baik 45,9%. Tabel 13. Hubungan Variabel Sikap dengan Perilaku Pencegahaan Penyakit Filariasis Variabel p-value Keterangan Sikap 0,000 Ada Hubungan (tabel 13.) menunjukan bahwa ada hubungan antara sikap dengan perilaku pencegahaan penyakit filariasis (p=0,000). Penelitian ini sejalan dengan penelitian Agustiningsih, yang menyatakan bahwa ada hubungan antara sikap penyakit filariasis dengan p value 0,000. 18 Sikap mengenai praktik kesehatan reproduksi adalah tanggapan atau respon responden terhadap kesehatan reproduksinya. Menurut Teori Lawrence Green sikap merupakan salah satu faktor predisposisi yang dapat mempengaruhi perilaku seseorang. Sikap merupakan respon tertutup seseorang terhadap suatu stimulus atau obyek, baik yang bersifat internal maupun eksternal sehingga manifestasinya tidak langsung dapat dilihat. 19 8. Paparan Informasi Tabel 14. Distribusi Frekuensi Variabel Paparan Informasi Paparan Informasi Kurang baik 39 45,9 Baik 46 54,1 Hasil univariat (tabel 14.) diketahui bahwa responden yang masuk dalam kategori baik dalam penelitian ini sebanyak 54,1%. 995

Tabel 15. Hubungan Variabel Paparan Informasi dengan perilaku pencegahaan penyakit filariasis Variabel p-value Keterangan Paparan Informasi 0,001 Ada Hubungan (tabel 15.) menunjukan bahwa ada hubungan antara paparan informasi dengan perilaku (0,001). Selain itu diketahui bahwa variabel sikap memiliki pengaruh signifikan terhadap perilaku (p=0,000) dan (OR=7,955). Mengatakan bahwa informasi adalah hasil pengolahan data yang memberikan arti dan manfaat. Pengolahan data yang memiliki arti atau manfaat bagi penerimanya, ini berarti bahwa tidak semua fakta atau berita yang kita terima merupakan informasi bagi kita. Jika fakta atau berita itu tidak memiliki arti atau tidak dapat kita ambil manfaatnya maka belum dapat dikatakan sebagai informasi. 20 9. Dukungan Keluarga Tabel 16. Distribusi Frekuensi Variabel Dukungan Keluarga Dukungan Keluarga Kurang mendukung 38 44,7 Mendukung 47 55,3 Hasil univariat (tabel 16.) diketahui bahwa responden yang masuk dalam kategori mendukung sebanyak 55,3%. Tabel 17. Hubungan Variabel Dukungan Keluarga dengan Perilaku Pencegahaan Penyakit Filariasis Variabel p-value Keterangan Dukungan Keluarga 0,033 Ada Hubungan (tabel 17.) menunjukan bahwa ada hubungan antara dukungan keluarga (p=0,033). Penlitian ini sejalan dengan penelitian Kardiantun yang menyatakan bahwa ada hubungan dengan pencegahaan filariasis di mana p value 0,017. 21 Keluarga mempunyai efek yang sangat penting bagi kesehatan dan kesejahtraan berfungsi bersamaan, dengan adanya dukungan akan memberikan rasa kepercayaan diri untuk menghadapi masalah seperti sedang dalam keadaan sakit. 22 10.Dukungan Tokoh Masyarakat Tabel 18. Distribusi Frekuensi Variabel Dukungan Tokoh Masyarakat Dukungan Tokoh Masyarakat Kurang Mendukung 34 40,0 Mendukung 51 60,0 Hasil univarit (tabel 18.) diketahui bahwa sebanyak 60,0% mendapatkan dukungan dari tokoh masyarakat. 996

Tabel 19. Hubungan Variabel Dukungan Tokoh Masyarakat dengan Perilaku Pencegahaan Penyakit Filariasis Variabel p-value Keterangan Dukungan Tokoh Masyarakat 0,716 Tidak Ada Hubungan (tabel 19.) menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara dukungan tokoh masyarakat penyakit filariasis (p=0,716). Peran tokoh masyarakat untuk menjaga kebersihan lingkungan belum sepenuhnya terlaksana, dilihat dari kegiatan gotang royong belum terlaksana dengan rutin. Tokoh masyarakat merupakan salah satu faktor penguat tindakan seseorang Untuk memelihara dan melestarikan nilai-nilai kehidupan yang berdasarkan kegotongroyongan dan kekeluargaan serta untuk membantu meningkatkan kelancaran pelaksanaan tugas pemerintahan, pembangunan, kemasyarakatan di Kelurahan dan meningkatkan peran serta masyarakat dalam pembangunan. 23 11. Dukungan Petugas Kesehatan Tabel 20. Distribusi Frekuensi Variabel Dukungan Petugas Kesehatan Dukungan Petugas Kesehatan % Kurang Mendukung 37 43,5 Mendukung 48 56,5 Hasil univariat (tabel 20.) diketahui bahwa 56,5% responden mendapatkan dukungan dari petugas kesehatan. Tabel 21. Hubungan Variabel Dukungan Petugas Kesehatan dengan Perilaku Pencegahaan Penyakit Filariasis Variabel p-value Keterangan Dukungan Petugas Kesehatan 0,001 Ada Hubungan (tabel 21.) menunjukkan bahwa ada hubungan antara dukungan petugas kesehatan dengan perilaku Pencegahaan penyakit filareiasis (p=0,001). ). Penelitian ini sejalan dengan penelitian dari Erna yang menyatakan bahwa ada hubungan antara dukungan petugas kesehatan dengan pencegahaan filariasis dengan p value 0,003. 24 Perilaku hidup sehat yang dilakukan oleh masyarakat tidak hanya perlu pengetahuan dan dukungan fasilitas namun juga perlu adanya keteladanan dari toma, toga, dan petugas kesehatan. KESIMPULAN 1. Bedasarkan responden perilaku kurang baik sebesar (61,2%), 2. Variabel yang memiliki pengaruh signifikan terhadap perilaku adalah variabel sikap dengan p value 0,000 dan besar risiko 7,955.. 3. Variabel yang berhubungan penyakit filariasis adalah variabel pengetahuan (p=0,011), sikap (p=0,000), paparan informasi (p=0,001), dukungan keluarga (p=0,033), dan dukungan petugas kesehatan (p=0,001). 997

Saran 1. Bagi Institusi Akademik Institusi akademik dapat menanamkan jiwa pengabdian masyarakat kepada mahaiswa. 2. Bagi Dinas Kesehatan Demak dan Puskesmas Melakukan penyebaran informasi secara teratur tentang perilaku pencegahan penyakit filariasis dalam rangka masyarakat dan untuk mengurangi risiko penularan penyakit filariasis dan mengalami kontak dengan nyamuk. 3. Bagi Pemerintah Kelurahan, Puskesmas dan tokoh masyarakat saling bekerja sama untuk lebih aktif dalam perilaku pencegahaan penyakit sarang nyamuk. DAFTAR PUSTAKA 1. P2PL D. Epidemiologi Penyakit Kaki Gajah (Filariasis) di Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2005. 2. Depkes RI. Vektor Penyakit Kaki Gajah. In: Epidemiologi Penyakit Kaki Gajah (Filariasis) di Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2002. 3. WHO Lymphatic filariasis. WHO. 2016;28(1). 4. Dinas Kesehatan Jawa Tengah. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015. Semarang: Dinas Kesehatan Jawa Tengah; 2015. 5. Kementerian Kesehatan RI. Peraturan Menteri Kesehatan Repubik Indonesia Nomor 94 tahun 2014 Tentang Penanggulangan Filariasis. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2015. 1-118 p. 6. Farahiyah M, Nurjazuli, Setiani O. Analisis spasial faktor lingkungan dan kejadian DBD di Kabupaten Demak. Bul Penelit Kesehat. 2014;42(1):25 36. 7. ELIMINASI FILARIASIS PRIORITAS PROGRAM NASIONAL - Pemerintah Kabupaten Ende [Internet]. Bidang Komunikasi dan Informasi pada Dinas Kominfo Kabupaten Ende; 2016. Available from: http://portal.endekab.go.id/com ponent/content/article/40- berita/1963-eliminasi-filariasisprioritas-program-nasional.html 8. Dinas Kesehatan Kabupaten Demak. Profil Kesehatan Kabupaten Demak Tahun 2014. Demak: Dinas Kesehatan Kabupaten Demak; 2015. 9. Dinas Kesehatan Kabupaten Pekalongan. Situasi Penyakit Filariasis Tahun 2002 2014 dan Cakupan Pemberian Obat Massal Pencegahan (POMP) Filariasis di Kecamatan Wonokerto Kabupaten Pekalongan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2014. Pekalongan: Dinas Kesehatan Kabupaten Pekalongan; 2014. 10. Soekidjo N. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta; 2003. 11. Kemennakertrans RI. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia. Jakarta; 2014 p. 1 69. 12. Amelia R. Analisis Faktor Resiko Kejadian Penyakit Filariasis. Unnes J Public Heal. 2014;3(1). 13. Windiastuti IA dkk. Hubungan Kondisi Lingkungan Rumah, Sosial Ekonomi, dan Perilaku Masyarakat dengan Kejadian 998

Filariasis di Kecamatan Pekalongan Selatan Kota Pekalongan The Association between Environmental House Condistion, Socio-economic, and Behaviour Factors with filasi. J Kesehat Lingkung Indones. 2013;12(1). 14. Mariani S. Kesehatan Keluarga dan Lingkungan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius; 1998. 15. Garjito TAD. Filariasis dan beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Penularan di DesaPangku- Tolole Kecamatan Ampibabo, Kabupaten Parigi-Moutong, Provingsi Sulawesi Tengah. J Vektora. 2013;V(2):54 65. 16. Kemenkes RI. Pedoman Pengendalian Filariasis. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2005. 17. Yanuarini C. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Filariasis di Puskesmas Tirto 1 Kabupaten Pekalongan. J Keperawatan FIKkes. 2015;8(1):73 86. 18. Agustianingsih D. Praktik Pencegahaan Filariasis. J Kesehat Masy. 2013;8(2):190 7. 19. Green L. Health Education Planning A Diagnostic Approach. California: Mayfield Publishing Company; 2002. 20. Azhar S. Sistem Informasi Akuntansi. Jakarta; 2004. 21. Kardiantun T. Hubungan Dukungan Keluarga dengan pencegahaan Filariasis di Rasau Jaya II Kabupaten Kubu Raya. J Keperawatan dan Kesehat. 2016;VII(1). 22. Herlinawati. Konsep dan proses keperawatan keluarga. Sulawesi Selatan: Pustaka As Salam; 2013. 23. Kota Semarang. Peraturan Wali Kota Semarang Nomor 17 A Tahun2012 tentang Mekanisme dan Tata Cara Pembentukan Lemabga Kemasyarakatan di Kelurahan Pasal 1 Ayat 8. 2015. 24. Erna S dkk. Perilaku dalam pencegahan filariasis di wilayah kerja puskesmas muara kumpeh kabupaten muaro jambi tahun 2014. Sci J. 2015;4(1):37 43. 999