28 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Determinasi Tanaman Determinasi daun pandan (Pandanus amaryllifolius Roxb.) dilakaukan di Laboratorium Biologi Universitas Sebelas Maret. Hasil determinasi daun pandan (Pandanus amaryllifolius Roxb.) dapat dilihat pada lampiran 1. B. Hasil Ekstraksi Proses ekstraksi daun pandan (Pandanus amaryllifolius Roxb.) dilakukan dengan cara maserasi. Maserasi merupakan cara ekstraksi paling sederhana yang dilakukan dengan merendam serbuk simplisia dengan cairan pelarut, dimana pelarut yang digunakan untuk mengekstraksi daun pandan (Pandanus amaryllifolius Roxb.) adalah etil asetat. Etil asetat dipilih sebagai pelarut karena bersifat semi polar sehingga dapat mengambil kandungan saponin dalam daun pandan wangi. Saponin berfungsi sebagai antibakteri (Robinson, 1995), hal ini didasarkan pada sifat sitotoksik dari saponin dan kemampuanya dalam mempengaruhi permeabilitas membran sitoplasma sehingga sel mikroba menjadi lisis. Senyawa seperti saponin, merupakan zat aktif bersifat polar sehingga diperlukan pelarut yang bersifat polar atau semi polar agar kandungan senyawa tersebut dapat tersari kedalam pelarut (Ansel,1989). Sebanyak 500 gram serbuk daun pandan (Pandanus amaryllifolius Roxb.) dimaserasi dengan 3750 ml etil asetat selama 5 hari, kemudian diremaserasi dengan 1250 ml etil asetat sambil berulang-ulang diaduk. Perbandingan jumlah simplisia dengan pelarut yang digunakan mengacu pada penelitian sebelumnya
29 yaitu, 1:10 (Mardiyaningsih et al, 2014). Tujuan dilakukan maserasi selama 5 hari yaitu karena pada umumnya waktu yang digunakan untuk maserasi adalah 5 hari, setelah waktu tersebut keseimbangan antara bahan yang diekstraksi pada bagian dalam sel dengan luar sel telah tercapai (Voight,1994). Tujuan dilakukan pengadukan saat maserasi adalah untuk menjamin keseimbangan konsentrasi bahan yang diekstraksi lebih cepat didalam pelarut. Remaserasi dilakukan dengan cara menambahkan pelarut baru pada sisa simplisia (residu), tujuan dilakukan remaserasi yaitu untuk mengekstrak senyawa yang yang kemungkinan masih ertinggal pada serbuk simplisia sehingga senyawa yang tersari lebih banyak. Dari proses maserasi ini diperoleh ekstrak daun pandan (Pandanus amaryllifolius Roxb.) sebanyak 42,67 gram. Ekstrak daun pandan (Pandanus amaryllifolius Roxb.) yang diperoleh berupa ekstrak kental berwarna hijau tua dan berbau khas daun pandan dengan rendemen 8,534 %. (Perhitungan rendemen ekstrak daun pandan (Pandanus amaryllifolius Roxb.) dapat dilihat pada lampiran 7). C. Hasil Pengujian Ekstrak Ekstrak daun pandan (Pandanus amaryllifolius Roxb.) yang telah diperoleh selanjutnya dilakukan pengujian ekstrak. Pengujian ekstrak dilakukan untuk mengetahui kualitas ekstrak. Pengujian yang dilakukan meliputi uji organoleptis, uji kandungan senyawa kimia dan perhitumgan rendemen ekstrak. Hasil uji organoleptis dan kandungan kimia ekstrak daun pandan (Pandanus amaryllifolius Roxb.) dapat dilihat dalam tabel 1.
30 Tabel 1. Hasil Uji Organoleptis dan Kandungan Kimia Ekstrak Daun Pandan Pengujian Hasil Uji Organoleptis Warna : Hijau tua Bau : Khas pandan wangi Konsistensi : Kental Kandungan kimia Saponin (+) Pengujian kandungan kimia ekstrak daun pandan (Pandanus amaryllifolius Roxb.) menunjukan bahwa ekstrak pandan mengandung senyawa saponin. Hal tersebut berdasarkan hasil uji tabung yang menunjukan adanya busa setelah dikocok kuat dan busa tetap ada setelah ditambahkan HCl 2N. Saponin terdiri dari sapogenin yang terdiri dari sapogenin yang merupakan molekul aglikon dan sebuah gula. Saponin merupakan senyawa yang menimbulkan busa jika dikocok dalam air. Uji Saponin dilakukan dengan metode Forth, yaitu hidrolisis saponin dalam air. Timbulnya busa pada uji Forth menunjukkan adanya glikosida yang mempunyai kemampuan membentuk buih dalam air yang terhidrolisis menjadi glukosa dan senyawa lainnya. Penambahan HCl 2N bertujuan untuk menambah kepolaran sehingga buih yang terbentuk menjadi stabil (Kumalasari dan Sulistyani, 2011). Reaksi pembentukan busa pada uji saponin ditunjukkan pada gambar 2.
31 Gambar 2. Reaksi hidrolisis saponin dalam air (Merliana, S., 2011) Hasil uji tabung ekstrak daun pandan (Pandanus amaryllifolius Roxb.) dapat dilihat pada lampiran 7. D. Pembuatan Krim Krim ekstrak daun pandan (Pandanus amaryllifolius Roxb.) dibuat dalam tiga formula. Perbedaan antar ketiganya terletak pada penambahan bahan pengental (stiffening agent), dimana formula pertama menggunakan cetaceum, formula kedua menggunakan cetyl alcohol dan formula ketiga menggunakan kombinasi keduanya dengan perbandingan 1:1. Sediaan krim ekstrak daun pandan yang dibuat adalah jenis krim minyak dalam air (M/A), yang terdiri dari fase minyak (asam stearat, vaselin album, cetaceum, cetil alcohol, dan nipasol) dan fase air (gliserin, TEA, nipagin dan aquadest). Pembuatan krim ekstrak daun pandan yaitu dengan cara memanaskan fase minyak dan fase air dalam wadah yang berbeda hingga fase minyak melebur seluruhnya. Setelah itu didalam mortir hangat fase air dimasukan kedalam fase minyak dan diaduk hingga terbentuk massa krim. Tujuan digunakan mortir hangat yaitu untuk mencegah pembekuan tiba-tiba dari fase minyak yang telah dilebur. Kemudian setelah sediaan krim dingin ekstrak kental daun pandan (Pandanus amaryllifolius Roxb.) dimasukan sambil diaduk hingga homogen.
32 Ketiga sediaan krim ekstrak dau pandan (Pandanus amaryllifolius Roxb.) yang telah jadi selanjutnya dilakukan uji sediaan krim yang meliputi uji organoleptis, uji homogenitas, uji tipe krim, uji derajat keasaman (ph), uji daya sebar, uji daya lekat dan uji viskositas. 1. Uji Organoleptis E. Pengujian Sediaan Krim Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya perubahan selama penyimpanan. Pengujian organoleptis meliputi pemeriksaan warna, bau, dan konsistensi sediaan krim secara subyektif atau dengan menggunakan alat indera. Pengujian dilakukan mulai dari minggu ke-0 sampai minggu ke-4, dengan penyimpanan sediaan krim pada suhu 25 0 C. Hasil pengujian organoleptis yang telah dilakukan selama 4 minggu dapat dilihat pada tabel 11. Tabel II. Hasil Uji Organoleptis Krim Daun Pandan Formula Parameter Minggu ke- 0 1 2 3 4 Warna HT HT HT HT HT F1 Bau KP KP KP KP KP Lebih Lebih Lebih Lebih Lebih Konsistensi Lunak Lunak Lunak Lunak Lunak Warna HT HT HT HT HT F2 Bau KP KP KP KP KP Konsistensi Lunak Lunak Lunak Lunak Lunak Warna HT HT HT HT HT F3 Bau KP KP KP KP KP Konsistensi Lunak Lunak Lunak Lunak Lunak Keterangan: F1 : Formula 1 HT: Hijau Tua F2 : Formula 2 KP: Khas Pandan F3 :Formula 3 Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa hasil pemeriksaan warna menunjukan tidak adanya perubahan pada ketiga formula selama penyimpanan
33 dari minggu ke-0 hingga minggu ke-4. Setiap formula memiliki warna hijau tua yang konstan atau tidak berubah dan memiliki bau khas pandan wangi. Selain pemeriksaan warna dan bau dilakukan juga pemeriksaan terhadap konsistensi krim, dimana menunjukan adanya perbedaan pada ketiga formula selama penyimpanan 4 minggu. Formula 1 krim dengan cetaceum memiliki konsistensi yang lebih lunak dibandingkan dengan formula 2 krim dengan cetyl alcohol dan formula 3 krim dengan kombinasi cetaceum dan cetyl alcohol. Hal ini bisa dikarenakan sifat bahan selama penyimpanan seperti cetyl alcohol yang partikel-partikelnya akan cenderung bergabung membentuk ikatan yang lebih rapat sehingga viskositas meningkat, sedangkan cetaceum bersifat hidrofobik sehingga tidak menyerap kandungan air selama penyimpanan. Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa pengamatan yang dilakukan selama 4 minggu menunjukan tidak terjadi perubahan warna, bau, dan konsistensi secara visual pada formula 1, formula 2 dan formula 3 sehingga formula 1, formula 2 dan formula 3 stabil secara organoleptis. 2. Uji Homogenitas Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui homogen atau tidaknya krim yang dihasilkan dan untuk mengetahui perubahan homogenitas yang mungkin terjadi selama proses penyimpanan. Homogenitas mencerminkan tidak terbentuknya partikel-partikel yang memisah atau fase dispers terdistribusi secara merata pada fase pendispers. Hasil pengujian homogenitas yang dilakukan dari minggu ke-0 sampai minggu ke-4 pada suhu 25 0 C dapat dlihat pada tabel III.
34 Tabel III. Hasil Pengujian Homogenitas Krim Formula Minggu ke- 0 1 2 3 4 F1 - - - - - F2 - - - - - F3 - - - - - Keterangan: F1 : Formula 1 (-) : Homogen, tidak ada perubahan F2 : Formula 2 (+) : Tidak homogen, ada perubahan F3 :Formula 3 Dari tabel hasil pengujian diatas dapat diketahui bahwa pada formula 1 krim dengan cetaceum, formula 2 krim dengan cetyl alcohol, dan formula 3 krim dengan kombinasi cetaceum dan cetyl alcohol tidak menunjukan adanya perubahan sehingga dapat dikatakan bahwa ketiga formula homogen. Hal tersebut sesuai dengan persyaratan dalam Ekstra Farmakope Indonesia (1979) dimana apabila krim dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok harus menunjukan susunan yang homogen yang dapat dilihat dengan tidak adanya partikel yang bergerombol dan menyebar secara merata. Sehingga dapat disimpulkan bahwa krim ekstrak daun pandan (Pandanus amaryllifolius Roxb.) memiliki homogenitas yang baik. 3. Uji Tipe Krim Pengujian tipe krim bertujuan untuk mengetahui tipe sediaan krim yang dihasilkan. Pengujian tipe krim yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan metode pewarnaan dengan metil biru, pengujian dilakukan pada minggu ke-0 dan minggu ke-4 untuk mengetahui apakah terjadi perubahan tipe krim selama penyimpanan. Hasil pengujian tipe krim dapat dilihat pada tabel IV.
35 Tabel IV. Hasil Pengujian Tipe Krim Formula Zat warna F1 F2 F3 Metilen blue + + + Keterangan: (+) tersebar merata, (-) tidak tersebar merata Dari tabel tersebut menunjukan bahwa krim formula 1, formula 2, dan formula 3 menghasilkan warna biru merata pada pengujian minggu ke-0 dan minggu ke-28. Hal tersebut artinya ketiga formula krim adalah tipe krim m/a. Warna biru dapat terjadi karena metil biru larut dalam air sehingga tidak berubah warna jika diberikan pada krim dengan tipe m/a yang komponen terbesarnya adalah fase air. Hasil pengujian tipe krim dapat dilihat pada lampiran 11. 4. Uji ph Pengujian ph bertujuan untuk mengetahui nilai derajat keasaman krim dan mengetahui apakah sudah sesuai atau belum ph krim yang telah dibuat dengan standar ph kulit yang cocok sehingga aman jika digunakan pada kulit. Syarat nilai ph kulit antara 5-10 (Troy et al, 2005). Hasil pengujian ph terhadap formula 1, formula 2 dan formula 3 dapat dilihat pada gambar 3. Gambar 3. Grafik Hasil Uji ph krim daun pandan (Pandanus amaryllifolius Roxb.) Keterangan : F1 : Formula krim dengan cetaceum F2 : Formula krim dengan cetyl alkohol F3 : Formula krim dengan cetaceum & cetyl alkohol
36 Dari grafik diatas dapat diketahui terjadi kenaikan dan penurunan nilai ph yang tidak terlalu signifikan selama penyimpanan dari minggu ke-0 sampai minggu ke-4 pada suhu 25 0 C. Peningkatan dan penurunan ph yang terjadi selama penyimpanan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kondisi lingkungan penyimpanan, kurang tertutup rapatnya sediaan, sifat dari masing-masing bahan ada yang bersifat basa seperti cetyl alkohol dan bahan yang peka terhadap cahaya seperti TEA yang menghasilkan asam atau basa. Asam atau basa ini yang mempengaruhi ph. Walaupun terjadi peningkatan nilai ph tetapi kenaikan nilai ph tersebut masih masuk dalam rentang ph kulit 5-10 (Troy et al, dalam Padmadisastra dkk, 2007). Sehingga dapat dikatakan bahwa ketiga formula masih memenuhi persyaratan untuk ph kulit. Peningkatan dan penurunan nilai ph krim tersebut dapat diatasi dengan penambahan larutan penyangga (buffer). Berdasarkan uji anova perbedaan fisik antar formula diketahui (F =100,00, df = 2, P = 0,000 < 0,05) yang berarti ada perbedaan yang bermakna dari ph antar formula krim daun pandan. Uji anova kemudian dilanjutkan dengan uji post hoc yang diperoleh hasil seperti lampiran 17 dan diketahui bahwa ph krim ekstrak daun pandan formula I-II-III, dan formula II-III terdapat perbedaan yang signifikan. Berdasarkan uji anova stabilitas formula selama 4 minggu diketahui formula I (F=3,186, df = 4, P = 0,062 > 0,05), formula II ( F= 2,270, df = 4, P = 0,091 > 0,05) dan formula III (F = 7,666, df = 4, P = 0,004 < 0,05). Sehingga dapat diketahui bahwa formula I dan formula II krim ekstrak daun pandan tidak berbeda signifikan atau stabil, sedangkan formula III terdapat perbedaan yang
37 bermakna. Kemudian uji anova dilanjutkan dengan uji post hoc yang dapat dilihat pada lampiran 17 dan diperoleh hasil adanya perbedaan signifikan pada minggu ke-0 dengan minggu ke-1, minggu ke-2, minggu ke-3 dan minggu ke-4 pada formula III sehingga dapat dikatakan bahwa formula III tidak stabil. 5. Uji Daya Lekat Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa baik daya melekat suatu sediaan. Hal ini berhubungan dengan berapa lama waktu kontak sediaan dengan kulit hingga mencapai efek yang diinginkan (Voigh, 1984). Semakin besar daya lekat krim maka absorbsi obat akan semakin besar karena kontak yang terjadi antara krim dengan kulit semakin lama sehingga basis dapat melepaskan obat secara optimal. Adapun syarat waktu daya lekat yang baik adalah tidak kurang dari 4 detik (Susanti dan Kusmiyarsih,2011). Hasil pengujian daya lekat dapat diihat pada gambar 4. Gambar 4. Grafik Hasil Uji Daya Lekat Krim Daun Pandan (Pandaus amaryllifolius Roxb.)
38 Berdasarkan uji daya lekat dari ketiga formula krim ekstrak daun pandan formula I memiliki waktu daya lekat paling kecil. Sedangkan formula II dan formula III mampu memenuhi daya lekat krim yang baik. Daya lekat pada formula I paling kecil disebabkan karena formula I memiliki konsistensi yang lebih lunak sehingga waktu daya lekatnya kecil. Konsentrasi bahan pengental juga dapat mempengaruhi besar kecilnya waktu daya lekat ini, dimana untuk setil alkohol membutuhkan konsentrasi yang tidak terlalu besar yaitu antara 2-4% untuk menghasilkan konsistensi dengan waktu yang baik sedangkan untuk setaseum membutuhkan konsentrasi 1-15% sehingga dengan konsentrasi 6% kurang memberikan konsistensi dengan waktu lekat yang memenuhi syarat. Berdasarkan uji anova terhadap perbedaan fisik antar formula diperoleh (F= 37,191, df = 2, P = 0,000 < 0,05) yang artinya ada perbedaan bermakna pada daya lekat antar formula krim ekstrak daun pandan. Selanjutnya dilakukan uji post hoc yang diperoleh hasil seperti lampiran 17 dan diketahui adanya perbedaan yang signifikan antara formula I-II-III, sedangkan antara formula II dengan formula III tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Berdasarkan uji anova stabilitas formula selama penyimpanan 4 minggu diketahui formula I (F=14,228, df=4, P= 0,000 < 0,05), formula II (F= 0,635, df= 4, P= 0,649 > 0,05) dan formula III (F= 5,487, df= 4, P= 0,013 < 0,05) yang artinya ada perbedaan bermakna pada daya lekat formula I dan III selama penyimpanan selama 4 minggu sedangkan untuk formula II tidak ada perbedaan yang bermakna atau stabil. Selanjutnya dilakukan uji post hoc untuk formula I dan III yang diperoleh hasil seperti lampiran 17 dan diketahui adanya perbedaan yang
39 signifikan pada formula I yaitu pada minggu ke-0 dengan minggu ke-3 dan ke-4, minggu ke-1 dengan minggu ke-3 dan ke-4, minggu ke-2 dengan minggu ke-4, dan minggu ke-3 dengan minggu ke-4. Sedangkan pada formula III diketahui adanya perbedaan yang signifikan pada minggu ke-0 dengan minggu ke-3, minggu ke-1 dengan minggu ke-3, minggu ke-2 dengan minggu ke-4, dan minggu ke-3 dengan minggu ke-4. 6. Uji Daya Sebar Pengujian daya sebar dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan menyebar sediaan pada tempat yang dikehendaki. Permukaan penyebaran yang dihasilkan dengan meningkatkan beban, merupakan karakteristik daya sebar. Luas penyebaran ini berbanding lurus dengan peningkatan beban yang diberikan, makin besar beban yang diberikan maka makin besar pula luas penyebarannya. Daya sebar yang baik akan menjamin pelepasan bahan obat yang memuaskan (Voight,1984). Syarat daya sebar pada sediaan krim yaitu 50-70 mm (Susanti dan Kusmiyarsih, 2011). Pengujian daya sebar dilakukan selama 4 minggu pada suhu 25 0 C. Hasil pengujian daya sebar dapat dilihat pada gambar 5. Gambar 5. Grafik Hasil Uji Daya Sebar Krim Daun Pandan (Pandaus amaryllifolius Roxb.)
40 Dari grafik diatas dapat diketahui daya menyebar tiap formula mengalami peningkatan dan penurunan. Daya sebar krim berkaitan dengan viskositas krim (Kranthi et al, 2011). Semakin rendah viskositas krim maka kemampuan krim untuk mengalir lebih tinggi sehingga memungkinkan krim untuk menyebar dengan mudah dan terdistribusi merata. Krim dengan penambahan cetaseum memiliki daya menyebar lebih tinggi dibandingkan dengan krim dengan cetyl alkohol maupun kombinasi cetaseum-cetyl alkohol. Hal ini karena cetaceum memiliki sifat hydrofobik yang tidak menyerap air sehingga kandungan air dalam krim masih stabil sedangkan cetyl alkohol dalam penyimpanan menyerap air dari krim sehingga krim lebih kental dari pada kedua formula yang lain. Berdasarkan uji anova terhadap perbedaan fisik antar formula diperoleh (F= 7,186, df = 2, P = 0,011 < 0,05) yang artinya ada perbedaan bermakna pada daya sebar antar formula krim ekstrak daun pandan. Selanjutnya dilakukan uji post hoc yang diperoleh hasil seperti lampiran 17 dan diketahui adanya perbedaan yang signifikan antara formula I-II-III, sedangkan antara formula II dengan formula III tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Berdasarkan uji anova stabilitas formula selama penyimpanan 4 minggu diketahui formula I (F=1,349, df=4, P= 0,298 > 0,05), formula II (F= 0,999, df= 4, P= 0,438 > 0,05) dan formula III (F= 1,756, df= 4, P= 0,190 > 0,05) yang artinya tidak ada perbedaan bermakna pada daya lekat formula I, II dan III selama penyimpanan 4 minggu sehingga dapat dikatakan formula krim ekstrak daun pandan stabil untuk kemampuan daya sebar selama penyimpanan.
41 7. Uji Viskositas Pengujian viskositas bertujuan untuk mengetahui tingkat kekentalan yang dimiliki oleh krim daun pandan wangi. Viskositas merupakan parameter yang menyatakan besarnya kekuatan suatu cairan untuk mengalir. Makin tinggi viskositas maka makin besar tahanannya (Martin et al, 1993). Pada pembuatan krim harus diperhatikan viskositasnya karena viskositas dari sediaan semi solid berhubungan erat dengan daya menyebar sediaan krim pada kulit dan kenyamanannya pada waktu pemakaian. Semakin besar viskositas maka daya menyebarnya menjadi semakin kecil. Krim yang mempunyai viskositas yang rendah akan memudahkan saat pemakaian serta pengambilan dari wadah menjadi semakin mudah karena konsistensinya lunak. Viskositas krim juga berhubungan dengan daya melekatnya, karena semakin tinggi viskositas maka kemampuan krim untuk melekat semakin lama. Dalam penelitian ini pengujian viskositas krim dilakukan hanya pada minggu ke-2, minggu ke-3 dan minggu ke-4. Pengujian pada minggu ke-0 dan minggu ke-1 tidak dilakukan dikarenakan alat viskometer yang masih dalam perbaikan. Hasil pengujian viskositas dari minggu ke-2 hingga minggu ke-4 dapat diihat pada gambar 6. Gambar 6. Grafik Hasi Uji Viskositas Krim Daun Pandan (Pandaus amaryllifolius Roxb.)
42 Dari grafik diatas diketahui bahwa formula 1, formula 2 dan formula 3 mengalami kenaikan viskositas. Peningkatan viskositas pada krim ekstrak daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) disebabkan karena dengan bertambahnya waktu penyimpanan maka partikel-partikel akan cenderung bergabung membentuk ikatan yang lebih rapat sehingga laju alir menurun. Formula 2 yaitu krim dengan cetyl alkohol memiiki nilai viskositas paling tinggi dibandingkan formula 1 dan 3. Perbedaan ini dapat disebabkan karena sifat dari bahan, cetaseum memiliki sifat hidrofobik yaitu tidak mudah menyerap air sehingga pada krim dengan stiffening agent cetaseum memiliki konsistensi yang lebih lunak dibandingkan krim dengan stiffening agent cetyl alkohol maupun kombinasi cetaceum-cetyl alkohol. Berdasarkan uji anova perbedaan fisik antar formula diketahui (F =12,687, df = 2, P = 0,007 < 0,05) yang berarti ada perbedaan yang bermakna dari viskositas antar formula krim daun pandan. Uji anova kemudian dilanjutkan dengan uji post hoc yang diperoleh hasil seperti lampiran 17 dan diketahui bahwa viskositas krim ekstrak daun pandan formula I dengan formula II dan III terdapat perbedaan yang signifikan, sedangkan antara formula II dengan formula III tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Berdasarkan uji anova stabilitas formula selama 4 minggu diketahui formula I (F= 5,333, df = 2, P = 0,047 < 0,05), formula II ( F= 0,865, df = 2, P = 0,468 > 0,05) dan formula III (F = 0,727, df = 2, P = 0,521 > 0,05). Sehingga dapat diketahui bahwa formula II dan formula III krim ekstrak daun pandan tidak berbeda signifikan atau stabil, sedangkan formula I terdapat perbedaan yang
43 bermakna. Kemudian uji anova pada formula 1 dilanjutkan dengan uji post hoc yang dapat dilihat pada lampiran 17 dan diperoleh hasil adanya perbedaan signifikan pada minggu ke-2 dengan minggu ke-4, minggu ke-3 dan minggu ke-4. Dari pengujian sifat fisik dan kimia yang telah dilakukan maka formula krim ekstrak daun pandan yang baik adalah pada formula II yaitu formula krim dengan stiffening agent cetyl alcohol dimana memiliki nilai ph 7,75-8,37 yang masih masuk dalam syarat ph kulit menurut literatur antara 5-10 (Troy et al, 2005). Kemampuan daya sebar dan daya lekat formula II krim ekstrak daun pandan juga memenuhi syarat dari literatur. Hubungan antara viskositas, daya lekat, serta daya sebar krim ekstrak daun pandan formula II memenuhi syarat yaitu semakin besar viskositas maka daya menyebarnya menjadi semakin kecil, kemampuan krim untuk melekat semakin lama. Dalam penyimpanan formula II krim ekstrak daun pandan lebih stabil dibandingkan formula I dan formula III.