BAB I PENDAHULUAN. bakteri Mycobacterium tuberculosis. Manusia yang terinfeksi bakteri Mycobacterium

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. TB sudah dilakukan dengan menggunakan strategi DOTS (Directly Observed

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat dunia. Setiap tahunnya, TB Paru menyebabkan hampir dua juta

I. PENDAHULUAN. secara global masih menjadi isu kesehatan global di semua Negara (Dave et al, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia maupun di Indonesia.

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis, dengan gejala klinis seperti batuk 2

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit menular yang

BAB 1 PENDAHULUAN. TB Paru merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi

BAB I PENDAHULUAN. komplikasi berbahaya hingga kematian (Depkes, 2015). milyar orang di dunia telah terinfeksi bakteri M. tuberculosis.

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau sering disebut dengan istilah TBC merupakan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. World. Health Organization (WHO) dalam Annual report on global TB

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ditakuti karena menular. Menurut Robins (Misnadiarly, 2006), tuberkulosis adalah

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. tanah lembab dan tidak adanya sinar matahari (Corwin, 2009).

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu masalah kesehatan utama yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menular (dengan Bakteri Asam positif) (WHO), 2010). Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan global utama dengan tingkat

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. seluruh dunia. Jumlah kasus TB pada tahun 2014 sebagian besar terjadi di Asia

BAB 1 : PENDAHULUAN. tertinggi di antara negara-negara di Asia. HIV dinyatakan sebagai epidemik

BAB I PENDAHULUAN. mencanangkan TB sebagai kegawatan dunia (Global Emergency), terutama

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di dunia walaupun upaya pengendalian dengan strategi Directly

BAB I PENDAHULUAN. dari golongan penyakit infeksi. Pemutusan rantai penularan dilakukan. masa pengobatan dalam rangka mengurangi bahkan kalau dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Departemen Kesehatan RI (2008) tuberkulosis merupakan

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis (Alsagaff,H, 2006). Penyakit ini juga

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di dunia, terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia.

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis.bakteri ini berbentuk batang dan bersifat

PRATIWI ARI HENDRAWATI J

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) Tahun 2011, kesehatan adalah suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor risiko..., Helda Suarni, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini sering

BAB I PENDAHULUAN. TB (Mycobacterium Tuberculosis) (Depkes RI, 2011). Mycobacrterium tuberculosis

SKRIPSI ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN PENYAKIT TUBERKULOSIS PADA ANAK DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA

SAFII, 2015 GAMBARAN KEPATUHAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU TERHADAP REGIMEN TERAPEUTIK DI PUSKESMAS PADASUKA KECAMATAN CIBEUNYING KIDUL KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. pengobatan. Pada era Jaminan Kesehatan Nasional saat ini pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. kecacatan dalam masyarakat (Depkes RI, 2009). pembangunan berkelanjutan yang diberi nama Sustainable Development Goals

BAB I PENDAHULUAN UKDW. kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health

S T O P T U B E R K U L O S I S

BAB 1 PENDAHULUAN. bertambah, sedangkan insiden penyakit menular masih tinggi. Salah satu penyakit

BAB I PENDAHULUAN. oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki, perempuan, tua, muda, miskin, kaya, dan sebagainya) (Misnadiarly,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuberkulosis Paru adalah penyakit infeksius yang menular yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Millenium Development Goals (MDGs) merupakan agenda serius untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar bakteri TB menyerang paru, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Millenium Development Goals (MDGs) merupakan agenda serius untuk

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit paling mematikan di

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi kronis yang masih menjadi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan. masyarakat di dunia tidak terkecuali di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan sekitar 2 miliar atau sepertiga dari jumlah penduduk dunia telah

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus di kalangan masyarakat. Menurut World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. paru yang disebabkan oleh basil TBC. Penyakit paru paru ini sangat

BAB I PENDAHULUAN. di kenal oleh masyarakat. Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Tuberculosis Paru (TB Paru) merupakan salah satu penyakit yang


BAB I PENDAHULUAN. global.tuberkulosis sebagai peringkat kedua yang menyebabkan kematian dari

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular langsung yang. disebabkan oleh kuman TB yaitu Mycobacterium Tuberculosis yang pada

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. bahwa penyakit tuberkulosis merupakan suatu kedaruratan dunia (global

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit TB paru merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. tergantung pada potensi biologinya. Tingkat tercapainya potensi biologi seorang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dan termasuk salah satu sasaran Millennium Development Goals (MDGs) dalam

BAB I PENDAHULUAN. utama. The World Health Organization (WHO) dalam Annual Report on Global

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terdapat di negara-negara berkembang dan 75% penderita TB Paru adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC)

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk mencapai kualitas hidup seluruh penduduk yang lebih baik. Oleh banyak

BAB I PENDAHULUAN. bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit TB dapat menyebar melalui droplet

BAB I PENDAHULUAN. bakterituberkulosis tersebut (Kemenkes RI,2012). Jumlah prevalensi TB di

BAB I PENDAHULUAN. Asam) positif yang sangat berpotensi menularkan penyakit ini (Depkes RI, Laporan tahunan WHO (World Health Organitation) tahun 2003

BAB 1 PENDAHULUAN. nasional dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan serta ditujukan

PERANAN MASYARAKAT DALAM PENANGGULANGAN TUBERKULOSIS PARU

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat menimbulkan komplikasi kesakitan (morbiditas) dan kematian

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan yang baik dan berkeadilan, sebagaimana diatur dalam Undang-undang

I. PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Menurut World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan terutama di Negara berkembang seperti di Indonesia. Penyebaran

BAB I. PENDAHULUAN. mengganti aktor pusat menjadi daerah dalam hal pengambilan kebijakan. dengan masyarakat. Dengan begitu, informasi tentang proses

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya paling tinggi di dunia. Berdasarkan laporan World Health

BAB I PENDAHULUAN. jiwa dan diantaranya adalah anak-anak. WHO (2014) mengestimasi

BAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

Identifikasi Faktor Resiko 1

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dikategorikan high burden countries. Kasus baru Tuberkulosis di dunia

BAB 1 PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Sumber infeksi TB kebanyakan melalui udara, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Penyakit ini

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Melalui pembangunan kesehatan diharapkan akan tercapai

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular yang menjadi masalah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut laporan World Health Organitation tahun 2014, kasus penularan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis (Tb) merupakan penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Manusia yang terinfeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis biasanya menularkan pada manusia melalui percikan dahak yang keluar ketika bersin. Percikan tersebut masuk melalui saluran pernafasan ke dalam paru. Penyakit tuberkulosis paru dapat terjadi pada semua kelompok umur baik di paru maupun di luar paru. Namun, penyakit tuberkulosis lebih sering menyerang daerah paru. Ketika bakteri Mycobacterium tuberculosis menyerang daerah di luar paru, maka disebut penyakit tuberkulosis ekstra paru. Penyakit infeksi (termasuk penyakit tuberkulosis) menyebabkan tubuh kehilangan zat gizi dan akan mempengaruhi konsumsi makanan yang disebabkan menurunnya nafsu makan dan efek obat anti tuberkulosis seperti rifampisin. Diperkirakan sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh bakteri ini. Ada beberapa hal yang menjadi penyebab semakin meningkatnya penyakit Tb paru di dunia antara lain karena kemiskinan, meningkatnya penduduk dunia, perlindungan kesehatan yang tidak mencukupi, kurangnya biaya untuk berobat, serta adanya epidemi HIV terutama di Afrika dan Asia (Depkes RI, 2008). Munculnya pandemi HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome) di dunia menambah permasalahan penyakit tuberkulosis paru, koinfeksi dengan HIV akan meningkatkan risiko kejadian penyakit tuberkulosis paru secara signifikan. Pada saat yang sama kekebalan ganda kuman

tuberkulosis terhadap obat anti Tuberkulosis (MDR=Multi Drug Resistance), semakin menjadi masalah akibat kasus yang tidak berhasil disembuhkan. Keadaan tersebut pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya epidemik penyakit tuberkulosis paru yang sulit ditangani (Depkes RI, 2008). Menurut Depkes RI (2005), Asia Tenggara menanggung bagian yang terberat dari beban tuberkulosis paru global yakni sekitar 38% dari kasus tuberkulosis paru dunia. Sedangkan menurut Fatiyyah, et al (2011), dalam bukunya menyebutkan bahwa jumlah kasus terbanyak adalah wilayah Asia Tenggara (35%), Afrika (30%) dan wilayah Pasifik Barat (20%). Sebanyak 11-13% kasus tuberkulosis paru adalah HIV positif, dan 80% kasus tuberkulosis paru -HIV berasal dari regio Afrika. Pada tahun 2009, diperkirakan kasus tuberkulosis paru multidrug-resistant (MDR) sebanyak 250.000 kasus (230.000-270.000 kasus), tetapi hanya 12% atau 30.000 kasus yang sudah terkonfirmasi. Dari hasil data WHO tahun 2009, lima negara dengan insidens kasus terbanyak yaitu India (1,6-2,4 juta), China (1,1-1,5 juta), Afrika Selatan (0,4-0,59 juta), Nigeria (0,37-0,55 juta) dan Indonesia (0,35-0,52 juta). India menyumbangkan kira-kira seperlima dari seluruh jumlah kasus di dunia (21%). WHO dalam Annual Report on Global Tb Control (2003) menyatakan terdapat 22 negara dikategorikan sebagai high burden countries terhadap tuberkulosis paru, termasuk Indonesia. Pada tahun 2004 diperkirakan 2 juta orang meninggal di seluruh dunia karena penyakit tuberkulosis paru dari total 9 juta kasus. Karena jumlah penduduknya yang cukup besar, Indonesia menempati urutan ketiga di dunia dalam hal penderita tuberkulosis paru setelah India dan China. Setiap tahun angka perkiraan

kasus baru berkisar antara 500 hingga 600 orang diantara 100.000 penduduk (Depkes RI, 2008). Pada tahun 2010, Indonesia mempunyai target indikator case detection rate (CDR) sebesar 73% dengan capaian 73,02% dan target angka keberhasilan pengobatan atau success rate (SR) 88% sedangkan pencapaian adalah 89,3%. untuk tahun 2014, target CDR dan SR adalah masing-masing sebesar 90% dan 88%. Target stop Tb partnership pada tahun 2015 yaitu mengurangi rerata prevalens dan kematian dibandingkan pada tahun 1990. Pada tahun 2050 targetnya adalah mengurangi insiden global kasus tuberkulosis paru aktif menjadi kurang dari 1 kasus per satu juta populasi per tahun (Fatiyyah, et al,. 2011). Pemberantasan kasus tuberkulosis paru menjadi perhatian dunia karena pemberantasan kasus tuberkulosis paru termasuk dalam tujuan keenam dari Milllenium Development Goals (MDG) 2015 yakni penanganan penyakit menular berbahaya yaitu HIV/AIDS, malaria, tuberkulosis paru dan penyakit lainnya. Sedangkan penyebab utama meningkatnya beban masalah tuberkulosis paru adalah kondisi sosial ekonomi, kondisi lingkungan yang buruk, status gizi yang buruk, dan program penanganan tuberkulosis paru yang belum optimal. Mengacu pada kondisi tersebut diperlukan adanya penanggulangan penyakit tuberkulosis paru ini. DOTS (Directly Observed Treatment Succes Rate) adalah stategi penyembuhan tuberkulosis paru jangka pendek dengan pengawasan secara langsung. Dengan menggunakan strategi DOTS, maka proses penyembuhan tuberkulosis paru dapat berlangsung secara cepat. Kategori kesembuhan penyakit tuberkulosis paru yaitu suatu kondisi dimana individu telah menunjukan peningkatan

kesehatan dan memiliki salah satu indikator kesembuhan penyakit tuberkulosis paru, diantaranya: menyelesaikan pengobatan secara lengkap dan pemeriksaan ulang dahak (follow up) hasilnya negatif pada akhir pengobatan dan minimal satu pemeriksaan follow up sebelumnya negatif (Depkes RI, 2008). Program kesembuhan tuberkulosis paru DOTS menekankan pentingnya pengawasan terhadap penderita tuberkulosis paru agar menelan obat secara teratur sesuai ketentuan sampai dinyatakan sembuh. Strategi DOTS direkomendasikan oleh WHO secara global termasuk di Indonesia untuk menanggulangi tuberkulosis paru, karena menghasilkan angka kesembuhan yang tinggi yaitu 95% (Fatiyyah, et al,. 2011). Priyadi (2003), menyatakan bahwa faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian tuberkulosis paru adalah kondisi lingkungan rumah, status gizi, minuman beralkohol, merokok, penyakit penyerta, kontak dengan penderita dan sosial ekonomi. Sejalan dengan penelitian Firdous, dkk (2006) yang menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempunyai hubungan bermakna dengan kesembuhan/ketidaksembuhan orang yang sedang berobat tuberkulosis paru adalah merokok, penghasilan, pengetahuan tentang tuberkulosis paru, sikap terhadap proses pengobatan tuberkulosis paru, perilaku, keadaan rumah, program OAT (Obat Anti Tuberkulosis), PMO (Pengawas Minum Obat), dan keadaan gizi penderita. Secara umum diterima bahwa gizi merupakan salah satu determinan penting respons imunitas. Penelitian epidemiologis dan klinis menunjukkan bahwa kekurangan gizi menghambat respons imunitas dan meningkatkan risiko penyakit infeksi. Sanitasi dan higiene perorangan yang buruk, kepadatan penduduk yang

tinggi, kontaminasi pangan dan air, dan pengetahuan gizi yang tidak memadai berkontribusi terhadap kerentanan terhadap penyakit infeksi. Berbagai penelitian yang dilakukan selama kurun waktu 35 tahun yang lalu membuktikan bahwa gangguan imunitas adalah suatu faktor antara (intermediate factor) kaitan gizi dengan penyakit infeksi (Chandra, 1997). Sebagai contoh, kekurangan energi protein (KEP) berkaitan dengan gangguan imunitas berperantara sel (cell-mediated immunity), fungsi fagosit, sistem komplemen, sekresi antibodi imunoglobulin A, dan produksi sitokin (cytokines). Kekurangan zat gizi tunggal, seperti seng, selenium, besi, tembaga, vitamin A, vitamin C, vitamin E, vitamin B6, dan asam folat juga dapat memperburuk respons imunitas. Selain itu, kelebihan zat gizi atau obesitas juga menurunkan imunitas (Chandra, 1997). Status gizi merupakan variabel yang sangat berperan dalam timbulnya kejadian tuberkulosis paru, tentu saja hal ini masih tergantung variabel lain yang utama yaitu ada tidaknya kuman tuberkulosis pada paru. Pada umumnya, status gizi penderita sebelum terkena kuman tuberkulosis paru termasuk normal. Namun setelah kuman tuberkulosis masuk ke tubuh, berangsur-angsur merusak jaringan tubuh sehingga status gizinya menurun. Seperti diketahui kuman tuberkulosis merupakan kuman yang suka tidur hingga bertahun-tahun, apabila memiliki kesempatan untuk bangun dan menimbulkan penyakit maka timbulah kejadian penyakit tuberkulosis paru. Oleh karena itu salah satu kekuatan daya tangkal adalah status gizi yang baik, baik pada wanita, laki-laki, anak-anak maupun dewasa. Hal ini sejalan dengan penelitian Firdous, dkk (2006), menyatakan bahwa penderita yang status gizinya baik pada

pertengahan masa pengobatan maka akan memiliki kesempatan sembuh 9,5 kali dibandingkan dengan yang status gizinya buruk. Sedangkan menurut Sasilia (2013), mengungkapkan penderita tuberkulosis paru cenderung memiliki kondisi status gizi kurang. Status gizi yang buruk merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kejadian tuberkulosis paru, kekurangan protein, kalori dan kekurangan zat besi akan meningkatkan resiko terkena penyakit tuberkulosis paru. Sebaliknya, penyakit tuberkulosis paru dapat mempengaruhi status gizi penderita karena proses perjalanan penyakit yang mempengaruhi daya tahan tubuh. Hal ini sesuai dengan hasil preliminary study di Bandung (2007), menunjukkan asupan protein pada penderita tuberkulosis paru orang dewasa hanya mencapai 36 gram/hari atau 65 persen dari angka kecukupan (AKG: 55/gram/hari). Hasil ini sama dengan penelitian Pakasi (2009), yang menunjukkan bahwa penderita tuberkulosis paru umumnya memiliki asupan zat gizi yang rendah. Asupan protein penderita tuberkulosis paru pada penelitian di Nusa Tenggara Timur bahkan lebih rendah, yaitu 26,4 gram atau 26 persen dari AKG. Cara pengukurannya dapat dilakukan dengan membandingkan berat badan dan tinggi badan atau Indeks Massa Tubuh (IMT). Di Sumatera Utara, dari hasil pendataan Dinas Kesehatan Sumut selama tahun 2010, tercatat 73,8 persen penderita Tuberkulosis paru BTA (Basil Tahan Asam) positif atau sebesar 15.614 orang. Sedangkan estimasi berjumlah 21.148 orang. Berdasarkan survei, dari jumlah tersebut, Kota Medan merupakan yang terbesar penderitanya bila dibandingkan dengan jumlah penduduk dari tiap kab/kota. Sedangkan pada tahun 2012 terjadi penurunan penderita tuberkulosis paru yaitu

sebesar 7.569 orang. Hal ini menunjukkan bahwa program yang ditetapkan untuk menurunkan jumlah penderita tuberkulosis paru berhasil. Menurut catatan Puskesmas Medan Johor bagian tuberkulosis paru, tahun 2012 jumlah penderita tuberkulosis paru dengan BTA positif sebesar 106 orang (1,4 %). Sedangkan pada tahun 2013, yakni dari bulan Januari hingga Agustus data penderita tuberkulosis paru sebanyak 60 orang. Hal ini membuat saya tertarik untuk meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi tuberkulosis paru dan kesembuhannya. Program yang diterapkan di Puskesmas Johor adalah pengambilan obat dan kontrol ulang yang meliputi penimbangan berat badan dan efek selama minum obat pada penderita tuberkulosis paru setiap hari selasa. Hasil penimbangan tersebut kadang naik dan kadang turun. Akan tetapi, banyak juga yang menunjukkan kenaikan berat badannya. Hal ini bisa terjadi karena beberapa faktor, di antaranya pengaruh asupan makan yang dimakan setiap harinya oleh pasien tersebut.

1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahannya adalah bagaimana keadaan status gizi penderita tuberkulosis paru di Puskesmas Medan Johor. 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran status gizi pada penderita tuberkulosis paru di Puskesmas Medan Johor. 1.3.2. Tujuan Khusus a. Mengetahui status gizi penderita tuberkulosis paru di Puskesmas Medan Johor. b. Mengetahui tingkat konsumsi energi dan protein pada penderita tuberkulosis paru di Puskesmas Medan Johor. c. Mengetahui pengetahuan penderita tuberkulosis paru di Puskesmas Medan johor d. Mengetahui pengobatan pada penderita tuberkulosis paru di Puskesmas Medan Johor. e. Mengetahui perilaku merokok pada penderita tuberkulosis paru di Puskesmas Medan Johor.

1.4.Manfaat Penelitian 1. Bagi Puskesmas Medan Johor, sebagai data yang diperlukan untuk kegiatan penyuluhan serta arahan pada penderita tuberkulosis paru yang datang ke Puskesmas Medan Johor. 2. Bagi Dinas Kesehatan Kota Medan, sebagai masukan bagi Dinas Kesehatan Kota Medan guna membuat kebijakan dalam pencegahan, penanggulangan dan pemberantasan penyakit tuberkulosis paru di Kota Medan.