BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di tiap daerah dapat memilih kepala daerah secara langsung dan

dokumen-dokumen yang mirip
DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 041/P/2017 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAPPENAS. Pelimpahan Urusan Pemerintahan. Gubernur. Dekonsetrasi. Perubahan.

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor),

Fungsi, Sub Fungsi, Program, Satuan Kerja, dan Kegiatan Anggaran Tahun 2012 Kode Provinsi : DKI Jakarta 484,909,154

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

2017, No telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang- Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahu

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia adalah adanya

MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA

KEBIJAKAN PENGANGGARAN DANA PERIMBANGAN DALAM APBD 2017 DAN ARAH PERUBAHANNYA

RUMAH KHUSUS TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN

LAPORAN MONITORING REALISASI APBD DAN DANA IDLE TAHUN 2013 SEMESTER I

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakh

KATA PENGANTAR. Kata Pengantar. iii

U r a i a n. Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Pendidikan Nonformal dan Informal

TABEL 1 GAMBARAN UMUM TAMAN BACAAN MASYARAKAT (TBM) KURUN WAKTU 1 JANUARI - 31 DESEMBER 2011

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala Arsip Nasional Re

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, maka pelaksanaan pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sejak dikeluarkannya Undang-Undang No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

Nusa Tenggara Timur Luar Negeri Banten Kepulauan Riau Sumatera Selatan Jambi. Nusa Tenggara Barat Jawa Tengah Sumatera Utara.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.115, 2010 Kementerian Perumahan Rakyat. Pelimpahan wewenang. Dekonsentrasi.

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 1970-an telah terjadi perubahan menuju desentralisasi di antara negaranegara,

DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN DIREKTORAT EVALUASI PENDANAAN DAN INFORMASI KEUANGAN DAERAH SUBDIT DATA KEUANGAN DAERAH

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPKP. Pembinaan. Pengawasan. Perubahan.

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS

LAPORAN MONITORING REALISASI APBD DAN DANA IDLE - TAHUN ANGGARAN TRIWULAN III

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

I. PENDAHULUAN. percepatan terwujudnya peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat (Bappenas,

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan Desentralisasi di Indonesia ditandai dengan adanya Undangundang

Monitoring Realisasi APBD Triwulan I

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Awal diterapkannya otonomi daerah di Indonesia ditandai dengan

JURNAL STIE SEMARANG, VOL 5, NO 1, Edisi Februari 2013 (ISSN : ) ANALISIS APBD TAHUN 2012 Adenk Sudarwanto Dosen Tetap STIE Semarang

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 / HUK / 2012 TENTANG

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi fiskal dan otonomi daerah telah membawa konsekuensi pada

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perencanaan Pemb

BAB I PENDAHULUAN. sentralisasi menjadi sistem desentralisasi merupakan konsekuensi logis dari

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh

SEBAGAI WAKIL PEMERINTAH DI WILAYAH PROVINSI.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembar

ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN DAN KOTA DI PULAU JAWA DAN KALIMANTAN

MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

MEKANISME PENGELOLAAN KEUANGAN PASCA OPTIMALISASI DAN PENGHENTIAN KEGIATAN DEKONSENTRASI URUSAN PEMERINTAHAN UMUM DAN FORKOPIMDA TAHUN ANGGARAN 2016

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN,

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 220/MENKES/SK/VI/2013 TENTANG TIM BINAAN WILAYAH BIDANG KESEHATAN

2

ALOKASI ANGGARAN. No Kode Satuan Kerja/Program/Kegiatan Anggaran (Ribuan Rp) (1) (2) (3) (4) 01 Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta

2011, No Gubernur sebagaimana dimaksud pada huruf a, ditetapkan dengan Peraturan Menteri; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Pembangunan di Indonesia secara keseluruhan

Tabel Lampiran 1. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Per Propinsi

BAB I PENDAHULUAN. mengelola pemerintahannya berdasarkan local diskresi yang dimiliki, sehingga

-2- Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3455); 2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Perbendaharaan Negara (Lembaga N

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembar

I. PENDAHULUAN. masalah kompleks yang telah membuat pemerintah memberikan perhatian khusus

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN DANA DEKONSENTRASI

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MANUSIA. Pelimpahan Kewenangan. Dekonsentrasi.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2089, 2014 ANRI. Dana Dekonsentrasi. Kegiatan. Pelaksanaan.

FORMULIR 3 RENCANA KERJA KEMENTRIAN/LEMBAGA (RENJA-KL) TAHUN ANGGARAN 2016

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang

2 menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.05/2014 tentang Pelaksanaan Sistem Perbendahar

2017, No dalam rangka Penyelenggaraan Dekonsentrasi Tahun Anggaran 2018; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

PANDUAN. Aplikasi Database Tanah, Bangunan/Gedung, dan Rumah Negara Gol. 2

BAB 1 PENDAHULUAN. diartikan sebagai hak, wewenwang, dan kewajiban daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. Dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 22 Tahun kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dari Orde Baru ke Orde Reformasi telah membuat beberapa perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan keuangan daerah adalah seluruh kegiatan yang meliputi

BUPATI BANGLI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGLI NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2012

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia mendorong terciptanya. rangka bentuk tanggungjawab pemerintah kepada masyarakat.

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN 2014 A PB D L A P O R A N A N A L I S I S REALISASI APBD

Tabel 1. Jenis Pendapatan Daerah. Ratarata % Dalam milyar rupiah. Jenis Pendapatan

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI BENGKULU MARET 2016 MULAI MENURUN

Deskripsi dan Analisis

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Daerah (sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2009

- 1 - KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5/HUK/2018 TENTANG PENETAPAN PENERIMA BANTUAN IURAN JAMINAN KESEHATAN TAHUN 2018

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 09 TAHUN 2011

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah penduduk adalah salah satu input pembangunan ekonomi. Data

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL,

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. dampak investasi dan pengeluaran pemerintah terhadap kinerja perekonomian

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPKP. Pembinaan. Pengawasan. Pencabutan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Otonomi daerah muncul dengan mengubah sistem pemerintahan yang sebelumnya sentralistik menjadi desentralistik. Otonomi daerah menjadikan masyarakat di tiap daerah dapat memilih kepala daerah secara langsung dan berdampak pada keleluasaan bagi setiap kepala daerah untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan dalam rangka meningkatkan pembangunan dan kesejahteraan di daerah masing-masing. Keleluasaan pemerintah daerah yang terwujud dalam otonomi daerah memberikan dua manfaat nyata (Mardiasmo, 2009, hal. 25). Pertama, otonomi daerah dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dan pemerataan pembangunan dapat terwujud. Kedua, otonomi daerah menjadikan pengambilan keputusan dilakukan oleh kepala daerah masing-masing sehingga sumber daya produktif dapat dialokasikan lebih tepat dan dampak yang ditimbulkan dapat lebih meningkatkan kegiatan perekonomian di daerah. Walaupun pemerintah pusat memberikan keleluasaan bagi pemerintah daerah untuk mengurusi berbagai urusan, namun pemerintah pusat tetap melakukan pengawasan terhadap pemerintah daerah. Otonomi daerah menciptakan desentralisasi dan dekonsentrasi yang menjadikan adanya penyerahan atau pelimpahan urusan pemerintah pusat kepada daerah. Penyerahan urusan pemerintah pusat kepada daerah tentunya menjadikan adanya pembagian urusan antara pemerintah pusat dan 1

pemerintah daerah sehingga terdapat pembagian wewenang pengaturan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. Walaupun terdapat pembagian wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam pengaturan keuangan, namun pemerintah pusat tetap mendominasi dalam pengaturan keuangan daerah karena Indonesia merupakan negara kesatuan yang menjunjung tinggi nilai persatuan. Dominasi pemerintah pusat ini tercermin dari adanya alokasi dana transfer ke daerah dalam APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara). Ketergantungan fiskal menjadikan pemerintah daerah tidak memaksimalkan usaha-usaha untuk meningkatkan kontribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah). Selain ketergantungan alokasi transfer ke daerah, pemerintah daerah juga harus mematuhi berbagai peraturan terkait anggaran yang telah ditetapkan pemerintah pusat agar perekonomian daerah dapat selaras dalam mendorong perekonomian nasional. Salah satu peraturan tersebut adalah defisit APBD yang ditetapkan oleh Kementerian Keuangan setiap tahunnya. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, APBD Provinsi dibentuk dan dibahas oleh gubernur dan DPRD. Selain itu, DPRD Provinsi dan gubernur juga membahas Rancangan Perda Provinsi tentang APBD Provinsi, Perubahan APBD Provinsi, dan Pertanggungjawaban APBD Provinsi. DPRD Provinsi melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Perda Provinsi dan APBD 2

Provinsi. Tahapan penyusunan hingga pertanggungjawaban ini menunjukkan bahwa peran legislatif dalam penetapan anggaran daerah sangat besar. Penganggaran dalam organisasi publik merupakan proses politik dimana terdapat berbagai kepentingan politis yang mempengaruhi dalam proses pembahasan sehingga pihak eksekutif maupun legislatif perlu meningkatkan transparansi dan akuntabilitas agar kepentingan politis tidak mendominasi (Mardiasmo, 2009, hal. 61). Selisih pendapatan dan belanja daerah dalam APBD akan menimbulkan surplus ataupun defisit. Defisit terjadi apabila belanja daerah melebihi pendapatan daerah sehingga terjadi selisih kurang antara pendapatan dan belanja. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, selisih kurang ini nantinya akan ditutup dengan penerimaan pembiayaan daerah, seperti SiLPA (Sisa Lebih Penghitungan Anggaran), dana cadangan, maupun pinjaman. Apabila pemerintah daerah memutuskan untuk menutup defisit dengan pinjaman maka pemerintah daerah harus menganggarkan dana di tahun selanjutnya untuk pembayaran pokok utang beserta bunganya. Sedangkan apabila anggaran surplus maka daerah bisa menggunakan selisih lebih tersebut untuk investasi maupun pembentukan dana cadangan. Sejak berlakunya otonomi daerah, pemerintah pusat memberikan keleluasaan bagi daerah untuk menganggarkan surplus, defisit, maupun berimbang. Setiap tahun jumlah defisit anggaran beberapa daerah di Indonesia mengalami peningkatan. Sebelum adanya otonomi daerah, 3

anggaran pemerintah pusat maupun daerah di Indonesia dirancang berimbang. Namun setelah berlakunya otonomi daerah, anggaran pemerintah pusat maupun daerah di Indonesia mayoritas defisit dengan jumlah belanja yang melebihi pendapatan. Berdasarkan Dokumen Deskripsi dan Analisis APBD tahun 2011 yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, tahun 2011 terdapat 491 kabupaten/kota dan 33 provinsi dimana 438 daerah menganggarkan defisit, 80 daerah menganggarkan surplus, dan 6 daerah menganggarkan berimbang. Defisit anggaran pada tahun 2011 secara nasional mencapai Rp35,369 triliun. Sedangkan pada tahun 2014 terdapat 505 kabupaten/kota dan 34 provinsi dimana terdapat 472 daerah yang menganggarkan defisit, 51 daerah menganggarkan surplus, dan 16 menganggarkan berimbang. Defisit anggaran secara nasional tahun 2014 mencapai Rp58,2 triliun. Hal ini menunjukkan terjadi peningkatan jumlah daerah yang merencanakan defisit dalam APBD dan terjadi peningkatan nominal defisit secara nasional. Berikut ini data mengenai defisit APBD Provinsi se-indonesia tahun 2013: Tabel 1 Defisit/Surplus APBD Provinsi se-indonesia tahun 2013 (dalam jutaan rupiah) Provinsi Defisit/Surplus Aceh (1.668.470) Sumatera Utara (385.051) Sumatera Barat (167.446) Riau (1.834.864) Jambi (206.452) Sumatera Selatan 5.037 Bengkulu (84.468) Lampung - DKI Jakarta (4.050.992) Jawa Barat (865.051) 4

Jawa Tengah (800.000) DI Yogyakarta (168.064) Jawa Timur (359.690) Kalimantan Barat (90.000) Kalimantan Tengah (45.467) Kalimantan Selatan (182.000) Kalimantan Timur (1.400.000) Sulawesi Utara (46.141) Sulawesi Tengah (68.300) Sulawesi Selatan (621.832) Sulawesi Tenggara (141.122) Bali (748.056) Nusa Tenggara Barat 3.913 Nusa Tenggara Timur (65.455) Maluku (12.697) Papua 150.000 Maluku Utara (77.091) Banten (333.303) Bangka Belitung (367.593) Gorontalo (40.601) Kepulauan Riau (182.579) Papua Barat - Sulawesi Barat (53.567) Sumber: DJPK, 2013 Berdasarkan tabel 1 terlihat bahwa Provinsi Jawa Tengah berada pada posisi keenam apabila diurutkan berdasarkan provinsi yang memiliki nominal defisit APBD tertinggi. Provinsi Jawa Tengah merupakan provinsi yang merencanakan defisit dalam penyusunan APBD dengan nominal yang cukup tinggi dan memiliki rasio PAD terhadap total pendapatan daerah yang tinggi. Berdasarkan data APBD Tahun Anggaran 2015 yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, persentase PAD terhadap total pendapatan yang direncanakan didapatkan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah pada APBD 2015 yaitu sebesar 68,41%. Apabila dibandingkan 5

dengan provinsi lain maka persentase PAD Provinsi Jawa Tengah tergolong tinggi dibandingkan provinsi lainnya. Ini menunjukkan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah telah melakukan berbagai usaha untuk meningkatkan kontribusi PAD. Walaupun PAD Jawa Tengah tergolong tinggi, namun Jawa Tengah tidak pernah mengadakan pinjaman daerah padahal Jawa Tengah mampu untuk membayar kembali pinjaman tersebut. tahun 2006-2015: Berikut ini data mengenai rencana defisit dalam APBD Jawa Tengah Tabel 2 Defisit/Surplus APBD Provinsi Jawa Tengah tahun 2006-2015 (dalam jutaan rupiah) Tahun Defisit/Surplus 2006 78.590 2007 290.570 2008 (549.089) 2009 (160.365) 2010 (154.000) 2011 (189.905) 2012 (412.000) 2013 (800.000) 2014 (260.000) 2015 (240.000) Sumber: DJPK Selama tahun 2006-2015, Jawa Tengah mayoritas merencanakan defisit dalam APBD kecuali pada tahun 2006 dan 2007. Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 13 tahun 2012 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun Anggaran 2013, defisit yang direncanakan dalam APBD Jawa Tengah tahun 2013 sebesar Rp800.000.000.000,00. Tahun 2014 defisit yang direncanakan dalam APBD Jawa Tengah menurun yaitu sebesar Rp260.000.000.000,00. 6

Sedangkan tahun 2015, defisit yang direncanakan dalam APBD Jawa Tengah menurun lagi menjadi Rp240.000.000.000,00. Berdasarkan data mengenai defisit anggaran tersebut, terlihat bahwa selisih defisit anggaran tahun 2013 dan tahun 2014 cukup besar sedangkan selisih defisit anggaran 2014 dan 2015 tidak besar. Hal ini dikarenakan kepala daerah yang memimpin Jawa Tengah pada tahun 2013 berbeda dengan kepala daerah pada tahun 2014 sehingga kebijakan yang diambil terkait defisit anggaran juga berbeda. Selain itu, nominal defisit pada tahun 2008 dan 2013 lebih tinggi daripada tahun lainnya karena pada tahun 2008 dan 2013 diadakan Pemilihan Gubernur. Defisit akan dibiayai dari penerimaan pembiayaan. Pada tahun 2012, 2014, dan 2015 penerimaan pembiayaan dalam APBD Provinsi Jawa Tengah hanya berasal dari SiLPA. Sedangkan pada tahun 2011 sebesar 82,13% penerimaan pembiayaan berasal dari SiLPA tahun sebelumnya, sisanya dari penerimaan pinjaman daerah dan obligasi daerah. Sedangkan pada tahun 2013 penerimaan pembiayaan 37,5% berasal dari SiLPA tahun sebelumnya dan sisanya berasal dari pencairan dana cadangan. Hal ini menunjukkan SiLPA masih mendominasi dalam penerimaan pembiayaan. Adanya nominal SiLPA yang cukup besar di dalam APBD Provinsi Jawa Tengah memberikan gambaran bahwa pada Laporan Realisasi APBD terdapat surplus padahal pada APBD direncanakan defisit. Hal ini menunjukkan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah belum mampu merencanakan dan menggunakan anggaran secara cermat. Provinsi Jawa Tengah sebenarnya memiliki rasio PAD yang 7

tergolong tinggi tetapi memilih tidak berutang untuk menutup defisit, justru SiLPA yang sering digunakan untuk menutup defisit APBD. Walaupun dalam APBD sebagian besar daerah merencanakan defisit, namun pada akhir tahun dalam Laporan Realisasi APBD umumnya daerah mengalami surplus. Hal ini menunjukkan pemerintah daerah belum mampu merencanakan anggaran secara tepat. Surplus yang terjadi di akhir tahun akan menjadikan pemerintah daerah merencanakan defisit di APBD tahun selanjutnya namun pada kenyataannya di akhir tahun kembali terjadi surplus. Defisit anggaran yang dibiayai dengan pinjaman diperkirakan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan laju pembangunan di daerah karena terjadi peningkatan uang yang beredar. Namun, apabila peningkatan uang yang beredar di masyarakat tidak dapat dikelola secara tepat maka akan menjadikan krisis perekonomian di tahun mendatang karena defisit anggaran yang dibiayai dari pinjaman tentunya akan menjadikan pemerintah harus membayar dana yang dipinjam beserta bunga di tahun mendatang. Pemerintah pusat telah menetapkan batas maksimal defisit untuk tetap menjaga stabilitas perekonomian daerah-daerah di Indonesia. Batas maksimal defisit APBD ditetapkan agar tiap daerah menetapkan defisit anggaran tidak melebihi jumlah maksimal defisit APBD yang ditetapkan Menteri Keuangan. Dalam pelaksanaan program-program pemerintah daerah, belanja daerah meningkat namun pendapatan daerah belum dapat mengimbangi belanja 8

sehingga menimbulkan fiscal gap dan akhirnya menimbulkan underfinancing maupun overfinancing yang terjadi pada akhir tahun (Soleh & Rochmansjah, 2009, hal. 48). APBD merupakan bentuk perencanaan pemerintah daerah sehingga pemerintah daerah seharusnya mengusahakan untuk memenuhi tuntutan yang tercantum dalam APBD. Apabila pemerintah daerah telah merencanakan untuk defisit pada tahun yang bersangkutan maka seharusnya pada akhir tahun memang terjadi defisit anggaran. Namun, pada kenyataannya defisit yang direncanakan dalam APBD justru menjadi surplus di akhir tahun. Berdasarkan penjabaran dari fakta-fakta tersebut, peneliti mengangkat judul penelitian mengenai penyebab dan dampak defisit APBD untuk mengetahui faktor-faktor yang melatarbelakangi pemerintah daerah merencanakan defisit dalam APBD dan dampak yang ditimbulkan, khususnya di Provinsi Jawa Tengah yang memiliki nominal defisit anggaran dan SiLPA yang cukup besar. 1.2 Rumusan Masalah Permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini terkait dengan defisit APBD. Hampir seluruh daerah di Indonesia merencanakan defisit dalam APBD namun dalam Laporan Realisasi Anggaran justru surplus. Hal inilah yang dikaji lebih mendalam untuk mengetahui faktor penyebab daerah memilih defisit dan dampak yang ditimbulkan dari kebijakan ini. 1.3 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, berikut pertanyaan penelitian: 9

a. Bagaimana kondisi defisit dalam APBD Provinsi Jawa Tengah? b. Mengapa Pemerintah Provinsi Jawa Tengah merencanakan defisit pada APBD Provinsi Jawa Tengah? c. Bagaimana dampak yang ditimbulkan dari rencana defisit dalam APBD Provinsi Jawa Tengah? 1.4 Batasan Masalah Peneliti membatasi masalah hanya terhadap objek yang dianalisis yaitu penyebab dan dampak defisit APBD Provinsi Jawa Tengah tahun 2006-2015. Analisis akan difokuskan pada deskripsi faktor-faktor yang melatarbelakangi Pemerintah Provinsi Jawa Tengah merencanakan defisit dalam APBD, dampak yang ditimbulkan dari defisit yang direncanakan dalam APBD Provinsi Jawa Tengah, dan perumusan langkah-langkah strategis yang dapat diambil Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dalam mengelola defisit yang telah direncanakan dalam APBD. 1.5 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: a. Menganalisis kondisi defisit dalam APBD Provinsi Jawa Tengah. b. Mengidentifikasi faktor-faktor penyebab Pemerintah Provinsi Jawa Tengah merencanakan defisit dalam APBD. c. Mengidentifikasi dampak yang ditimbulkan dari rencana defisit dalam APBD Provinsi Jawa Tengah. 1.6 Manfaat Penelitian 10

Manfaat yang diharapkan tercapai dari penelitian ini antara lain: a. Bagi akademisi dan peneliti, hasil penelitian ini diharapkan akan menambah referensi mengenai defisit APBD yang direncanakan oleh pemerintah daerah dan sebagai bahan pertimbangan bagi penelitian lainnya mengenai defisit APBD. b. Bagi Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran bagaimana seharusnya mengelola defisit yang telah direncanakan dalam APBD. 1.7 Sistematika Penulisan Penelitian ini terdiri dari lima bab dengan sistematika penulisan sebagai berikut: Bab I Pendahuluan Bab I menjelaskan latar belakang masalah yang dijadikan dasar bagi peneliti untuk merumuskan masalah, pertanyaan penelitian, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II Tinjauan Pustaka Bab II berisi teori-teori yang melandasi penelitian dan menjadi dasar analisis defisit anggaran. Bab III Metodologi Penelitian Bab III berisi jenis penelitian, metode penelitian, lokasi penelitian, metode pengumpulan data, dan metode analisis data yang 11

digunakan untuk menganalisis fakor-faktor yang melatarbelakangi defisit anggaran dan dampak yang ditimbulkan. Bab IV Pembahasan Bab IV berisi hasil penelitian melalui wawancara maupun dokumentasi dan pembahasan mengenai faktor yang melatarbelakangi pemerintah daerah merencanakan defisit pada APBD serta penjabaran mengenai dampak yang ditimbulkan dari defisit APBD. Bab V Penutup Bab V merangkum kesimpulan yang didapatkan dari bab-bab sebelumnya, keterbatasan penelitian, dan saran untuk memperbaiki pengelolaan defisit yang telah direncanakan dalam APBD. 12