BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit masyarakat yang diderita oleh 90% penduduk Indonesia dan bersifat progresif, karena bila tidak dilakukan perawatan akan semakin parah. Keluhan penyakit gigi dan mulut termasuk sepuluh keluhan yang terbanyak dan menduduki urutan yang pertama di antara penyakit lainnya (Tjahja dkk., 2006). Karies merupakan penyakit gigi dan mulut yang paling sering dijumpai pada pasien dokter gigi. Karies dapat terbentuk dari faktor-faktor yang mendukung seperti host (saliva dan gigi), waktu, substrat (diet), dan mikroflora (plak) (Roberson dkk., 2002). Berbagai macam bakteri komensal tumbuh dalam rongga mulut (Tanzer dkk, 2001). Streptococcus adalah bakteri rantai utama pembentuk plak (Tahmourespour dkk., 2010). Di antara bakteri tersebut adalah Streptococcus mutans (S. mutans) yang bersifat kariogenik dan merupakan penyebab utama karies gigi. Salah satu ciri bakteri ini adalah mempunyai kemampuan menempel pada semua permukaan dalam rongga mulut (Tanzer dkk., 2001). Streptococcus mutans melekat pada host melalui reseptornya yaitu pelikel (Tanzer dkk, 2001). Pelikel merupakan presipitat protein saliva yang dapat diinvasi oleh mikroorganisme dan akhirnya akan terbentuk plak yang dapat menjadi prekursor penyakit mulut (Roberson dkk., 2002). Pelikel mempunyai beberapa macam reseptor untuk perlekatan S. mutans dan merupakan mediator melekatnya bakteri rongga mulut pada permukaan gigi (Tanzer dkk., 2001). 1
2 Bakteri ini melekat dengan ikatan hidrofobik pada permukaan enamel dan menjalankan metabolisme sukrosa dengan glukosiltransferase (GTF) yang mensintesis glukan yang lengket dan tidak larut sehingga memicu perlekatan kuat pada permukaan gigi. Adanya glukan selama agregasi mikroba dan akumulasi asam sangat penting dalam perkembangan karies gigi dan penyakit mulut (Hamada dkk., 1984). Salah satu pendekatan untuk mengurangi insidensi karies adalah menggunakan agen terapeutik berupa bahan anti mikroba dan/atau anti adherensi yang bertujuan untuk mencegah proliferasi bakteri pada permukaan gigi (Nostro dkk., 2004). Salah satu bahan yang mudah dijumpai di Indonesia adalah tanaman rambutan. Rambutan (Nephelium sp.) merupakan tanaman buah kebun berupa pohon dalam famili Sapindacaeae. Tanaman buah tropis ini berasal dari Indonesia (Prihatman, 2000). Daun rambutan seringkali dipandang sebagai suatu bahan tidak berguna yang hanya menjadi sampah yang menjadi konsumsi organisme pengurai di tanah. Daun rambutan diketahui mengandung flavonoid, tanin, dan saponin (Dalimartha, 2007). Flavonoid, saponin, dan tanin merupakan agen antibakteri potensial (Aisha dkk., 2012; Tunsaringkarn dkk., 2012). Flavonoid yang dipaparkan pada bakteri dapat menyebabkan disrupsi permeabilitas membran sitoplasma sehingga mengakibatkan kebocoran material sel (Karlina dkk., 2013). Pada penelitian terdahulu, kemampuan antibakteri flavonoid mampu mempengaruhi permeabilitas membran sel (Imelda dkk., 2014). Kemampuan mencegah perlekatan bakteri S. mutans berkaitan dengan efek penghambat dari komponen flavonoidic seperti
3 apigenin, luteolin, narigenin, pinocembrin, dan tiliroside. Flavonoid diketahui mempunyai aktivitas antigtase (Iio dkk., 1984). Saponin adalah komponen metabolit yang mempunyai karakter seperti deterjen. Komponen ini dapat dideteksi dengan adanya buih pada ekstrak. Saponin mempunyai kemampuan untuk mencegah fungsi membran sel sehingga terjadi kerusakan permeabilitas membran sel dan merusak dinding sel. Mekanisme kerja tanin adalah dengan bereaksi dengan membran sel, melemahkan enzim-enzim essensial, dan mendestruksi fungsi dari material genetik (Hasim dkk., 2015). B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraian di atas, maka didapatkan permasalahan bagaimana pengaruh ekstrak daun rambutan terhadap perlekatan S. mutans ATCC 25175 in vitro? C. Keaslian Penelitian Penelitian yang dilakukan oleh Nurjanah (2011) menguji daya antib akteri ekstrak daun rambutan terhadap bakteri S. mutans dan E. coli menunjukkan bahwa konsentrasi hambat minimum (KHM) ekstrak daun rambutan adalah 4%. Penelitian yang dilakukan oleh Raharjo dkk. (2012) terhadap ekstrak daun rambutan menunjukkan bahwa formulasi gel ekstrak daun rambutan konsentrasi 16% efektif sebagai antiseptik tangan terhadap S. aureus dan E. coli. Sejauh penulis ketahui belum ada laporan penelitian mengenai pengaruh ekstrak daun rambutan terhadap perlekatan bakteri S. mutans.
4 D. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan di atas maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekstrak daun rambutan terhadap perlekatan S. mutans ATCC 25175 in vitro. E. Manfaat Penelitian 1. Memberikan kontribusi bagi ilmu pengetahuan mengenai efek dari ekstrak daun rambutan terhadap perlekatan bakteri S. mutans ATCC 25175 in vitro. 2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membuka wawasan tentang potensi alam Indonesia yang dapat dimanfaatkan dalam berbagai bidang, terutama dalam dunia kedokteran gigi. 3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan dasar bagi penelitian selanjutnya dan dapat dikembangkan menjadi produk dalam bidang kedokteran gigi seperti obat kumur atau pasta gigi
5