BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh keadaan gizi (Kemenkes, 2014). Indonesia merupakan akibat penyakit tidak menular.

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan gizi yang sering terjadi di seluruh negara di dunia adalah

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu aset sumber daya manusia dimasa depan yang perlu

BAB I PENDAHULUAN. Selama usia sekolah, pertumbuhan tetap terjadi walau tidak secepat

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya

BAB 1 PENDAHULUAN. beberapa zat gizi tidak terpenuhi atau zat-zat gizi tersebut hilang dengan

BAB I PENDAHULUAN. sangat pendek hingga melampaui defisit -2 SD dibawah median panjang atau

BAB I PENDAHULUAN. pendek atau stunting. Stunting merupakan gangguan pertumbuhan fisik berupa

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan masa yang kritis dalam upaya menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan jangka panjang nasional (RPJPN) ( ) adalah. mewujudkan bangsa yang berdaya saing, melalui pembangunan sumber

BAB I PENDAHULUAN. terjadi sangat pesat. Pada masa ini balita membutuhkan asupan zat gizi yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi kurang sering terjadi pada anak balita, karena anak. balita mengalami pertumbuhan badan yang cukup pesat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. terpenuhi. Anak sekolah yang kekurangan gizi disebabkan oleh kekurangan gizi pada

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Esa Unggul

Nurlindah (2013) menyatakan bahwa kurang energi dan protein juga berpengaruh besar terhadap status gizi anak. Hasil penelitian pada balita di Afrika

BAB I PENDAHULUAN. pengukuran Indeks Pembangunan Manusia ( IPM ), kesehatan adalah salah

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan karena malnutrisi jangka panjang. Stunting menurut WHO Child

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat keadaan gizi normal tercapai bila kebutuhan zat gizi optimal terpenuhi.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa balita merupakan periode penting dalam proses. tumbuh kembang manusia. Pertumbuhan dan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Anak yang sehat semakin bertambah umur semakin bertambah tinggi

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesempatan Indonesia untuk memperoleh bonus demografi semakin terbuka dan bisa

BAB I PENDAHULUAN. Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) dengan ambang batas (z-score) antara -3

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses

BAB I PENDAHULUAN. mikro disebabkan karena kurangnya asupan vitamin dan mineral essensial

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable

BAB I PENDAHULUAN. tinggi, menurut World Health Organization (WHO) (2013), prevalensi anemia

BAB I PENDAHULUAN. zat seng / zinc. Padahal zinc merupakan co-faktor hampir 100 enzim yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kesejahteraan manusia. Gizi seseorang dikatakan baik apabila terdapat

BAB I PENDAHULUAN. 24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat,

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan kecerdasan anak. Pembentukan kecerdasan pada masa usia

BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan Kusuma, 2011). Umumnya, masa remaja sering diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anemia pada ibu hamil merupakan salah satu masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. bagi kelangsungan hidup suatu bangsa. Status gizi yang baik merupakan

BAB I PENDAHULUAN. yaitu sesuai standar pertumbuhan fisik anak pada umumnya. Manusia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ibu hamil merupakan penentu generasi mendatang, selama periode kehamilan ibu hamil membutuhkan asupan gizi yang

BAB I PENDAHULUAN. sampai usia lanjut (Depkes RI, 2001). mineral. Menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI 1998

BAB 1 : PENDAHULUAN. dalam jumlah yang tepat dan berkualitas baik. lingkungan kotor sehingga mudah terinfeksi berbagai penyakit.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. depan bangsa, balita sehat akan menjadikan balita yang cerdas. Balita salah

BAB I PENDAHULUAN. balita yang cerdas. Anak balita salah satu golongan umur yang rawan. masa yang kritis, karena pada saat itu merupakan masa emas

BAB 1 PENDAHULUAN. sulit diharapkan untuk berhasil membangun bangsa itu sendiri. (Hadi, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. Usia sekolah anak antara 6-14 tahun, merupakan siklus hidup manusia

BAB I PENDAHULUAN. jumlahnya paling besar mengalami masalah gizi. Secara umum di Indonesia

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG KADARZI DENGAN ASUPAN ENERGI DAN STATUS GIZI ANAK BALITA DI DESA JAGAN KECAMATAN BENDOSARI KABUPATEN SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. gangguan absorpsi. Zat gizi tersebut adalah besi, protein, vitamin B 6 yang

BAB I PENDAHULUAN. dewasa. Remaja adalah tahapan umur yang datang setelah masa anak anak

BAB I PENDAHULUAN. dapat diperkirakan, dan diramalkan sebagai hasil dari proses diferensiasi

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Ramadani (dalam Yolanda, 2014) Gizi merupakan bagian dari sektor. baik merupakan pondasi bagi kesehatan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. masih berada dalam kandungan. Salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah

BAB 1 : PENDAHULUAN. Millenuim Development Goals (MDGs) adalah status gizi (SDKI, 2012). Status

BAB I PENDAHULUAN. lainnya gizi kurang, dan yang status gizinya baik hanya sekitar orang anak

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia (SDM) ke arah peningkatan kecerdasan dan produktivitas kerja.

ISSN InfoDATIN PUSAT DATA DAN INFORMASI KEMENTERIAN KESEHATAN RI SITUASI GIZI. di Indonesia. 25 Januari - Hari Gizi dan Makanan Sedunia

BAB I PENDAHULUAN. Pencapaian Millenium Development Goals (MDGs) tahun 2015 menjadi

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak, masa remaja, dewasa sampai usia lanjut usia (Depkes, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia sangat dipengaruhi oleh rendahnya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia (SDKI) tahun 2012 AKI di Indoensia mencapai 359 per jumlah

BAB I PENDAHULUAN. usia matang dan secara hukum diakui hak-haknya sebagai warga Negara.

BAB I PENDAHULUAN. diri untuk memulai tahap pematangan kehidupan kelaminnya.saat inilah yang

BAB I PENDAHULUAN. adanya malnutrisi asupan zat gizi kronis dan atau penyakit infeksi kronis

POLA PEMBERIAN ASI DAN STUNTING BAYI USIA ENAM SAMPAI SEBELAS BULAN

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. fisik. Pertumbuhan anak pada usia balita sangat pesat sehingga memerlukan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. generasi sebelumnya di negara ini. Masa remaja adalah masa peralihan usia

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan syarat mutlak

BAB I PENDAHULUAN. beban permasalahan kesehatan masyarakat. Hingga saat ini polemik penanganan

BAB I PENDAHULUAN. hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energy dan zat-zat gizi. Kekurangan

BAB 1 : PENDAHULUAN. terutama dalam masalah gizi. Gizi di Indonesia atau negara berkembang lain memiliki kasus

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan percepatan pertumbuhan dan pematangan (Hurlock,

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada pertengahan tahun 2008 karena penurunan ekonomi global.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia atau lebih dari 100 juta jiwa mengalami beraneka masalah

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Terciptanya SDM yang berkualitas ditentukan oleh

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan fisik, tetapi juga perkembangan kecerdasaanya. (Kurniasih,dkk, 2010). Namun, anak usia di bawah lima tahun (balita)

HUBUNGAN SOSIAL EKONOMI DENGAN KEJADIAN STUNTING PADA BALITA DI DESA KANIGORO, SAPTOSARI, GUNUNG KIDUL

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (mordibity) dan angka kematian (mortality). ( Darmadi, 2008). Di negara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masa ini terjadi pertahapan perubahan yang sangat cepat. Status kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sangat berpengaruh dalam proses pertumbuhan dan. angaka kematian yang tinggi dan penyakit terutama pada kelompok usia

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang bermutu. Menurut data United Nations Development Program

BAB I PENDAHULUAN. memasuki era globalisasi karena harus bersaing dengan negara-negara lain dalam

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi di Indonesia meningkat dengan pesat dalam 4 dekade

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia.

BAB 1 PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu masalah utama dalam tatanan kependudukan dunia.

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak seimbang menimbulkan masalah yang sangat sulit sekali

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PEN DAHULUAN. prasarana pendidikan yang dirasakan masih kurang khususnya didaerah pedesaan.

BAB I PENDAHULUAN. (United Nations Developments Program), Indonesia menempati urutan ke 111

BAB I PENDAHULUAN. lebih sangat erat kaitannya dengan aspek kesehatan lain. Gizi lebih dan. nama Sindrom Dunia Baru New World Syndrome.

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan Millenium Development Goals (MDGs) ialah. menurunkan angka kematian anak (Bappenas, 2007). Kurang gizi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. gizi yang baik ditentukan oleh jumlah asupan pangan yang dikonsumsi.

BAB I PENDAHULUAN. besar. Masalah perbaikan gizi masuk dalam salah satu tujuan MDGs tersebut.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah gizi balita yaitu stunting. Stunting merupakan hasil dari kekurangan gizi kronis, yang menghambat pertumbuhan linier. Biasanya pertumbuhan yang tidak stabil di mulai pada sekitar usia enam bulan, sebagai transisi makanan anak yang sering tidak memadai dalam jumlah, kualitas, dan peningkatan paparan dari lingkungan yang meningkatkan terkena penyakit. Terganggunya pertumbuhan bayi dan anak anak karena kurang memadainya asupan makanan dan terjadinya penyakit infeksi berulang, yang mengakibatkan berkurangnya nafsu makan dan meningkatkan kebutuhan metabolic (Caufield, 2006). Berdasarkan hasil data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Indonesia 2013 bahwa secara nasional prevalensi pendek pada anak umur 1-3 tahun adalah 30,7 persen (12,3 % sangat pendek dan 18,4 % pendek). Prevalensi sangat pendek terendah di Yogyakarta (14,9 %) dan tertinggi di papua (34,5 %). Provinsi DKI memiliki prevalensi pendek sebanyak 30% (10% sangat pendek dan 20% pendek). Selain itu program kinerja di provinsi DKI Jakarta tahun 2016 prevalensi pendek stunting di kepulauan seribu adalah (19,1%), Jakarta Selatan (17,4%), Jakarta Timur (21,1%), Jakarta Pusat (17,9%), Jakarta Barat (21,6%) dan Jakarta Utara (23,2%). Prevalensi stunting tahun 2016 di Puskesmas Kecamatan Palmerah yaitu 30,25% dan Puskesmas Kecamatan Kembangan pada tahun 2016 angka kejadian stunting sebesar 28,73% sedangkan data Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk pada tahun 2016 cukup tinggi yaitu 31,57% pendek dan 15,45% sangat pendek. Dengan ini, terlihat bahwa angka kejadian stunting lebih besar berada di Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk. Salah satu penilaian status gizi berdasarkan klasifikasi WHO adalah dengan menggunakan indikator stunting yaitu PB/U (panjang badan menurut umur) atau TB/U (tinggi badan menurut umur). Stunting adalah status gizi yang didasarkan pada indeks panjang badan atau tinggi badan menurut umur dengan ambang batas (Z-score) <-2 standar Deviasi (SD), indikator TB/U memberikan 1

2 indikasi masalah gizi yang sifatnya kronis sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung lama yang mengakibatkan anak menjadi pendek (Kemenkes, 2012). Faktor dasar yang menyebabkan stunting dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan intelektual pada anak usia dini sehingga dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan kognitif. Stunting terutama berbahaya pada perempuan, karena lebih cenderung menghambat dalam proses pertumbuhan dan beresiko lebih besar meninggal saat melahirkan (Dewey, 2011). Faktor langsung yang menyebabkan stunting yaitu berupa asupan makanan, pengetahuan, pola asuh dan penyakit infeksi pada anak. Konsumsi energi, protein, seng, kalsium dan zat besi menunjukkan hubungan yang signifikan dengan kejadian stunting (Oktarina, 2013). Protein berfungsi sebagai pembentuk jaringan baru di masa pertumbuhan dan perkembangan tubuh, memelihara, memperbaiki serta mengganti jaringan yang rusak, anak yang mengalami kekurangan asupan protein yang berlangsung lama meskipun asupan energinya tercukupi akan mengalami pertumbuhan tinggi badan yang terhambat. Zat gizi mikro terdiri dari vitamin dan mineral sangat berguna untuk berbagai fungsi dalam tubuh, salah satu kekurangan zat gizi mikro akan terkait dengan kekurangan zat gizi mikro lainnya, seperti kekurangan seng, akan terkait dengan kekurangan zat besi (Almatsier, 2010). Penelitian di Denpasar menunjukkan bahwa kekurangan seng dan zat besi pada balita akan berisiko mengalami stunting sebesar 16,1 kali dibandingkan pada balita yang tidak kekurangan seng dan zat besi (Mardini, 2014). Pengetahuan gizi ibu adalah salah satu faktor yang mempunyai pengaruh signifikan pada kejadian stunting. Oleh karena itu, upaya perbaikan stunting dapat dilakukan dengan peningkatan pengetahuan ibu sehingga dapat memperbaiki perilaku pemberian makan pada anak, maka asupan makan anak juga dapat diperbaiki dengan baik (Jasmin, 2012). Praktek pengasuhan anak yang baik sangat penting bagi daya tahan tubuh anak dan juga mengoptimalkan perkembangan fisik dan mental anak serta kondisi kesehatan anak. Pengasuhan juga memberikan kontribusi bagi kesejahteraan, kebahagiaan serta kualitas hidup yang baik bagi anak. Sebaliknya jika

3 pengasuhan anak kurang memadai, terutama konsumsi makanan dan kesehatan anak, bisa menjadi salah satu faktor yang menghantarkan anak menderita kurang gizi atau stunting (Daradjat, 2005). Anak yang diasuh dengan baik oleh ibunya akan lebih berinteraksi secara positif dibandingkan yang tidak di asuh oleh ibunya, pengasuhan anak oleh ibunya sendiri akan menyebabkan anak merasa aman. Hal ini berkaitan erat dengan keadaan ibu terutama kesehatan, pendidikan, pengetahuan, sikap dan praktek tentang pengasuhan anak. Suatu sikap belum tentu terwujud dalam suatu praktek atau tindakan, maka diperlukan untuk mewujudkan sikap menjadi praktek seperti adanya faktor pendukung antara lain fasilitas dan dukungan dari pihak lain, misal suami, orang tua dan mertua (Siti & Aisyah, 2012). Berdasarkan uraian latar belakang dapat diketahui bahwa pengetahuan ibu, pola asuh juga sangat mempengaruhi peroses tumbuh kembangnya anak sedangakan mengonsumsi makan yang baik dan bergizi seimbang juga dapat mempengaruhi proses tumbuh kembangnya anak agar tidak terjadi stunting. maka peneliti tertarik untuk meneliti perbedaan pengetahuan ibu, pola asuh dan pola konsumsi makan berdasarkan kejadian stunting pada anak usia 1-2 tahun di B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, dapat diketahui bahwa pengetahuan ibu, pola asuh dan pola konsumsi makan yang tidak baik dapat mengakibatkan kejadian stunting. Pengasuhan anak yang baik dan benar serta mengonsumsi makanan yang bergizi dan seimbang akan memberikan energi, protein, kalsium, seng dan zat besi, yang cukup. Selain itu status gizi yang baik dapat menurunkan kejadian stunting pada C. Pembatasan Masalah Berdasarkan uraian identifikasi masalah yang telah dijelaskan di atas bahwa terdapat beberapa faktor masalah yang mempengaruhi kejadian stunting pada anak usia 1-2 tahun. Maka penulis membatasi penelitian ini hanya tentang perbedaan pengetahuan ibu, pola asuh dan pola konsumsi makan berdasarkan kejadian

4 stunting pada anak usia 1-2 tahun di Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Jakarta Barat. Adapun variabel independen yang akan diteliti adalah perbedaan pengetahuan ibu, pola asuh dan pola konsumsi makan. Sedangkan variable dependennya adalah kejadian stunting. D. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada perbedaan pengetahuan ibu, pola asuh dan pola konsumsi makan berdasarkan kejadian stunting pada anak usia 1-2 tahun di E. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan pengetahuan ibu, pola asuh dan pola konsumsi makan berdasarkan kejadian stunting pada anak usia 1-2 tahun di Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Jakarta Barat. 2. Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi pengetahuan ibu yang memiliki anak usia 1-2 tahun di b. Mengidentifikasi pola asuh ibu yang memiliki anak usia 1-2 tahun di c. Mengidentifikasi pola konsumsi makan (energi, protein, kalsium, seng, zat besi) pada anak usia 1-2 tahun di Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Jakarta Barat. d. Menganalisis perbedaan pengetahuan ibu berdasarkan kejadian stunting pada anak usia 1-2 tahun di e. Menganalisis perbedaan pola asuh berdasarkan kejadian stunting pada anak usia 1-2 tahun di f. Menganalisis perbedaan pola konsumsi makan (energi, protein, kalsium, seng, zat besi) berdasarkan kejadian stunting pada anak usia 1-2 tahun di

5 F. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti Dalam rangka penerapan ilmu pengetahuan yang telah didapatkan selama masa perkuliahan, menambah dan mengembangkan wawasan serta pengetahuan mengenai perbedaan pengetahuan ibu, pola asuh dan pola konsumsi makan berdasarkan kejadian stunting pada anak usia 1-2 tahun di Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Jakarta Barat. 2. Bagi Jurusan Gizi Universitas Esa Unggul Dapat memberikan sumbangan informasi bagi mahasiswa dan dosen Jurusan Gizi Universitas Esa Unggul tentang perbedaan pengetahuan ibu, pola asuh dan pola konsumsi makan berdasarkan kejadian stunting pada anak usia 1-2 tahun di 3. Bagi Tempat Penelitian Dapat memberikan informasi bagi tempat penelitian mengenai perbedaan pengetahuan ibu, pola asuh dan pola konsumsi makan berdasarkan kejadian stunting pada anak usia 1-2 tahun di Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Jakarta Barat. G. Keterbaruan Penelitian Beberapa penelitian yang telah dilakukan mengenai pengetahuan ibu, pola asuh, pola konsumsi makan dan kejadian stunting. Berbagai hasil penelitian dapat dilihat pada tabel di bawah ini: No Penelitian (Tahun) 1. Rahmawati Dinar Putri 2017 Tabel. 1.1 Keterbaruan Penelitian Judul Penelitian Desain Variabael Hasil Pnelitian Perbedaan Kecukupan Protein, Zinc, Kalsium, Dan Vitamin D Pada Remaja Putri Stunting Dan Non- Stunting Di SMP N 1 Nguter Kabupaten Sukoharjo Variabel Bebas (Kecekupan Protein, Zinc, Kalsium, dan Vitamin D) Variabel Terikat (Remaja Putri Stunting dan Non-Stunting Di Pada kelompok stunting rata-rata persen kecukupan protein sebesar 76,62%, zinc 35,84%, kalsium 30,96%, vitamin D 14,44%, sedangkan kelompok non-stunting

6 2. Endah Mayang Sari, Muhamad Juffrie (2016) 3. Ermawati Sundari (2016) 4. Amelia Amanda (2014) Asupan protein, kalsium dan fosfor pada anak stunting dan tidak stunting usia 24-59 bulan di kota Pontianak Hubungan Asupan Protein, Seng, Zat Besi, Dan Riwayat Penyakit Infeksi Dengan Z-Score TB/U Pada Balita Hubungan Asupan Zat Gizi (Energi, Protein, Besi Dan Seng), Stunting dan Stimulasi Psikososial Dengan Status Motorik Anak Usia 3-6 Tahun Di PAUD Wilayah Binaan Puskesmas Kecamatan Kebayaran Lama Tahun 2014 SMP N 1 Nguter Kabupaten Sukoharjo Variable bebas (asupan protein, kalsium dan fosfor) variable terikat (anak 24-59 bulan stunting dan tidak stunting) Variabel bebas (Asupan protein, Zat Besi, dan Riwayat Infeksi) Variabel terikat Z-Score TB/U Pada Balita Variabel Bebas (Asupan Energi, Protein, Besi dan Seng) Stunting dan Stimulasi Psikososial. Variabel Terikat Status Motorik Anak Usia 3-6 Tahun Di PAUD Wilayah Binaan Puskesmas Kecamatan Kebayaran Lama kecukupan protein sebesar 88,57%, zinc 40,26%, kalsium 30,96%, vitamin D 19,79%. Terdapat perbedaan kecukupan protein, zinc, kalsium pada remaja putri stunting dan nonstunting, Asupan protein, kalsium dan fosfor signifikan lebih rendah pada anak stunting dibandingkan pada anak tidak stunting (p<0,05). Sebanyak 29.1% subjek memiliki riwayat infeksi. Terdapat hubungan antara protein dan penyakit infeksi dengan z-score TB/U pada balita. Tidak terdapat hubungan antara asupan seng, dan zat besi dengan z-score TB/U pada balita. Variabel yang berhubungan dengan status motoric kasar dan halus adalah asupan (Energi, protein, dan besi), stunting dengan (p<0,05) dan stimulasi psikososial sedangkan variable yang tidak berhubungan dengan status motoric kasar dan halus adalah asupan seng (p>0,05)

7 5. Ega Novia Jayanti (2014) 6. Irma Ayumi Cahaya (2014) Hubungan Antara Pola asuh gizi dan konsumsi makanan dengan kejadian stunting pada anak balita usia 6-24 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Randuagung Kabupaten Lumajang Perbedaan tingkat asupan energi, protein dan zat gizi mikro (besi, vitamin a, seng) antara anak sd stunting dan non stunting dikecamatan kartasura kabupaten sukoharjo Variabael Bebas (Pola Asuh Gizi, Konsumsi Makanan) Variabel Terikat (Kejadian Stunting Pada Anak Balita Usia 6-24 bulan) Variabel bebas (Tingkat asupan energi, protein dan zat gizi mikro (Besi, vitamin A, Seng) variable terikat (Anak SD Stunting dan Non Stunting) Berdasarkan uji statistic bahwa terdapat hubungan signifikan antara pola asuh gizi dengan tingkat konsumsi zat gizi makro dan mikro (Protein dan Zn) (P<0,05), terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat konsumsi zat gizi makro dan mikro (Energi dan Zn) dengan kejadian stunting (p<0,05). Ada perbedaan asupan energy, protein dan zat gizi mikro (fe, vitamin A, dan Zn) antara anak SD stunting dan non stunting diwilayah kecamatan kartasura kabupaten sukuharjo dengan p value <0,0005. Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan dengan penelitian sebelumnya adalah jenis variable, lokasi pengambillan sampel dan populasi penelitian. Adapun variable penelitianya penelitian saya adalah pengetahuan ibu, pola asuh dan pola konsumsi makan berdasarkan kejadian stunting pada anak usia 1-2 tahun di