BAB 1 PENDAHULUAN. dikategorikan sebagai high burden countries, jumlah kasus TB semakin tidak

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menular (dengan Bakteri Asam positif) (WHO), 2010). Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan global utama dengan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi kronis yang masih menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit menular yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Tuberculosis Paru (TB Paru) merupakan salah satu penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. TB Paru merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di dunia, terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit paling mematikan di

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dikategorikan high burden countries. Kasus baru Tuberkulosis di dunia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bakterituberkulosis tersebut (Kemenkes RI,2012). Jumlah prevalensi TB di

BAB 1 PENDAHULUAN. seluruh dunia. Jumlah kasus TB pada tahun 2014 sebagian besar terjadi di Asia

BAB 1 PENDAHULUAN. Organisasi Kesehatan Dunia/World Health Organization (WHO) memperkirakan

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat menimbulkan komplikasi kesakitan (morbiditas) dan kematian

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk mencapai kualitas hidup seluruh penduduk yang lebih baik. Oleh banyak

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC)

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan terutama di Negara berkembang seperti di Indonesia. Penyebaran

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu masalah kesehatan utama yang

BAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ditakuti karena menular. Menurut Robins (Misnadiarly, 2006), tuberkulosis adalah

BAB I PENDAHULUAN. batang (basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium tuberculosis, yang sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) Tahun 2011, kesehatan adalah suatu

2016 GAMBARAN MOTIVASI KLIEN TB PARU DALAM MINUM OBAT ANTI TUBERCULOSIS DI POLIKLINIK PARU RUMAH SAKIT DUSTIRA KOTA CIMAHI

Panduan OAT yang digunakan di Indonesia adalah:

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Kegiatan penanggulangan Tuberkulosis (TB), khususnya TB Paru di

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terdapat di negara-negara berkembang dan 75% penderita TB Paru adalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat dunia. Setiap tahunnya, TB Paru menyebabkan hampir dua juta

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan sekitar 2 miliar atau sepertiga dari jumlah penduduk dunia telah

BAB 1 PENDAHULUAN. Millenium Development Goals (MDGs) merupakan agenda serius untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. komplikasi berbahaya hingga kematian (Depkes, 2015). milyar orang di dunia telah terinfeksi bakteri M. tuberculosis.

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis complex (Depkes RI, 2008). Tingginya angka

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Sumber infeksi TB kebanyakan melalui udara, yaitu

I. PENDAHULUAN. secara global masih menjadi isu kesehatan global di semua Negara (Dave et al, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. Resistensi ganda obat anti-tuberculosis (multidrug resistant. pemberantasan TB di dunia. Pada tahun 2003 WHO menyatakan insiden TB

BAB I PENDAHULUAN. di negara berkembang. Badan kesehatan dunia, World Health Organitation

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini

Identifikasi Faktor Resiko 1

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi, yang juga dikenal sebagai communicable disease atau transmissible

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bentuk yang paling banyak dan paling penting (Widoyono, 2011).

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. bakteri berbentuk batang yang dikenal dengan nama Mycobacterium

BAB 1 PENDAHULUAN. TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar bakteri TB menyerang paru, tetapi

PRATIWI ARI HENDRAWATI J

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis, dengan gejala klinis seperti batuk 2

BAB I PENDAHULUAN. berbentuk batang (basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium

BAB 1 PENDAHULUAN. TB sudah dilakukan dengan menggunakan strategi DOTS (Directly Observed

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Penyakit TB dapat disembuhkan dengan pengobatan

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis. Indonesia saat ini berada pada ranking kelima negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dan termasuk salah satu sasaran Millennium Development Goals (MDGs) dalam

PENDAHULUAN. M.Arie W-FKM Undip

BAB I PENDAHULUAN. dari golongan penyakit infeksi. Pemutusan rantai penularan dilakukan. masa pengobatan dalam rangka mengurangi bahkan kalau dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis.bakteri ini berbentuk batang dan bersifat

BAB 1 PENDAHULUAN. Millenium Development Goals (MDGs) merupakan agenda serius untuk

BAB I PENDAHULUAN. utama. The World Health Organization (WHO) dalam Annual Report on Global

BAB I. Treatment, Short-course chemotherapy)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. paru yang disebabkan oleh basil TBC. Penyakit paru paru ini sangat

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut WHO (World Health Organization) sejak tahun 1993

BAB 1 PENDAHULUAN. TB.Paru merupakan penyakit yang mudah menular dan bersifat menahun, disebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Melalui pembangunan kesehatan diharapkan akan tercapai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. pengobatan. Pada era Jaminan Kesehatan Nasional saat ini pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan sinar matahari, tetapi dapat hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan. masyarakat di dunia tidak terkecuali di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. bahwa penyakit tuberkulosis merupakan suatu kedaruratan dunia (global

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini sering

Peran ISTC dalam Pencegahan MDR. Erlina Burhan Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI RSUP Persahabatan

KERANGKA ACUAN KEGIATAN PROGRAM TB PARU. Tuberkulosis adalah penyaki tmenular langsung yang disebabkan oleh kuman

S T O P T U B E R K U L O S I S

BAB I PENDAHULUAN. ditemukannya kuman penyebab tuberkulosis oleh Robert Koch tahun 1882

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Tuberkulosis Paru (TB Paru) adalah penyakit infeksi

BAB I PENDAHULUAN. masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia maupun di Indonesia.


BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

DAFTAR PUSTAKA. Ali, Zaidin Dasar-Dasar Pendidikan Kesehatan Masyarakat dan Promosi Kesehatan.. Trans Info Media. Jakarta.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

GAMBARAN PERAN DAN STRATEGI SUB RECIPIENT (SR) COMMUNITY TB CARE AISYIYAH DALAM PENANGGULANGAN TB DI KOTA PADANG TAHUN 2011

I. PENDAHULUAN. Angka kematian dan kesakitan akibat kuman Mycobacterium tuberculosis masih

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kepatuhan menurut Trostle dalam Simamora (2004), adalah tingkat perilaku

BAB I. PENDAHULUAN. mengganti aktor pusat menjadi daerah dalam hal pengambilan kebijakan. dengan masyarakat. Dengan begitu, informasi tentang proses

BAB I PENDAHULUAN UKDW. kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Situasi TB di dunia semakin memburuk, sebahagian besar negara di dunia dikategorikan sebagai high burden countries, jumlah kasus TB semakin tidak terkendali dengan banyaknya pasien TB yang tidak berhasil disembuhkan. Kasus baru Tuberkulosis di dunia mengalami peningkatan secara perlahan di setiap peristiwa per kapita sejalan dengan peningkatan penduduk. Pada tahun 2009 ditemukan 12-16 juta kasus TB dengan perkiraan 9.4 juta kasus baru. Demikian juga berdasarkan data Global report WHO tahun 2009 bahwa di Indonesia berada pada peringkat ke 5 negara dengan beban TB terbanyak di dunia dengan insidensi 429.000 per tahun setelah sebelumnya berada pada peringkat 3 dengan insidensi 528.000 per tahun ( Kemenkes, 2012). Sejak tahun 1995, program Pemberantasan Penyakit Tuberkulosis Paru, telah dilaksanakan dengan strategi DOTS (Directly Observed Treatment, Shortcourse chemotherapy) yang direkomendasi oleh WHO. Kemudian berkembang seiring dengan pembentukan GERDUNAS- TB C, maka pemberantasan Penyakit Tuberkulosis Paru berubah menjadi Program Penanggulangan Tuberkulosis ( TBC). Penanggulangan dengan strategi DOTS dapat memberikan angka kesembuhan yang tinggi. Bank Dunia menyatakan strategi DOTS merupakan strategi kesehatan yang paling cost- effective (Depkes, 2008). 1

Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya retensi terhadap Obat Anti-Tuberkulosis ( OAT). Bentuk kombinasi beberapa jenis OAT harus diberikan dalam jumlah dan dosis yang tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Apabila pengobatan intensif dilakukan secara tepat, biasanya pasien menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu dan sebahagian besar pasien TB BTA positif akan berubah menjadi BTA negatif (konversi) ( Depkes, 2008). Pemantauan kemajuan hasil pengobatan pada orang dewasa dilaksanakan dengan pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis. Pemantauan kemajuan pengobatan dilakukan pemeriksaan spesimen sebanyak dua kali (sewaktu dan pagi). Hasil pemeriksaan dinyatakan negatif bila ke 2 spesimen tersebut negatif. Bila salah satu spesimen positif atau keduanya positif, hasil pemeriksaan ulang dahak tersebut dinyatakan positif. Pengobatan dikatakan gagal apabila hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan. Multidrug Resistant Tuberculosis ( TB MDR ) adalah jenis resisten TB dengan resisten terhadap dua obat anti tuberculosis yang paling efektif yaitu Rifampicin dan Isoniazid. TB MDR merupakan permasalahan utama di dunia untuk saat ini, prevalensi kasus TB MDR dunia pada tahun 2010 sebanyak 55,12 (52%) per 100.000 penduduk pada penderita baru TB. Di kawasan Asia Tenggara terjadi peningkatan yang sangat drastis, pada tahun 2005 terdapat 68 kasus TB MDR per 100.000 penduduk dan tahun 2010 terdapat 3.937 kasus penderita menderita TB 2

MDR dan bisa diartikan terdapat 66.757 kasus MDR TB di Indonesia mengalami peningkatan dari tahun 2010 2012 dengan jumlah 182 kasus di tahun 2010 dan 428 kasus pada tahun 2012 (35%) ( Mulyono, 2014). TB MDR merupakan permasalahan utama dalam penanganan penyakit TB paru. Kontak penularan Mycobacterium tuberculosis yang telah mengalami resistensi obat akan menciptakan kasus baru penderita TB yang resisteni primer, pada akhirnya mengarah pada peningkatan kasus Multi Drug Resistance Pasien TB Paru (MDR TB). Penyebaran TB MDR telah meningkat karena lemahnya program pengendalian TB, kurangnya sumber dana, isolasi yang tidak adekuat dan keterlambatan dalam menegakkan diagnosis suatu TB MDR (Azmah,2012). Semakin meningkatnya terjadi kasus TB MDR di hampir seluruh provinsi di Indoesia tidak terlepas dari semakin banyaknya pasien TB paru yang tidak mengkonsumsi obat TB paru tidak teratur sesuai dengan jadwal yang ditentukan. Rendahnya kepatuhan pasien terhadap pengobatan menjadi salah satu faktor yang penting dalam terjadinya TB MDR, hal ini tidak terlepas dari pasien yang lalai atau berhenti minum obat sebelum akhir pengobatan, pasien yang mengalami kambuh dan gagal dalam pengobatan TB yang membuat terjadinya resisten terhadap OAT atau terjadinya Multi Drug Resistance Pasien TB Paru (MDR TB). Hasil penelitian Azmah (2014) menunjukkan bahwa pasien yang pernah diobati sebelumnya mempunyai kemungkinan resisten 4 kali lebih tinggi dan untuk resistensi berganda atau TB MDR 10 kali lebih tinggi daripada pasien yang belum pernah menjalani pengobatan. 3

Menurut Masniari dkk (2007) bahwa banyak faktor yang memberikan kontribusi terhadap resistensi obat pada masyarakat termasuk ketidaktahuan penderita tentang penyakitnya, kepatuhan penderita buruk, keteraturan berobat yang rendah, motivasi penderita kurang, suplai obat yang tidak teratur. Penelitian yang dilakukan Sarwani (2012) menujukkan bahwa beberapa faktor yang harus diperhatikan yang sangat mempengaruhi keberhasilan pengobatan TB yang diantaranya yaitu kepatuhan serta keteraturan penderita untuk berobat. Data Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013 memperlihatkan bahwa Provinsi Sumatera Utara Menjadi daerah dengan jumlah penderita TB terbanyak ketiga di Indonesia dengan jumlah penderita 16.930 orang penderita TB paru. Provinsi Sumatera Utara juga menjadi salah satu daerah dengan pengobatan tidak lengkap yang tinggi yaitu 635 orang ( 3.5%) (Kemenkes, 2013). Data laporan Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara tahun 2014 menunjukkan bahwa Provinsi Sumatera Utara memiliki jumlah pasien TB paru yang mendapatkan pengobatan sebanyak 16.567 orang, jumlah pasien TB paru yang mengalami kesembuhan sebanyak 13.682 orang dan pasien yang mendapatkan pengobatan tidak lengkap sebanyak 639 orang sedangkan pasien yang mengalami kematian setelah mendapatkan pengobatan sebanyak 169 orang (Dinkes Provinsi Sumatera Utara, 2014). Tingginya prevalensi penderita TB paru dan pengobatan yang tidak lengkap akan meningkatkan resiko terjadinya TB MDR di Provinsi Sumatera Utara. 4

Kota Medan menjadi daerah yang memiliki resiko dengan TB MDR yang tinggi, hal ini tidak terlepas dari semakin meningkatkatnya prevalensi pasien TB paru di Kota Medan dan angka kesembuhan pasien TB paru yang tidak sesuai target yang ditetapkan yaitu 85%. Data Profil Kesehatan Kota Medan Tahun 2013 menunjukkan bahwa sebanyak 2.893 orang yang mendapatkan pengobatan BTA (+) dan yang mengalami kesembuhan sebanyak 2.163 orang (75%) padahal Kementerian Kesehatan telah memberikan target untuk kesembuhan TB paru sebesar 85%. Menurut Depkes (2008) bahwa untuk menjamin kepatuhan pasien penderita TB dalam menelan obat maka pengawasan langsung Directly Observed Treatment (DOTS) dilakukan oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO). Keteraturan menelan obat sehari-hari akan diawasi oleh Pengawas Menelan Obat (PMO), penderita perlu didampingi oleh seorang PMO karena PMO sangat penting untuk mendampingi penderita agar dicapai hasil pengobatan yang optimal. Pengawas menelan obat (PMO ) menjadi salah satu bagian yang sangat penting dalam mencegah terjadinya MDR pada pasien TB. Hal ini tidak terlepas dari kontribusi PMO dalam mengawasi kepatuhan pasien TB dalam minum obat sehingga pasien TB akan tetap teratur mengkonsumsi obat TB setiap harinya. Sihombing (2011) menyatakan bahwa PMO memiliki peranan yang penting terhadap tingkat kepatuhan penderita untuk minum obat yang akan menurunkan resiko terjadinya TB MDR. PMO juga dapat meningkatkan motivasi pasien TB untuk mengkonsumsi OAT secara teratur sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. 5

Dalam melakukan intervensi bidang kesehatan komunikasi merupakan alat bagi seseorang untuk memengaruhi tingkah laku pasien dan untuk mendapatkan keberhasilan dalam intervensi kesehatan (Murwani, 2009). Untuk meningkatkan interaksi dengan pasien, diperlukan suatu komunikasi yang baik oleh tenaga kesehatan dan keluarga. Melalui komunikasi, maka keluarga dan tenaga kesehatan dapat memberi informasi yang lengkap guna meningkatkan pengetahuan pasien dalam setiap informasi yang disampaikan kepadanya (Niven, 2002). Menurut Liliweri (2009) bahwa komunikasi memiliki tujuan untuk memengaruhi perubahan pikiran, pandangan, pendapat, afeksi, dan perubahan perilaku yang sesuai dengan kehendak komunikator. Pengawas Menelan Obat (PMO) merupakan orang yang akan sering berkomunikasi dengan pasien TB sehingga komunikasi yang dilakukan oleh Pengawas Menelan Obat ( PMO) akan berperan besar terhadap persepsi, sikap dan tindakan pasien TB dalam mengkonsumsi OAT. Melalui komunikasi persuasif maka komunikator akan dapat mengajak atau membujuk dan meyakinkan klien akan pentingnya memahami pesan yang akan disampaikan ( Nasir, 2007). Komunikasi persuasif yang dilakukan oleh PMO kepada pasien TB yaitu usaha untuk meyakinkan pasien TB paru agar pasien TB paru bertingkah laku seperti yang diharapkan oleh PMO sebagai komunikator dengan cara membujuk tanpa memaksanya. Komunikasi persuasif memiliki beberapa prinsip yang diantaranya yaitu membujuk demi konsistensi, membujuk demi perubahan kecil, membujuk demi 6

keuntungan, membujuk demi pemenuhan kebutuhan, membujuk berdasarkan pendekatan- pendekatan Menurut Widjanarko (2006) bahwa PMO yang melakukan pengawasan yang baik cenderung terjadi ketika mereka mendapatkan dorongan dan motivasi yang diberikan keluarga kepada PMO untuk melakukan pengawasan minum obat dengan baik. Hasil penelitian Widyaningsih ( 2004) juga menunjukkan bahwa PMO yang pernah memberikan anjuran dan dorongan kepada pasien TB tentang pengawasan minum obat ternyata membuat pasien TB paru memiliki praktik yang baik dalam mengkonsumsi obat TB paru secara teratur. Hasil penelitian Lestari (2012) memperlihatkan bahwa komunikasi persuasif PMO dalam bentuk memberikan perhatian dalam melakukan pengawasan minum obat pada penderita TB paru akan dapat meningkatkan kepatuhan pasien TB dalam minum Obat sesuai dengan jadwal minum obat. Hasil penelitian Setyani (2013) menunjukkan bahwa pendidikan kesehatan yang disertai dengan komunikasi persuasif meningkatkan pengetahuan dan sikap responden tentang GAKY. Penelitian Hutapea (2006) menunjukkan bahwa sebanyak 70% responden mengungkapkan kepatuhan pasien TB paru mengkonsumsi obat disebabkan PMO yang mendorong untuk berobat secara teratur melalui pesan-pesan yang diberikan setiap harinya dalam bentuk komunikasi persuasif. Hasil penelitian Marlena (2013) memperlihatkan bahwa strategi komunikasi persuasif yang dilakukan dalam organisasi Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) berperan dalam perilaku penanggulangan bahaya HIV AIDS dikalangan remaja. 7

Pada tahun 2012, berdasarkan data lapran Dinas Kesehatan Kota Medan menunjukkan bahwa Puskesmas Martubung menjadi salah satu dari 3 puskesmas yang memiliki pasien TB MDR di Kota Medan dengan jumlah pasien TB MDR sebanyak 1 orang. Selanjutnya data laporan Puskesmas Martubung tahun 2013 menunjukkan bahwa Puskesmas Martubung salah satu puskesmas di Kota Medan yang memiliki jumlah prevalensi TB terbanyak no 9 dari 39 Puskesmas di Kota Medan, Puskesmas Martubung memiliki pasien dengan suspek TB sebanyak 450 orang dan terdapat 52 orang tercatat sebagai penderita TB paru. Angka kesembuhan pasien TB di Puskesmas Martubung juga masih sangat rendah dimana tercatat dari 52 pasien TB di Puskesmas Martubung hanya sebanyak 29 orang (55.76%) yang dinyatakan sembuh padahal pihak Puskesmas Martubung telah menargetkan 80% pasien akan sembuh dan 1 orang dinyatakan pindah rumah. Minimnya angka kesembuhan penyakit TB paru di Puskesmas Martubung dan terdapatnya pasien yang telah mengalami Multi Drug Resistance Pasien TB Paru (MDR TB) menjadi salah satu bukti bahwa masih rendahnya tindakan pengawas menelan obat ( PMO) dalam melakukan tugasnya mengawasi pasien TB paru mengkonsumsi Obat TB paru. Puskesmas Martubung memiliki 2 kelurahan yaitu kelurahan besar dengan jumlah penderita TB BTA(+) sebanyak 33 orang dan kelurahan Tangkahan dengan jumlah penderita TB BTA(+) sebanyak 19 orang. Berdasarkan observasi yang dilakukan di Puskesmas Martubung dengan mewawancarai 10 orang pasien TB paru di Kelurahan Besar dan Kelurahan Tangkahaan ditemukan bahwa sebanyak 7 orang 8

yang menyatakan mengkonsumsi OAT dengan jam yang tidak teratur dan sebanyak 3 orang menyatakan mengkonsumsi OAT secara teratur. Berdasarkan survey yang dilakukan oleh penulis ke Puskesmas Martubung dengan mewawancarai 5 orang pasien TB paru yang melakukan pengobatan di Puskesmas Martubung diketahui bahwa terdapat sebanyak 1 orang pasien tidak mengkonsumsi obat secara teratur sesuai jadwal karena pasien TB paru sering lupa jadwal mengkonsumsi OAT dan PMO juga tidak mengingatkan, mengawasi pasien TB paru untuk mengkonsumsi OAT sesuai jadwal sehingga melakukan pengobatan ulang setelah berobat selama 1 bulan. Terdapat pula 1 orang pasien TB paru yang kadang mengkonsumsi OAT dan kadang tidak mengkonsumsi OAT pasien TB paru menyatakan saya sama sekali bingung dengan ketentuan konsumsi OAT dan efek samping OAT yang membuat pasien TB paru sering mual-mual dan merasa pegalpegal, jadi malas untuk mengkonsumsi OAT setiap hari. Pasien yang mengkonsumsi OAT secara rutin setiap hari sebanyak 3 orang, mereka menyatakan meskipun OAT mengakibatkan sakit yang mereka rasakan namun karena PMO sering mengingatkan pentingnya kesembuhan pasien TB paru demi anak dan istri maka pasien TB paru akan tetap mengkonsumsi OAT secara rutin. 1.2 Permasalahan Berdasarkan fenomena yang terjadi yaitu Puskesmas Martubung menjadi salah satu puskesmas di Kota Medan yang memiliki pasien TB paru yang mengalami TB MDR pada tahun 2012. Angka kesembuhan pasien TB di Puskesmas Martubung 9

juga masih sangat rendah dimana tercatat dari 52 pasien TB di Puskesmas Martubung hanya sebanyak 29 orang (55.76%), maka penulis memiliki keinginan untuk melakukan kajian penelitian tentang bagaimana hubungan komunikasi persuasif dan perilaku Pengawas Menelan Obat ( PMO) dengan pencegahan Multi Drugs Resistance (MDR) pada pasien TB paru Di Wilayah Kerja Puskesmas Martubung Kota Medan tahun 2015. 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui hubungan komunikasi persuasif dan perilaku pengawas menelan obat ( PMO) terhadap pencegahan Multi Drugs Resistance (MDR) pada pasien TB paru Di Wilayah Kerja Puskesmas Martubung Kota Medan tahun 2015. 1.4 Hipotesis 1. Ada hubungan komunikasi persuasif Pengawas Menelan Obat (PMO) (perhatian, pemahaman, penerimaan) dengan pencegahan Multi Drugs Resistance (MDR) pada pasien TB paru Di Wilayah Kerja Puskesmas Martubung Kota Medan tahun 2015. 2. Ada hubungan perilaku Pengawas Menelan Obat ( PMO) (pengetahuan dan sikap) dengan pencegahan Multi Drugs Resistance (MDR) pada pasien TB paru Di Wilayah Kerja Puskesmas Martubung Kota Medan tahun 2015. 10

1.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Bagi Dinas Kesehatan Kota Medan agar dapat sebagai bahan acuan untuk program pencegahan terjadinya TB MDR yang dilakukan oleh PMO melalui komunikasi persuasif dan perilaku PMO. 2. Sebagai bahan pemikiran yang didasari pada teori dan analisis terhadap kajian praktis dalam meningkatkan partisipasi PMO TB paru dalam melakukan pencegahan TB MDR. 3. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan bacaan dan referensi perpustakaan hingga menjadi dasar pemikiran untuk pelaksanaan penelitian yang selanjutnya. 11