BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan global. Setiap tahun ada

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menular (dengan Bakteri Asam positif) (WHO), 2010). Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan global utama dengan tingkat

BAB 1 PENDAHULUAN. TB Paru merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. seluruh dunia. Jumlah kasus TB pada tahun 2014 sebagian besar terjadi di Asia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dan termasuk salah satu sasaran Millennium Development Goals (MDGs) dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC)

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. bahwa penyakit tuberkulosis merupakan suatu kedaruratan dunia (global

BAB I PENDAHULUAN. oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit menular yang

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat menimbulkan komplikasi kesakitan (morbiditas) dan kematian

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi kronis yang masih menjadi

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu masalah kesehatan utama yang

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk mencapai kualitas hidup seluruh penduduk yang lebih baik. Oleh banyak

BAB 1 : PENDAHULUAN. tertinggi di antara negara-negara di Asia. HIV dinyatakan sebagai epidemik

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan sekitar 2 miliar atau sepertiga dari jumlah penduduk dunia telah

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus di kalangan masyarakat. Menurut World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. bakterituberkulosis tersebut (Kemenkes RI,2012). Jumlah prevalensi TB di

I. PENDAHULUAN. secara global masih menjadi isu kesehatan global di semua Negara (Dave et al, 2009).

BAB I PENDAHULUAN UKDW. kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis.bakteri ini berbentuk batang dan bersifat

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit paling mematikan di

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Tuberculosis Paru (TB Paru) merupakan salah satu penyakit yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi

BAB I PENDAHULUAN. ditakuti karena menular. Menurut Robins (Misnadiarly, 2006), tuberkulosis adalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia maupun di Indonesia.

Identifikasi Faktor Resiko 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. TB sudah dilakukan dengan menggunakan strategi DOTS (Directly Observed

BAB 1 PENDAHULUAN. Kegiatan penanggulangan Tuberkulosis (TB), khususnya TB Paru di

BAB I PENDAHULUAN. utama. The World Health Organization (WHO) dalam Annual Report on Global

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis complex (Depkes RI, 2008). Tingginya angka

BAB I PENDAHULUAN. dari golongan penyakit infeksi. Pemutusan rantai penularan dilakukan. masa pengobatan dalam rangka mengurangi bahkan kalau dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuberkulosis Paru adalah penyakit infeksius yang menular yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Analisis faktor-faktor..., Kartika, FKM UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut WHO (World Health Organization) sejak tahun 1993

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Organisasi Kesehatan Dunia/World Health Organization (WHO) memperkirakan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di dunia, terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia.

Penyakit Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit. infeksi yang memberikan dampak morbiditas dan mortalitas

BAB 1 PENDAHULUAN. Millenium Development Goals (MDGs) merupakan agenda serius untuk

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. World. Health Organization (WHO) dalam Annual report on global TB

BAB 1 PENDAHULUAN. TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar bakteri TB menyerang paru, tetapi

PENGARUH KOINSIDENSI DIABETES MELITUS TERHADAP LAMA PENGOBATAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. tanah lembab dan tidak adanya sinar matahari (Corwin, 2009).

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini sering

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (World

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis, dengan gejala klinis seperti batuk 2

BAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. global.tuberkulosis sebagai peringkat kedua yang menyebabkan kematian dari

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) Tahun 2011, kesehatan adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit TB dapat menyebar melalui droplet

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Melalui pembangunan kesehatan diharapkan akan tercapai

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan di seluruh dunia. Sampai tahun 2011 tercatat 9 juta kasus baru

BAB I PENDAHULUAN. paru yang disebabkan oleh basil TBC. Penyakit paru paru ini sangat

2016 GAMBARAN MOTIVASI KLIEN TB PARU DALAM MINUM OBAT ANTI TUBERCULOSIS DI POLIKLINIK PARU RUMAH SAKIT DUSTIRA KOTA CIMAHI

BAB 1 PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Sumber infeksi TB kebanyakan melalui udara, yaitu

BAB I. Treatment, Short-course chemotherapy)

BAB I PENDAHULUAN. komplikasi berbahaya hingga kematian (Depkes, 2015). milyar orang di dunia telah terinfeksi bakteri M. tuberculosis.

BAB 1 PENDAHULUAN. Millenium Development Goals (MDGs) merupakan agenda serius untuk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bentuk yang paling banyak dan paling penting (Widoyono, 2011).

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN MOTIVASI PETUGAS TBC DENGAN ANGKA PENEMUAN KASUS TBC DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KABUPATEN BOYOLALI

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor risiko..., Helda Suarni, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Resistensi ganda obat anti-tuberculosis (multidrug resistant. pemberantasan TB di dunia. Pada tahun 2003 WHO menyatakan insiden TB

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mencanangkan TB sebagai kegawatan dunia (Global Emergency), terutama

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan global. yang utama. Penyakit infeksi ini menyerang jutaan manusia

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat dunia. Setiap tahunnya, TB Paru menyebabkan hampir dua juta

BAB I PENDAHULUAN. batang (basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium tuberculosis, yang sebagian besar

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang terbaru (2010), masih menempatkan Indonesia sebagai negara dengan

BAB I. PENDAHULUAN. mengganti aktor pusat menjadi daerah dalam hal pengambilan kebijakan. dengan masyarakat. Dengan begitu, informasi tentang proses

BAB I PENDAHULUAN. jiwa dan diantaranya adalah anak-anak. WHO (2014) mengestimasi

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular yang menjadi masalah

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Penyakit TB dapat disembuhkan dengan pengobatan

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan sinar matahari, tetapi dapat hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium Tuberculosis, sejenis bakteri berbentuk batang (basil) tahan asam

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit menular yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah utama. kesehatan global. TB menyebabkan kesakitan pada jutaan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan global. Setiap tahun ada sekitar 9 juta kasus baru TB, dengan 2 juta orang meninggal karena penyakit tuberkulosis. Tuberkulosis paru banyak dijumpai diseluruh negara, tetapi kasus tertinggi (85%) terjadi di Afrika (30%)dan Asia (55%), dengan India dan Cina mencakup 35% dari semua kasus dunia. Didapati 22 negara dengan beban tinggi TB atau high-burdens countries (HBCs) yang mencapai sekitar 80% dari kasus TB didunia, dan yang telah diberikan perhatian khusus dalam pengendalian TB sejak sekitar tahun2000. TB paru merupakan penyebab utama kematian peringkat kedelapan dinegara-negara berpenghasilan rendah dan menengah (ketujuh untuk pria dan kesembilan untuk perempuan). Penderitanya umumnya adalah orang dewasa berusia 15-59tahun, peringkat ketiga sebagai penyebab kematian setelah Human Immunodeficiency Virus (HIV) / Aquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) dan penyakit jantung iskemik. Namun dalam kebanyakan kasus, TB merupakan penyakit yang dapat disembuhkan. Terapi kombinasi lini pertama pertama kali diperkenalkan antara tahun 1950-an dan 1980-an, dimana 90% penderita TB paru dapat disembuhkan dalam waktu enam bulan. 1 Tuberkulosis (TB) masih merupakan masalah kesehatan baik di Indonesia maupun didunia dan merupakan penyebab utama kematian. Sekitar 8 juta kasus baru terjadi setiap tahun diseluruh dunia dan diperkirakan sepertiga penduduk dunia terinfeksi Mycobacterium tuberculosis (M.tuberculosis) secara laten. 1

Kemampuan untuk mendeteksi secara akurat infeksi M.tuberculosis menjadi sangat penting untuk mengendalikan epidemi tersebut. Cara yang tepat untuk mendeteksi infeksi M.tuberculosis akan mempercepat diagnosis dini pada pasien yang secara klinis tersangka tuberkulosis dan segera diikuti penatalaksanaan yang tepat. Saat ini prevalensi penderita TB paru di Indonesia berdasarkan hasil survei Departemen Kesehatan (Depkes) tahun 2004 di 30 provinsi adalah 104 per 100.000 penduduk. Menurut RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) 2010-2014, prevalensi penderita TB paru adalah 235 per 100.000 penduduk dengan persentase kasus baru TB paru BTA (Bakteri Tahan Asam) positif yang ditemukan sebanyak 73 per 100.000 penduduk dengan persentase kasus baru TB paru BTA + yang disembuhkan 85 per 100.000 penduduk. Keterbatasan akses terhadap DOTS (Directly observed treatment short-course) yang berkualitas masih dijumpai terutama pada masyarakat miskin dan rentan di perkotaan, populasi dirutan/lapas, dan penduduk di kawasan terpencil, perbatasan dan kepulauan terutama dikawasan Indonesia Timur khususnya. Masyarakat miskin di perkotaan mempunyai masalah sosial ekonomi untuk dapat mengakses pelayanan DOTS. Sebagian besar rutan dan lapas belum terintegrasi dalam program pengendalian TB dan belum melaksanakan pengendalian infeksi TB, sehingga akses pelayanan DOTS juga terbatas. Selain kelompok masyarakat miskin-rentan tertentu, perhatian khusus perlu diberikan kepada kawasan timur Indonesia secara umum, termasuk masyarakat yang tinggal di daerah terpencil di wilayah tersebut. Kesenjangan kuantitas dan kualitas SDM (sumber daya manusia) di provinsi tersebut masih sangat lebar sehingga memerlukan investasi 2

yang cukup besar untuk memenuhi persyaratan ketenagaannya. Tantangan lain dikawasan ini adalah tingginya angka kasus putus berobat dikarenakan masalah akses serta tingginya biaya transportasi serta opportunity cost. 2,3 Salah satu penyebab paling penting peningkatan TB di seluruh dunia adalah ketidakpatuhan terhadap program, diagnosis dan pengobatan tidak adekuat, migrasi, endemik HIV, resistensi ganda (Multi Drug Resistance/MDR). Prevalensi MDR di dunia sekitar 4,3%. Selain itu diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu keadaan yang mempermudah reaktivasi infeksi TB dengan risiko relatif berkembangnya TB bakteriologik positif sebesar 5 kali lebih tinggi.selain itu DM secara bermakna juga berkaitan dengan MDR TB. 4 Respon kekebalan terhadap tuberkulosis (TB) memainkan peranan penting dalam hasil infeksi M.tuberculosis. Hal ini jelas bahwa sistem kekebalan tubuh bereaksi efisien dalam sebagian besar infeksi. Hal ini terutama jelas dalam kasus TB, dimana sebagian besar orang terinfeksi oleh basil tuberkel (~90%) tidak mengembangkan penyakit sepanjang hidup mereka. Namun demikian, risiko mengembangkan penyakit tersebut meningkat infeksi TB jauh ketika co-exist dengan perubahan dalam sistem kekebalan tubuh, seperti co-infection dengan HIV. 5 Insiden kasus TB BTA positif sekitar 102 per 100.000 penduduk. Pada tahun 2009, prevalensi HIV pada kelompok TB Indonesia sekitar 2.8% kekebalan ganda kuman TB terhadap obat anti TB (multidrug resistance = MDR) diantara kasus TB baru sebesar 2%, sementara MDR diantara kasus pengobatan ulang sebesar 20%.(WHO, 2009).Tahun 1995, hasil survei kesehatan rumah tangga (SKRT) menunjukkan bahwa penyakit TB merupakan penyebab kematian nomor 3

tiga (3) setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernapasan pada semua kelompok usia, dan nomor satu (1) dari golongan penyakit infeksi. Hasil survei prevalensi TB di Indonesia tahun 2004 menunjukkan bahwa angka prevalensi TB BTA positif secara Nasional 110 per 100.000 penduduk. Secara regional prevalensi TB BTA positif di Indonesia dikelompokkan dalam 3 wilayah, pertama, wilayah Sumatera angka prevalensi TB adalah 160 per 100.000 penduduk, kedua, wilayah Jawa dan Bali angka prevalensi TB adalah 110 per 100.000 penduduk, ketiga, wilayah Indonesia Timur angka prevalensi TB adalah 210 per 100.000 penduduk. Khusus untuk provinsi DIY (Daerah Istimewa Yogyakarta) dan Bali angka prevalensi TB adalah 68 per 100.000 penduduk. Mengacu pada hasil survei prevalensi tahun 2004, diperkirakan penurunan insiden TB BTA positif secara nasional 3-4% setiap tahunnya. Situasi TB didunia semakin memburuk, jumlah kasus TB meningkat dan banyak yang tidak berhasil disembuhkan, terutama pada negara yang dikelompokkan dalam 22 negara dengan masalah TB besar (high burden countries). 6 Pada tahun 2011, sebuah kasus insiden diperkirakan 8,7 juta TB (kisaran, 8,3 juta-9,0 juta) secara global, setara dengan 125 kasus per 100.000 penduduk. Sebagian besar dari perkiraan jumlah kasus pada tahun 2011 terjadi di Asia (59%) dan Afrika (26%), 1 proporsi lebih kecil dari kasus terjadi di wilayah Mediterania Timur (7,7%), Wilayah Eropa (4,3%) dan daerah Amerika (3%). Ada sekitar 12 juta kasus umum (kisaran, 10.000.000-13.000.000) dari TB pada tahun 2011, setara dengan 170 kasus per 100 000 penduduk. Tingkat prevalensi telah menurun 36% secara global sejak tahun 1990. Perkiraan saat ini menunjukkan bahwa target Stop TB Partnership mengurangi separuh prevalensi TB pada tahun 2015 4

dibandingkan dengan awal tahun 1990 tidak akan terpenuhi diseluruh dunia. Secara regional, tingkat prevalensi menurun disemua enam wilayah yang disebutkan WHO. Kelima negara dengan jumlah terbesar kasus insiden pada tahun 2011 adalah India (2,0-2,5 juta), Cina (0.9-1.1 juta), Afrika Selatan (0.4-0.6 juta), Indonesia (0.4-0.5 juta) dan Pakistan (0.3-0.5 juta). India dan Cina sendiri menyumbang 26% dan 12% dari masing-masing kasus global. Dari 8,7 juta kasus insiden pada tahun 2011, 1,0 juta-1,2 juta (12-14%) berada diantara orang yang hidup dengan HIV, dengan prediksi terbaik dari 1,1 juta (13%). 7 Kasus putus berobat merupakan masalah yang tidak kalah penting, angka penderita TB paru putus berobat di Indonesia menurut hasil monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh tim TB external monitoring mission pada tahun 2005 dan evaluasi yang dilakukan oleh WHO serta program nasional TB menunjukkan bahwa meskipun angka penemuan kasus TB paru dirumah sakit masih tinggi, angka keberhasilan pengobatan masih rendah yaitu dibawah 50% dengan angka putus berobat yang mencapai 50% sampai 80%. Putus berobat merupakan masalah dalam penanggulangan TB paru, putus berobat merupakan salah satu penyebab terjadinya kegagalan pengobatan yang berpotensi meningkatkan kemungkinan terjadinya resistensi terhadap OAT (Obat Anti Tuberkulosis) dan biaya pengobatan akan lebih banyak dan waktu berobat yang lama dan meningkatnya angka mortalitas dan morbiditas penderita TB paru. Menurut Hasker E dkk, Belgia 2008, bahwa penyebab putus berobat pada pasien TB paru banyak disebabkan oleh jenis kelamin dan usia. Selain itu faktor sosial berupa status perkawinan dan status pekerjaan juga berperan penting. Faktor risiko lain adalah penyakit bersamaan, infeksi HIV, mantan narapidana, 5

tunawisma, penggangguran, migrasi, penyalahgunaan alkohol dan penggunaan narkoba jenis suntikan. 8 Menurut penelitian Silva Garrido Mdkk di Brazil 2012, bawa penyebab putus berobat pasien TB paru di negara Amazona adalah tingkat pengetahuan, jarak dari pelayanan kesehatan, efek samping obat, jenis kelamin, usia, penggunaan obat-obatan saat dirawat inap dan selama pengobatan, riwayat penyakit paru sebelumnya dan infeksi TB / HIV. Dalam pengobatan TB paru, putus berobat merupakan sebuah persoalan besar, Kemungkinan putus berobat pada pasien TB lebih tinggi pada pasien yang sudah pernah meninggalkan pengobatan sebelumnya. Petugas kesehatan harus mempertimbangkan bahwa penyebab putus berobat pada pasien TB mungkin karena tidak menerima informasi mengenai penggobatan dan penyakitnya. Rendahnya kualitas penyediaan pelayanan TB dan pelaksanaan kegiatan difasilitas kesehatan masyarakat adalah penentu utama terhadap penggobatan TB paru.9 Menurut Emi Erawatyningsih, Purwanta, Heru Subekti, Yogyakarta 2009, tingkat pendidikan, pengetahuan, pendapatan keluarga, lama sakit dan efek samping obat berpengaruh terhadap ketidak patuhan berobat pada penderita TB paru, sedangkan jenis kelamin, umur, kualitas pelayanan, peran PMO (pengawas minum obat), dan jarak rumah tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap ketidak patuhan berobat pada penderita TB paru. Pendidikan yang rendah merupakan faktor dominan yang mempengaruhi ketidak patuhan berobat pada penderita TB paru, untuk itu petugas perlu untuk meningkatkan penyuluhan untuk meningkatkan pemahaman dan memberikan motivasi bagi penderita yang berpendidikan rendah agar penderita dan keluarga dapat memahami tentang 6

penyakit TB paru, cara pencegahan dan akibat ketidak teraturnya menjalankan pengobatan, sehingga dapat meningkatkan kepatuhan penderita untuk datang berobat. Mengingat pengobatan penderita TB paru membutuhkan waktu yang cukup lama dengan berbagai risiko kebosanan dan putus berobat, maka disarankan agar dilakukan penanganan terpadu pada penderita, PMO maupun keluarga penderita. Memberdayakan Puskesmas pembantu dan bidan didesa dalam proses pendistribusian obat serta memberikan pembinaan kepada PMO dirumah agar dapat mengawasi penderita dengan rasa tanggung jawab. 10 Penelitian terbaru menunjukkan bahwa, didaerah perkotaan, kepatuhan terkait dengan pengetahuan pasien tentang TB dan penyediaan pendidikan tentang penyakit tertentu oleh penyedia layanan kesehatan pada pasien. Putus berobat lebih sering diantara mereka yang telah gagal pengobatan awal, sedangkan kegagalan yang paling umum diantara orang-orang dengan gagal sebelumnya. Meskipun pedoman penafsiran sering sama untuk pasien dengan gagal, default, atau kambuh selagi pengobatan awal, hasil ini menunjukkan bahwa dapat diambil manfaat dari strategi manajemen yang berbeda. Misalnya kegagalan pengobatan umumnya karena resistensi obat, sedangkan kekambuhan mungkin karena ketidak patuhan, tingginya pertumbuhan bakteri. 11 Menurut penelitian Santha T dkk di India, penyebab putus berobat lebih banyak terjadi pada mereka yang melakukan pengobatan pada akhir fase intensif, umur, alkoholisme, perokok, jenis penyakit, pendidikan dan masalah ekonomi. 12 Berdasarkan latar belakang diatas peneliti mencoba mencari faktor penyebab putus berobat pada pasien TB paru di Medan. 7

1.2. PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah tersebut diatas maka rumusan masalah penelitian ini adalah apakah faktor-faktor yang berhubungan dengan putus berobat pasien TB Paru. 1.3. TUJUAN PENELITIAN 1.3.1. Tujuan umum Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan putus berobat pada pasien TB paru di Medan. 1.3.2. Tujuan khusus a. Untuk mengetahui hubungan jenis kelamin terhadap putus berobat pada penderita TB paru. b. Untuk mengetahui hubungan umur terhadap putus berobat pada penderita TB paru. c. Untuk mengetahui hubungan pendidikan terhadap putus berobat pada penderita TB paru. d. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan tentang lama pengobatan terhadapputus berobat pada penderita TB paru. e. Untuk mengetahui hubungan Tahu risiko menghentikan pengobatan terhadap putus berobat pada pasien penderita TB paru. f. Untuk mengetahui hubungan pendapatan keluarga terhadap putus berobat pada penderita TB paru. g. Untuk mengetahui hubungan efek samping obat terhadap putus berobat pada penderita TB paru. 8

h. Untuk mengetahui hubungan jarak rumah ke yankes terhadap putus berobat pada penderita TB paru. i. Untuk mengetahui apakah ada hubungan merasa sudah sembuh/enak saat minum OAT terhadap putus berobat pada penderita TB paru. j. Untuk mengetahui apakah ada hubungan merasa tidak ada perbaikan saat minum OAT (makin memburuk) terhadap putus berobat pada penderita TB paru. k. Untuk mengetahui apakah ada hubungan penyakit penyerta/penyakit lain terhadap putus berobat pada penderita TB paru. l. Untuk mengetahui apakah ada hubungan biaya terhadap putus berobat pada penderita TB paru. 1.4. MANFAAT PENELITIAN 1. Peneliti : a. Dapat diketahui apa faktor-faktor yang menyebabkan putus berobat pada pasien TB paru. 2. Pasien : a. Meningkatkan pengetahuan pasien tentang pentingnya pengobatan TB secara teratur. b. Mengurangi risiko penyebaran TB terhadap lingkungan dan keluarga. c. Pasien tidak lagi putus berobat dalam pengobatan TB paru. 3. Praktisi Spesialis Paru : a. Untuk mengetahui apa penyebab putus berobat pada pasien TB paru. b. Untuk mencegah terjadinya Multi drugs resistance (MDR) TB paru. 9

4. Rumah Sakit Umum : a. Untuk mengetahui kualitas pelayanan petugas kesehatan terhadap pengobatan pasien TB paru. b. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan pengobatan TB paru. 5. Pemerintah : a. Sebagai masukan dalam program nasional penanggulangan TB paru. b. Mengambil kebijakan untuk mengantisipasi terjadinya putus berobat pada pasien TB paru. 10