Trichogaster leeri, gonad maturation, fecundity, semen volume and mortality ABSTRAK

dokumen-dokumen yang mirip
GONAD MATURATION OF SEPAT RAWA (Trichogaster trichopterus Blkr) WITH DIFFERENT FEEDING TREATMENTS. By Rio Noverzon 1), Sukendi 2), Nuraini 2) Abstract

Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia, 1(2) : (2013) ISSN :

Berkala Perikanan Terubuk, Juli 2012, hlm ISSN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

FOR GONAD MATURATION OF GREEN CATFISH

PEMATANGAN GONAD IKAN PALMAS (Polypterus senegalus) DENGAN MENGGUNAKAN PAKAN YANG BERBEDA

THE EFFECT OF IMPLANTATION ESTRADIOL-17β FOR FERTILITY, HATCHING RATE AND SURVIVAL RATE OF GREEN CATFISH (Mystus nemurus CV)

Pematangan Gonad Ikan Betok (Anabas testudineus ) Dengan Pemberian Pakan Buatan Yang Diperkaya Dengan Vitamin E. Netti Aryani 1 dan Hamdan Alawi 2

POTENSI REPRODUKSI IKAN LALAWAK (Barbodes sp) PENDAHULUAN

ASPEK REPRODUKSI IKAN LELAN (Osteochilus vittatus C.V) Di SUNGAI TALANG KECAMATAN LUBUK BASUNG KABUPATEN AGAM

JURNAL. PENGARUH PEYUNTIKAN OVAPRIM DENGAN DOSIS BERBEDA TERHADAP OVULASI DAN KUALITAS TELUR IKAN SILIMANG BATANG (Epalzeorhynchos kalopterus).

HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN AKHIR KEGIATAN HIBAH KOMPETITIF PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL TAHUN KE II

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

FEKUNDITAS DAN DIAMETER TELUR IKAN GABUS (Channa striata BLOCH) DI DAERAH BANJIRAN SUNGAI MUSI SUMATERA SELATAN

5. PARAMETER-PARAMETER REPRODUKSI

THE EFFECT OF OVAPRIM AND PROSTAGLANDIN (PGF 2 α) COMBINATION ON OVULATION AND EEG QUALITY OF KISSING GOURAMY (Helostoma temmincki C.

ABSTRACT. Keyword : Anabas testudineus, sgnrh+domperidon, Hatching

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH PENYUNTIKAN OVAPRIM TERHADAP VOLUME SEMEN DAN KUALITAS SPERMATOZOA IKAN PAWAS (Osteochilus hasselti CV) UNTUK PRODUKSI BENIH DALAM KONSERVASI

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2012 di Laboratorium

Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia, 4(1) :22-26 (2016) ISSN :

THE COMBINED EFFECT OF DIFFERENT FEED ON THE GROWTH AND SURVIVAL OF LEAF FISH LARVAE (Pristolepis grooti)

USE OF OVAPRIM WITH DIFFERENT DOSES ON SPERM QUALITY AND SPAWNING OF SIGNAL BARB (Labeobarbus festivus, Heckel 1843) By:

Ridwan Manda Putra 1) Diterima : 12 Januari 2010 Disetujui : 25 Januari 2010 ABSTRACT

Aspek Reproduksi Ikan Kapiek (Puntius schwanefeldi Bleeker ) di Sungai Rangau Riau, Sumatra

Titin Herawati, Ayi Yustiati, Yuli Andriani

FEKUNDITAS DAN DIAMETER TELUR IKAN MINGKIH Cestraceus plicatilis DALAM RANGKA PELESTARIAN PLASMA NUTFAH

ASPEK BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LEMEDUK (Barbodes schwanenfeldii) DI SUNGAI BELUMAI KABUPATEN DELI SERDANG PROVINSI SUMATERA UTARA

ASPEK REPRODUKSI IKAN KAPASAN (Gerres kapas Blkr, 1851, Fam. Gerreidae) DI PERAIRAN PANTAI MAYANGAN, JAWA BARAT

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan

PENAMBAHAN VITAMIN E DALAM PAKAN UNTUK MENINGKATKAN POTENSI REPRODUKSI INDUK IKAN SEPAT HIAS ( Trichogaster sp )

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) SAGO

III. METODOLOGI PENELITIAN

Diterima : 15 Oktober 2011 Disetujui : 20 November 2011

PENGARUH PEMBERIAN JENIS PAKAN YANG BERBEDA TERHADAP MUTU GONAD CALON INDUK IKAN INGIR- INGIR (Mystus nigriceps)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Enlargement of Selais (Ompok hypopthalmus) With fish meal Containing Thyroxine (T 4 ) Hormone

3. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan April sampai dengan Desember 2013 di Sungai

KHAIRUL MUKMIN LUBIS IK 13

PERGANTIAN PAKAN TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN PANJANG LARVA IKAN SEPAT COLISA (Trichogaster lalius)

J. Aquawarman. Vol. 3 (1) : April ISSN : AQUAWARMAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

3. METODE PENELITIAN. Gambar 3. Peta daerah penangkapan ikan kuniran di perairan Selat Sunda Sumber: Peta Hidro Oseanografi (2004)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

ASPEK REPRODUKSI IKAN PARANG-PARANG (Chirocentrus dorab Forsskal 1775) DI PERAIRAN LAUT BENGKALIS KABUPATEN BENGKALIS PROVINSI RIAU

Berk. Penel. Hayati: 15 (45 52), 2009

Reproductive Biology of Trichogaster pectoralis From Flood Plane captured in the Tangkerang Barat District and Delima District.

STUDI ASPEK REPRODUKSI IKAN BAUNG (Mystus nemurus Cuvier Valenciennes) DI SUNGAI BINGAI KOTA BINJAI PROVINSI SUMATERA UTARA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

3.3. Pr 3.3. P os r ed e u d r u r Pe P n e e n l e iltiitan

Jurnal Perikanan (J. Fish. Sci.) VII (1): ISSN:

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN PELANGI MERAH (Glossolepis incisus Weber, 1907) DI DANAU SENTANI LISA SOFIA SIBY

PENGARUH PERBANDINGAN INDUK JANTAN DAN BETINA DALAM PEMIJAHAN IKAN SEPAT MUTIARA (Trichogaster leeri Blkr) TERHADAP FEKUNDITAS DAN DAYA TETAS TELUR

PENGARUH TEPUNG IKAN LOKAL DALAM PAKAN INDUK TERHADAP PEMATANGAN GONAD DAN KUALITAS TELUR IKAN BAUNG (Hemibagrus nemurus Blkr.

BAB III BAHAN DAN METODE

SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG CACING TANAH DALAM PAKAN UNTUK PERTUMBUHAN DAN EFISIENSI PAKAN IKAN BAUNG (Mystus nemurus CV ABSTRAK

II. METODOLOGI 2.1 Prosedur Pelaksanaan Penentuan Betina dan Jantan Identifikasi Kematangan Gonad

EFFECT DIFFERENCE DOSES OF sgnrh-a + DOMPERIDON HORMONE ON SEMEN VOLUME, QUALITY OF SPERMATOZOA AND FRY HARD LIPPED BARB (Osteochilus hasselti CV)

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Prosedur Penelitian

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Induk 3.3 Metode Penelitian

BAB III BAHAN DAN METODE

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan

TINGKAT KEMATANGAN GONAD IKAN TEMBANG (Clupea platygaster) DI PERAIRAN UJUNG PANGKAH, GRESIK, JAWA TIMUR 1

Gambar 4. Peta lokasi pengambilan ikan contoh

PENDAHULUAN. (Tang,2004). Sampai saat ini usaha budidaya perikanan sudah menunjukkan perkembangan pesat, baik usaha perikanan air tawar

Yunus Ayer*, Joppy Mudeng**, Hengky Sinjal**

Yuli Hendra Saputra, M. Syahrir R. dan Anugrah Aditya B.

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN JUARO (Pangasius polyuranodon) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI MUSI, SUMATERA SELATAN ABDUL MA SUF

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE

BAHAN DAN METODE. Tabel 1. Subset penelitian faktorial induksi rematurasi ikan patin

2.2. Morfologi Ikan Tambakan ( H. temminckii 2.3. Habitat dan Distribusi

PENINGKATAN MUTU REPRODUKSI IKAN HIAS MELALUI PEMBERIAN KOMBINASI ASAM LEMAK ESENSIAL DAN VITAMIN E DALAM PAKAN PADA IKAN UJI ZEBRA, Danio rerio

BAHAN DAN METODE. Percobaan 1. Pengaruh pemberian bahan aromatase inhibitor pada tiga genotipe ikan nila sampai tahap pendederan.

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/KEPMEN-KP/2016 TENTANG

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis Klasifikasi

PEMELIHARAAN INDUK BETINA IKAN ASANG (Osteochilus vittatus, Cyprinidae) PADA WADAH YANG BERBEDA TERHADAP DAYA REPRODUKSI

PEMATANGAN GONAD IKAN GABUS BETINA

Wisnu Prabowo C SKRIPSI

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi Penelitian

PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN BETOK (Anabas testudineus) YANG DIPELIHARA PADA SALINITAS BERBEDA

I. PENDAHULUAN. Usaha budidaya ikan baung telah berkembang, tetapi perkembangan budidaya

THE EFFECT hcg (human Chorionic Gonadotropin) TO OVULATION AND HATCHING OF FISH EGGS

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama 40 hari pada bulan Agustus sampai dengan

3 METODOLOGI PENELITIAN

1) Staf Pengajar pada Prog. Studi. Budidaya Perairan, Fakultas

JOURNAL OF MANAGEMENT OF AQUATIC RESOURCES. Volume 2, Nomor 2, Tahun 2013, Halaman Online di :

III. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN SEPATUNG, Pristolepis grootii Blkr (NANDIDAE) DI SUNGAI MUSI

Keyword: Osteochilus wandersii, Rokan Kiri River, GSI, fecundity, and eggs diameter

statistik menggunakan T-test (α=5%), baik pada perlakuan taurin dan tanpa diberi Hubungan kematangan gonad jantan tanpa perlakuan berdasarkan indeks

Naskah Publikasi TINGKAT KEMATANGAN GONAD IKAN WADER. (Rasbora argyrotaenia) DI SEKITAR MATA AIR PONGGOK KLATEN JAWA TENGAH

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek

III. METODE PENELITIAN

PENGAYAAN PAKAN DENGAN VITAMIN E UNTUK MENINGKATKAN DAYA REPRODUKSI INDUK IKAN SEPAT MUTIARA (Trichogaster leeri)

Kisi-kisi Soal Uji Kompetensi Program studi Agribisnis Sumberdaya Perairan. Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Indikator Essensial

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk

Transkripsi:

JURNAL PERIKANANAN DAN KELAUTAN ISSN 0853-7607 PEMATANGAN GONAD CALON INDUK IKAN SEPAT MUTIARA (Trichogaster leeri Blkr) DALAM KERAMBA DENGAN PADAT TEBAR BERBEDA Oleh: Sukendi, Ridwan Manda Putra dan Nur Asiah Staf Pengajar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau Pekanbaru ABSTRACT This study aims to determine the best stocking solid in the gonad maturation of Trichogaster leeri Blkr in cages placed in ponds. Cage size used is 1 x 1 x 1 m were placed in the pond Fisheries and Marine Science Faculty, Riau University with a solid stocking respectively P1 = 30 fishes/cage, P2 = 40 fishes/cage and P3 = 50 fishes /cage. The fish were reared for 6 (six) weeks, during maturation of fish feed shrimp pellets + vitamin E. Maturation observations conducted each week by taking 20% of the samples. Parameters measured were maturity level, gonado somatic index (GSI), fecundity, egg diameter, semen volume, and mortality. The results showed that the best treatment was P1 = 30 fishes/cage produce attainment gonad maturation (TKG IV) was 2 fishes, gonado somatic index (GSI) was 8.36 %, fecundity was 1004 eggs, egg diameters was 0.66 mm, semen volume was 0.0173 ml and mortality was 2 fishes. Key wood: Trichogaster leeri, gonad maturation, fecundity, semen volume and mortality ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui padat tebar yang terbaik dalam pematangan calon induk ikan sepat mutiara (Trichogaster leeri Blkr) di keramba yang ditempatkan di kolam. Ukuran keramba yang digunakan adalah 1 x 1 x 1 m yang ditempatkan di kolam Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau dengan padat tebar masing-masing P1 = 30 ekor/keramba, P2 = 40 ekor/keramba dan P3 =50 ekor/keramba. Pemeliharaan dilakukan selama 6 (enam) minggu, selama pematangan ikan diberi pakan pellet + vitamin E. Pengamatan pematangan dilakukan setiap minggu dengan mengambil sampel sebanyak 20 % dari masingmasing keramba perlakuan. Parameter yang diukur terdiri dari pencapaian kematangan gonad (TKG IV), indeks kematangan gonad (IKG), fekunditas, diameter telur, volume semen, dan nilai mortalitas. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa perlakuan padat tebar yang terbaik adalah perlakuan P1 = 30 ekor/keramba menghasilkan pencapaian tingkat kematangan gonad (TKG IV) sebesar 1,54 (2 ekor), nilai indeks kematangan gonad (IKG) sebesar 8,36 %, fekunditas sebesar 1004 butir, diameter telur sebesar 0,65 mm, volumen semen sebesar 0,0173 ml dan nilai mortalitas sebesar 2 ekor. Kata kunci: Trichogaster leeri, kematangan gonad, fekunditas, volumen semen dan mortalitas JPK18.1.JUNI 2013/07/71-82

JPK Vol 18 No. 1 Juni 2013 Pematangan Gonad Calon Induk Ikan Sepat Mutiara I. PENDAHULUAN Ikan sepat mutiara (Trichogaster leeri Blkr) adalah salah satu ikan ekonomis dari 31 jenis ikan ekonomis yang berhasil diidentifikasi dari perairan Sungai Kampar yang merupakan salah satu dari lima sungai terbesar di daerah Riau. Ikan ini selain dimanfaatkan sebagai ikan konsumsi dapat juga dijadikan sebagai ikan hias, karena memiliki bentuk dan warna tubuh yang menarik. Hingga saat ini kebutuhan masyarakat terhadap ikan sepat mutiara hanya diperoleh dari hasil tangkapan dari alam, terutama dari perairan Sungai Kampar. Ikan sepat mutiara yang tertangkap biasanya memiliki ukuran bervariasi serta umur yang masih tergolong muda, dimana ikan yang tertangkap tersebut banyak ditemukan ikan-ikan yang belum memijah, akan memijah maupun sedang memijah. Bila ikan-ikan yang tertangkap sebagian besar adalah belum pernah memijah atau akan memijah berarti ikan-ikan tersebut belum menghasilkan keturunan dan bila pengkapan dilakukan terus menerus akan mengganggu kelestariannya yang suatu waktu nantinya akan dapat menyebabkan punahnya jenis ikan tersebut, karena dengan membunuh ikan yang akan memijah secara tidak langsung telah membunuh ribuan bahkan ratusan ribu calon benih ikan tersebut yang seharusnya ditetaskan dan berkembang di alam. Salah satu cara yang dapat dilakukan agar kebutuhan masyarakat terhadap ikan sepat mutiara tetap dapat terpenuhi dan kelestariannya dari alam tetap terjaga perlu ditemukan teknologi pembenihan yang tepat melalui pemijahan buatan untuk menghasilkan benih yang cukup baik jumlah maupun kualitasnya, yang selanjutnya melakukan teknologi budidaya yang tepat untuk memproduksi ikan sepat mutiara sehingga tidak lagi tergantung dari hasil tangkapan di alam. Kualitas induk ikan sepat mutiara yang akan dipijahkan sangat menentukan keberhasilan teknologi pembenihan yang akan dilakukan, terutama kematangan gonad baik ikan betina untuk menghasilkan telur maupun ikan jantan untuk menghasilkan semen. Oleh sebab itu penelitian pematangan gonad ikan sepat mutiara dengan padat tebar yang berbeda ini perlu dilakukan Hal 72

Sukendi, Ridwan Manda Putra dan Nur Asiah II. METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat. Penelitian ini dilakukan pada akhir bulan Juni sampai dengan bulan September 2012 di kolam Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau serta laboratorium Balai Benih Ikan Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau Rancangan Percobaan. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Perlakuan yang diberikan terdiri dari : P1 = padat tebar 30 ekor/keramba, P2 = padat tebar 40 ekor/keramba dan P3 = padat tebar 50 ekor/keramba. Ukuran keramba yang digunakan adalah 1 x 1 x 1 m3 sedangkan pakan yang diberikan selama pematangan adalah pellet udang + vitamin E. Ulangan masing-masing perlakuan dilakukan 3 kali sehingga diperoleh 9 unit percobaan, dengan model rancangan yang digunakan menurut Sudjana (1991) sebagai berikut : Prosedur Penelitian. Ikan sepat mutiara yang dijadikan sebagai ikan uji dalam penelitian ini berasal dari hasil tangkapan di perairan anak-anak sungai yang bermuara ke Sungai Kampar, kusus di Desa Lubuk Siam Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar, Riau. Ikan sepat mutiara yang tertangkap memiliki ukuran berat antara 7,08 sampai dengan Yij = m + t i + å ij Y ij = Hasil pengamatan individu yang mendapat perlakuan ke - i dan ulangan ke- j m = Rata-rata umum t i = Pengaruh perlakuan ke-i å ij = Pengaruh galat perlakuan ke - i ulangan ke - j 8,50 g dan panjang antara 7,30 sampai dengan 8,60 cm. Ikan-ikan tersebut sebelum diangkut ke kolam Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau untuk diperlakukan terlebih daulu diadaptasikan dalam jaring di danau Lubuk Siam berlokasi tidak jauh dari lokasi penangkapan dilakukan. Pengadaptasian ikan dilakukan selama 10 hari, kemudian ikan-ikan tersebut dipindahkan ke keramba yang telah disiapkan di kolam Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau sesuai dengan perlakuan padat tebar yang telah ditetapkan masing-masing P1 = 30 ekor/ keramba, P2 = 40 ekor/keramba dan P3 = 50 ekor/keramba. Pemeliharaan untuk pengamatan pematangan dilakukan selama 6 (enam) minggu (45 hari). Selama Hal 73

JPK Vol 18 No. 1 Juni 2013 Pematangan Gonad Calon Induk Ikan Sepat Mutiara pemeliharan ikan uji diberi pakan pellet + vitamin E 10 %/100 g diet sesuai dengan hasil penelitian Sukendi (2001) terhadap ikan baung, Sukendi, Putra dan Yurisman (2006) terhadap ikan kapiek dan Sukendi, Putra dan Yurisman (2009) terhadap ikan motan. Dosis pemberiang pakan sebesar 5 %/kg bobot tubuh yang dibagi mmenjadi 3 kali pemberian, yaitu pagi, siang dan sore hari. Pengamatan parameter uji dilakukan sekali dalam semingu dengan pengambilan sampel sebesar 20 % dari jumlah padat tebar masing-masing perlakuan. Parameter Uji. Parameter uji yang diukur untuk menentukan keberhasilan pematangan gonad induk ikan sepat mutiara ini adalah : 1. Pencapaian tingkat kematangan gonad (TKG IV) Pencapaian tingkat kematangan gonad (TKG IV) ditentukan dengan cara menghitung jumlah ikan yang bertkg IV dari setiap penyamplingan yang dilakukan. 2. Indeks Kematangan Gonad (IKG) Indeks Kematangan Gonad (IKG) ditentukan dengan menggunakan formula yang dikemukakan Effendie (1992) yaitu : 3. Fekunditas IKG = Fekunditas ditentukan menggunakan metoda sub contoh dengan gravimetrik (Nikolsky, 1963) yaitu : Bobot gonat (g) bobot tubuh (g) x100% F : t = B : b F = fekunditas (butir) t = jumlah telur dari contoh gonad (butir), B =bobot gonad seluruhnya (g) dan b = bobot contoh gonad (g). 4. Diameter Telur Diameter telur diukur dengan cara mengambil sampel telur sebanyak 50 butir dari induk ikan betina yang telah memiliki TKG IV. Telur tersebut diukur di bawah mikroskop dengan bantuan mikrometer okuler. Hal 74

Sukendi, Ridwan Manda Putra dan Nur Asiah 5. Volume Semen Volume semen ditentukan dengan cara menyedot semen dari induk ikan jantan yang telah memiliki TKG IV dengan menggunakan spuit tanpa jarum. Semen yang diperoleh diukur volumenya 6. Nilai Mortalitas Nilai mortalitas ditentukan dengan cara menghitung jumlah ikan uji yang mati setiap pengamatan dari masing-masing perlakuan selama penelitian III. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil análisis variansi (anova) menunjukkan perlakuan padat tebar berbeda yang diberikan tidak berpengaruh (P >0,05) terhadap pencapaian tingkat kematangan gonad (TKG IV), indeks kematangan gonad (IKG), fekunditas, diameter telur, kematangan telur, volume semen dan nilai mortalitas ikan sepat mutiara Pencapaian Tingkat Kematangan Gonad (TKG IV). Hasil pengamatan terhadap jumlah ikan tingkat kematangan gonad (TKG IV) dari masing-masing perlakuan selama penelitian disajikan pada Gambar 1. Dari Gambar ini terlihat bahwa ikan mencapai TG IV terbanyak terdapat pada perlakuan P1 (padat tebar 30 ekor/keramba), diikuti perlakuan P2 (padat tebar 40 ekor/keramba) dan terkecil pada perlakuan P3 (padat tebar 50 ekor/keramba. Faktor utama yang menentukan kecepatan pematangan gonad ikan adalah pakan yang diberikan selama pematangan tersebut. Hal ini karena bahan dasar dalam pembentukan sel telur dan sel sperma tersebut berasal dari hasil metobolime dari pakan yang diberikan, terutala untuk ikan betina proses pematangan ini dikenal dengan proses vitelogenesis. Sesuai menurut Kamler (1992) dan Sukendi (2007) yang menyatakan bahwa bahan dasar dalam proses pematangan gonad terdiri atas karbohidrat, lemak dan protein. Sehingga dalam melakukan pematangan calon induk untuk usaha pembenihan biasanya para pembenih selalu memberikan pakan yang mengandung protein tinggi pada pellet yang diberikan. Hal 75

JPK Vol 18 No. 1 Juni 2013 Pematangan Gonad Calon Induk Ikan Sepat Mutiara Gambar 1. Hal 76 Tingkat Kematangan Gonad (TKG IV) (ekor) 2 1,5 1 0,5 0 1,54 P1 P2 P3 Perlakuan Histogram jumlah rata-rata ikan sepat mutiara mencapai TKG IV pada masing-masing pengamatan selama penelitian Pakan yang diberikan pada masing-masing perlakuan dalam penelitian ini adalah sama, yaitu pellet + vitamin E namun terjadinya perbedaan jumlah ikan TKG IV dari masing-masing perlakuan disebabkan karena pengaruh perbedaan padat tebar yang diberikan. Perlakuan P1 (padat tebar 30 ekor/keramba) merupakan perlakuan padat tebar yang terkecil, perlakuan ini merupakan perlakuan yang cocok sebagai wadah ikan dalam melakukan aktifitasnya di dalam keramba tempat pemeliharaan, termasuk aktifitas dalam pemanfaatan pakan yang diberikan, sehingga dengan semakin baiknya ikan dalam memanfaatkan pakan yang diberikan maka akan mempengaruhi kecepatan dalam pematangan gonad ikan tersebut. Namun padat tebar juga tidak bisa terlalu kecil, sebab menurut Wardoyo dan Muchsin (1990) padat tebar yang rendah mengakibatkan pakan dan ruang gerak ikan tidak efisien dan padat tebar yang terlalu tinggi mengakibatkan kompetisi dalam mendapatkan makanan dan ruang gerak ikan sehingga memungkinkan pertumbuhan pada ikan juga terhambat. Dalam penelitian ini dianggap padat tebar 30 ekor/keramba merupakan padat tebar yang tepat pada ikan sepat mutiara dalam memanfaatkan pakan yang diberikan. Indeks Kematangan Gonad (IKG). Hasil pengamatan terhadap nilai indeks kematangan gonad (IKG) dari masing-masing perlakuan selama penelitian disajikan pada Gambar 2. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa nilai IKG tertinggi terdapat pada perlakuan P1 (padat tebar 30 ekor/keramba) sebesar 8,36 %, diikuti perlakuan P2 (padat tebar 40 ekor/keramba) sebesar 8,08 % dan terkecil pada perlakuan P3 (padat tebar 50 ekor/keramba) sebesar 7,69 %. Jika dihubungkan dengan nilai 1,25 0,84

Sukendi, Ridwan Manda Putra dan Nur Asiah pencapaian kematangan gonad yang telah diukur sebelumnya menunjukkan bahwa semakin cepat ikan mencapai TKG IV maka semakin tinggi pula nilai IKG, hal ini sesuai dengan pernyataan Sukendi (2001). Indek kematangan gonad (IKG) (%) 8,4 8,2 8 7,8 7,6 7,4 7,2 8,36 Gambar 2. Histogram nilai indeks kematangan gonad (IKG) (%) ikan sepat mutiara dari masing-masing perlakuan selama penelitian Nilai IKG diperoleh dari perbandingan bobot gonad dengan bobot tubuh, sehingga dengan semakin cepatnya ikan mencapai TKG IV maka perkembangan gonad akan semakin sempurna pula, dengan sempurnanya perkembangan gonad maka bobot gonad akan semakin bertambah sehingga akan meningkatkan nilai IKG. Bobot gonad ikan betina (ovarium) selalu lebih besar daripada bobot gonad ikan jantan (testis) sehingga nilai IKG ikan betina selalu pula lebih besar daripada nilai IKG ikan jantan. Effendie (1992) menyatakan nilai IKG selalu dalam bentuk kisaran, pada TKG III nilai IKG berkisar antara 6 11 %, pada TKG IV nilai IKG berkisar antara 8 14 % dan pada TKG V nilai IKG berkisar antara 13-20 %. Hasil pengamatan terhadap nilai IKG ikan sepat siam selama penelitian masih memenuhi kriteria tersebut, yaitu berkisar antara 8,45 12,68 % pada TKG IV. Nilai IKG ikan sepat mutiara yang diperoleh masih berada pada kisaran nilai IKG ikan sepat mutiara yang diperoleh dari perairan Sungai Sail Kotamadya Pekanbaru yang berkisar antara 1,8 20 % (Putra, 1989). 8,08 P1 P2 P3 Perlakuan Fekunditas. Hasil pengamatan terhadap nilai fekunditas dari masing-masing perlakuan selama penelitian disajikan pada Gambar 3. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa nilai fekunditas tertinggi terdapat pada perlakuan P1 (padat tebar 30 ekor/ keramba) sebesar 1004 butir, diikuti perlakuan P2 (padat tebar 40 ekor/keramba) sebesar 964 butir dan terkecil pada perlakuan P3 (padat tebar 50 ekor/keramba) sebesar 945 7,69 Hal 77

JPK Vol 18 No. 1 Juni 2013 Pematangan Gonad Calon Induk Ikan Sepat Mutiara butir. Nilai fekunditas suatu spesies ikan dipengaruhi oleh ukuran (panjang total dan bobot tubuh) (Synder, 1983), ukuran diameter telur (Woynarovich dan Horvath, 1980) serta faktor genetik dan lingkungan (Olatunde, 1978). Besarnya nilai fekunditas pada P1 (padat tebar 30 ekor/keramba), diikuti perlakuan P2 (padat tebar 40 ekor/keramba) dan terkecil pada perlakuan P3 (padat tebar 50 ekor/keramba) diduga karena hasil pengamatan nilai IKG sebelumnya perlakuan ini yang terbesar, sehingga dengan besarnya nilai IKG maka bobot gonad (ovarium) akan besar pula sekaligus dengan besarnya bobot gonad maka jumlah telur (fekunditas) yang ada didalamnya akan semakin banyak pula. Nilai fekunditas (butir) 1020 1000 980 960 940 920 900 1004 964 945 P1 P2 Perlakuan P3 Gambar 3. Histogram nilai fekunditas (butir) ikan sepat mutiara dari masing-masing perlakuan selama penelitian Hal 78 Jika dibandingkan dengan nilai fekunditas beberapa jenis ikan rawa di daerah Riau maka nilai fekunditas ikan sepat mutiara yang diperoleh tidak jauh berbeda, seperti ikan betok (Anabas testudineus) antara 712 8224 butir (Pulungan, Amin dan Putra, 1989), ikan sepat biru (Trichogaster trichopterus) antara 4500 7500 butir (Putra, Sukendi dan Usman, 1991) dan ikan tambakan (Helostoma temminchii) antara 10400 18173 butir (Sukendi, Siregar, Yurisman dan Pardinan, 1992). Nilai fekunditas suatu spesies ikan yang memiliki ukuran tubuh lebih besar akan selalu lebih banyak karena dengan semakin besarnya ukuran ikan maka gonad (ovarium) akan semakin besar pula sekaligus jumlah telur (fekunditas) juga akan semakin banyak. Nilai fekunditas ikan sepat mutiara yang diperoleh juga tidak jauh berbeda dengan nilai fekunditas ikan sepat mutiara yang diperoleh dari perairan Sungai Sail Kotamadya Pekanbaru yang berkisar antara 900 sampai dengan 1200 butir (Putra, 1989).

Sukendi, Ridwan Manda Putra dan Nur Asiah Diameter Telur. Hasil pengamatan terhadap nilai fekunditas dari masingmasing perlakuan selama penelitian disajikan pada Gambar 4. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa nilai diameter telur tertinggi terdapat pada perlakuan P1 (padat tebar 30 ekor/keramba) sebesar 0,65 mm, diikuti perlakuan P2 (padat tebar 40 ekor/ keramba) sebesar 0,64 mm dan terkecil pada perlakuan P3 (padat tebar 50 ekor/ keramba) sebesar 0,63 butir. Nilai diameter telur selalu dipengaruhi oleh nilai fekunditas Woynarovich dan Horvath (1980), karena dengan semakin besarnya nilai fekunditas maka semakin besar pula diameter telur yang ditemukan didalamnya. Selain itu dengan semakin besarnya nilai IKG maka gonad ikan juga akan semakin besar sehingga nilai diameter telur yang ada didalamnya juga akan semakin besar. Kuo et al (1974) menyatakan bahwa setiap TKG tertentu menunjukkan nilai kisaran diameter telur tertentu yang terbanyak, sehingga pada ikan betina TKG dapat ditentukan dengan ukuran diameter telur dan distribusinya di dalam ovarium. Sesuai dengan hasil penelitian yang diperoleh maka pada ikan motan juga diperoleh perlakuan yang terbaik untuk meningkatkan diameter telur sama dengan perlakuan terbaik untuk meningkatkan tingkat kematangan gonad IV, nilai indeks kematangan gonad dan fekunditas (Sukendi, 2012). Menurut Hardjamulia, Suhendra dan Wahyudi (1995) pada spesies ikan yang sama perkembangan oosit dalam ovarium tergantung pada ukuran ikan tersebut, dimana pada ukuran ikan yang kecil banyak ditemukan stadium oosit dini daripada ikan yang berukuran besar. 0,65 0,645 Ukuran diameter telur (mm) 0,64 0,635 0,63 0,625 0,62 0,65 0,64 0,63 P1 P2 P3 Gambar 4. Histogram diameter telur (mm) ikan sepat mutiara dari masing-masing perlakuan selama penelitian Hal 79

JPK Vol 18 No. 1 Juni 2013 Pematangan Gonad Calon Induk Ikan Sepat Mutiara Volume Semen. Hasil pengamatan terhadap nilai volumen semen dari masingmasing perlakuan selama penelitian disajikan pada Gambar 5. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa nilai volumen semen tertinggi terdapat pada perlakuan P1 (padat tebar 30 ekor/keramba) dan perlakuan P2 (padat tebar 40 ekor/keramba) masingmasing sebesar 0,0175 ml dan terkecil pada perlakuan P3 (padat tebar 50 ekor/ keramba) sebesar 0,0143 ml. Nilai volume semen (mm) 0,02 0,015 0,01 0,005 0 0,0175 0,0175 0,0143 P1 P2 P3 Perlakuan Gambar 5. Histogram volumen semen (ml) ikan sepat mutiara siam dari masingmasing perlakuan selama penelitian Hal 80 Hasil pengamatan terhadap volume semen juga menunjukkan bahwa perlakuan yang terbaik untuk meningkatkan volumen semen ini sama dengan perlakuan yang terbaik untuk meningkatkan nilai indeks kematangan gonad, fekunditas dan diameter telur pada induk ikan betina sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan padat tebar yang terbaik untuk pematangan gonad ikan sepat mutiara betina sama dengan perlakuan padat tebar yang terbaik untuk pematangan gonad ikan sepat mutiara jantan. Sukendi (2012) menyatakan bahwa dalam melakukan pembenihan melalui pemijahan buatan maka pada saat fertilisasi volume semen sangat menentukan keberhasilan fertilisasi tersebut. Karena dengan semakin besarnya nilai volumen semen maka selalu diikuti dengan semakin tinggi pula nilai viabilitas dan motilitas spermatozoa sedangkan nilai konsentrasi spermatozoa akan selalu lebih kecil. Sementara untuk proses fertilisasi pada ikan yang diperlukan adalah nilai viabilitas dan motilitas yang tinggi sedangkan nilai konsentrasi tidak diperlukan tinggi karena fertilisasi pada ikan bersifat monospermik dimana setiap satu sel telur hanya bisa dibuahi oleh satu sel spermatozoa.

Sukendi, Ridwan Manda Putra dan Nur Asiah Mortalitas. Hasil pengamatan terhadap nilai mortalitas dari masing-masing perlakuan selama penelitian disajikan pada Gambar 6. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa nilai mortalitas tertinggi terdapat pada perlakuan P3 (padat tebar 30 ekor/ keramba) sebesar 2,87 (3 ekor), diikuti perlakuan P2 (padat tebar 40 ekor/keramba) sebesar 2,40 (2 ekor) dan terkecil pada perlakuan P3 (padat tebar 50 ekor/keramba) sebesar 2 ekor. Nilai mortalitas (ekor) 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0 2,87 2,4 2 P1 P2 P3 Perlakuan Gambar 6. Histogram mortalitas (ekor) ikan sepat mutiara dari masing-masing perlakuan selama penelitian Kecilnya nilai mortalitas (kematian) ikan sepat mutiara pada perlakuan P1 (padat tebar 30 ekor/keramba) disebabkan karena pengamatan sebelumnya perlakuan yang terbaik untuk pematangan gonad juga diperoleh pada perlakuan P1 tersebut. Dengan terbaiknya perlakuan P1 ini maka nilai kematian juga akan sedikit (kecil). Namun bila dilihat nilai mortalitas dari masing-masing keramba perlakuan yang ada masih tergolong sangat kecil, kenyataan ini kemungkinan disebabkan karena ikan yang dipelihara telah dapat beradaptasi dengan lingkungan pemeliharaan. Selain itu juga ikan telah diadaptasikan sebelumnya pada lokasi penangkapan sebelum dilakukan pemeliharaan. IV. KESIMPULAN DAN SARAN Padat tebar yang terbaik untuk pematangan gonad calon induk ikan sepat mutiara yang memiliki tingkat kematangan gonad (TKG II) dengan pemeliharaan selama 6 (enam) minggu adalah 30 ekor/keramba ukuran 1 x 1 x 1 m3 menghasilkan rata-rata jumlah ikan kematangan gonad (TKG IV) sebesar 1,54 (2 ekor), nilai indeks kematangan gonad (IKG) sebesar 8,36 %, fekunditas sebesar 1004 butir, diameter telur sebesar Hal 81

JPK Vol 18 No. 1 Juni 2013 Pematangan Gonad Calon Induk Ikan Sepat Mutiara 0,65 mm, volumen semen sebesar 0,173 ml dan nilai mortalitas sebesar 2 ekor. VI. DAFTAR PUSTAKA Effendie, M. I. 1992. Biologi perikanan. Yayasan Pustaka Nusantama. Yokyakarta. Hardjamulia, A, N. Suhendra dan E. Wahyudi. 1995. Perkembangan oosit dan ovari ikan semah (Tor dournensis) di Sungai Selabung, Danau Ranau, Sumatra Selatan, Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia 1, 3 : 36 46. Kamler, E. 1992. Early life history of fish and energetic approach. Chapman and Hall. London. Kuo, C. M., C. E. Nesh and C. H. Shehadech. 1974. A. Procedural to induce spawning in grey mullet (Mugil cephalus). Aquakulture 3 : 1 14. Nikolsky, G. V. 1963. The ecology of fishes. Academic Press. New York Olatunde, A. 1978. Sex reproductive cycle and variation in fecundity of the family Schilbeidae (Osteichthys, Siluriformes) in Lake Kanji, Nigeria. Hydrobiologia, 57,2 : 125 142. Pulungan, C. P., B. Amin dan R.M. Putra, 1989. Fekunditas dan perkembangan gonad ikan betook (Anabas testudineus) dari Perairan Teratak Bulu, Kabupaten Kampar, Riau. Pusat Penelitian Universitas Riau Pekanbaru Putra, R. M. 1989. Biologi reproduksi ikan sepat mutiara (Trichogaster leeri Blkr) dari Sungai Sail Kotamadya Pekanbaru. Pusat Penelitian Universitas Riau Pekanbaru Putra, R. M. Sukendi dan Usman. 1991. Biologi ikan sepat biru (Trichogaster trichopterus Pall) dari Perairan Kotamadya Pekanbaru. Pusat Penelitian Universitas Riau Pekanbaru Sudjana, 1991. Desain dan analisis eksperimen. Edisi III. Tarsito, Bandung Sukendi, S. Siregar, Yurisman dan Pardinan. 1992. Biologi reproduksi ikan tambakan (Helostoma temminckii CV) dari perairan Danau Lubuk Siam, RiauPusat Penelitian Universitas Riau Pekanbaru. Sukendi. 2001. Biologi reproduksi dan pengendaliannya dalam upaya pembenihan ikan baung (Mystus nemurus CV) dari Perairan Sungai Kampar Riau. Disertasi Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Sukendi. 2007. Fisiologi reproduksi ikan. Edisi Pertama. MM Pres CV. Mina Mandiri Pekanbaru Sukendi, R. M. Putra dan Yurisman. 2009. Pengembangan teknologi pembenihan dan budidaya ikan motan (Thynnicthys thynnoides Blkr) dalam rangka menjaga kelestariannya dari alam. Universitas Riau. Pekanbaru Sukendi. 2012. Biologi Reproduksi dan Teknologi Pengembangan Budidaya Ikan Motan UR Press. Pekanbaru Hal 82