BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. akibat nyeri punggung. Nyeri punggung bagian bawah merupakan penyebab

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dituntut untuk bekerja untuk memenuhi kebutuhan. hidupnya, dan hampir sebagian besar dari waktunya dihabiskan di tempat

BAB I PENDAHULUAN. Laundry dikenal sebagai kegiatan binatu atau pencucian pakaian dengan. mencucikan pakaian-pakaian (Samsudin, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. industri rumah tangga laundry. Saat ini industri rumah tangga laundry

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan seseorang mulai dari keluhan sangat

ANALISIS POSTUR KERJA DAN KELUHAN PEKERJA PADA AKTIVITAS PEMOTONGAN BAHAN BAKU PEMBUATAN KERIPIK

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan pada sistem otot rangka/musculoskeletal disorders (MSDs)

BAB I PENDAHULUAN. atau man made disease. Penyakit Akibat Kerja menurut OSHA. tahun 1992, dimana sekitar 62% pekerja menderita Musculoskeletal

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan setelah perang dunia kedua, tepatnya tanggal 12 Juli 1949 di Inggris

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keluhan muskuloskeletal adalah kerusakan pada bagian-bagian otot

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau

BAB V PEMBAHASAN. lebih tinggi dari perempuan. Hal tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor

BAB I PENDAHULUAN. Dunia industri di Indonesia masih didominan dengan penggunaan tenaga

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih dominan dialami oleh para pekerja. secara fisik yang berat. Salah satu akibat dari kerja secara manual, seperti

basah, kelembaban relatif serta gerakan angin pada desain interior lama dan ergodesain

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam beraktifitas membutuhkan suatu alat yang dirancang atau

BAB I PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha

SARANA KERJA YANG TIDAK ERGONOMIS MENINGKATKAN KELUHAN MUSKULOSKELETAL PADA PEKERJA GARMENT DI BALI

SURAT PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

BAB I PENDAHULUAN. tempat kerja perlu terjamin pula keselamatannya. Dalam Undang Undang

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan merupakan

BAB VI PEMBAHASAN. Subjek pada penelitian ini semua berjenis kelamin wanita dengan

BAB I PENDAHULUAN. besar dalam pembangunan nasional. Tenaga kerja merupakan pelaksana

BAB I PENDAHULUAN. besar dalam pembangunan nasional. Tenaga kerja merupakan pelaksana

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. akan melibatkan kerja tubuh. Kegiatan yang dilakukan secara rutinitas setiap hari

HUBUNGAN TINGKAT ERGONOMI KURSI DENGAN TINGKAT KONSENTRASI BELAJAR SISWA DI SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 1 LENDAH KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalami kecelakaan, penyakit dan keluhan-keluhan kesehatan yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Peranan tenaga kerja dalam pembangunan nasional sangat penting karena

ANALISIS PENGARUH PENGGUNAAN STAGEN PADA AKTIVITAS ANGKAT-ANGKUT DI PASAR LEGI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. belum bisa dihindari secara keseluruhan. Dunia industri di Indonesia masih

BAB I PENDAHULUAN. dengan peraturan yang terdapat di masing-masing perguruan tinggi. Di

BAB V PEMBAHASAN. Jumlah pekerja pelintingan rokok di PT. Djitoe Indonesia Tobako

BAB I PENDAHULUAN. dan memiliki besar derajat kebebasan. Posisi ini bekerja mempromosikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. dengan program pengembangan dan pendayagunaan SDM tersebut, pemerintah juga memberikan jaminan kesejahteraan, kesehatan dan

BAB I PENDAHULUAN. berdiri yang di lakukan secara terus menerus atau dalam jangka waktu yang lama

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia perindustrian di era globalisasi dan Asean Free Trade

BAB V HASIL DAN ANALISA

BAB III METODE PENELITIAN

TUGAS AKHIR ANALISA AKTIVITAS KERJA FISIK DENGAN METODE STRAIN INDEX (SI)

BAB I PENDAHULUAN. disokong oleh beberapa kaki dan ada yang memiliki laci, sedangkan kursi adalah

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam era globalisasi sekarang ini aktivitas penduduk semakin meningkat, dalam

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan pekerjaannya adalah keluhan musculoskeletal disorders(msds).

BAB VI PEMBAHASAN. Perbaikan Sikap Kerja Dan Penambahan Penerangan Lokal Menurunkan Keluhan

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. khusus guna menghasilkan suatu produk yang bermanfaat bagi masyarakat. Interaksi

ANALISIS POSTUR KERJA PADA TENAGA KERJA DENGAN METODE REBA AREA WORKSHOP PT X JAKARTA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, maka pada

Hubungan Antara Keergonomisan Meja dan Kursi dengan Kinerja Petugas di Tempat Pendaftaran Pasien RS PKU Aisyiyah Boyolali

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 6 HASIL PENELITIAN

ANALISIS POSTUR KERJA PADA PT. XYZ MENGGUNAKAN METODE ROSA (RAPID OFFICE STRAIN ASSESSMENT)

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan. Posisi duduk adalah posisi istirahat didukung oleh bokong atau paha di

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. dalam menghasilkan barang dan jasa yang bermutu tinggi. Namun, menurut Notoadmodjo

BAB III METODE PENELITIAN

POSTURE & MOVEMENT PERTEMUAN 2 DECY SITUNGKIR, SKM, MKKK KESEHATAN MASYARAKAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Analisis Postur Kerja dengan Rapid Entire Body Assesment (REBA) di Industri Pengolahan Tempe

BAB I PENDAHULUAN. negara. Industri sepenuhnya terintegrasi ke dalam rantai pasokan secara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V HASIL PENELITIAN. perlakuan yaitu melakukan pekerjaan midang dengan alat pemidangan

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN NYERI PINGGANG PADA PENGERAJIN BATIK TULIS DI KECAMATAN DANAU TELUK KOTA JAMBI TAHUN 2012

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Jurnal Keperawatan, Volume X, No. 2, Oktober 2014 ISSN ANALISIS KARAKTERISTIK PEKERJA DENGAN GANGGUAN KETULIAN PEKERJA PABRIK KELAPA SAWIT

BAB 1 PENDAHULUAN. sekarang ini, manusia tak pernah lepas dari salah satu hukum alam ini yakni bekerja.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa kini, industri yang berkembang di berbagai bidang sudah

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Health Association) adalah beberapa kondisi atau gangguan abnormal

HUBUNGAN SIKAP KERJA STATIS TERHADAP NYERI BAHU PADA PEKERJA MEMBATIK TULIS DI KAMPUNG BATIK LAWEYAN SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN.

Jurnal Kesehatan Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang memberikan sumbangan terbesar dalam industri tekstil pada

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bawah sudah sangat umum di kalangan masyarakat, dari data populasi. pada waktu tertentu (Sambrook, 2010).

BAB 6 HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil analisa data di 3 group pekerjaan

BAB I PENDAHULUAN. dengan pertumbuhan perekonomian. Setiap pembangunan mall dapat meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. industri pengolahan air minum dalam kemasan (AMDK) dengan merk dagang. keselamatan dan kesehatan akan aman dari gangguan.

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini begitu banyak pekerjaan yang dilakukan dengan. menjadi lebih dominan yang dialami oleh pekerja. Di sisi lain, ternyata

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. berpengaruh terhadap produktivitas kerja manusia. Perancangan atau redesain

BAB I PENDAHULUAN. jasa produksi (Eko Nurmianto, 2008). Fasilitas kerja yang dirancang tidak

Transkripsi:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Lokasi Penelitian Perumahan Klipang Pesona Asri (KPA) terletak di daerah Klipang Kelurahan Sendangmulyo Kecamatan Tembalang Semarang. KPA merupakan daerah perumahan yang cukup besar dan banyak penduduknya. Ada banyak ruko atau tempat yang dapat dijadikan usaha bagi penduduk sekitar, salah satu usaha yang terdapat di daerah perumahan KPA adalah usaha laundry. Ada 8 usaha laundry yang cukup besar dan setiap laundry terdapat 3 sampai 4 orang pekerja, ratarata beroperasi dari pukul 07.30 pagi sampai 20.30 malam. Berdasarkan hasil penelitian, para pekerja laundry tersebut rata-rata bekerja selama 13 jam sebanyak 15 orang dari pagi hingga malam dan bekerja secara bergantian, kemudian istirahat pada jam 12.00 siang dan 18.00 malam. Fasilitas yang terdapat pada tiap laundry umumnya sama, yaitu mesin cuci, setrika, timbangan, meja, kursi, dan kipas angin. Tidak semua usaha laundry menggunakan kipas angin, karena para pengusaha laundry tersebut melihat dari sisi ruangan. Suhu di ruangan laundry tersebut normal yaitu rata-rata 31 C. 2. Analisis Univariat Penelitian dilaksanakan selama 1 minggu pada bulan Maret 2014. Responden dalam penelitian adalah pekerja laundry yang berjumlah 30 orang. Berdasarkan penelitian mengenai sikap kerja, produktivitas dan keluhan muskuloskeletal diperoleh hasil sebagai berikut: 28

a. Karakteristik Responden Tabel 4.1 Karakteristik Responden Karakteristik Responden n % Jenis kelamin Laki-laki Perempuan 16 14 53,3 46,7 Jumlah 30 100,0 Pendidikan SD SMP SMA 4 17 9 13,3 56,7 30,0 Jumlah 30 100,0 Lama kerja 11 jam 12 jam 13 jam 14 jam 3 8 15 4 10,0 26,7 50,0 13,3 Jumlah 30 100,0 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin, paling banyak adalah laki-laki sebanyak 16 orang (53,3%). Pendidikan SMP merupakan pendidikan terbanyak pada responden yang diteliti, dengan jumlah 17 orang (36,7%). Sebagian besar lama kerja per hari responden yaitu 13 jam sebanyak 15 orang (50,0%). b. Sikap kerja responden Berdasarkan distribusi frekuensi sikap kerja responden dikategorikan menjadi tiga yaitu seperti tabel dibawah ini: Tabel 4.2. Kategori sikap kerja pada responden Kategori sikap kerja n % Berdiri 14 46.7 Duduk tidak sesuai 9 30,0 Duduk sesuai 7 23,3 Jumlah 30 100.0 29

Berdasarkan tabel 4.2 kategori sikap kerja diketahui sebagian besar yaitu 14 orang (46,7%) melakukan sikap kerja berdiri. c. Produktivitas Responden Produktivitas dihitung dari hasil produksi pagi, siang dan sore selama 30 menit. Kemudian hasil tersebut diperoleh jumlah keseluruhan produksi minimal 15 potong baju dan celana dan maksimal 51 potong baju dan celana tiap jam/hari. Jadi jumlah keseluruhan rata-rata pagi, siang dan sore adalah 33,30 potong baju dan celana tiap jam/hari dengan simpang baku = 10,525 potong jam/hari d. Keluhan Subyektif Muskuloskeletal pada Responden Skor keluhan responden minimal 2 dan maksimal 10, dengan rata-rata jumlah keluhan yaitu 6,5. Data keluhan subyektif muskuloskeletal diuji dengan menggunakan uji normalitas. Hasil analisis uji normalitas didapatkan nilai p=0,056, sehingga data berdistribusi normal. Responden dikatakan mengalami keluhan musuloskeletal, apabila jumlah skornya > mean (6,5) dan responden yang tidak mengalami keluhan apabila jumlah skornya mean (6,5). Hasil analisis keluhan subyektif yang dilakukan pada sejumlah pekerja laundry di wilayah Perumahan Klipang Pesona Asri (KPA) Semarang yaitu seperti tabel berikut: Tabel 4.3 Distribusi frekuensi keluhan subyektif muskuloskeletal Keluhan Subyektif n % Tidak ada keluhan 13 43.3 Ada keluhan 17 56.7 Jumlah 30 100.0 30

Berdasarkan distribusi frekuensi keluhan subyektif ada 17 orang (56.7%) mengalami keluhan subyektif. Distribusi responden berdasarkan anggota tubuh yang mengalami keluhan subyektif muskuloskeletal ditunjukan pada tabel berikut: Tabel 4.4 Distribusi responden berdasarkan keluhan pada anggota tubuh pekerja Indikator Ya Tidak n % n % Terasa kaku di bagian leher 16 53 14 46 Sakit di leher 16 53 14 46 Sakit kepala atau migren 2 6 28 93 Kaku di pergelagan tangan 24 80 6 20 Nyeri pada lengan tangan bawah 18 60 12 40 Nyeri pada lengan tangan atas 24 80 6 20 Nyeri pada siku 10 33 20 66 Nyeri pada bahu 24 80 6 20 Ngilu pada bagian pinggang 14 46 16 53 Pegal-pegal di pinggang 27 90 3 10 Nyeri pada tungkai kaki 11 36 19 63 Nyeri pada kaki 9 30 21 70 Dari tabel 4.4 Distribusi responden menunjukan bahwa keluhan pada pekerja laundry di wilayah perumahan KPA Semarang sebagian besar mengalami keluhan pegal-pegal di pinggang sebayak 27 orang (90%), dan kaku di pergelangan tangan, nyeri pada lengan tangan atas, dan nyeri pada bahu sebanyak 24 orang (80%). 3. Analisis Bivariat Analisis bivariat dilakukan untuk menghubungkan variabel independen yaitu sikap kerja dengan variabel dependen produktifitas kerja dan keluhan subyektif muskuloskeletal. Hasil pengolahan data disajikan pada tabel silang dan disertakan nilai uji Chi square. 31

a. Hubungan sikap kerja dengan produktivitas kerja Sebelum dilakukan uji hubungan sikap kerja dengan produktivitas kerja, maka data produktivitas diuji distribusinya, apabila berdistribusi normal atau tidak. Hasil uji kenormalan data dengan uji Kolmogorof Smirnov diperoleh p = 0,200 sehingga data berdistribusi normal. Selanjutnya, hubungan sikap kerja dengan produktiitas kerja digunakan uji One Way Anova. Hasil uji One Way Anova dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 4.5 Rata-rata produktivitas kerja berdasarkan sikap kerja dengan hasil uji One Way Anova Produktivitas kerja (potong jam/hari) Sikap kerja Rata-rata Simpang baku F p Berdiri 36,93 10,63 Duduk tidak sesuai 31,89 9,93 1,973 0,159 Duduk sesuai 27,86 9,51 Dari tabel 4.5 menunjukan sikap kerja dengan produktivitas kerja yang diuji dengan uji One Way Anova di peroleh nilai p= 0,159 (>0,05) berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara sikap kerja dengan produktivitas kerja. Kemudian untuk rata-rata produktivitas kerja dari ketiga sikap kerja yang di gunakan berbeda jauh, yaitu sikap kerja berdiri paling tinggi (36,93) potong jam/hari dibandingkan sikap kerja duduk sesuai yaitu (27,86) potong jam/hari dan sikap kerja duduk tidak sesuai (31,89) potong jam/hari. b. Hubungan sikap kerja dengan keluhan subyektif muskuloskeletal Hubungan sikap kerja dengan keluhan subyektif muskuloskeletal dianalisis dengan menggunakan uji Chi-Square. 32

Untuk kepentingan analisis, sikap kerja di kategorikan menjadi tiga. Hasil analisis dapat dilihat pada tabel 4.6 sebagai berikut: Tabel 4.6 Tabulasi silang antara sikap kerja dengan keluhan subyektif muskuloskeletal Keluhan Subyektif Sikap kerja Muskuloskeletal Jumlah p Tidak ada keluhan Ada keluhan n % n % n % Berdiri 1 7,1 13 92,9 14 100,0 Duduk tidak sesuai 6 66,7 3 33,3 9 100,0 Duduk sesuai 6 85,7 1 14,3 7 100,0 0.000 Jumlah 13 43.3 17 56.7 30 100.0 Hasil tabulasi silang antara sikap kerja dengan keluhan subyektif muskuloskeletal menunjukkan responden yang menggunakan sikap kerja berdiri mengalami keluhan muskuloskeletal (92,9%), sedangkan responden yang sikap kerja duduk tidak sesuai sebagian besar tidak ada keluhan (66,7%) dan sebagian besar sikap kerja duduk sesuai tidak mengalami keluhan subyektif muskuloskeletal (58,7%). Perhitungan statistik dengan menggunakan uji Fisher s Exact didapatkan hasil nilai p = 0,000 artinya ada hubungan yang bermakna antara sikap kerja dengan keluhan subyektif muskuloskeletal. B. Pembahasan Penelitian 1. Sikap kerja pada usaha laundry di wilayah KPA (Klipang Peosa Asri) Semarang. Pekerjaan yang dilakukan pada usaha laundry di wilayah KPA dilakukan dengan sikap kerja duduk dan berdiri, sikap kerja duduk sebanyak 53,3% dan sikap kerja berdiri sebanyak 46,7%. Kemudian 33

diperoleh sikap kerja yang tidak sesuai sebanyak 30,0%, dan sikap kerja duduk yang sesuai yaitu 23,3%. Sikap duduk sesuai ditentukan dari posisi tubuh dalam melakukan pekerjaan dengan alat kerja, melalui lima ketentuan yang harus terpenuhi yaitu: a. Kesesuaian tinggi tempat duduk b. Kesesuaian lebar tempat duduk c. Kesesuaian tinggi meja d. Kesesuaian lebar meja e. Tersedianya sandaran punggung Jika kelima ketentuan tersebut terpenuhi maka sikap duduk dikatakan sesuai, sebaliknya jika kurang dari lima ketentuan, maka dikatakan tidak sesuai. Pekerja yang menggunakan sikap kerja duduk sesuai tentunya dapat bekerja dengan produktif, berkurangnya kelelahan pada kaki, terhindarnya sikap-sikap yang tidak alamiah, berkurangnya pemakaian energi dalam bekerja, kurangnya tingkat keperluan sirkulasi darah. (37) Untuk pekerja yang melakukan sikap duduk tidak sesuai akan berakibat gangguan otot perut, melengkungnya punggung, sistem pencernaan terganggu jika posisi duduk terus membungkuk. Pada sikap berdiri yang memang tidak sesuai untuk pekerjaan yang memerlukan penekanan tinggi, sangat berisiko terjadinya keluhan subyektif dan juga kelelahan, bila sikap kerja ini tidak dilakukan bergantian dengan sikap kerja duduk. Jika sikap berdiri dilakukan secara berulang-ulang akan terjadi penumpukan darah dan berbagai cairan tubuh pada kaki (37) 2. Produktivitas pekerja laundry di wilayah KPA Semarang. Produktivitas adalah jumlah barang atau jasa yang dihasilkan oleh tenaga kerja yang bersangkutan dalam suatu periode tertentu. (15) Dari 30 pekerja laundry di bidang penyetrikaan sebagian besar menggunakan sikap kerja berdiri (46,7%). Sikap kerja berdiri yang di gunakan untuk menyetrika baju dan celan mampu menghasilkan ratarata sebanyak (36,93) tiap harinya. Sedangkan rata-rata hasil 34

penyetrikaan baju dan celana dengan sikap kerja duduk sesuai lebih rendah yaitu (27,86) tiap harinya. Hasil produktivitas kerja yang rendah, dapat dilihat dari pekerja yang menggunakan sikap kerja duduk sesuai, dibandingkan dengan sikap kerja berdiri yang memang tidak disarankan untuk di gunakan dalam setiap bidang perkerjaan. Pada umumnya pekerja yang menggunakan sikap kerja duduk memiliki penekanan atau kekuatan yang lebih sedikit pada saat menyetrika. Jam kerja yang panjang juga membuat kelelahan pada pekerja. Oleh karena itu, pekerja yang menggunakan sikap kerja duduk sesuai menghasilkan produktivitas kerja relatif rendah. Secara fisiologis istirahat sangat perlu untuk mempertahankan kapasitas kerja. Pekerjaan fisik memerlukan waktuwaktu untuk istirahat disamping pekerjaan-pekerjaan yang menimbulkan ketegangan mental dan syaraf. (41) 3. Keluhan Subyektif Muskuloskeletal Keluhan subyektif muskuloskeletal pada pekerja dalam penelitian ini dilihat dari banyaknya keluhan yang dirasakan pekerja. Keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang. (22) Hasil wawancara mengenai keluhan muskuloskeletal menggunakan kuesioner pada pekerja laundry di wilayah KPA Semarang diperoleh sebanyak 56,7% responden mengalami keluhan, sedangkan 43,3% responden tidak mengalami keluhan. Sebagian besar responden merasakan keluhan pegal-pegal di pinggang sebanyak 90%, kaku di pergelangan tangan, nyeri di lengan tangan atas dan nyeri di bahu sebanyak 80%, nyeri pada lengan tangan atas 60%, kaku dibagian leher,sakit dileher sebanyak 53%, ngilu pada bagian pinggang 46%, nyeri pada tungkai kaki 36%. Sedangkan keluhan lainnyaberjumlah kecil seperti, migrain, nyeri pada siku dan nyeri pada kaki. Jika otot menerima beban statis secara berulang 35

dengan waktu yang lama, dapat menyebabkan keluhan berupa rusaknya ligament, sendi dan tendon (28) Pegal-pegal yang dirasakan oleh pekerja adalah tanda-tanda dari gejala nyeri punggung bawah. Gejala nyeri punggung bawah adalah nyeri yang dirasakan di daerah punggung bawah berupa nyeri lokal maupun nyeri radikuler atau keduanya. Gejala yang muncul pada nyeri punggung bawah sebagian adalah sepeti pegal-pegal, ngilu pada pinggang, nyeri pada tungkai kaki dan kaki (27) Keluhan nyeri di bahu yang dirasakan pekerja merupakan tanda-tanda dari gejala nyeri leher, yaitu nyeri yang tiba-tiba dan terus menerus dapat menyebabakan bentuk leher yang tidak normal. (24) Pekerja umumnya menggerakan leher pada posisi tidak alamiah secara terus-menerus, semakin jauh posisi tubuh dari pusat gravitasi tubuh maka semakin tinggi pula risiko terjadinya keluhan sistem muskuloskeletal. (29) Keluhan kaku di pergelangan tangan dan nyeri pada lengan tangan atas yaitu tanda-tanda dari gejala nyeri lengan tangan yang disebabkan pergerakan tangan yang berulang-ulang selama berjam-jam pada saat menyetrika. Kekakuan pada otot di pergelengan tangan dan lengan dapat menimbulkan sakit. (26) 4. Hubungan Sikap kerja dengan Produktivitas Kerja Uji statistik dengan menggunakan uji One Way Anova antara sikap kerja dan produktivitas diperoleh hasil p = 0,159 (>0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara sikap kerja dengan produktivitas. Berdasarkan pengumpulan data dapat diketahui penggunaan sikap kerja tidak sesuai pada usaha laundry lebih tinggi, yaitu berkisar 30,0% - 46,7% dan mampu menghasilkan penyetrikaan 44 sapai dengan 51 potong baju dan celana dengan rerata 33,3 potong baju dan celana 1jam/hari. Sedangkan sikap kerja duduk sesuai sebanyak 23,3% dengan hasil penyetrikaan 16 sampai dengan 43 potong baju dan celana dengan rerata 27,86 potong baju dan celana 36

1jam/hari. Pada umumnya sikap kerja tidak sesuai mampu meningkatkan produktivitas kerja, akan tetapi berpengaruh terhadap risiko terjadinya keluhan subyektif muskuloskeletal pada pekerja. Sikap kerja adalah kesiapan mental dan fisik untuk bekerja dengan cara tertentu dalam menjalankan aktifitas sebagai upaya memperkaya kecakapan dan kelangsungan hidup. (34) Sikap kerja berdiri memang tidak disaranka untuk setiap bidang pekerjaan terlebih pada pekerja yang menggunakan sikap kerja duduk tidak sesuai, dikarenakan sikap kerja tidak sesuai atau tidak alamiah menyebabkan posisi bagian-bagian yang bergerak menjauhi posisi alamiah, seperti pergerakan tangan terangkat, punggung terlalu membungkuk, dan kepala terangkat. Kondisi seperti inilah yang sering dilakukan oleh sebagian besar pekerja laundry di wilayah KPA Semarang. Semakin jauh posisi bagian tubuh dari pusat gravitasi tubuh maka semakin tinggi pula resiko terjadinya keluhan subyektif. (29) Hal ini yang memungkinkan tidak adanya hubungan antara sikap kerja dengan produktivitas kerja. Hal ini dapat disimpulkan bahwa sikap kerja yang diterapkan oleh para pekerja laundry di wilayah perumahan KPA Semarang mempengaruhi besar kecilnya produktivitas kerja. Para pekerja laundry sebagian besar juga memiliki ciri-ciri sikap stabilitas dan konsistensi, di peroleh dari lingkungan, intensitas yang tinggi terlihat pada tingkah laku yang kuat dan memiliki arah tertentu. (34) 5. Hubungan Sikap kerja dengan Keluhan Subyektif Muskuloskeletal Nilai p pada hubungan sikap kerja dengan keluhan subyektif muskuloskeletal yang menggunakan Uji Chi-Square adalah 0,000, hal ini dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara sikap kerja dengan keluhan subyektif muskuloskeletal. Keluhan subyektif muskuloskeletal disebabkan oleh beberapa hal diantaranya, peregangan otot yang berlebihan, aktifitas berulang, 37

sikap kerja tidak alamiah. (28),(29) Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa responden mengalami keluhan sebanyak 92,9% dengan sikap kerja berdiri, sedangkan sikap kerja duduk tidak sesuai sebanyak 33,3% dan mengalami keluhan sebanyak14,3% dengan sikap kerja duduk sesuai. Hal ini yang menunjukkan adanya hubungan sikap kerja dengan keluhan subyektif muskuloskeletal. Sikap kerja yang tidak alamiah mengakibatkan semakin jauh posisi bagian tubuh dari pusat gravitasi tubuh maka semakin tinggi pula risiko terjadinya keluhan sistem muskuloskeletal. (29) Jika otot menerima beban secara berulang dalam waktu yang lama, akan menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi ligament dan tendon (22) Sikap kerja yang tidak sesuai antropometri diketahui dengan jumlah sikap kerja berdiri sebanyak 46,7% dan sikap kerja duduk sebanyak 23,3%. Sikap tubuh dalam bekerja harus ergonomis, untuk memenuhi sikap tubuh dalam bekerja yang ergonomis, perlu ditentukan ukuran baku tentang tempat duduk dan meja kerja dengan berpedoman pada ukuran-ukuran antropometri. (35) Selama ini responden kurang memperhatikan dan mengabaikan ketentuanketentuan sikap kerja yang baik dan ergonomis serta kurang pengetahuan tentang kesehatan dan keselamatan kerja (K3). Penelitian ini sejalan dengan penelititan yang dilakukan oleh Widyastoeti tentang Hubungan Sikap Kerja Berdiri dengan Keluhan Nyeri Punggung Bawah pada Pekerja di Bagian Laundry Rumah Sakit. Dalam penelitian tersebut diperoleh hubungan adanya sikap kerja berdiri dengan keluhan nyeri punggung bawah. Sama halnya dengan hasil penelitian yang dilakukan Rachmawati tentang Hubungan Sikap Kerja Duduk dengan Keluhan Nyeri Punggung Bawah pada Rental Komputer. Dalam penelitian tersebut diperoleh hubungan antara sikap kerja duduk dengan keluhan tersebut. 38