PROTEKSI (Proyeksi Teknik Sipil) 183

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. transportasi makro perlu dipecahkan menjadi sistem transportasi yang lebih kecil

BAB III LANDASAN TEORI

Aditya Putrantono Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI. dan diatur dalam beberapa peraturan dan undang-undang sebagai berikut :

BAB III. Landasan Teori Standar Pelayanan Kinerja Angkutan Umum

I. PENDAHULUAN. Permasalahan di sektor transportasi merupakan permasalahan yang banyak terjadi

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III LANDASAN TEORI

Bus Sekolah Sebagai Moda Alternatif untuk Mengurangi Volume Lalulintas Harian di Kota Yogyakarta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

EVALUASI PENGARUH PASAR MRANGGEN TERHADAP LALU-LINTAS RUAS JALAN RAYA MRANGGEN

BAB III LANDASAN TEORI. Untuk mengukur tingkat keberhasilan atau kinerja dari sistem operasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbaru (2008) Evaluasi adalah penilaian. Prestasi yang di perlihatkan, (3) kemampuan kerja.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

EVALUASI KINERJA BUS EKONOMI ANGKUTAN KOTA DALAM PROVINSI (AKDP) TRAYEK PADANG BUKITTINGGI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi BAB VIII PENUTUP

Indikator pengukuran kinerja jalan perkotaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

gerak yang ada, keselamatan, kenyamanan, dan lain-lain.

Ibnu Sholichin Mahasiswa Pasca Sarjana Manajemen Rekayasa Transportasi Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

TINJAUAN PUSTAKA Transportasi. Transportasi adalah usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut,

MANAJEMEN LALU LINTAS AKIBAT BEROPERASINYA TERMINAL PESAPEN SURABAYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergerakan pada suatu daerah, baik berupa transportasi barang maupun transportasi orang.

A. Indicator Pelayanan Angkutan Umum 18 B. Waktu Antara {Headway) 18 C. Faktor Muat (Loadfactor) 19

1. Pendahuluan MODEL PENENTUAN JUMLAH ARMADA ANGKUTAN KOTA YANG OPTIMAL DI KOTA BANDUNG

STUDI OPERASI WAKTU TEMPUH DAN LOAD FACTOR PADA TIAP HALTE BUSWAY TRANSJAKARTA TRAYEK KOTA BLOK M

JURNAL ANALISA KAPASITAS DAN TINGKAT PELAYANAN RUAS JALAN H.B YASIN BERDASARKAN MKJI Oleh RAHIMA AHMAD NIM:

Kajian Reaktivasi Trayek Angkutan Kota di Kabupaten Subang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tempat lain dengan mengunakan kendaraan (Munawar, 2011).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

EVALUASI KINERJA RUAS JALAN DI JALAN SUMPAH PEMUDA KOTA SURAKARTA (Study kasus : Kampus UNISRI sampai dengan Kantor Kelurahan Mojosongo) Sumina

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinisikan sebagai

RINGKASAN SKRIPSI ANALISIS TINGKAT PELAYANAN JALAN SISINGAMANGARAJA (KOTA PALANGKA RAYA)

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Keputusan Mentri Perhubungan No. 35 tahun 2003 Tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam kurun waktu tertentu. (Hazian,2008) Transportasi dapat diartikan sebagai

BAB III LANDASAN TEORI. mengetahui pelayanan angkutan umum sudah berjalan dengan baik/ belum, dapat

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB III METODOLOGI MULAI. Studi Pustaka. Perumusan Masalah dan Tujuan. Persiapan dan Pengumpulan Data

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut kamus besar bahasa Indonesia edisi (2005) Evaluasi adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan mempergunakan satu sistem

Analisis Kapasitas Ruas Jalan Raja Eyato Berdasarkan MKJI 1997 Indri Darise 1, Fakih Husnan 2, Indriati M Patuti 3.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tempat ke tempat lain. Tujuannya membantu orang atau kelompok orang

Pertemuan Kelima Prodi S1 TS DTSL FT UGM

LAMPIRAN Kajian Kebijakan Standar Pelayanan Angkutan Umum di Indonesia (Menurut SK. Dirjen 687/2002)

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

Gambar 4.1 Potongan Melintang Jalan

MANAJEMEN LALU LINTAS AKIBAT BEROPERASINYA TERMINAL TIPE C KENDUNG BENOWO SURABAYA

yang sebenarnya dalam setiap harinya. Faktor muat (loadfactor) sangat dipengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. terpencil yang merupakan sentral produksi pertanian. Usaha penataan ruang kota dan daerah ditujukan sebagai wadah dari fungsi

INFRASTRUKTUR TRANSPORTASI DALAM MENDUKUNG ANGKUTAN MASSAL BUSWAY YANG BERKELANJUTAN DI SURABAYA

BAB III METODOLOGI. Gambar 3.1 Peta Rute MPU CN

PENGARUH HAMBATAN SAMPING TERHADAP KECEPATAN DAN KAPASITAS JALAN H.E.A MOKODOMPIT KOTA KENDARI

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

ANALISIS TINGKAT PELAYANAN DAN TINGKAT KEPUASAN 8 KORIDOR TRANSJAKARTA

III. METODOLOGI PENELITIAN. mengumpulkan literature baik berupa buku buku transportasi, artikel, jurnal

BAB III. tahapan penelitian yang dilakukan sebagai pendekatan permasalahan yang ada. MULAI SURVEY

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan. penumpang, bus kecil, bus sedang,dan bus besar.

ANALISIS KINERJA ANGKUTAN UMUM PERDESAAAN KABUPATEN SIDOARJO (Studi Kasus Trayek Sidoarjo - Krian)

KAJIAN MANAJEMEN LALU LINTAS SEKITAR KAWASAN PASAR DAN RUKO LAWANG KABUPATEN MALANG

III. METODOLOGI PENELITIAN. yang dibutuhkan yang selanjutnya dapat digunakan untuk dianalisa sehingga

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) tahun 1997, ruas jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pengamatan Lapangan. Operasional Bus Damri Trayek Perumnas Banyumanik - Johar. Pengumpulan Data

PERENCANAAN ANGKUTAN UMUM (Rute, Terminal, Tempat Henti)

KINERJA TEKNIS DAN ANALISIS ATP WTP ANGKUTAN TRANS JOGJA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. SK.687/AJ.206/DRJD/2002 tentang tentang pedoman teknis penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANALISIS KINERJA JALINAN JALAN IMAM BONJOL-YOS SOEDARSO PADA BUNDARAN BESAR DI KOTA PALANGKA RAYA

EVALUASI KORIDOR JALAN KARANGMENJANGAN JALAN RAYA NGINDEN SEBAGAI JALAN ARTERI SEKUNDER. Jalan Karangmenjangan Jalan Raya BAB I

ANALISIS KINERJA JALAN KOMYOS SUDARSO PONTIANAK

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN. transportasi sehingga bertambah pula intensitas pergerakan lalu lintas kota.

EVALUASI KINERJA SIMPANG BERSINYAL (STUDI KASUS : JLN. RAYA KARANGLO JLN. PERUSAHAAN KOTA MALANG)

BAB I PENDAHULUAN. raya adalah untuk melayani pergerakan lalu lintas, perpindahan manusia dan

IV. DATA PENELITIAN. Beberapa data primer yang diperoleh melalui survei langsung di lapangan meliputi kondisi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KINERJA LAYANAN BIS KOTA DI KOTA SURABAYA

DERAJAT KEJENUHAN JALAN DUA ARAH DENGAN MAUPUN TANPA MEDIAN DI KOTA BOGOR. Syaiful 1, Budiman 2

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu dari lima Kota Besar di Indonesia adalah Kota Medan dengan

Merumuskan pola penggunaan/pemilihan moda penduduk Jakarta. Merumuskan peluang perpindahan penggunaan moda dari kendaraan pribadi ke BRT di Jakarta.

KINERJA OPERASI ANGKOT TRAYEK CIMINDI-CIMAHI ABSTRAK

PERENCANAAN RUTE ANGKUTAN PEDESAAN SEBAGAI PENGUMPAN (FEEDER) DARI KECAMATAN KALIDAWIR MENUJU KOTA TULUNGAGUNG

KAJIAN PELAYANAN FUNGSI JALAN KOTA BOGOR SELATAN (Studi Kasus Ruas Jalan Bogor Selatan Zona B)

ANALISIS KAPASITAS JALAN TERHADAP KEMACETAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Evaluasi Operasional Angkutan Umum Kota Pariaman

Transkripsi:

PROTEKSI (Proyeksi Teknik Sipil) 183 SKENARIO PENGOPERASIAN ANGKUTAN PENGUMPAN (FEEDER) GUNA MENDUKUNG PENGEMBANGAN BUS RAPID TRANSIT (BRT) DI KOTA PALANGKA RAYA (STUDI KASUS KAWASAN DIPONEGORO) Oleh: Dwi Agung Rizky 1), Desi Riani 2), dan Murniati 3) Penggunaan kendaraan pribadi di Kota Palangka Raya cukup tinggi sehingga penggunaan angkutan umum cenderung rendah. Oleh sebab itu perlu dipertimbangkan adanya moda baru yang lebih menarik minat masyarakat. Moda tersebut haruslah aman dan nyaman, efisien, serta terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat. Adapun moda baru tersebut adalah Bus Rapid Trasit (BRT) yang dalam pengembangannya harus didukung dengan angkutan pengumpan (feeder) sehingga tercipta integrasi moda. Penelitian ini bertujuan untuk mendesain rute pengoperasian feeder sesuai kebutuhan di Kota Palangka Raya dengan 2 skenario yaitu skenario perpindahan 25% dan skenario perpindahan 50%, menganalisis dampak pengoperasiaan feeder terhadap efisiensi penggunaan bahan bakar minyak dan pengaruhnya terhadap kapasitas jalan di Kota Palangka Raya. Yang menjadi dasar pertimbangan dalam pengembangan angkutan umum massal adalah analisis pola jaringan jalan, analisis jenis tata guna lahan dan analisis jenis pergerakan jalan. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah 2 rute pengoperasian feeder di Jalan Diponegoro, Anggrek, RTA Milono, Janah jari, Cempaka, Seth Adji, Karet, Pinus, dan Pilau dengan jumlah armada sebanyak 8 unit. Jika skenario perpindahan 25% maka untuk kedua rute ini memerlukan armada sebanyak 8 unit dan untuk skenario perpindahan 50% memerlukan armada sebanyak 14 unit. Dari segi efisiensi penggunaan bahan bakar minyak penggunaan feeder akan lebih efisien dibandingkan penggunaan kendaraan pribadi. Untuk skenario perpindahan 25% dan 50% perbandingan penggunaan bahan bakar minyak antara penggunaan feeder dengan kendaraan pribadi adalah 1:13 lt/km. Selain itu dengan adanya pengembangan feeder dapat meningkatkan Level Of Service (LOS) pada ruas jalan di Kota Palangka Raya. Kata Kunci: Feeder, Skenario, Efisiensi BBM, BRT. PENDAHULUAN Berdasarkan penelitian Silitonga (2012) masyarakat Kota Palangka Raya cenderung memilih kendaraan pribadi, karena angkutan umum menjadi moda dengan tingkat utilitas yang rendah sehingga kurang diminati oleh masyarakat. Selain itu berdasarkan data jumlah angkutan yang ada terdapat 428 angkutan kota dan memiliki faktor muatan yang masih di bawah batas ideal (70%). Penggunaan transportasi publik yang efisien saat ini harus sudah mulai dipertimbangkan seperti penelitian Yesie (2015) tentang skenario pengembangan sistem BRT di Kota Palangka Raya Transportasi publik ini memiliki kapasitas besar dan mampu mengangkut banyak penumpang dalam waktu yang bersamaan serta memiliki lintasan sendiri sehingga dapat bergerak dengan cepat dan tidak terhambat kemacetan lalu lintas. Rumusan masalah pada penelitian ini adalah (1) Bagaimana desain rute dalam skenario pengoperasian feeder?; (2) Berapa jumlah feeder yang dibutuhkan sesuai dengan kebutuhan guna mendukung pengembangan BRT?; (3) Bagaimana efisiensi penggunaan bahan bakar minyak dalam pengoperasian feeder di Kota Palangka Raya?; Bagaimana pengaruh pengoperasian feeder dari segi tingkat pelayanan jalan di Kota Palangka Raya? Tujuan ingin dicapai yaitu (1) Mendapatkan skenario rute pengoperasian feeder yang mampu mendukung pengembangan BRT; (2) Mengetahui jumlah feeder yang dibutuhkan sesuai dengan kebutuhan guna mendukung pengembangan BRT; (3) Mengetahui analisis dampak pengoperasian feeder dari segi efisiensi penggunaan bahan bakar minyak di Kota Palangka Raya; (4) Mengetahui analisis dampak pengoperasian feeder dari segi 1) Dwi Agung Rizky adalah mahasiswa di Jurusan/Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Palangka Raya 2) Desi Riani, S.T., M.T. adalah staf pengajar tetap di Jurusan/Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Palangka Raya 3) Murniati, S.T., M.T. adalah staf pengajar tetap di Jurusan/Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Palangka Raya

PROTEKSI (Proyeksi Teknik Sipil) 184 tingkat pelayanan jalan di Kota Palangka Raya. Batasan masalah pada penelitian ini (1) Studi penelitian dilakukan pada area Jalan Diponegoro, Anggrek, RTA Milono, Janah Jari, Cempaka, Seth Adji, Karet, Pinus dan Pilau, Kota Palangka Raya; (2) Skenario pilihan pengoperasian feeder pada trayek cabang atau trayek ranting yang dilayani oleh angkutan kota sebagai lanjutan dari trayek utama yang dilayani dengan BRT; (3) Aspek pertimbangan yang diamati dibatasi kepada karakteristik kota yaitu pola jaringan jalan, jenis dan lalu lintas harian, dan efisiensi bahan bakar minyak; (4) Survai dilakukan pada hari kerja (hari Senin-Jumat) pada pagi, siang, dan sore hari; (5) Tidak meninjau biaya operasional. Manfaat dari penelitian ini adalah (1) Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah untuk mengoperasikan feeder guna mendukung pengembangan BRT di Kota Palangka Raya. Selain itu sebagai pertimbangan bagi masyarakat dalam memilih angkutan yang lebih efisien dan ramah lingkungan serta berkonsep untuk perbaikan masa depan; (2) Penelitian ini dapat menambah pengetahuan untuk perkembangan ilmu transportasi khususnya dibidang angkutan umum mengenai kriteria pengembangan sistem transportasi untuk kota berkembang. TINJAUAN PUSTAKA Sistem Angkutan Umum Sistem angkutan umum merupakan suatu sistem yang memiliki fungsi untuk memindahkan orang maupun barang dari suatu tempat ke tempat lain. Pelayanan angkutan secara umum terdiri dari tiga macam aktivitas operasional yaitu tahap pengumpulan, tahap pengangkutan dan tahap penyebaran. Angkutan Umum Angkutan umum adalah angkutan penumpang yang dilakukan dengan sistem sewa atau bayar. Termasuk dalam pengertian angkutan umum penumpang adalah angkutan kota (bus, minibus, dsb), kereta api, angkutan air dan angkutan udara (Warpani, 1990). Sistem penggunaan bersama (Transit System) yaitu kendaraan dioperasikan dengan rute dan jadwal yang biasanya tetap dan pasti. Pengembangan Sistem Angkutan Umum Salah satu model transportasi yang dapat diterapkan untuk mengatasi banyaknya penggunaan angkutan pribadi yaitu BRT. Konsep BRT merupakan angkutan umum massal dengan kapasitas besar. Sistem BRT hanya melayani pengguna di halte pemberhentian saja. Akan tetapi pengguna angkutan umum ini harus dapat mencapai halte dengan nyaman. Untuk mendukung pengembangan sistem transportasi ini maka di perlukan pelayanan angkutan pengumpan atau feeder. Bus Rapid Transit (BRT) Bus Rapid Transit atau lebih sering disingkat menjadi BRT adalah satu bentuk angkutan berorientasi pelanggan dan mengkombinasikan stasiun, kendaraan, perencanaan dan elemen-elemen sistem transportasi pintar ke dalam sebuah sistem yang terpadu dan memiliki satu identitas unik. Ciri-ciri BRT meliputi (1) Koridor busway pada jalur terpisah-sejajar atau dipisahkan secara bertingkat dan teknologi bus yang dimodernisasi; (2) Menaikkan dan menurunkan penumpang dengan cepat; (3) Penarikan ongkos sebelum berangkat yang efisien; (3) Halte dan stasiun yang bersih, aman dan nyaman; (4) Penandaan yang jelas dan mudah dikenali, dan tampilan informasi yang serta merta (real time); (5) Prioritisasi angkutan di persimpangan; (6) Integrasi moda di stasiun dan terminal; (7) Teknologi bus yang bersih; (8) Identitas pemasaran yang canggih; (9) Layanan pelanggan yang sangat baik. Konsep Pengoperasian Feeder Pada penelitian Yesie (2015) sistem BRT adalah gagasan yang sangat baik, namun sistem ini hanya berakhir pada halte-halte pemberhentian saja. Dengan memaksimalkan lajur yang ada, tanpa membuat lajur baru yang terpisah. Maka perlu dipikirkan sarana transportasi bagi pengguna dari rumah atau lokasi awal menuju halte berupa angkutan pengumpan (feeder) yang selanjutnya melalui BRT dapat melanjutkan perjalanannya sampai ke tujuan. Jaringan Jalan Jaringan jalan adalah satu kesatuan jaringan jalan yang terdiri atas sistem jaringan primer

PROTEKSI (Proyeksi Teknik Sipil) 185 dan sistem jaringan jalan sekunder yang terjalin dalam hubungan hierarkis. Sedangkan sistem jaringan jalan adalah satu kesatuan ruas jalan yang saling menghubungkan dan mengikat pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berada dalam pengaruh pelayanannya dalam satu hubungan hierarki. Secara umum sistem jaringan jalan dibedakan berdasarkan sistem pelayanan penghubung antara lain (1) Sistem jaringan jalan primer; dan (2) Sistem jaringan jalan sekunder. Perencanaan Jaringan Trayek Angkutan Umum Dalam perencanaan jaringan trayek angkutan umum, harus diperhatikan parameterparameter sebagai berikut: 1. Pola pergerakan penumpang angkutan umum Rute angkutan umum yang baik adalah arah yang mengikuti pola pergerakan pengguna jasa angkutan umum (penumpang angkutan) sehingga tercipta pergerakan yang lebih efisien. 2. Kepadatan penduduk Salah satu faktor yang menjadi prioritas pelayanan angkutan umum adalah wilayah dengan kepadatan penduduk yang tinggi, yang pada umumnya merupakan wilayah yang mempunyai potensi permintaan yang tinggi. Trayek angkutan umum yang ada diusahakan mampu menjangkau wilayah tersebut. 3. Daerah pelayanan Pelayanan angkutan umum, selain memperhatikan wilayah-wilayah potensial pelayanan, juga menjangkau semua wilayah perkotaan yang ada. Hal itu sesuai dengan konsep pemerataan pelayanan terhadap penyediaan fasilitas angkutan umum. 4. Karakteristik jaringan jalan Kondisi jaringan jalan akan menentukan pola pelayanan trayek angkutan umum. Karakteristik jaringan jalan meliputi konfigurasi, klasifikasi, fungsi, lebar jalan, dan tipe operasi jalur. Operasi angkutan umum sangat dipengaruhi oleh karakteristik jaringan jalan yang ada. Dasar Dasar Perhitungan 1. Faktor muat (load factor) merupakan perbandingan antara kapasitas terjual dan kapasitas tersedia untuk satu perjalanan yang biasa dinyatakan dalam persen (%). 2. Kapasitas kendaraan adalah daya muat penumpang pada setiap kendaraan angkutan umum. 3. Waktu sirkulasi dan waktu henti kendaraan di terminal. 4. Waktu sirkulasi dengan pengaturan kecepatan kendaraan rata-rata 20 km perjam dengan deviasi waktu sebesar 5% dari waktu perjalanan. Waktu henti kendaraan di asal atau tujuan (T TA atau T TB ) ditetapkan sebesar 10% dari waktu perjalanan antar A dan B. Waktu sirkulasi dihitung dengan rumus:...(1) di mana CT ABA adalah Waktu sirkulasi dari A ke B kembali ke A, T AB adalah Waktu perjalanan rata-rata dari A ke B, T BA adalah Waktu perjalanan rata-rata dari B ke A, σ AB adalah Deviasi waktu perjalanan dari A ke B, σ BA adalah Deviasi waktu perjalanan dari B ke A, T TA adalah Waktu henti kendaraan di A, dan T TB adalah Waktu henti kendaraan di B. 5. Waktu antara kendaraan ditetapkan berdasarkan rumus sebagi berikut:...(2) Dengan H adalah Waktu antara (menit), P adalah jumlah penumpang perjam pada seksi terpadat, C adalah kapasitas kendaraan, dan Lf adalah faktor muat, diambil 70% (pada kondisi dinamis). Catatan: H ideal = 5-10 menit H Puncak = 2-5 menit 6. Jumlah armada perwaktu sirkulasi yang diperlukan dihitung dengan rumus:...(3) Dengan K adalah jumlah kendaraan, C T adalah waktu sirkulasi (menit), H adalah waktu antara (menit), dan f A adalah faktor keterediaan kendaraan (100%). Analisis Kapasitas Jalan Kapasitas jalan adalah arus lalulintas maksimum yang dapat ditampung oleh suatu ruas jalan. Nilai kapasitas ruas jalan dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan standar di Indonesia yaitu Manual Kapasitas Jalan

PROTEKSI (Proyeksi Teknik Sipil) 186 Indonesia (MKJI). Menurut MKJI, kapasitas suatu ruas jalan di perkotaan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu (1) Jumlah dan lebar jalur lalu lintas; (2) Distribusi arah; (3) Hambatan samping; (4) Ukuran kota. Rumus yang digunakan untuk menentukan kapasitas adalah C = Co x FC W x FC SP x FC SF x FC CS...(4) Dengan C adalah kapasitas (smp/jam), Co adalah kapasitas dasar untuk kondisi tertentu (smp/jam), FC W adalah faktor penyesuaian lebar jalur lalulintas, FC SP adalah faktor penyesuaian pemisah arah, FC SF adalah faktor penyesuaian hambatan samping, dan FC CS adalah faktor penyesuaian ukuran kota. Kajian Penelitian Terdahulu Tujuan utama keberadaan angkutan kota adalah menyelenggarakan pelayanan angkutan yang baik (aman, cepat, murah, dan nyaman) dan layak bagi masyarakat. Karena sifatnya yang massal, keberadaan angkutan kota selain mengandung arti pengurangan volume lalu lintas kendaraan pribadi, juga lebih murah karena biaya angkut dapat dibebankan kepada banyak penumpang. (Warpani, 1990). Seperti dalam penelitian Silitonga (2012) yang menyatakan bahwa masyarakat Kota Palangka Raya cenderung memilih kendaraan pribadi karena angkutan umum menjadi moda dengan tingkat utilitas yang rendah sehingga kurang diminati oleh masyarakat. Kemudian pada penelitian Silitonga (2014) berdasarkan survai untuk merespon pilihan masyarakat umumnya responden memilih BRT sebagai pilihan yang menarik untuk dikembangkan. Dengan berlandaskan penelitian terdahulu mengenai angkutan umum di Kota Palangka Raya maka dilakukan penelitian lanjutan. Yesie (2015) dengan judul penelitian Skenario Pengembangan BRT di Kota Palangkaraya, disimpulkan bahwa terjadi efisiensi penggunaan bahan bakar minyak (BBM) yang tinggi jika BRT dioperasikan. Dalam penelitiannya diskenariokan perpindahan 25% dan skenario perpindahan 50%. Pada penelitian lainnya Wright (2002) menuliskan bahwa di Kuritiba, Brazil merupakan salah satu contoh terbaik integrasi transportasi dan perencanaan kota dengan penggunaan jalur busway (65 km) dan di dukung 340 feeder dengan penempatan terminal interchange pada posisi strategis, di mana penumpang dapat menggunakan akses transportasi umum kota sampai 90%. METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada area Jalan Diponegoro, Anggrek, RTA Milono, Janah Jari, Cempaka, Seth Adji, Karet, Pinus dan Pilau. Gambar 1. Lokasi Penelitian Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data merupakan proses atau langkah-langkah yang dilakukan untuk mendapatkan data yang di perlukan, baik itu data primer maupun sekunder. Untuk mendapatkan data primer, dilakukan survai geometrik atau survai kondisi visual jaringan jalan dan survai lalu lintas. 1. Survai geometrik jalan Pada survai ini akan dilakukan pengukuran lebar jalur lalu lintas dan pengamatan kondisi jalan dan kondisi lingkungan sekitar untuk mengetahui apakah jalan tersebut memiliki potensi pergerakan yang tinggi untuk dapat dijadikan rute feeder. 2. Survai lalu lintas Survai lalu lintas dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan dan pencatatan jumlah kendaraan pribadi dan angkutan umum yang melewati pos survai. Waktu survai lalu lintas pada pagi, siang dan sore hari selama satu bulan, pada hari Senin sampai hari Jumat yaitu antara pukul 06.00-07.00 (pagi), 12.00-13.00 (siang), 15.00-16.00 (sore).

PROTEKSI (Proyeksi Teknik Sipil) 187 Untuk data sekunder dilakukan dengan mengumpulkan data dari instansi-instansi terkait dan studi literatur. Adapun data sekunder berupa (1) Peta jaringan jalan (google earth); (2) Data jumlah kendaraan dan rute angkutan kota yang beroperasi dari Dinas Perhubungan Kota, untuk mengetahui ketersediaan armada dan rute pelayanannya; (3) Jumlah penduduk, untuk mengetahui tingkat kepadatan penduduk kota; (4) Tingkat kepemilikan kendaraan, untuk mengetahui jumlah kepemilikan dan jenis kendaraan yang ada. Efisiensi Bahan Bakar Setelah melakukan survai di lapangan akan diketahui jumlah pergerakan lalu lintas pada tiap ruas jalan yang diteliti. Setelah mengetahui volume lalu lintas, dengan menggunakan asumsi perpindahan 25% dan 50% (Silitonga, 2014) akan diketahui berapa jumlah armada feeder yang dibutuhkan. Setelah mengetahui jumlah armada maka dapat dihitung berapa besar efisiensi penggunaan bahan bakar minyak (BBM) antara penggunaan feeder dan kendaraan pribadi per km setelah melakukan perpindahan 25% atau 50%. PEMBAHASAN Jumlah Kendaraan di Kota Palangka Raya Jumlah kendaraan di Kota Palangka Raya pada akhir Tahun 2010 sebanyak 283.912 kendaraan. Sedangkan pada akhir Tahun 2011 sebanyak 414.165 kendaraan (BPS, 2011). Pertumbuhan yang meningkat dari jumlah kendaraan ini perlu mendapat perhatian yang serius, karena apabila tidak diantisipasi maka peningkatan akan terus terjadi setiap tahunnya dan dikhawatirkan dapat menimbulkan permasalahan transportasi. Gambar 2. Grafik Persentase Kenaikan Jumlah Kendaraan di Kota Palangka Raya Kapasitas Jalan Dalam menentukan kapasitas jalan nilai yang digunakan dihitung berdasarkan hasil survai geometrik dan volume lalulintas kendaraan pada jam sibuk (terdapat di lampiran) untuk tiap-tiap ruas jalan yang disurvai. Tingkat Pelayanan Jalan Adapun tingkat pelayanan jalan (Level Of Service) pada ruas jalan di wilayah studi di hari kerja pada jam sibuk seperti berikut: Tabel 1. Tingkat Pelayanan Jalan di Hari Kerja pada Jam Sibuk Gambaran Umum Angkutan Umum di Kota Palangka Raya Berdasarkan studi penelitian sebelumnya Silitonga (2010) mengenai Analisis Kinerja Angkutan Umum Kota Palangka Raya dilihat dari waktu pelayanannya, waktu operasi aktual 9 jam, relatif kurang memenuhi standar Dirjen Perhub. Darat (2002) yaitu 14 jam. Trayek tidak tetap pada sore hari diduga menurunkan minat masyarakat untuk menggunakan angkutan umum tersebut. Selain itu berdasarkan rata-rata load factor sangat rendah (26,4%), ini memberikan gambaran awal bahwa pengguna angkutan umum ini kurang optimal. Sedangkan dari sisi jumlah penumpang total pun masih rendah (7,32 penumpang/rit). Hal ini tentu akan memberatkan pengelola angkutan umum tersebut. Jumlah kendaraan yang beroperasi saat ini, sangat tidak optimal (<18%). Jumlah armada terlalu banyak untuk jumlah potensi penumpang yang tidak terlalu besar. Kondisi ini merupakan salah satu cerminan semakin terpuruknya angkutan kota di kota Palangka Raya, dan jika hal ini tidak ditanggapi dengan serius sulit untuk meningkatkan kinerja pelayanan angkutan umum karena penghasilan yang tidak sebanding. Hal ini jelas akan mengarah kepada kebangkrutan dari perusahaan pengelola tersebut.

PROTEKSI (Proyeksi Teknik Sipil) 188 Skenario Pengembangan Sistem Angkutan Umum Berdasarkan hasil penelitian Silitonga (2014), menyatakan bahwa berdasarkan analisis AHP pertimbangan pengembangan moda angkutan umum yang baru yaitu BRT dan feeder dengan kapasitas medium menjadi prioritas pertama yang dipilih oleh partisipan sebesar 0,345. Selain itu berdasarkan survai untuk merespon pilihan masyarakat umumnya responden memilih BRT sebagai pilihan yang menarik untuk dikembangkan. Hasil penelitian Silitonga (2014) juga menunjukan bahwa jika pilihan masyarakat tersebut direspon maka 70% dari responden bersedia menggunakan sistem angkutan umum yang baru. Hal ini menunjukan bahwa dari 31% respon pengguna angkutan umum, akan bertambah menjadi 70% dengan pengembangan sistem angkutan umum yang baru. Maka dari kondisi saat ini diskenariokan keinginan perpindahan moda kendaraan pribadi ke penggunaan BRT di Kota Palangka Raya sebesar 25 % dan 50 % yang ditunjang oleh angkutan pengumpan feeder. Agar dapat berjalan dengan baik, maka perlu adanya integrasi moda antara BRT dan feeder. Sehingga BRT akan melayani jaringan jalan utama, dan untuk pelayanan jaringan trayek ranting akan dilayani oleh angkutan pengumpan atau feeder. Pengembangan Sistem Rute dan Pelayanan Angkutan Umum Baru Pada penelitian ini survai dilakukan pada hari kerja (Senin-Jumat). Berdasarkan data survai lalu lintas dimana pada hari Senin-Jumat memiliki karakteristik yang hampir sama, maka data lalu lintas yang digunakan adalah hasil rata-rata selama survai. Untuk perhitungan volume lalu lintas digunakan data lalu lintas yang memiliki nilai tertiggi atau pada jam sibuk. Dengan beberapa pertimbangan yang sudah ditentukan akan didesain rute-rute pada setiap ruas jalan tersebut sesuai dengan kebutuhan sehingga pengguna tidak perlu berjalan cukup jauh dari tempat tinggal untuk menemukan angkutan kota. Jarak pengguna dari tempat tinggal menuju trayek maksimal 400 m. Adapun 2 rute yang telah di rencanakan sebagai berikut: 1. Rute 1: Jl. Diponegoro, Jl. Anggrek, Jl. RTA Milono, Jl. Janah Jari, Jl. Cempaka. Kembali lagi ke Jl. Diponegoro. 2. Rute 2: Jl. Diponegoro, Jl. Seth Adji, Jl. Karet, Jl. Pinus, Jl. Pilau. kembali lagi ke Jl. Diponegoro. Gambar 3. Rute 1 Gambar 4. Rute 2 Simulasi Operasional Sistem Feeder Berupa Angkutan Kota Simulasi ini bertujuan untuk mengetahui jumlah armada feeder yang sesuai kebutuhan masyarakat disetiap alternatif rute pada persimpangan ruas jalan Rajawali. Selain itu ketersediaan fasilitasnya seperti headway yang teratur, dan waktu tempuh yang telah terprediksi menjadi acuan untuk pengembangan feeder di Kota Palangka Raya. Adapun simulasi operasional yang dilakukan adalah 1. Feeder beroperasi selama 6 jam per hari, sejak pukul 06.00 sampai dengan pukul 17.00 WIB. 2. Load Factor 70%. 3. Kecepatan perjalanan pada kondisi normal 20 km/jam.

PROTEKSI (Proyeksi Teknik Sipil) 189 4. Jumlah halte 2 unit, waktu pelayanan feeder di halte bus (boarding-alighting) 45 detik. 5. Headway 5 menit. 6. Kapasitas feeder 11 seat. Berdasarkan hasil perhitungan total waktu tempuh dan panjang rute maka jumlah armada yang digunakan per waktu sirkulasi untuk masing-masing rute dengan headway yang diskenariokan 5 menit sebagai berikut: 1. Rute 1 Total waktu tempuh = 11,4 menit Panjang Rute = 3,78 km K (jumlah armada) = 3 unit 2. Rute 2 Total waktu tempuh = 10,8 menit Panjang Rute = 3,6 km K (jumlah armada) = 3 unit Perhitungan Jumlah Feeder Berdasarkan Skenario Perpindahan 25% dan 50% Setelah mendapatkan 2 desain rute, maka dengan skenario perpindahan 25% dan skenario perpindahan 50% dihitung berapa jumlah armada feeder sesuai kebutuhan di masing-masing rute. Dengan menghitung total waktu angkutan bergerak, maka akan didapat headway dan jumlah feeder untuk masing-masing jalan dalam satu rute. Gambar 5. Grafik Jumlah Kebutuhan Feeder Rute 1 Gambar 6. Grafik Jumlah Kebutuhan Feeder Rute 2 Kemudian menggunakan distribusi frekuensi dicari modus dari jumlah feeder di masingmasing jalan tersebut untuk mendapatkan jumlah feeder sesuai kebutuhan dalam setiap rute. Berikut hasil rekapitulasi jumlah feeder berdasarkan skenario perpindahan 25% dan skenario perpindahan 50%. Tabel 2. Kebutuhan Feeder di Setiap Rute Analisis Ekonomis Bahan Bakar Seiring dengan semakin tingginya pertumbuhan penggunaan kendaraan pribadi maka kebutuhan BBM akan semakin meningkat pula. Pengembangan angkutan umum yang nyaman dapat menarik pengguna kendaraan pribadi untuk berpindah ke angkutan massal yang tentu saja akan lebih efisien dari kendaraan pribadi. Jika angkutan massal tersebut beroperasi maka perbandingan penggunaan BBM untuk penggunaan angkot dan penggunaan BBM untuk penggunaan kendaraan pribadi per km sebagai berikut: Penggunaan Angkutan Massal yang Baru Untuk menghitung penggunaan BBM pada feeder, terlebih dahulu menghitung total perjalanan dalam perjam menggunakan headway masing-masing rute. Kebutuhan BBM untuk feeder dengan menggunakan mobil Carry yaitu 0,1 lt/km. Berikut perhitungan penggunaan BBM/km pada feeder: 1. Skenario perpindahan 25% Rute 1: 27 kali perjalanan/jam Jadi 2,7 lt/km Rute 2: 22,23 kali perjalanan/jam Jadi 1,28 lt/km 2. Skenario perpindahan 50% Rute 1: 42,2 kali perjalanan/jam Jadi 4,2 lt/km Rute 2: 44,4 kali perjalanan/jam Jadi 4,4 lt/km

PROTEKSI (Proyeksi Teknik Sipil) 190 Penggunaan Kendaraan Pribadi Berdasarkan survai lalu lintas di titik-titik lokasi yang sudah ditentukan didapat MC dan LV rata-rata minimum dan maksimum untuk setiap skenario perpindahan ditiap rute. Jumlah kend/jam minimum untuk rute 1 adalah MC= 1898 kend/jam dan LV= 376 ked/jam, untuk rute 2 MC= 1446 kend/jam dan LV= 222 kend/jam, dan untuk rute 3 MC = 1954 kend/jam dan LV= 279 kend/jam. Sedangkan jumlah kend/jam maksimum adalah rute 1 MC= 3288 kend/jam dan LV= 796 ked/jam, untuk rute 2 MC= 2002 kend/jam dan LV= 286 ked/jam, dan untuk rute 3 MC= 3056 kend/jam dan LV= 411 kend/jam. Penggunaan BBM dapat dihitung dengan cara jumlah kend/jam masing-masing rute di kalikan dengan penggunaan BBM per km untuk golongan MC dan LV. Penggunaan BBM rata-rata adalah 0,02 liter/km. Dan rata-rata untuk penggunaan BBM pada kendaraan golongan LV adalah 0,111 liter/km. Berikut adalah rekapitulasi penggunaan BBM/km pada kendaraan pribadi skenario perpindahan 25% dan 50% ditiap rute: Tabel 3. Penggunaan BBM/km Kendaraan Pribadi Skenario Perpindahan 25% dan 50% Dari hasil perhitungan tersebut dapat dilihat perbandingan penggunaan BBM antara penggunaan kendaraan pribadi dan penggunaan angkutan massal sangat besar. Dan apabila penggunaan angkutan massal baru ini di operasikan maka dapat berdampak pada efisiensi penggunaan BBM. Dampak Pengoperasian Feeder Terhadap Kinerja Lalu Lintas Dengan penerapan penggunaan angkutan massal yang baru dapat mengalihkan keinginan masyarakat dari penggunaan kendaraan pribadi ke penggunaan angkutan umum, dengan begitu tingkat pelayanan jalan menjadi semakin baik. Setelah adanya skenario perpindahan 50% akan terlihat perubahan tingkat pelayanan ruas jalan sebagai berikut: Tabel 4. Tingkat Pelayanan Ruas Jalan Setelah Adanya Skenario Perpindahan 50% Pada Hari Kerja PENUTUP Kesimpulan 1. Berdasarkan hasil penelitian didapat 2 desain rute untuk pengoperasian angkutan pengumpan (feeder) di Kota Palangka Raya. Kedua rute tersebut terdiri dari: a. Rute 1: Jl. Diponegoro, Jl. Anggrek, JL. RTA Milono, Jl. Janah Jari, Jl. Cempaka. b. Rute 2: Jl. Diponegoro, Jl. Seth Adji, Jl. Karet, Jl. Pinus, Jl. Pilau. 2. Jumlah armada yang diperlukan untuk melayani ketiga rute tersebut adalah 8 unit pada skenario perpindahan 25% dan 14 unit pada skenario perpindahan 50%. 3. Hasil skenario pengoperasian angkutan pengumpan (feeder) berpengaruh pada efisiensi penggunaan BBM. Dengan skenario perpindahan 25% dan 50% didapat perbandingan penggunaan BBM antara penggunaan kendaraan pribadi dan penggunaan angkutan massal baru (feeder) sebagai berikut: a. Penggunaan BBM pada kendaraan pribadi skenario perpindahan 25% adalah rute 1= 23,10 lt/km s/d 50,72 lt/km dan rute 2= 27,07lt/km s/d 57,05 lt/km. Sedangkan penggunaan BBM pada angkutan massal (feeder) skenario perpindahan 25% adalah rute 1= 2,7 lt/km dan rute 2= 2,22 lt/km. b. Penggunaan BBM pada kendaraan pribadi skenario perpindahan 50% adalah rute 1= 46,21 lt/km s/d 101,41 lt/km dan rute 2= 54,15 lt/km s/d 114,1 lt/km. Sedangkan penggunaan BBM pada angkutan massal (feeder) skenario perpindahan 50% adalah rute 1= 4,2 lt/km dan rute 2= 4,4 lt/km. Pengoperasian feeder juga mempengaruhi peningkatan Level Of Service (LOS) pada ruas jalan di Kota

PROTEKSI (Proyeksi Teknik Sipil) 191 Palangka Raya. Salah satu contoh adalah pada skenario perpindahan 50% di ruas jalan Kinibalu. Sebelum adanya pengoperasian feeder tingkat pelayanan jalannya adalah B. Tetapi setelah beroperasi dengan skenario perpindahan 50% tingkat pelayanan jalan pada ruas jalan Kinibalu menjadi A. c. Maka dari hasil perbandingan penggunaan efisiensi bahan bakar minyak antara kendaraan pribadi dan kendaraan angkutan massal (feeder) terlihat jelas efisiensi antara kedua nya, sehingga apabila masyarakat pengguna kendaraan pribadi beralih ke angkutan massal (feeder) akan jauh lebih hemat dalam penggunaan bahan bakar minyak. d. Sistem pembayaran yang terintegrasi dengan BRT juga memudahkan pengguna angkutan umum. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2002. Pedoman Teknis Penyelenggaraan Angkutan Penumpang Umum di Wilayah Perkotaan dalam Trayek Tetap dan Teratur. Jakarta: Dirjen Perhubungan Darat Departemen Perhubungan RI. Anonim. 2011a. Kota Palangka Raya Dalam Angka. Palangka Raya: Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Tengah. Anonim. 2011b. Jalur Trayek Angkutan Kota di Kota Palangka Raya. Palangka Raya: Dinas Perhubungan Kota Palangka Raya. Anonim. 2013. Data Jumlah Penduduk. Palangka Raya: Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Tengah. Febriani, E. 2015. Skenario Integrasi Moda Pengoperasian Feeder Guna Mendukung Pengembangan Bus Rapid Transit (BRT) Di Kota Palangla Raya. Tugas Akhir. Palangka Raya: Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Palangka Raya. Miro. F. 1997. Sistem Transportasi Kota. Bandung: Penerbit Tarsito. Morlok, E. K. 1978. Pengantar Teknik Dan Perencanaan Transportasi. Jakarta: Penerbit Airlangga. Munawar, A. 2005. Dasar-dasar Teknik Transportasi. Yogyakarta: Beta Offset. Rosalina, M. 2016. Skenario Pengoperasian Feeder Di wilayah Kinibalu Guna Mendukung Pengembangan Bus Rapid Transit (BRT) Di Kota Palangka Raya. Tugas Akhir. Fakultas Teknik Universitas Palangka Raya. Palangka Raya. Saleh, S. 2004. Statistik Deskriptif. Yogyakarta: Penerbit UPP (Unit Penerbit dan Percetakan) AMP YPKN. Sotijowarno dan Frazila. 2011. Pengantar Sistem Transportasi. Semarang: Universitas Katolik Soegijopranata. Silitonga, S. P. 2011. Modal Split Model for Public Transport Development in Indonesia. Journal of Applied Sciences Research, Volume 7, ISSN 1819-544X. Silitonga, S. P. 2012. Urgensi Peningkatan Utilitas dan Penggunaan Angkutan Umum. Laporan Penelitian Unggulan. Palangka Raya: Lembaga Penelitian Universitas Palangka Raya. Sukirman, S. 1994. Dasar-dasar Perencanaan Geometrik Jalan. Bandung: Nova. Warpani, S. 1990. Merencanakan Sistem Angkutan Umum. Bandung: Penerbit ITB. Wright, L. 2002. Angkutan Bus Cepat. Transportasi Berkelanjutan: Panduan bagi Pembuat Kebijakan di Kota-kota Berkembang. Jerman: GTZ. Wright, L. dan K. Fjellstrom. 2002. Opsi Angkutan Massal. Transportasi Berkelanjutan: Panduan bagi Pembuat Kebijakan di Kota-kota Berkembang. Jerman: GTZ. Yesie. 2015. Skenario Pengembangan Sistem Bus Rapid Transit (BRT) Di Kota Palangka Raya. Tugas Akhir. Palangka Raya: Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Palangka Raya.