BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberian ASI (Air Susu Ibu) di Indonesia hingga saat ini masih banyak menemui kendala. Upaya meningkatkan perilaku menyusui pada ibu yang memiliki bayi masih dirasa kurang. Permasalahan yang utama adalah faktor sosial budaya, kesadaran akan pentingnya ASI (Air Susu Ibu), pelayanan kesehatan dan petugas kesehatan yang belum sepenuhnya mendukung PP-ASI, serta gencarnya promosi susu formula dan ibu bekerja (Widodo, 2006). Pemberian ASI terjadi penurunan dengan memanfaatkan susu fomula di masyarakat. Hal ini terjadi karena adanya kenaikan tingkat partisipasi wanita dalam angkatan kerja dan peningkatan sarana komunikasi dan transportasi yang memudahkan periklanan susu buatan serta luasnya distribusi susu buatan terdapat kecenderungan menurunnya kesediaan menyusui maupun lamanya menyusui baik di pedesaan dan di perkotaan (Arifin, 2008). Ibu yang menyusui menyadari pentingnya pemberian ASI tetapi budaya modern dan kekuatan ekonomi yang semakin meningkat telah mendesak para ibu untuk segera menyapih anaknya dan memilih MPASI sebagai jalan keluarnya. Menurunnya lama pemberian ASI dan semakin meningkatnya pemberian susu formula menyebabkan kerawanan gizi pada bayi dan balita. Selain itu gencarnya sales promotion girl pabrik susu formula 1
2 dengan agresif melalui telepon membujuk para ibu untuk menggunakan susu formula. Banyak perilaku oknum individu masyarakat, institusi atau produsen susu yang membawa kemunduran dalam penggalakan ASI (Air Susu Ibu) yang gencar dilakukan berbagai pihak. Mereka yang tidak mendukung penggalakan ASI secara nyata telah melanggar hak asasi anak dan ibu, peraturan pemerintah, undang-undang dan kesepakatan internasional tentang pemberian ASI pada anak. Padahal ASI adalah karunia Tuhan yang sangat besar yang diberikan kepada anak untuk kepentingan kesehatan dan kualitas kehidupan masa depannya (Widodo, 2006). Pemberian ASI terutama di Indonesia hingga saat ini masih terdapat banyak menemui kendala, dimana dipengaruhi oleh faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian ASI tanpa MPASI yaitu perilaku ibu menyusui sendiri yang meliputi faktor predisposisi (predisposing factor), yang berupa pengetahuan tentang ASI, sikap, tingkat pendidikan. Faktor pendukung (enabling factor), berupa tingkat pendapatan, jenis pekerjaan, jarak dan ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, termasuk fasilitas pelayanan kesehatan, seperti Puskesmas, Poliklinik, Posyandu. Faktor pendorong (reinforcing factor) berupa motivasi petugas, kedisiplinan petugas kesehatan serta sikap dan perilaku petugas kesehatan, dimana kurangnya dukungan dan penyuluhan tentang ASI mempengaruhi lamanya pemberian ASI pada bayi 0-6 bulan (Notoatmodjo, 2003).
3 Dalam mendukung pemberian ASI pada bayi 0-6 bulan telah dilaksanakan beberapa kegiatan penting, yakni pencanangan Gerakan Nasional (Peningkatan Pemberian ASI (PP-ASI) oleh Presiden, Gerakan Rumah Sakit dan Puskesmas Sayang Bayi yang telah menghasilkan sekitar 50-70 % rumah sakit sayang bayi (Baby Friendly Hospital) pada Rumah Sakit pemerintah dan sekitar 10-20 % pada Rumah Sakit swasta (Depkes, 2007). Ibu-ibu yang menyusui sebaiknya memberikan ASI sedikitnya satu tahun, semakin lama bayi diberi ASI, semakin banyak manfaat yang diperoleh. Sebagian masyarakat masih tidak setuju terhadap pemberian ASI akibat faktor gaya hidup, wanita berpikir mereka tidak dapat melakukanya di tempat umum karena merasa malu. Tetapi di beberapa negara lain, hal ini masih dapat diterima dan alami bagi seorang wanita menyusui bayinya di tempat umum (Arifin, 2008). Dari survei yang dilaksanakan pada tahun 2002 oleh Nutrition & Health Surveillance System (NSS) kerjasama dengan Balibangkes dan Helen Keller International di 4 perkotaan (Jakarta, Surabaya, Semarang, Makasar) dan 8 pedesaan (Sumbar, Lampung, Banten, Jabar, Jateng, Jatim, NTB, Sulsel), menunjukan bahwa cakupan ASI eksklusif 4-5 bulan di perkotaan antara 4%-12 %, sedangkan di pedesaan 4%-25 %. Pencapaian ASI eksklusif 5-6 bulan di perkotaan berkisar antara 1%-13 % sedangkan di pedesaan 2%-13 %. Pada ibu yang bekerja, singkatnya masa cuti hamil/melahirkan mengakibatkan sebelum masa pemberian ASI eksklusif berakhir sudah harus
4 kembali bekerja. Jika berlanjut dapat mengganggu upaya pemberian ASI eksklusif (Dewi, 2007). Air Susu Ibu (ASI) merupakan komponen esensial bagi kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak, dari manfaat ASI tersebut tidak menjadikan ibu menyusui memberian ASI tanpa MPASI, hal ini terjadi karena berkurangnya ibu-ibu yang menyusui anaknya disebabkan oleh kesibukan ibu yang bekerja yang telah habis masa cutinya sehingga mempercepat diberikannya makanan pendamping ASI yaitu susu formula pada bayinya. Kurangnya waktu yang tersedia menyebabkan pemberian ASI eksklusif menjadi terhambat dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja mempunyai banyak waktu memberikan ASI pada bayinya (Pudjiadi, 2000). Berdasarkan hasil observasi dan wawancara pada bulan Januari 2009 khususnya pada beberapa ibu yang memiliki bayi 6 bulan - 1 tahun di desa Bandungrejo Kecamatan Mranggen Kabupaten Demak, sebanyak 10 orang ibu, dimana 7 orang (70%) ibu yang bekerja menyatakan bahwa bayinya tidak diberi ASI tetapi diselingi dengan MPASI dan makanan padat yaitu makanan bayi siap saji sedangkan 3 orang (30%) memberi ASI tanpa MPASI. Tujuan pemberian ASI yang diselingi dengan MPASI dilakukan karena untuk menambah berat badannya sang anak, sering rewel, membuat ibu-ibu yang memiliki bayi beranggapan bahwa anaknya tidak merasa cukup hanya dengan diberi ASI eksklusif saja, maka susu formula dan makanan padat menjadi pilihan ibu sebagai alternatif dalam pemberian makanan bagi bayi serta pekerjaan ibu yang tidak mempunyai banyak waktu memberikan ASI.
5 Berdasarkan permasalahan diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian untuk mengetahui hubungan status pekerjaan dan tingkat pengetahuan dengan lamanya pemberian ASI tanpa MPASI pada ibu menyusui yang mempunyai anak usia 6 bulan 1 tahun di desa Bandungrejo Kecamatan Mranggen Kabupaten Demak. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka permasalahan yang diteliti adalah apakah ada hubungan status pekerjaan dan tingkat pengetahuan dengan lamanya pemberian ASI tanpa MPASI pada ibu menyusui yang mempunyai anak usia 6 bulan-1 tahun di Desa Bandungrejo Kecamatan Mranggen Kabupaten Demak? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Mengetahui hubungan status pekerjaan dan tingkat pengetahuan dengan lamanya pemberian ASI tanpa MPASI pada ibu menyusui yang mempunyai anak usia 6 bulan-1 tahun di desa Bandungrejo Kecamatan Mranggen Kabupaten Demak. 2. Tujuan Khusus a. Mendeskripsikan status pekerjaan ibu menyusui di Desa Bandungrejo Kecamatan Mranggen Kabupaten Demak. b. Mendeskripsikan tingkat pengetahuan ibu menyusui di Desa Bandungrejo Kecamatan Mranggen Kabupaten Demak.
6 c. Mendeskripsikan lama pemberian ASI tanpa MPASI pada ibu menyusui yang mempunyai anak usia 6 bulan-1 tahun di Desa Bandungrejo Kecamatan Mranggen Kabupaten Demak. d. Menganalisis hubungan status pekerjaan dengan lamanya pemberian ASI tanpa MPASI pada ibu menyusui yang mempunyai anak usia 6-1 tahun di Desa Bandungrejo Kecamatan Mranggen Kabupaten Demak. e. Menganalisis hubungan tingkat pengetahuan dengan lamanya pemberian ASI tanpa MPASI pada ibu menyusui yang mempunyai anak usia 6 bulan-1 tahun di Desa Bandungrejo Kecamatan Mranggen Kabupaten Demak. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Pendidikan Keperawatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi institusi pendidikan dalam pengembangan kurikulum terutama terkait dengan mata ajar keperawatan komunitas dalam hal ini tentang lama pemberian ASI tanpa MPASI pada ibu menyusui. 2. Bagi Ibu Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai bahan masukan bagi ibu yang mempunyai bayi usia 0-6 bulan khususnya dalam melaksanakan lama pemberian ASI tanpa MPASI.
7 3. Bagi Profesi Keperawatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran pelaksanaan pemberian ASI tanpa MPASI secara eksklusif pada ibu yang bekerja dan tidak bekerja bagi tenaga kesehatan khususnya perawat dalam mengembangkan kemampuan dan ketrampilan dalam memantau pemberian ASI tanpa MPASI dengan baik dan benar. E. Ruang Lingkup Ilmu Penelitian ini dilakukan dalam bidang keperawatan komunitas yang menitikberatkan pada lama pemberian ASI eksklusif pada ibu menyusui yang mempunyai anak usia 6 bulan-1 tahun.