BAB I PENDAHULUAN. beberapa bulan pertama kehidupan karena mengandung. sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi.

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Air susu ibu (ASI) merupakan makanan terbaik bagi bayi pada beberapa bulan pertama kehidupan karena mengandung zat gizi paling sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi. Selain itu ASI mempunyai kelebihan yang meliputi tiga aspek yaitu aspek gizi, aspek kekebalan, dan aspek kejiwaan berupa jalinan kasih sayang yang penting untuk perkembangan mental dan kecerdasan anak (Depkes, 2003). Adanya faktor protektif dan nutrien yang sesuai dalam ASI menjamin status gizi bayi yang baik serta dapat menurunkan kesakitan dan kematian bayi. Beberapa studi epidemiologis menyatakan bahwa pemberian ASI melindungi bayi dan anak dari penyakit infeksi seperti diare, otitis media, dan infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah. Selain itu terdapat zat kekebalan pada ASI yang akan melindungi bayi dari penyakit infeksi telinga, batuk, pilek, dan alergi (Kemenkes RI, 2014). World Health Organization (2001) merekomendasikan pemberian ASI eksklusif selama enam bulan yang kemudian dilanjutkan pemberian ASI dan makanan pendamping ASI hingga bayi berusia dua tahun. Namun anjuran tersebut tampaknya kurang mendapat antusiasme ibu untuk memberikan ASI eksklusif. Data dari dari Ditjen Kesehatan Masyarakat, Kemenkes RI, tahun 2015 menunjukkan cakupan pemberian ASI eksklusif pada bayi 0 6 bulan di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2014 sebesar 70,8%. Jika melihat cakupan ASI Eksklusif di Kota Yogyakarta pada tahun 2014 sebesar 54,9%. Angka tersebut dapat dikatakan belum sesuai target Rencana 1

2 2 Strategis Kementerian Kesehatan yaitu sebesar 80% (Dinkes Kota Yogyakarta, 2015). Rendahnya angka ASI eksklusif diidentifikasi karena berbagai penghambat yang harus dihadapi ketika ibu menyusui. Berbagai penghambat yang menyulitkan ibu untuk memberikan ASI eksklusif dari penelitian yang dilakukan oleh Daly, Pollard, Phillips & Binns (2014) diantaranya adalah permasalahan dalam menyusui, penerimaan masyarakat yang rendah, ketidaknyamanan saat menyusui dan keharusan ibu untuk kembali bekerja. Beberapa hasil studi mengemukakan, ibu yang harus kembali bekerja merupakan faktor terkuat penyebab kegagalan ASI eksklusif (Ortiz, 2004; Chuang, 2010; Weber 2011). Seiring dengan bertambahnya jumlah kesempatan kerja, meningkatnya pendidikan, serta perubahan sosial dan ekonomi menyebabkan banyak ibu rumah tangga beralih menjadi ibu bekerja. Hal tersebut dapat dilihat dari peningkatan tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) perempuan di provinsi DIY pada tahun 2014 mencapai 66,24% yang sebelumnya pada tahun 2013 hanya sebesar 60,73% (BPS provinsi DIY, 2014). Kecenderungan semakin bertambahnya jumlah tenaga kerja perempuan terutama pada usia produktif menjadikan permasalahan seperti menstruasi, kehamilan, dan menyusui perlu untuk diperhatikan. Penelitian membuktikan bahwa status pekerjaan ibu mempengaruhi durasi pemberian ASI menjadi lebih singkat karena mengalami kesulitan untuk memberikan ASI selama waktu kerja. Jika dibandingkan dengan ibu rumah tangga, Ibu yang bekerja cenderung lebih besar untuk berhenti memberikan ASI eksklusif kepada anaknya (Ong, 2005). Penelitian lain juga membuktikan ibu yang

3 3 bekerja di luar rumah, terutama bekerja secara penuh (full-time) mempunyai pengaruh negatif terhadap durasi pemberian ASI (Fein, 1998). Salah satu hal yang dapat mendukung dan menghambat ibu pekerja dalam memberikan ASI adalah adanya kebijakan dan hukum yang menyokong pemberian ASI (Johnston, 2007). Dengan adanya Undang - undang No 13 Tahun 2003 pasal 83 mengenai ketenagakerjaan, menjamin bahwa pekerja/buruh wanita yang memiliki anak yang masih menyusui harus diberikan kesempatan untuk memberikan ASI di tempat kerja. Hak menyusui bagi perempuan bekerja juga didukung oleh konvensi International Labour Organitation (ILO) No 183/2000. Kesempatan yang dimaksud adalah periode waktu yang disediakan oleh perusahaan pada pekerja wanita untuk menyusui anaknya, dengan mempertimbangkan ketersediaan fasilitas yang dapat digunakan untuk menyusui atau memompa ASI di tempat kerja yang disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan perusahaan. Peraturan pemerintah No 33 Tahun 2012 berkenaan dengan Jaminan Pelaksanaan Pemberian ASI Eksklusif mewajibkan setiap manajer di tempat kerja dan administrator publik untuk memberlakukan peraturan yang mendukung dan membantu keberhasilan program pemberian ASI. Menindaklanjuti PP tersebut, telah diterbitkan Permenkes Nomor 15 Tahun 2013 tanggal 18 Februari 2013 tentang Tata Cara Penyediaan Fasilitas Khusus Menyusui dan/atau Memerah ASI. Adanya program dukungan laktasi di tempat kerja memberikan efek yang positif bagi praktik pemberian ASI. Dari penelitian yang dilakukan di suatu perusahaan yang melaksanakan program dukungan laktasi pada ibu bekerja menemukan bahwa rata-rata lama pemberian ASI oleh pekerja wanita di perusahaan tersebut adalah 97%.

4 4 Berbagai manfaat juga akan didapat oleh perusahaan yang memberlakukan kebijakan yang mendukung pemberian ASI di tempat kerja diantaranya adalah menurunnya angka ketidakhadiran karyawan berkaitan dengan rendahnya angka kesakitan anak (Cohen, 1995), meningkatnya produktivitas, moral, dan royalitas karena meningkatnya kepuasan karyawan, serta menurunnya karyawan yang keluar (Galtry, 1997). Dukungan dari tempat kerja merupakan faktor pendukung yang penting agar ibu bekerja dapat meneruskan praktik ASI eksklusif meskipun telah kembali bekerja, salah satunya adalah dengan penyusunan kebijakan yang mengatur hal tersebut atau dikenal dengan nama kebijakan tempat kerja ramah laktasi (breastfeeding friendly workplace). Kebijakan tersebut sudah populer di berbagai negara maju seperti Australia, Selandia Baru dan Amerika Serikat. Kebijakan tersebut merupakan kebijakan yang telah sedemikian dikembangkan oleh instansi yang berkehendak disesuaikan dengan berbagai sumber daya dari instansi yang dimaksud untuk mendukung kebutuhan kaum ibu untuk terus memberikan ASI pada saat mereka bekerja (Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia, 2013). Sayangnya kebijakan tertulis yang mendukung pekerja wanita dalam pemberian ASI eksklusif di tempat kerja masih belum diimplementasikan oleh sebagian besar perusahaan dan perkantoran. Dunn et al (2004) melakukan suatu penelitian kuantitatif tentang kebijakan dan praktik pemberian ASI di daerah perkotaan Denver (Colorado) yang terdiri atas 157 perusahaan. Hasilnya hanya 4,4% perusahaan yang menyediakan kebijakan tertulis yang mendukung pemberian ASI di tempat kerja. Nurjanah (2008) melakukan penelitian mengenai hak menyusui pekerja perempuan selama waktu kerja di

5 5 dua lokasi yaitu Rumah Sakit Dr. Kariadi (RSDK) dan Universitas Dian Nuswantoro Semarang (UDINUS) hasilnya menunjukan bahwa sebagian besar ibu yang bekerja tidak pernah diberikan kesempatan dan waktu untuk menyusui selama waktu kerja. Selain itu ibu yang bekerja juga tidak disediakan ruang khusus untuk memerah ASI sehingga biasanya dilakukan di ruang rapat ataupun di kamar mandi. Penelitian lain yang dilakukan oleh Kurniawan (2012) di PT. X Semarang menunjukan bahwa belum terdapat kebijakan tertulis mengenai program PP-ASI di tempat kerja yang mendukung ibu bekerja yang masih menyusui. Padahal kebijakan tertulis yang mendukung pekerja wanita dalam pemberian ASI eksklusif merupakan hal yan penting, yaitu untuk memperkuat dasar hukum pekerja dalam mengimplementasikan ASI eksklusif di tempat kerja, sehingga nantinya akan dapat meningkatkan motivasi dari pekerja untuk tetap memberikan makanan terbaik untuk bayi mereka, yaitu ASI. Pada tahun 2014, Pemerintah Kota Yogyakarta membuat Peraturan Daerah Kota Yogyakarta No 1 tentang Pemberian ASI eksklusif yang mewajibkan penyelenggara tempat kerja untuk mendukung program pemberian ASI eksklusif. Menindaklanjuti peraturan tersebut, Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta telah meyediakan waktu dan fasilitas khusus untuk menyusui dan/atau memerah ASI di lingkungan tempat kerja. Apalagi jika melihat Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta yang merupakan unsur pelaksana pemerintah daerah bidang kesehatan yang seharusnya dapat menjadi role model bagi instansi ataupun tempat kerja lain dalam mendukung program pemberian ASI eksklusif di tempat kerja. Selain itu dimana mayoritas pegawai Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta berjenis

6 6 kelamin perempuan dan berada dalam rentang usia yang produktif yang mengakibatkan masalah bekerja dan menyusui eksklusif menjadi tantangan yang harus dihadapi pegawai wanita yang bekerja di Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai implementasi kebijakan tempat kerja ramah laktasi di Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta yang tampaknya belum pernah dilakukan sebelumnya. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, maka permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah bagaimanakah implementasi kebijakan tempat kerja ramah laktasi berdasarkan PP No 33 Tahun 2012 di Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan penelitian ini adalah menganalisis implementasi kebijakan tempat kerja ramah laktasi berdasarkan PP No 33 Tahun 2012 di Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui persepsi pimpinan instansi (Kepala Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta) terhadap penerapan kebijakan tempat kerja ramah laktasi berdasarkan PP No 33 Tahun 2012 di Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta. b. Mengetahui persepsi pegawai di Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta terhadap penerapan kebijakan tempat kerja ramah laktasi berdasarkan PP No 33 Tahun 2012.

7 7 c. Mengetahui persepsi ibu menyusui yang bekerja di Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta terhadap penerapan kebijakan tempat kerja ramah laktasi berdasarkan PP No 33 Tahun d. Mengetahui praktik ASI eksklusif ibu menyusui yang bekerja di Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta. e. Mengetahui frekuensi absen ibu menyusui yang bekerja di Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta. D. Manfaat Penelitian 1. Untuk Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi dan masukan mengenai pelaksanaan kebijakan tempat kerja ramah laktasi di Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta sehingga dapat dijadikan acuan untuk memperbaiki kekurangan kebijakan tersebut dan mengoptimalisasikan pelaksanaannya. 2. Untuk perusahaan atau perkantoran lain, dapat dijadikan sebagai bahan referensi untuk menyusun suatu kebijakan yang mendukung praktik pemberian ASI eksklusif di tempat kerja. 3. Untuk pemangku kebijakan (Pemerintahan), dapat dijadikan sebagai bahan referensi untuk membuat dan mengevaluasi regulasi mengenai ASI eksklusif terutama bagi Ibu menyusui yang akan kembali bekerja. 4. Untuk ibu pekerja, dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan gambaran tentang bagaimana praktik ASI eksklusif di tempat kerja yang mengimplementasikan kebijakan yang mendukung hal tersebut. 5. Untuk tenaga medis, dapat dijadikan sebagai gambaran untuk mendampingi dan mendukung ibu yang bekerja untuk terus memberikan ASI eksklusif meskipun telah kembali bekerja.

8 8 E. Keaslian Penelitian 1. Weber, Janson, Nolan, Wen, dan Russel (2011) melakukan penelitian mengenai persepsi pekerja wanita terhadap dukungan perusahaan untuk pemberian ASI eksklusif di tempat kerja. Tujuan penelitian ini untuk meneliti apa yang dirasakan pekerja wanita di kantor pelayanan kesehatan Australia atas adanya dukungan perusahaan untuk mengkombinasikan pemberian ASI eksklusif dan bekerja. Penelitian ini menggunakan metode cross-sectional survey. Hasilnya adalah wanita pekerja di perusahaan tersebut merasa tidak banyak dukungan yang diberikan untuk mengkombinasikan menyusui dan bekerja dan tidak menerima informasi mengenai kehendak untuk menyusui di tempat kerja. Penelitian yang akan dilakukan juga ingin menilai persepsi pekerja wanita terhadap kebijakan tempat kerja ramah laktasi yang mendukung pemberian ASI di tempat kerja. Akan tetapi metode dan lokasi penelitian yang akan dilakukan berbeda. Metode penelitian yang akan dilakukan menggunakan mixed method, gabungan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Lokasi penelitian yang akan dilakukan bertempat di Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta. 2. Dunn (2004) melakukan penelitian kuantitatif mengenai praktik pemberian ASI Eksklusif di perusahaan-perusahaan Colorado. Tujuan penelitian ini untuk menilai kebijakan yang mendukung dan praktik pemberian ASI eksklusif di perusahaan-perusahaan di Colorado. Hasil dari penelitian tersebut menunjukan bahwa mayoritas perusahaan sudah memberikan dukungan terkait pemberian ASI di tempat kerja diantaranya adalah cuti melahirkan, pilihan bekerja yang lebih fleksibel, adanya tempat

9 9 penyimpanan ASI dan istirahat untuk menyusui. Namun kurang dari 10% perusahaan yang mempunyai kebijakan tertulis tentang pemberian ASI. Selain itu, perusahaan besar lebih cenderung untuk memberikan dukungan dalam pemberian ASI daripada perusahaan yang lebih kecil. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian yang akan dilakukan terletak pada masalah penelitian, metode penelitian, dan populasi penelitian yang berbeda yaitu implementasi kebijakan tempat kerja ramah laktasi di salah satu instansi pemerintahan yang telah menerapkan kebijakan tersebut yaitu Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta dan dilakukan dengan mixed method yaitu gabungan penelitian kualitatif dan kuantitatif. 3. Nurjanah dan Rachmani (2008) melakukan penelitian mengenai implementasi pasal 83 undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang hak menyusui pekerja perempuan selama waktu kerja : analisis perilaku pada institusi kesehatan dan non kesehatan di kota Semarang. Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi faktor predisposing, faktor enabling, dan faktor reinforcing serta menjelaskan korelasi ketiga faktor tersebut terhadap perilaku menyusui. Penelitian ini menggunakan dua metode yaitu kuantitatif dan kualitatif kepada responden ibu menyusui yang bekerja di dua institusi, yaitu Rumah Sakit Dr Karyadi dan Universitas Dian Nuswantoro Semarang. Hasilnya adalah implementasi kebijakan ini dinilai kurang maksimal. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian yang akan dilakukan terletak pada latar belakang masalah, populasi dan subjek penelitian. Latar belakang penelitian yang akan dilakukan membahas

10 10 implementasi kebijakan tempat kerja ramah laktasi. Penelitian ini juga akan dilakukan kepada ibu menyusui yang bekerja di Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta dimana instansi tersebut sudah menerapkan kebijakan yang mendukung ASI eksklusif.