TINJAUAN PUSTAKA Survei dan Pemetaan Tanah Survei dan pemetaan tanah (soil survey and mapping) adalah suatu kegiatan penelitian di lapangan untuk melakukan identifikasi, karakterisasi dan evaluasi sumberdaya tanah/lahan (termasuk keadaan terrain dan iklim) di suatu wilayah, yang didukung oleh data hasil analisis laboratorium. Produk utama survei dan pemetaan tanah adalah peta tanah (soil map) yang menyajikan informasi geospasial sifat-sifat tanah dan penyebarannya pada landscape di suatau wilayah (Hikmatullah et al, 2014). Survei dan pemetaan tanah dilakukan untuk mengetahui penyebaran jenisjenis tanah dan menentukan potensinya untuk bermacam-macam penggunaannya. Potensi tanah ditentukan dengan melakukan interpretasi kemampuan (kesesuaian) lahan dan keadaan lingkungannya. Satuan peta tanah merupakan satuan wilayah yang mempunyai jenis tanah dan faktor lingkungan yang sama (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007). Menurut Rayes (2007) bawah tujuan utama survei tanah adalah: 1. Membuat semua informasi spesifik yang penting tentang tiap-tiap macam tanah terhadap penggunaannya dan sifat-sifat lainnya sehingga dapat ditentukan pengelolaannya. 2. Menyajikan uraian satuan peta sedemikian rupa sehingga dapat diinterpretasikan oleh orang-orang yang memerlukan fakta-fakta mendasar tentang tanah. Interpretasi survei tanah ditujukan untuk:
5 1. Mengubah keterangan yang disajikan dalam peta tanah ke dalam istilah-istilah yang diperlukan dalam perencanaan tataguna lahan. 2. Menjelaskan jenis dan besarnya faktor-faktor penghambat untuk penggunaanpenggunaan lahan tertentu. Dengan demikian, maka dapat diberikan gambaran usaha-usaha apa yang perlu dilakukan agar tanah tersebut dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya. 3. Menentukan potensi tanah untuk penggunaan-penggunaan tertentu. 4. Menentukan cara-cara pengelolaan dan usaha-usaha perbaikan yang diperlukan. 5. Menunjukkan kemungkinan respon dari tanah terhadap pengelolaan dan perlakuan-perlakuan tertentu. (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007). Hasil dari survei tanah adalah peta tanah beserta legenda peta dan laporan. Peta tanah menyajikan informasi tentang jenis (klasifikasi tanah), lokasi (sebaran) dan luasan masing-masing tanah yang terdapat pada masing-masing satuan peta. Uraian beberapa sifat tanah yang penting untuk tiap satuan peta disajikan pada legenda peta tanah. Dalam laporan hasil survei tanah, disajikan latar belakang dan tujuan dilakukannya survei, metode serta hasil interpretasi tanah yang terdapat di daerah tersebut. Hasil interpretasi tanah merupakan prediksi tentang perilaku tanah sebagai respons terhadap berbagai penggunaan dan berbagai jenis tanaman serta respon tanah terhadap pengelolaannya (Rayes, 2007). Peta status hara menggambarkan dan memberikan informasi tentang sebaran dan luasan status hara dalam suatu wilayah. Dari peta tersebut dapat diketahui berapa luas tanah-tanah yang mempunyai status hara rendah, sedang
6 dan tinggi dan di mana lokasinya. Peta status hara merupakan penyederhanaan (simplifikasi) dalam pemanfaatan hasil-hasil penelitian uji tanah (Sofyan et al, 2004). Penggunaan lahan yang optimal memerlukan keterkaitan dengan karakteristik dan kualias lahannya. Hal tersebut disebabkan adanya keterbatasan dalam penggunaan lahan sesuai dengan karakteristik dan kualitas lahannya. Pada peta tanah atau peta sumber daya lahan, hal tersebut dinyatakan dalam satuan peta yang dibedakan berdasarkan perbedaan sifat-sifatnya terdiri dari iklim, landform, tanah dan hidrologi. Pemisahan suatu lahan/tanah penting untuk keperluan analisis dan interpretasi potensi atau kesesuaian lahan bagi suatu tipe penggunaan lahan (Djaenudin et al, 2003) Berdasarkan pendekatan sintetik dan analitik, dalam survei tanah dikenal 3 macam metode survei, yaitu metode grid (menggunakan prinsip pendekatan sintetik), sistem fisiografi dengan bantuan interpretasi foto udara (menggunakan prinsip pendekatan analitik) dan grid bebas yang merupakan penerapan gabungan dari kedua pendekatan tersebut (Rayes, 2007). Metode grid bebas merupakan perpaduan metode grid kaku dan metode fisiografi. Metode ini diterapkan pada survei detail hingga semi detail, foto-foto udara berkemampuan terbatas dan di tempat-tempat yang orientasi di lapangan cukup sulit dilakukan. Pengamatan dilakukan seperti pada grid kaku tetapi jarak pengamatan tidak perlu sama dalam dua arah, tergantung fisiografi daerah survei. Jika terjadi perubahan fisiografi yang menyolok dalam jarak dekat, perlu pengamatan lebih rapat, sedangkan jika landform relatif seragam maka jarak pengamatan dapat dilakukan berjauhan (Rayes, 2007).
7 Tanah Sawah Tanah sawah adalah tanah yang digunakan untuk bertanam padi sawah, baik terus-menerus sepanjang tahun maupun bergiliran dengan tanaman palawija. Istilah tanah sawah bukan merupakan istilah taksonomi, tetapi merupakan istilah umum seperti halnya tanah hutan, tanah perkebunan, tanah pertanian dan sebagainya. Segala macam jenis tanah dapat disawahkan asalkan air cukup tersedia. Kecuali itu padi sawah juga ditemukan pada berbagai macam iklim yang jauh lebih beragam dibandingkan dengan jenis tanaman lain. Karena itu tidak mengherankan bila sifat tanah sawah sangat beragam sesuai dengan sifat tanah asalnya (Hardjowigeno et al, 2004). Proses reduksi dan oksidasi merupakan proses-proses utama yang dapat mengakibatkan perubahan baik sifat mineral, kimia fisika dan biologi tanah sawah. Secara lebih rinci perubahan tersebut antara lain hancurnya suatu jenis mineral tanah oleh proses ferolysis (ferolisis), turunnya ph tanah secara drastis karena teroksidasinya lapisan tanah yang mengandung pirit, terjadinya iluviasi ataupun eluviasi bahan kimia ataupun partikel tanah dan perubahan sifat fisik dan biologi tanah sawah akibat proses pelumpuran dan perubahan drainase tanah (Prasetyo et al, 2004). Ciri khas tanah sawah, yang membedakannya dengan tanah tergenang lainnya, yaitu adanya lapisan oksidasi dibawah permukaan air akibat difusi O 2 setebal 0,8-1,0 cm, selanjutnya lapisan reduksi setebal 25-30 cm dan diikuti oleh lapisan tapak bajak yang kedap air. Selama pertumbuhan tanaman padi akan terjadi sekresi O 2 oleh akar tanaman padi yang menimbulkan kenampakan yang khas pada tanah di sekitar tanaman padi sawah (Mukhlis et al, 2001).
8 Penggenangan pada sistem usaha tani tanah sawah secara nyata akan mempengaruhi perilaku unsur hara esensial dan pertumbuhan serta hasil padi. Perubahan kimia yang disebabkan oleh penggenangan tersebut sangat mempengaruhi dinamika dan ketersediaan hara padi. Transformasi kimia yang terjadi berkaitan erat dengan kegiatan mikroba tanah yang menggunakan oksigen sebagai sumber energinya dalam proses respirasi (Prasetyo et al, 2004). Fosfor (P) Fosfor merupakan salah satu unsur hara yang mutlak dibutuhkan oleh tanaman karena berperan dalam menyimpan dan mentransfer energi serta sebagai komponen protein dan asam nukleat. Oleh fungsi tersebut maka suplai P yang tinggi ditunjukkan oleh perkembangan akar, perkembangan dan buahan yang lebih cepat (Mukhlis, 2014). Sumber utama P larutan tanah, di samping dari pelapukan bebatuan/bahan induk juga berasal dari mineralisasi P-organik hasil dekomposisi sisa-sisa tanaman yang mengimobilisasikan P dari larutan tanah dan hewan. Umumnya kadar P dalam bahan organik adalah 1%, yang berarti dari 1 ton bahan organik tanah bernisbah C/N = 10 (matang) dapat dibebaskan 10 kg P (setara 22 kg TSP). Jika tanah mengandung 1% bahan organik, berarti terdapat 200 kg P-organik/ha, yang dimineralisasikan secara perlahan tergantung aktivitas jasad perombak bahan organik tanah, yang tercermin dari penurunan niasbah C/Nnya (Hanafiah, 2005). Pada tanah sawah yang tergenang, fosfor tersedia lebih tinggi dibandingkan bila tanah dikeringkan. Peningkatan ini disebabkan oleh: a. Reduksi ferri-fosfat menjadi ferro fosfat yang lebih mudah larut
9 b. Tersedianya p-resudance soluble karena lapisan pembalut yang mengelilingi partikel fosfor menjadi larut. c. Hidrolisis beberapa Fe dan Al yang mengikat P di tanah masam, sehingga P yang terfiksasi menjadi tersedia pada ph yang lebih tinggi. d. Meningkatnya mineralisasi P organik di tanah masam, karena proses tersebut akan meningkat pada ph 6-7. e. Meningkatnya kelarutan mineral apatit di tanah berkapur karena ph turun menjadi 6-7. f. Semakin besarnya diffusi H 2 PO - 4 di dalam volume larutan tanah yang lebih besar. (Mukhlis et al, 2011). Tidak seperti nitrogen, pengelolaan P memerlukan strategi jangka panjang. Hal ini disebabkan terutama karena sifat P yang tidak mobil, sehingga P tidak mudah tersedia bagi tanaman dan tidak mudah hilang dari tanah. Dengan demikian cara pengelolaan perlu mempertimbangkan hal-hal berikut: 1. Perubahan ketersediaan hara P alami di tanah. Hal ini terkait dengan penentuan takaran pupuk P yang perlu ditambahkan untuk mencapai keseimbangan hara dalam tanah. 2. Pengaruh penimbunan hara P di tanah sebagai akibat dari pemberian pupuk P secara intensif dan terus menerus. 3. Pemeliharaan tingkat kesuburan dan status hara P tanah pada level optimal, sehingga mampu mencukupi kebutuhan dan tidak menimbulkan kahat hara lain seperti Zn dan N pada tanaman padi. (Abdulrachman dan Sembiring, 2006).
10 Fosfor berguna bagi tanaman padi untuk menumbuhkan anakan, perkembangan akar, awal pembungaan dan pematangan bulir. Hal ini khususnya penting dalam tahap pertumbuhan awal. Penambahan pupuk P diperlukan bila pada sistem tanaman padi akar belum sepenuhnya berkembang dan pemasukan P dari tanah kurang atau sedikit (Doberman dan Fairhurst, 2000). C-organik Bahan organik tanah adalah komponen tanah yang berasal dari makhluk hidup (tumbuhan dan hewan) yang telah mati. Organisme tanah yang masih hidup disebut sebagai biomassa. Walaupun demikian beberapa ahli menggabungkan organisme yang masih hidup (biomassa) dan yang telah mati sebagai bahan organik tanah juga, karena dalam analisis bahan organik tanah sukar dipisahkan antara organiesme yang hidup dan yang telah mati. Umumnya bahan organik di tanah mineral berkisar 0,5-5,0 % (Mukhlis et al, 2011). Bahan organik tanah biasanya menyusun sekitar 5% bobot total tanah, meskipun hanya sedikit tetapi memegang peran penting dalam menentukan kesuburan tanah, baik secara fisik, kimiawi maupun secara biologi tanah. Sebagai komponen tanah yang berfungsi media tumbuh, maka bahan organik juga berpengaruh secara langsung terhadap perkembangan dan pertumbuhan tetanaman dan mikroba tanah, yaitu sebagai sumber energi, hormon, vitamin dan senyawa perangsang tumbuh lainnya (Hanafiah, 2005). Komponen-komponen organik yang ada di dalam tanah inilah yang mempunyai pengaruh sangat besar terhadap perkembangan, tingkat kesuburan dan kelembaban tanah. Oleh karena itu, bahan organik tanah yang merupakan kunci
11 kehidupan di dalam tanah sangat menentukan sifat fisik, kimia maupun biologi tanah tersebut (Nurlaeny, 2015). Karbon adalah komponen utama dari bahan organik. Pengukuran C organik secara tidak langsung dapat menentukan bahan organik melalui penggunaan faktor koreksi tertentu. Kadar C organik tanah cukup bervariasi, tanah mineral biasanya mengandung C organik antara 1% hingga 9 %, sedangkan tanah gambut dan lapisan organik tanah hutan dapat mengandung 40 % sampai 50 % C organik dan biasanya < 1% di tanah gurun pasir (Mukhlis, 2014). Kandungan organik tanah biasanya diukur berdasarkan kandungan Corganik suatu tanah. Kandungan karbon (C) bahan organik bervariasi antara 45 sampai 60%. Kandungan bahan organik dipengaruhi oleh arus akumulasi bahan asli dan arus dekomposisi dan humifikasi yang sangat tergantung kondisi lingkungan (vegetasi, iklim, batuan, timbunan, dan praktik pertanian). Arus dekomposisi jauh lebih penting dari pada jumlah bahan organik yang ditambahkan. Pengukuran kandung bahan organik tanah dengan metode walkley and black ditentukan berdasarkan kandungan Corganik (Foth, 1984). Ketersediaan C organik merupakan faktor pembatas terhadap populasi dan keanekaragaman mikroba pada area rhizosfir. Akibatnya, eksudat akar dalam bentuk C organik yang dapat larut (karbohidrat, protein dan berbagai enzim) yang didistribusikan secara pasif di sepanjang gradient konsentrasi menyebabkan keanekaragaman mikroba pada area rhizosfir lebih tinggi daripada dalam zone tanah non-rhizosfir (Nurlaeny, 2015).