PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman kelapa sawit (Elais guinensis Jacq.) adalah tanaman berkeping satu yang termasuk dalam famili Palmae. Nama genus Elais berasal dari bahasa yunani Elaoin atau minyak sedangkan nama species guinensis berasal dari kata Guinea, yaitu tempat di mana seorang ahli bernama Jacquin menemukan tanaman kelapa sawit pertama kali di pantai Guinea. Salah satu dari beberapa tanaman golongan palm yang dapat menghasilkan minyak adalah kelapa sawit (Elaisguinensis Jacq). Tanaman Elais guinensis Jacq ini juga dikenal dengan nama, kelapa sawit (Melayu), kelapa sewu (Jawa) (Darnoko et al., 2000). Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan salah satu dari beberapa tanaman palma penghasil minyak yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan termasuk industri padat karya. Pengusahaan tanaman ini untuk produksi minyak memiliki beberapa keunggulan, antara lain biaya produksi yang relatif murah, hasil per hektar tinggi, umur produktif yang panjang, serta pemanfaatannya beraneka ragam (Lubis 1992). Tanaman kelapa sawit merupakan salah satu jenis tanaman perkebunan yang menduduki posisi penting dalam sektor pertanian umumnya, dan sektor perkebunan khususnya. Hal ini disebabkan karena dari sekian banyak tananam yang menghasilkan minyak atau lemak, kelapa sawit yang menghasilkan nilai ekonomi terbesar per hektarnya di dunia (Sunarko, 2009). Analisis produktivitas dengan melihat faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan kelapa sawit diperlukan dalam upaya peningkatan produktivitas kelapa sawit (Risza 2009). Analisis faktor yang mempengaruhi produktivitas
kelapa sawit tidak dapat dilakukan secara mudah mengingat banyak faktor yang mempengaruhi. Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kelapa sawit yaitu faktor lingkungan, faktor genetik, dan teknik budidaya (Mangunsoekarjo dan Semangun 2005). Faktor penentu produktivitas kelapa sawit yang akan menjadi bahan kajian penulis yaitu umur tanaman, tenaga kerja panen, curah hujan, dan hari hujan. Kultur jaringan (kuljar) merupakan salah satu metode pemuliaan tanaman yang digunakan untuk perbanyakan tanaman kelapa sawit. Perbanyakan melalui kultur jaringan memungkinkan terjadinya variabilitas genetik pada planlet yang dihasilkan (livy dan Gunawan, 1988). Hutami et al.,(2006) menyatakan bahwa tanaman yang diperbanyak melalui kultur in-vitro dapat menyebabkan variasi somaklonal pada setiap planletnya. Keragaman somaklonal berasal dari keragaman genetik eksplan dankeragaman genetik yang terjadi di dalam kultur invitro. Keragaman genetik yang terjadi di dalam kultur jaringan antara lain disebabkan oleh penggandaan jumlah kromosom (fusiendomitosis), perubahan struktur kromosom (pindah silang), perubahan gen, dan sitoplasma, Untuk mengetahui apakahterdapat keragaman genetik pada tanaman nilam hasilin-vitro dengan tetuanya dapat dilakukan melalui bantuan marka molekuler (Hutami et al., 2006). Keanekaragaman genetik dapat terjadi karena adanya perubahan nukleotida penyusun DNA. Perubahan ini mungkin dapat mempengaruhi fenotipe suatu organisme yang dapat dilihat secara langsung atau mempengaruhi reaksi individu terhadap lingkungan tertentu. Secara umum keanekaragaman genetik dari
suatu populasi dapat terjadi karena adanya mutasi, rekombinasi, atau migrasi gen dari satu tempat ke tempat lain (Suryanto, 2003). Beberapa pendapat menyatakan bahwa mekanisme munculnya abnormalitas berbeda-beda untuk setiap genotip dan klon tanaman kelapa sawit. Pengamatan genotipik pada tingkat DNA tidak dipengaruhi oleh umur tanaman atau faktor lingkungan sehingga sama pada setiap fase atau tahap pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Analisis pada tingkat DNA dapat digunakan untuk deteksi sedini mungkin pada fase pembibitan atau bahkan saat perbanyakan dalam kultur jaringan, khususnya tanaman perkebunan seperti tanaman kelapasawit. Dengan demikian program pemuliaan tanaman dalam melakukan seleksi akan dipercepat, sehingga dapat memberi rekomendasi lebih awal (Yuniastuti et al.,2005). Informasi keragaman genetik sangat diperlukan untuk mendukung kegiatan konservasi. Besarnya keragaman genetik mencerminkan sumber genetik yang diperlukanuntuk adaptasi ekologi dalam jangka waktu pendek dan evolusi dalam jangka panjang. Penanda molekuler banyak digunakan dalam analisis keragaman genetik tanaman, salah satunya adalah Random Amplified Polymorphism DNA (RAPD). RAPD digunakan untuk mengidentifikasi genotipe tanaman karena memiliki kelebihan dalam pelaksanaan dananalisis. RAPD memerlukan ekstraksi DNA, kondisiamplifikasi optimum, dan analisis data yang kesemuanya dapat dilakukan dalam waktu yang relatif cepat ( Poerba dan Yuzammi, 2008). Penanda molekuler banyak digunakan dalam analisis keragaman genetik tumbuhan, salah satunya adalah random amplified polymorphic DNA (RAPD).
Teknik ini digunakan untuk mengidentifikasi genotipe tumbuhan, karena memiliki kelebihan dalam pelaksanaan dan analisisnya. Dibandingkan dengan penanda DNA yang lain, seperti restriction fragment length polymorphisms (RFLP) dan simple sequence repeats (SSR), teknik RAPD lebih murah, mudah dilakukan, cepat memberikan hasil, menghasilkan polimorfisme pita DNA dalam jumlah banyak, tidak memerlukan pengetahuan tentang latar belakang genom yang dianalisis dan mudah memperoleh primer acak yang diperlukan untuk menganalisis genom semua jenis organisme (Tingey et al., 1994). Walaupun metode in kurang sempurna dan memiliki kelemahan dalam konsistensi produk amplifikasi (Jones et al., 1997), tetapi kelemahan ini dapat diatasi dengan mengoptimalkan ekstraksi, dan kondisi PCR serta pemilihan primer yang tepat. Variabilitas genetik sangat mempengaruhi keberhasilan suatu proses seleksi dalam program pemuliaan. Perbaikan tanaman pada dasarnya tergantung dari tersedianya suatu populasi, yang terdiri dari individu-individu yang memiliki susunan genetis berbeda dan memiliki adaptasi yang luas serta keefektifan seleksi terhadap populasi tersebut (Ruchjaniningsih et al., 2002). Keragaman genetik plasma nutfah merupakan salah satu komponen dasar dalam sistemproduksi pertanian, yang merupakan sumber dari sifat-sifat penting untuk perbaikan varietas. Untukmengetahui seberapa besar ragam genetik plasma nutfah yang dimiliki tanaman kelapa sawit asal klon maka perlu dipelajari sifatsifatnya terutama yang dapat membedakan satu dengan lainnya. Sehingga keragaman plasma nutfah dapat dimanfaatkan. Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengetahui keanekaragaman genetik dari tanaman kelapa sawit asal klon
dengan menggunakan teknik Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD), sebagai langkah awal dari pemuliaan tanaman. Plasma nutfah kelapa sawit asal klon yang di tanam di Pusat Seleksi Bangun Bandar PT. SOCFINDO, Desa Martebing, Kecamatan Dolok Masihul, Kabupaten Serdang Bedagai, belum pernah diketahui keragaman genetiknya secara molekuler sehingga basih banyak peluang untuk melakukan penelitian. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk melihat persentase pita polimorfik keragaman genetik pada tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis jacq.)asal klon berdasarkan marka RAPD(Random Amplified Polimorpism DNA). Kegunaan Penulisan Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas sumatera Utara, Medan dan sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.