BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja adalah masa depan bangsa yang akan datang. Remaja yang sehat dan berkualitas menjadi perhatian serius bagi orang tua, praktisi pendidikan ataupun remaja itu sendiri. Remaja yang sehat adalah remaja yang produktif dan kreatif sesuai dengan tahap perkembangannya. Oleh karena itu, pemahaman terhadap tumbuh kembang remaja sangat penting untuk menilai keadaan remaja (Aryani, 2010). Batasan usia remaja menurut WHO adalah 10 sampai 19 tahun (Aryani, 2010) menurut Depkes RI, 10 sampai 19 tahun dan belum kawin, menurut BKKBN, 10 sampai 19 tahun. Masa remaja adalah masa transisi yang ditandai oleh adanya perubahan fisik dan psikis, yakni suatu periode masa pematangan organ reproduksi manusia (Widyastuti, 2009). Menarche adalah menstruasi pertama kali yang dialami remaja putri biasanya terjadi dalam rentang usia 10-16 tahun yang merupakan pergantian fase kehidupan dari masa kanak-kanak menjadi masa usia remaja (Proverawati, 2009). Seorang wanita akan mengalami menarche yang diikuti pertumbuhan fisik ditandai oleh pertumbuhan payudara, pertumbuhan rambut daerah pubis dan aksila serta panggul mulai melebar dan membesar, selain itu organ reproduksi yang berada di dalam juga mengalami perkembangan dan perubahan untuk mempersiapkan haid pertama (Lestari, 2011). 1
Di Amerika Serikat, sekitar 95% wanita remaja mempunyai tanda-tanda pubertas dengan menarche pada umur 12 tahun dan umur rata-rata 12,5 tahun yang diiringi dengan pertumbuhan fisik saat menarche. Di Maharashtra, India rata-rata usia menarche pada anak perempuan adalah 12,5 tahun. 24,92% menarche dini (10-11 tahun, 64,77% menarche ideal (12-13 tahun) dan 10,30% menarche terlambat (14-15 tahun) (Rokade et al. 2009). Di Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara, seorang wanita remaja mendapat menarche rata-rata pada usia 12 tahun dan ada juga yang baru berusia 8 tahun sudah memulai siklus haid namun jumlah ini sedikit sekali. Usia paling lama mendapat menarche adalah 16 tahun. Usia mendapat menarche tidak pasti atau bervariasi, akan tetapi terdapat kecenderungan bahwa dari tahun ke tahun wanita remaja mendapat haid pertama pada usia yang lebih muda (Lestari, 2011). Hasil penelitian Ezra et al (2003), di SLTP Negeri 1 Indralaya menunjukkan bahwa usia rata-rata remaja putri saat mengalami menarche adalah 12,46 tahun. Sekitar 12% subjek mengalami menarche pada usia 14 tahun, 42% pada usia 13 tahun, 30% pada usia 12 tahun, 12% pada 11 tahun, dan 4% pada usia 10 tahun. Ada 23 orang dari subjek penelitian merasa takut karena nasehat orang tua mereka bahwa tidak boleh dekat-dekat dengan teman laki-laki, tidak siap, takut orang lain tahu, bingung bagaimana cara membersihkan, takut melihat darah, takut dimarahi, takut darah haid tersebut sebagai suatu penyakit, bingung menjelaskan pada orang lain, takut kehabisan darah, dan belum tahu sama sekali apa itu menstruasi. Viyantimala (2001), mengatakan rata-rata usia menarche siswi SLTP di perkotaan adalah 11,93 tahun sedangkan siswi SLTP di pedesaan rata-rata usia
menarche 13,08 tahun, berarti datangnya menarche siswi SLTP perkotaan lebih awal dibandingkan dengan siswi SLTP pedesaan. Setiap wanita remaja pasti akan mengalami menarche (haid pertama). Kebiasaan rutin itu akan terus berlangsung setiap bulan sehingga disebut datang bulan, namun wanita sering mengalami banyak masalah dengan tamu yang teratur datang tiap bulan ini. Mulai dari ketidaksiapan, tidak nyaman, cemas dan hal-hal lain (Lestari, 2009). Hasil penelitian Roasih (2009), perubahan remaja putri secara mental pada saat mengalami haid adalah dimana anak sudah tidak dikatakan lagi sebagai anak anak ditandai dengan pertumbuhan secara cepat anak menjadi dewasa. Perilaku saat remaja menarche adalah biasanya remaja mudah tersinggung, minder, melamun, malas beraktivitas, murung di kamar dan berkhayal. Perilaku remaja saat menarche sering berubah dan tidak menentu kadang ceria dan kadang sedih. Pada masa remaja terjadi perubahan organ fisik secara cepat dan tidak seimbang dengan perubahan kejiwaan yang membingungkan remaja sehingga perlu adanya pengertian, bimbingan dan dukungan dari lingkungan sekitarnya, agar dalam sistem perubahan tersebut terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang sehat jasmani, rohani dan sosial (Widyastuti, 2009). Haid pertama (menarche) pada remaja wanita sering menimbulkan reaksi yang hebat, menarche tidak hanya merupakan suatu peristiwa fisiologis, akan tetapi tanda menginjak kedewasaan dan menjadi seorang wanita dengan sifat dan tanda kewanitaannya. Reaksi positif merupakan reaksi yang memberikan suatu tanda
menghargai tercapainya peristiwa pendewasaan yang diperoleh dari ucapan-ucapan yang berisikan pujian maupun pesta sebagai pemberitahuan sudah dewasa. Reaksi negatif merupakan reaksi yang dihubungkan dengan keluhan-keluhan dan caci maki yang menyertai datangnya haid karena disertai sakit kepala, sakit pinggang dan sebagainya, keluhan yang menyebabkan badan kurang enak sehingga tidak puas dengan keadaan dan menyesali dilahirkan sebagai wanita (Gunarsa, 2003). Pemahaman remaja akan kesehatan reproduksi menjadi bekal bagi remaja dalam berperilaku sehat dan bertanggung jawab. Belum semua remaja memperoleh informasi yang cukup dan benar tentang kesehatan reproduksi. Keterbatasan pengetahuan dan pemahaman dapat membuat remaja kearah perilaku beresiko, adanya anggapan melakukan hubungan seks sekali tidak terjadi kehamilan merupakan cerminan belum memahami proses terjadinya kehamilan (Muadz, 2009). Hasil penelitian Delfina (2010), tingkat pengetahuan remaja putri di SMP St. Thomas 1 Medan tentang menarche berdasarkan sudah belumnya menarche menunjukkan bahwa sebagian besar remaja putri yang memiliki pengetahuan yang baik sudah menarche dan remaja putri yang memiliki pengetahuan kurang belum menarche artinya menarche baru dipahami setelah dialami, sebaiknya pemahaman sudah dipunyai sebelum remaja mengalami menarche. Hasil penelitian Leliana (2010), pengetahuan remaja putri SD Al-Azhar Medan terhadap kesiapan dalam menghadapi menarche menunjukkan bahwa responden yang memiliki pengetahuan baik sebanyak 21 orang (95,5%) dengan sikap positif dalam menghadapi menarche, pengetahuan baik dengan sikap negatif
sebanyak 1 orang (4,5%), pengetahuan tidak baik 12 orang (63,2%) dengan sikap positif dalam menghadapi menarche, sedangkan pengetahuan tidak baik dengan sikap negatif dalam menghadapi menarche sebanyak 7 orang (36,8%) menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara pengetahuan remaja putri terhadap kesiapan dalam menghadapi menarche. Penelitian Wulandari (2008), peran orang tua mempunyai hubungan dengan persepsi remaja putri tentang menarche, peran orang tua yang baik dalam pemahaman menstruasi dan permasalahannya cenderung akan memberikan persepsi remaja putri yang baik tentang menarche dibandingkan peran orang tua yang kurang baik. Peran ibu terhadap remaja putri pada saat menarche sebagai pendidik dan pemberian asuhan dalam keluarga meliputi perawatan haid, perawatan genetalia, keluhan fisik, keluhan psikis. Pada perawatan haid diberikan wawasan masalah haid, pada perawatan genetalia di berikan pengetahuan tentang merawat tubuh terutama daerah kemaluan. Keluhan fisik meliputi sakit perut, pusing, sakit pinggang, mual dan mules, pegel pegel, pinggang terasa mau putus, sedangkan pada keluhan psikis remaja merasa kaget dan takut (Roasih, 2009). Gadis remaja belajar tentang haid umumnya dari ibu namun tidak semua ibu memberikan informasi yang memadai kepada remaja dan sebagian enggan membicarakan secara terbuka sampai anak remaja mengalami haid pertama (menarche). Hal ini menimbulkan kecemasan pada remaja bahkan sering tumbuh keyakinan bahwa haid itu sesuatu yang tidak menyenangkan, merasa malu dan menganggap penyakit jika saat haid merasa letih dan terganggu. Penelitian di Sidney
pada tahun 1984, dari 1200 gadis remaja yang diteliti, lebih tiga perempat mengatakan jika ada metode yang aman, mereka lebih suka tidak mengalami haid (Jones, 2009). Harapan orang tua pada remaja menarche itu tentunya cara bersosialisasi salah satunya adalah di harapkan anak tidak salah dalam bergaul, rasa tanggung jawab itu meliputi jaga diri, jaga kehormatan, jadi wanita sholekha dan punya rasa tanggung jawab. Pada penerapan etika meliputi berbicara sopan dan diharapkan anak supaya mudah tersenyum pada orang lain. Tanggung jawab itu sendiri sudah menjadi bagian dari kehidupan manusia. Suasana keluarga dalam perkembangan anak dan masa remaja dalam mempersiapkan kedewasaannya besar pengaruhnya, baik secara langsung maupun tidak langsung (Gunarsa, 2003). Keluarga kelas menengah yang hidup di kota-kota besar di Indonesia cenderung untuk bertempat tinggal di wilayah-wilayah berpenduduk padat. Pola keluarga tersebut rata-rata adalah keluarga besar dengan organisasi kerjasama yang erat, dan kegiatan yang bertujuan pada kepentingan bersama serta nilai yang agak mementingkan nilai kebendaan, oleh karena keluarga menengah berada pada posisi antara keluarga rendah dengan keluarga tinggi sehingga keluarga tinggilah menjadi idealnya. Keluarga kelas tinggi ditandai dengan orientasi nilai kebendaan yang sangat besar serta pola kehidupan konsumtif yang sangat tinggi. Keadaan keluarga yang rata-rata besar, maka emosionalpun tertuju pada anak-anak secara menyeluruh
sehingga penanganan khusus yang diperlukan anak terlepas dari pusat perhatian akibatnya seorang anak yang memerlukan perhatian merasa dirinya tidak diacuhkan (Soekanto, 2004). Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan di SD Negeri No. 066433 pada 8 siswa yang berusia 11 tahun dan belum mendapat haid pertama (menarche), belum memiliki pengetahuan tentang haid pertama, dimana dari keluarga belum penyampaian informasi tentang haid pertama sehubungan dengan remaja putri belum mendapat haid pertama Berdasarkan survei pendahuluan dan beberapa penelitian terdahulu yang telah disebutkan di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti Pengaruh Fungsi Keluarga terhadap Pemahaman Remaja Putri usia Sekolah Dasar tentang menarche di SD Negeri No 066667 dan SD Negeri No 066433 Kota Medan tentang Menarche di Kota Medan. 1.2 Permasalahan Dari latar belakang yang telah diuraikan, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah kurangnya pemahaman remaja putri tentang menarche yang diduga berkaitan dengan peran keluarga dalam mengantisipasi masalah tersebut. 1.3 Tujuan Penelitian menarche. Mengetahui kaitan fungsi keluarga dengan pemahaman remaja putri tentang
1.4 Hipotesis Ada pengaruh fungsi keluarga (fungsi keagamaan, cinta kasih, perlindungan, reproduksi, sosialisasi dan pendidikan) terhadap pemahaman remaja putri usia Sekolah Dasar tentang menarche di SD Negeri No 066667 dan SD Negeri No 066433 Kota Medan 1.5 Manfaat Penelitian 1. Masukan bagi lembaga Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, BKKBN, sebagai pengambil kebijakan untuk melaksanakan upaya meningkatkan fungsi keluarga agar remaja putri memperoleh pemahaman yang benar tentang menarche untuk kelangsungan perkembangan reproduksi selanjutnya. 2. Menambah khasanah keilmuan dan data kepustakaan, terutama yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi remaja khususnya dalam mempersiapkan pemahaman remaja putri tentang menarche.