BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sub sektor peternakan memiliki peran yang cukup strategis terutama kontribusinya terhadap PDB, penyerapan tenaga kerja, penyedia bahan pangan, bahan energi, pakan dan bahan baku industri, serta sumber pendapatan di pedesaan. Dengan semakin pesatnya pertambahan penduduk Indonesia maka permintaan akan daging ternak akan semakin bertambah pula. Kebutuhan konsumsi daging dari tahun ke tahun terus meningkat sementara hewan ternak yang dikembangkan para petani sampai saat ini pola pemeliharaannya masih banyak yang tradisional dan perkembangan populasi ternak dinilai melamban. Hal ini tentunya berakibat terhadap ketersediaan daging ternak. Dalam kerangka pembangunan ekonomi wilayah, terlihat bahwa peran sub sektor peternakan sangat strategis dan memiliki kaitan kuat dari hulu maupun hilir dibandingkan dengan sektor lainnya. Peran strategis tersebut perlu dioptimalkan sejalan dengan strategi pemerintah membangun enam Koridor Pembangunan Ekonomi Indonesia (KPEI). Peran strategis tersebut harus dipahami oleh aparat perencana, agar produk perencana dapat akomodatif terhadap kebutuhan daerah dan aspirasi masyarakat. Secara makro, sasaran pembangunan sub sektor peternakan Direktorat Jenderal PKH tahun 2012 menargetkan pertumbuhan PDB sebesar RP 35,2 trilyun, penyerapan tenaga kerja 3,44 juta orang atau penambahan tenaga kerja yang diserap sebanyak 128,87 ribu orang. Sedangkan sasaran teknis yang
mencakup produksi dan pertumbuhan populasi komoditas utama peternakan pada tahun 2012 dari 10 komoditas ternak, target peningkatan pertumbuhan populasi tertinggi adalah ternak sapi perah sebesar 6,40% disusul ternak sapi potong sebesar 5,73%, ternak domba sebesar 5,07%, dan peningkatan pertumbuhan populasi terendah adalah komodi atas ternak kerbau yang hanya sebesar 1,02%. Tabel 1.1. memperlihatkan bahwa target ternak sapi potong diharapkan menjadi penyumbang daging terbesar dari kelompok ruminansia karena dari perhitungan jumlah populasi ternak dikali dengan bobot ternak maka total produktivitas tertinggi terdapat pada ternak sapi potong, sehingga wajar apabila perhatian pemerintah dalam mengejar swasembada daging tertuju pada upaya pengembangan ternak sapi potong. Tabel 1.1. Target Peningkatan Populasi Terhadap 10 Komoditas Ternak (ekor) No Komoditas 2010 2011 2012 r (%) (1) (2) (3) (4) (5) (6) 1 Sapi Potong 14.229.693 15.175.179 15.995.946 5,73 2 Sapi Perah 582.207 603.852 630.326 6,40 3 Kerbau 1,302.100 1,311.021 1.319.842 1,02 4 Kambing 16.110.710 16.770.712 17.503.717 4,32 5 Domba 10.637.237 11.149.019 11.743.923 5,07 6 Babi 6.881.706 6.951.965 7.029.107 1,07 7 Ayam Buras 281.803.147 291.433.901 303.973.838 3,86 8 Ayam ras Patelur 114.756.605 117.543.521 120.428.498 2,44 9 Ayam ras Pedaging 916.425.428 940.037.733 959.795.757 2,34 10 Itik 37.950.686 39.016.892 40.315.144 3,07 Sumber : Data Dirjen PKH 2012 Menurut berita harian Kompas 12 September 2012 bahwa konsumsi daging sapi perkapita nasional adalah sebesar 1,87 kg perkapita pertahun. Angka ini termasuk rendah dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia Tenggara.
Konsumsi yang rendah ini pun, Indonesia memerlukan setidaknya 448.000 ton daging sapi per tahun. Dari jumlah tersebut, baru sekitar 85% yang dapat dipenuhi oleh produksi daging sapi dalam negeri dan sisanya masih berasal dari impor negara lain. Hal ini amatlah mengkhawatirkan mengingat dengan bergantungnya negara kita terhadap suplai impor, maka posisi tawar kita dalam pencaturan politik dunia menjadi lebih lemah. Selain itu, impor dari negara lain juga membuka peluang bagi masuknya penyakit-penyakit ternak yang belum pernah ada sebelumnya di Indonesia. Oleh karena itu, untuk mencegah hal ini, Kementerian Pertanian Indonesia melalui Direktorat Jenderal PKH mencanangkan program PSDSK ( Program Swasembada Daging Sapi dan Kerbau ). Sebelumnya, program ini dicanangkan untuk tahun 2010, tetapi karena satu dan lain hal direvisi menjadi tahun 2014. Beberapa strategi yang ditempuh Direktorat Jenderal PKH untuk pencapaian Program Swasembada Daging Sapi dan Kerbau tahun 2010-2014 adalah : 1. Memperlancar arus produk peternakan melalui peningkatan efisiensi distribusi. 2. Meningkatkan daya saing produk peternakan dengan memanfaatkan sumber daya lokal. 3. Memperkuat regulasi untuk melindungi peternak dalam negeri. 4. Meningkatkan koordinasi dan kerjasama antar sektor terkait serta networking antar daerah. 5. Meningkatkan promosi produk peternakan untuk ekspor.
Menurut Yasin (2013), jika Indonesia akan berswasembada daging, berarti sekitar 90% kebutuhan daging harus dipasok dari ternak potong dalam negeri secara berkesinambungan, sedang sisanya dapat diimpor. Namun dibalik rencana terlaksananya swasembada daging ditahun 2014, ada beberapa tantangan yang dihadapi, baik bersifat internal maupun eksternal. Beberapa tantangan tersebut antara lain adalah sikap skeptis dan pesimis dari beberapa kalangan baik dari pelaku usaha maupun akademisi, bahwa Indonesia tidak mungkin mencapai swasembada daging sapi. Selain itu, upaya pemerintah yang telah berinisiatif melaksanakan pendataan sapi potong, sapi perah dan kerbau tahun 2011 namun hasilnya tidak serta-merta mampu meyakinkan para pelaku usaha. Para pelaku usaha cenderung membesar-besarkan nilai riil konsumsi daging perkapita yang disebutkan mendekati angka ideal 4,5 kg/perkapita/tahun. Padahal hitungan pemerintah tentang konsumsi perkapita pertahun tersebut di bawah 2kg/kapita/tahun Capaian target swasembada daging Tahun 2014 sangat tergantung pada kesuksesan industri pembibitan sapi, industri feedlot dan penggemukan, industri rumah potong hewan serta industri pengolahan berbasis daging sapi. Tantangan nyata yang sekarang dihadapi meliputi ketersediaan pakan, budidaya ternak, pemasaran, distribusi dan transportasi. Selaku pihak swasta yang berpengaruh secara nasional, APFINDO (Asosiasi Produsen Daging dan Feedlot Indonesia) sangat mendukung program Swasembada daging 2014, antara lain meliputi usaha impor sapi bakalan untuk digemukan minimal 60 hari sebagai pendukung program tunda potong sapi jantan lokal dan pengurangan laju pemotongan betina produktif lokal, penggandaan
sumber daya ternak sapi mencapai 40% dalam bentuk daging segar guna mengatasi kekurangan produksi daging dalam negeri, penyerapan sapi bakalan lokal, integrasi RPH dengan produksi dan pengolahan daging, upaya menghasilkan daging segar yang memenuhi kaidah ASUH (aman, sehat, utuh, halal ), subsitusi impor daging untuk dikembangbiakan guna menambah populasi sapi di dalam negeri, khususnya indukan untuk dikembangkan lebih lanjut, serta penyerapan dan penyelamatan pemotongan sapi betina produktif lokal. Dalam upaya mewujudkan swasembada daging 2014, Dirjen PKH bekerja sama dengan BPS melakukan pendataan jumlah ternak sapi dan kerbau melalui kegiatan sensus ternak Pendataan Sapi Potong, Sapi Perah dan Kerbau (PSPK) yang dilaksanakan secara serentak diseluruh wilayah Indonesia pada tanggal 1 Juni 2011. Kerjasama tersebut dilakukan untuk mengetahui jumlah ternak sapi dan kerbau secara akurat juga melihat karakteristik ternak tersebut, karena selama ini data yang ada sangat beragam sehingga sulit menggunakannya sebagai acuan untuk mengetahui jumlah dan karakteristik ternak yang sebenarnya. Berdasarkan data sensus ternak sapi dan kerbau di Provinsi Sumatera Utara, diperoleh jumlah populasi sapi potong sebanyak 541.698 ekor dengan jumlah peternak sebanyak 113.806 rumahtangga. Data tersebut menunjukkan populasi ternak terbesar berada di Kabupaten Langkat dengan jumlah ternak 139.457 ekor, disusul Kabupaten Simalungun dengan jumlah populasi 98.335 ekor, kemudian Kabupaten Asahan dan Deli Serdang masing-masing sebesar 67.633 ekor dan 60.278 ekor. Kabupaten Deli Serdang merupakan penghasil ternak sapi potong terbesar nomor 4 (empat) di Sumatera Utara, menjadikan daerah ini sebagai salah satu
harapan pemerintah dalam upaya mendukung program-program peningkatan percepatan swasembada daging tahun 2014 melalui peternakan sapi potong. Berdasarkan data PDRB BPS Kabupaten Deli Serdang Tahun 2011, laju pertumbuhan ternak sapi di Kabupaten Deli Serdang adalah sebesar 6,74% masih lebih tinggi dari target nasional yang ditetapkan dirjen PKH yakni sebesar 5,73%. Tabel 1.2. Populasi Ternk Sapi Potong Menurut Rumah Tangga per Kecamatan di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2011. No Kecamatan Populasi R. Tangga Sapi Potong Pemelihara Persentase (1) (2) (3) (4) (5) 1 Gunung Meriah 18 6 0,03% 2 STM Hulu 127 50 0,21% 3 Sibolangit 156 52 0,26 % 4 Kutalimbaru 4.862 1.414 8,07 % 5 Pancur Batu 5.534 1.463 9,18 % 6 Namo Rambe 2.404 672 3,99 % 7 Biru-biru 642 216 1,07 % 8 STM Hilir 7.032 307 11,67 % 9 Bangun Purba 2.964 574 4,92 % 10 Galang 1.442 328 2,39 % 11 Tanjung Morawa 1.845 311 3,06 % 12 Patumbak 1.902 221 3,16 % 13 Deli Tua 514 66 0,85 % 14 Sunggal 3.956 1.077 6,56 % 15 Hamparan Perak 14.591 3.359 24,21 % 16 Labuhan Deli 1.165 296 1,93 % 17 Percut Sei Tuan 5.105 612 8,47 % 18 Batang Kuis 1.584 280 2,63 % 19 Pantai Labu 745 152 1,24 % 20 Beringin 1.702 290 2,82 % 21 Lubuk Pakam 605 74 1,00 % 22 Pagar Merbau 1.383 164 2,29 % Kabupaten Deli Serdang 60.278 11.984 100,00 % Sumber : Data BPS Hasil PSPK 2011 Tabel 1.2 menunjukkan populasi ternak di Kabupaten Deli Serdang yang tersebar di seluruh kecamatan. Jumlah ternak sapi potong terbanyak berada di
Kecamatan Hamparan Perak dengan jumlah 14.591 ekor atau sekitar 24,21%, kemudian Kecamatan STM Hilir sebanyak 7.032 ekor atau 11,67% sedangkan di Kecamatan lainnya jumlah ternak sapi bervariasi dan populasinya di bawah 10%. Dari data PDRB Kabupaten Deli Serdang Tahun 2011, sumbangan untuk sektor pertanian hanya sebesar 16,44%, dan salah satunya diperoleh dari sub sektor peternakan yang hanya menyumbang 0,76% dari total PDRB Kabupaten Deli Serdang atau sebesar Rp. 229,38 Milyar, dari total PDRB Kabupaten Deli Serdang yang berjumlah Rp 45.125,83 Milyar. Walaupun populasi ternak sapi Kabupaten Deli Serdang berada pada urutan ke 4 (empat) di Sumatera Utara, tetapi nyatanya sumbangan terhadap PDRB Kabupaten Deli Serdang hanya sebesar 0,76% sementara pada kenyataannya usaha ini telah banyak menyerap tenaga kerja. Oleh karena itu, apabila usaha peternakan ini dapat ditingkatkan lebih baik lagi, maka selain potensinya yang cukup besar ini masih dapat dikembangkan, juga tenaga kerja yang diserap akan lebih banyak lagi sehingga mendorong pengembangan potensi wilayah di Kabupaten Deli Serdang sebagai akibat peningkatan pertumbuhan ekonomi dari sub sektor peternakan sapi. 1.2. Perumusan Masalah Dari uraian tersebut di atas maka beberapa yang perlu diketahui yang menjadi pokok permasalahan penelitian ini yaitu : 1. Faktor-faktor produksi apa sajakah yang mempengaruhi produksi ternak sapi potong di Kabupaten Deli Serdang? 2. Bagaimanakah keadaan skala usaha ternak sapi potong di Kabupaten Deli Serdang?
3. Bagaimanakah efisiensi penggunaan input usaha ternak sapi potong di Kabupaten Deli Serdang? 4. Bagaimana peran produksi ternak sapi potong dalam pengembangan wilayah dilihat dari peningkatan pendapatan peternak, peningkatan tenaga kerja, peningkatan produksi pakan, peningkatan permintaan obat di Kabupaten Deli Serdang? 1.3. Tujuan Penelitian Sesuai dengan latar belakang dan permasalahan penelitian maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Menganalisis faktor-faktor produksi yang berpengaruh positif terhadap produksi ternak sapi potong di Kabupaten Deli Serdang. 2. Menganalisis keadaan skala usaha ternak sapi potong di Kabupaten Deli Serdang. 3. Menganalisis efisiensi penggunaan input usaha ternak sapi potong di Kabupaten Deli Serdang. 4. Menganalisis produksi ternak sapi potong dalam pengembangan wilayah dilihat dari peningkatan pendapatan peternak, peningkatan tenaga kerja, peningkatan produksi pakan, peningkatan permintaan obat di Kabupaten Deli Serdang. 1.4. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini digunakan untuk : 1. Sebagai bahan rujukan/referensi untuk pembaca, pelaku usaha dan peminat ternak sapi potong untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang berpengaruh
terhadap produksi ternak sapi potong sehingga produktivitas ternak bisa lebih meningkat, efisiensi usaha bisa ditekan dan pendapatan petani terus meningkat yang pada akhirnya akan berdampak terhadap pengembangan wilayah. 2. Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pemerintah daerah setempat dalam membuat kebijakan yang akan dilakukan.