perundungan (bullying) % (Fleming, 2009). Penelitian Ates & Yagmurlu,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakangMasalah. dalam mengantarkan peserta didik sehingga dapat tercapai tujuan yang

BAB I PENDAHULUAN. Nilai-nilai keagamaan yang diajarkan, di pesantren bertujuan membentuk

BAB I PENDAHULUAN. terselenggara apabila dipengaruhi oleh suasana kondusif yang diciptakan oleh

INTENSITAS TERKENA BULLYING DITINJAU DARI TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT DAN INTROVERT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Maraknya kasus-kasus kekerasan yang terjadi pada anak-anak usia sekolah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan periode baru didalam kehidupan seseorang, yang

BAB 1 PENDAHULUAN. lingkungan sekolah, banyak siswa yang melakukan bullying kepada siswa lainnya

BAB I PENDAHULUAN. meneruskan perjuangan dan cita-cita suatu negara (Mukhlis R, 2013). Oleh karena

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menyajikan hal-hal yang menjadi latar belakang penelitian,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ditemui baik melalui informasi di media cetak maupun televisi. Selain tawuran

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan, pendidikan dan mengasihi serta menghargai anak-anaknya (Cowie

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku dan segala sifat yang membedakan antara individu satu dengan individu

BAB I PENDAHULUAN. ukuran fisik, tapi bisa kuat secara mental (Anonim, 2008). Bullying di

H, 2016 HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DAN KONTROL DIRI DENGAN PERILAKU BULLYING

I. PENDAHULUAN. Kata kekerasan sebenarnya sudah sangat sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Anak usia sekolah (6-12 tahun) disebut juga sebagai masa anak-anak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan sebuah lembaga atau tempat yang dirancang untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan mental adalah keadaan dimana seseorang mampu menyadari

BAB I PENDAHULUAN. mengatakan mereka telah dilukai dengan senjata. Guru-guru banyak mengatakan

BAB I. Pendahuluan. I.A Latar Belakang. Remaja seringkali diartikan sebagai masa perubahan. dari masa anak-anak ke masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sekolah merupakan lembaga formal yang dirancang untuk

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kesehatan mental individu. Bullying bisa berupa berbagai bentuk dan

BAB I PENDAHULUAN. Individu sebagai makhluk sosial membutuhkan interaksi dengan lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. yang kompleks yang merupakan hasil interaksi berbagai penyebab dari keadaan

III. METODE PENELITIAN. penelitian adalah pada Tahun Ajaran 2013/2014. yaitu metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. batas kewajaran. Kekerasan yang mereka lakukan cukup mengerikan, baik di

BAB I PENDAHULUAN. Nurul Fahmi,2014 EFEKTIVITAS PERMAINAN KELOMPOK UNTUK MENGEMBANGKAN PENYESUAIAN SOSIAL SISWA

UPAYA MENGURANGI PERILAKU BULLYING DI SEKOLAH DENGAN MENGGUNAKAN LAYANAN KONSELING KELOMPOK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan salah satu tempat bertumbuh dan berkembangnya

BAB III METODE PENELITIAN. teori yang dikembangkan oleh Coloroso (2006:43-44), yang mengemukakan

PENGARUH KONFORMITAS DAN HARGA DIRI TERHADAP KECENDERUNGAN MENJADI KORBAN KEKERASAN (BULLYING VICTIM) PADA REMAJA

TESIS Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakang. individu khususnya dibidang pendidikan. Bentuk kekerasan yang sering dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. ini dibuktikan oleh pernyataan Amrullah, Child Protection Program

BAB I PENDAHULUAN. kognitif, dan sosio-emosional (Santrock, 2007). Masa remaja (adolescence)

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. aspek kehidupan terutama dalam bidang pendidikan. Terselenggaranya layanan

BAB I PENDAHULUAN. masalah penyesuaian diri lainnya Damon dkk (dalam Santrock, 2003). Menurut

BAB III METODE PENELITIAN

JURNAL THE EFECTIVENESS OF SOCIODRAMA TECHNIQUE TO MINIMIZE HIGH BULLYING BEHAVIOR AT EIGHT GRADE OF SMPN 2 PAPAR ACADEMIC YEAR 2016/2017

BAB I PENDAHULUAN. Bullying juga didefinisikan sebagai kekerasan fisik dan psikologis jangka

BAB I PENDAHULUAN. patut di junjung tinggi serta harus mendapatkan hak-haknya tanpa harus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kegiatan belajar dengan aman dan nyaman. Hal tersebut dapat terjadi, karena adanya

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel-variabel Penelitian. B. Definisi Operasional Variabel Penelitian

Pengaruh Role Play dalam Konseling Kelompok untuk Menurunkan Tingkat Bullying Siswa

SELF ESTEEM KORBAN BULLYING (Survey Kepada Siswa-siswi Kelas VII SMP Negeri 270 Jakarta Utara)

BAB IV PERSIAPAN DAN PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. peserta didik. Banyak yang beranggapan bahwa masa-masa sekolah adalah masa

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: B. Definisi Operasional

HUBUNGAN ANTARA ASERTIFITAS DENGAN KECENDERUNGAN MENGALAMI KEKERASAN EMOSIONAL PADA PEREMPUAN YANG BERPACARAN SKRIPSI

BAB III METODE PENELITIAN

Pengaruh Role Play dalam Konseling Kelompok untuk Menurunkan Tingkat Bullying Siswa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tempat yang terdekat dari remaja untuk bersosialisasi sehingga remaja banyak

BAB III METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. siswa atau murid di lingkungan sekolahnya. Masalah yang sering muncul

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Cara Pemilihan Contoh

BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN. A. Orientasi Kancah dan Persiapan. kecerdasan emosi dengan kecenderungan perilaku bullying pada siswa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini sering kita dengar tentang banyaknya kasus kekerasan yang

I. PENDAHULUAN. berkembang melalui masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa hingga. Hubungan sosial pada tingkat perkembangan remaja sangat tinggi

I. PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa manusia menemukan jati diri. Pencarian. memiliki kecenderungan untuk melakukan hal-hal diluar dugaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. serta kebutuhan memungkinkan terjadinya konflik dan tekanan yang dapat

EFEKTIVITAS TEKNIK BIBLIOKONSELING UNTUK MENINGKATKAN PERILAKU ASERTIF SISWA KELAS X SMAN LOCERET NGANJUK TAHUN PELAJARAN 2016/2017

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NUSANTARA PGRI KEDIRI 2016

LAYANAN KONSELING KELOMPOK UNTUK MENURUNKAN PERILAKU AGRESIF PADA PESERTA DIDIK DI SMP MUHAMMADIYAH PALANGKARAYA

BAB I PENDAHULUAN. masalah yang ringan seperti mencontek saat ujian, sampai pada perkelahian

BAB I PENDAHULUAN. hubungan dengan manusia lain. Hubungan antar manusia dapat terjalin ketika

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain. Untuk mewujudkannya digunakanlah media

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

PENGARUH KONSELING KELOMPOK DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK MENULIS JURNAL UNTUK MENGURANGI PERILAKU BULLYING

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel-variabel Penelitian. 1. Variabel tergantung : Stres kerja

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. 2010). Hal tersebut sejalan dengan Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Mengingat pentingnya pendidikan pemerintah membuat undang-undang

Upaya Mengurangi Perundungan melalui Penguatan Bystanders di SMP B Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. memiliki konsep diri dan perilaku asertif agar terhindar dari perilaku. menyimpang atau kenakalan remaja (Sarwono, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. pengaruh antara pendidik dengan yang di didik (Sukmadinata, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan

BAB I PENDAHULUAN. berdampingan, manusia membutuhkan adanya interaksi sosial.

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan perhitungan-perhitungan statistik mengenai tingkat efektivitas

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan studi eksperimental dengan desain pre-test

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan adalah bertujuan mengetahui efektivitas

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II. KAJIAN KONSEPTUAL TENTANG PROGRAM BIMBINGAN KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN KECERDASAN EMOSIONAL SISWA

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan mampu melanjutkan estafet pembangunan bangsa ini. Namun,

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis Penelitian ini menggunakan penelitian eksperimen. Penulisan

BAB I PENDAHULUAN. suatu masa perubahan, usia bermasalah, saat dimana individu mencari identitas

PEDOMAN OBSERVASI FENOMENA KORBAN PERILAKU BULLYING PADA REMAJA DALAM DUNIA PENDIIDKAN

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena kekerasan di sekolah ibarat gunus es yang hanya tampak dipermukaan saja. Hal ini sangatlah memprihatinkan mengingat lembaga pendidikan yang sepatutnya menjadi tempat bagi siswa untuk menyelesaikan masalah secara edukatif, tetapi masih banyak dijumpai perilaku kekerasan. Pada tahun 2001 Olwes melakukan penelitian terhadap 140.000 orang siswa dari 715, dan hasilnya terungkap bahwa 94% siswa telah menjadi korban perundungan (bullying). Penelitian yang sama juga dilakukan oleh Nasel, dkk (2001) terhadap 15.600 siswa di Amerika, dimana hasilnya menunjukkan bahwa lebih dari 30 % siswa menjadi korban perundungan (bullying). Pada negara-negara dengan pendapatan menengah atau rendah prevalensi perundungan (bullying) 12-100% (Fleming, 2009). Penelitian Ates & Yagmurlu, (2010) pada siswa sekolah dasar di Turki, 31% korban diintimidasi secara verbal, 24% secara fisik, 21% relasional, dan 8% diintimidasi seksual. Anak laki-laki lebih sering menjadi korban dibandingkan anak perempuan baik secara fisik, verbal dan seksual. Selanjutnya penelitian Wolke, Woods, & Stanford (2001) melaporkan bahwa siswa sekolah di Inggris lebih banyak menjadi korban dari perilaku perundungan (bullying) dibandingkan dengan anak-anak di Jerman yaitu rata-rata tiga kali menjadi korban setiap minggunya. Di Indonesia, penelitian mengenai perundungan (bullying) juga sudah cukup banyak dilakukan, diataranya penelitian yang dilakukan oleh Yayasan Semai Jiwa Amini pada tahun 2008 mengungkapkan bahwa 10-60% siswa 1

2 melaporkan mendapat ejekan, cemoohan, pengucilan, pemukulan, tendangan, ataupun dorongan, sedikitnya sekali dalam seminggu. Menurut hasil survei yang dilakukan oleh Yayasan Semai Sejiwa Amini, yang dibuat berdasarkan pemberitaan di media massa, sejak tahun 2005 hingga 2007 korban meninggal akibat perundungan (bullying) telah mencapai kurang lebih 30 anak yang berusia 9 hingga 19 tahun. Penelitian yang dilakukan di tiga kota Surabaya, Yogyakarta dan Jakarta terhadap 1500 anak mengungkapkan, 70% menyatakan perundungan (bullying) telah terjadi di sekolah. Penelitian Soedjatmiko (2013) pada 76 murid kelas V SDN Cikini 02 Pagidan SDS Tunas Bangsa, didapatkan prevalensi perundungan (bullying) 89,5%.Berikutnya penelitian Tumon (2014) pada 188 siswa SMP A dan SMP B dan SMP C di wilayah Surabaya Timur, hasil penelitian menunjukkan kurang dari 50% siswa SMP sering melakukan perundungan(bullying). Menurut penelitian Khairiah, Muhdi dan Budiono (2012) pada dua SMP di Surabaya dengan jumlah sampel 215, diketahui berdasarkan kuesioner Olweus Bully Victim, sebanyak 168 orang (66,9%) menjawab tidak pernah terlibat perilaku bullying dan 83 orang (33,1%) menjawab pernah mengalami bullying, terdiri dari pelaku sebanyak 28 orang (11,2%), sebagai korban sebanyak 32 orang (12,7%), dan sebagai pelaku-korban sebanyak 23 orang (9,2%). Royanto & Djuwita (2008) dalam penelitian menemukan bahwa perundungan(bullying)banyak terjadi di tingkat SMP dan SMA di sekolah swasta maupun negeri dengan berbagai frekuensi baik sedang, ringan dan tinggi. Bentuk tindakan perundungan(bullying) yang sering muncul biasanya verbal dengan

3 mengejek, menyindir, mengancam, menegur dengan kasar, memarahi. Sedangkan perundungan (bullying)fisik berupa memukul, menendang. Siswa dari segala usia dan tingkatan pendidikan kemungkinan besar telah mengalami masalah yang diciptakan oleh perilaku perundungan (bullying)ini. Kemungkinan besar hal ini merupakan cara anak muda berinteraksi dalam lingkungan, namun dengan cara yang agresif, seperti perilaku penghinaan, pengucilan, gangguan, ancaman, perusakan properti, pemukulan, dan lainnya. Berikut beberapa contoh kasus perundungan (bullying) dalam pendidikan yang dapat dapat dilihat pada tabel di bawah ini: No Tempat / Tahun Tabel 1 Kasus Perundungan (Bullying) di dunia Pendidikan Korban Pelaku Bentuk Perundungan Perundungan Perundungan (Bullying) (Bullying) (Bullying) Dampak Perundungan (Bullying) 1. Jakarta 13 korban kelas 1 Senior kelas 3 Penganiayaan Luka luka 2014 2. Jakarta Siswa SD Teman sekelas Penganiayaan Meninggal 2015 3. SUMUT Siswa SMP Teman sekelas Penganiayaan Luka luka 2015 4. Bogor Siswa SMP Teman sekelas Penganiayaan Luka Luka 2016 5. Padang 2016 Siswa SMP Teman sekelas Penganiayaan Luka Luka Sumber : Ehan (2005) Kasus perundungan (bullying) juga terjadi disalah satu SMP di Surakarta. Menurut keterangan yang diperoleh dari kepala sekolah (bapak B) dan guru BK (bapak BN), kasus perundungan (bullying) merupakan kasus yang sering terjadi setiap tahunnya dan susah untuk diatasi karena kebanyakan dari korban tidak pernah melaporkan kepada guru secara langsung. Bapak B selaku kepala sekolah hanya sering mendapatkan informasi kekerasan di sekolah dari para orang tua yang anaknya menjadi korban perundungan (bullying) oleh teman maupun kakak

4 kelasnya. Tindak perundungan (bullying) yang banyak terjadi berupa ejekan nama orang tua, menginjak kaki dengan sengaja, perpeloncoan dan pemalakan. Lebih lanjut kepala sekolah menyebutkan bahwa adapun dampak yang ditimbulkan dari perundungan (bullying) yang terjadi adalah tingginya absensi ketidakhadiran siswa di sekolah sehingga nilai akademik menurun. Kebanyakan siswa yang memperoleh tindak perundungan (bullying) berusaha untuk menghindari sekolah. (Wawancara 8 Agustus 2016). Bagi korban, tindak perundungan (bullying) memberikan dampak yang buruk baik secara fisik maupun psikologis. Ketika mendapatkan perundungan (bullying), korban merasakan banyak emosi negatif yang muncul. Argiati (2010) mengatakan bahwa seseorang yang menjadi korban perundungan (bullying) biasanya merasa cemas, takut, kecewa, sedih, tertekan, malu, rasa tidak nyaman, dan kurang percaya diri sehingga berdampak pada proses belajar di sekolah. Hasil berbagai penelitian menunjukkan bahwa karakteristik yang sering ditemukan pada anak yang sering menjadi korban perundungan (bullying) antara lain : secara fisik lebih lemah dari orang lain, memiliki teman yang sedikit, kaku atau non asertif, tertutup, kepercayaan diri yang rendah (Rigby, 2007). Gowi & Jennifer, (2009) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa karakteristik utama korban perundungan (bullying) di sekolah adalah siswa yang belum mampu bersikap asertif. Korban perundungan (bullying) tidak mempunyai keberanian untuk melawan, cenderung pasrah dan menghindar ketika mendapatkan perlakuan bully. Senada dengan hasil wawancara yang dilakukan peneliti terhadap dua orang korban perundungan (bullying), dimana korban mengatakan bahwa :

5 setiap jam istirahat saya pasti di ruangan BK bu, karena saya takut kalau saya ke kantin atau di kelas pasti nanti saya dipalakin lagi sama kakak kelas saya, kalau saya melawan nanti saya dipukulin, kalau saya ngadu sama guru nantik malah saya dipukul pas pulang sekolah. (DR, 14 tahun). hmmmm kalau saya lebih baik diam buk, saya juga terpaksa harus mengkuti semua perintah kakak kelas saya. Mau menghindar juga nantinya pas pulang sekolah pasti ditungguin di depan kelas atau gak di depan pagar sekolah (RA, 12 tahun). Menurut Sheras (2002) karakteristik korban perundungan (bullying) yaitu mereka yang secara terus menerus atau dalam kurun waktu tertentu mendapat perlakuan agresif dari orang lain dan cenderung pemalu, penakut, cemas, memiliki harga diri rendah, terisolasi secara sosial, secara fisik lemah, bersifat emosional dan tidak tegas. Menurut Joseph, James, & Susan (2003), korban perundungan (bullying) mengalami rasa kesepian, memiliki harga diri yang rendah, cemas, kurang populer daripada anak-anak lain, susah dalam menjalin hubungan pertemanan sehingga cenderung menghabiskan banyak waktu sendirian. Royanto & Djuwita, (2008) menyarankan adanya tindakan preventif dan kuratif dalam menghadapi perundungan (bullying) khususnya yang memiliki harga dirirendah. Hal ini dinilai penting karena, jika korban perundungan (bullying) memiliki harga diri yang rendah akan menghadapi kesulitan-kesulitan seperti: mengekspresikan diri, sulit terbuka secara sosial dan emosional, sulit mencapai tujuan, tidak berani mengambil keputusan, dan memiliki rasa cemas yang tinggi. Penelitian Khairiah, Muhdi, & Budiono (2012) melaporkan siswa yang pernah terlibat perundungan (bullying), baik sebagai pelaku, korban, maupun keduanya memiliki korelasi yang bermakna dengan harga diri yang rendah,

6 dimana semakin tinggi perilaku perundungan (bullying), maka harga diri yang rendah semakin banyak ditemukan (korelasi positif). Penelitian O'Moore dan Kirkham (2001) di Irlandia yang juga melaporkan subyek penelitian yang terlibat perundungan (bullying) memiliki skor harga diri lebih rendah dibanding skor anak-anak yang tidak mengalami perundungan (bullying). Spade (2007) dalam penelitiannya yang dilakukan pada 197 siswa kelas 3-5 di Ohio, menemukan terdapat korelasi negatif antara perilaku perundungan (bullying) dan tingkat harga diri, yang artinya ketika perilaku perundungan (bullying) meningkat maka tingkat harga diri mengalami penurunan. Penelitian serupa juga dilakukan Septrina, Liow, & Sulistiyawati (2009) dari Universitas Gunadarma tahun 2009 terhadap 190 siswa SMP kelas 7, dengan hasil terdapat hubungan yang bermakna antara harga diri dengan perundungan (bullying). Beberapa hasil penelitian yang telah dipaparkan diatas menunjukkan bahwa harga diri berperan terhadap perilaku perundungan (bullying). Harga diri yang rendah akan semakin memperkuat potensi terjadinya perundungan (bullying) terutama dari sisi korbannya, oleh karena itu yang menjadi pemikiran adalah variabel apa yang dapat mencegah perundungan (bullying) sekaligus akan dapat meningkatkan harga diri seseorang. Penelitian-penelitian yang terkait dengan harga diri, diantaranya Cahya & Fatimah (2009) hasil penelitiannya pada 90 remaja berusia antara 16 sampai dengan 18 tahun yang bersekolah di Sekolah Menengah Umum BOPKRI Banguntapan, Bantul, Yogyakarta menyatakan terdapat hubungan positif yang sangat signifikan, yaitu semakin tinggi asertivitas, maka semakin tinggi harga diri.

7 Selanjutnya penelitian Hapsari & Retnaningsih (2009) dengan responden berjumlah 105 karyawan, diketahui ada korelasi yang signifikan antara perilaku asertif dengan harga diri perilaku asertif memberikan sumbangan yang signifikan terhadap harga diri pada karyawan. Sumbangan yang diberikan sebesar 34%, sedangkan 66% kemungkinan dipengaruhi oleh faktor lainnya. Begitu pula penelitian Mujiati (2015) melaporkan siswa yang memiliki tingkat harga diri rendah cenderung menjadi korban perundungan (bullying) bagi temannya yang merasa lebih senior dan kuat. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa model konseling melalui teknik assertive training efektif meningkatkan harga diri siswa korban perundungan (bullying). Hal ini senada dengan hasil penelitan Novalia & Dayakisni (2013) bahwa semakin tinggi perilaku asertif maka semakin rendah kecenderungan menjadi korban perundungan (bullying) ataupun sebaliknya semakin rendah perilaku asertif maka semakin tinggi kecenderungan menjadi korban perundungan (bullying). Adapun sumbangan efektif perilaku asertif dengan kecenderungan menjadi korban perundungan (bullying) sebesar 18,5 % dan sisanya 81,5% dipengaruhi oleh faktor lain. Tonge (Rigby,2007) dalam penelitiannya mengatakan bahwa adanya peningkatan perilaku asertif pada korban untuk melakukan pelaporan atas tindak perundungan (bullying) kepada guru maupun orang tua setelah mengikuti pelatihan asertivitas. Korban perundungan (bullying) juga cenderung menunjukkan peningkatan dalam memberikan respon konstruktif dalam situasi perundungan (bullying) dan respon agresif pun menurun. Senada dengan itu penelitian yang dilakukan oleh Arora (Rigby, 2007) yang memberikan pelatihan

8 asertivitas pada korban perundungan (bullying) di SD menunjukkan bahwa pendekatan ini efektif, korban menjadi lebih asertif dalam berinteraksi dengan teman sebaya dan orang dewasa, mereka juga merasakan peningkatan harga diri dan kepercayaan diri dan laporan mengalami perundungan (bullying) menurun. Dengan memiliki perilaku asertif siswa akan merasa percaya diri sehingga siswa mampu menolak dan mampu bersikap tegas saat di bullying oleh kakak kelas atau seniornya. Siswa juga berani melapor kepada guru atau kepala sekolah jika siswa mengalami tindakan perundungan (bullying). Penelitian Sipayung (2007) mengungkapkan bahwa pelatihan asertivitas dapat digunakan untuk meningkatkan harga diri. Mengacu pada beberapa pendapat tersebut di atas, maka salah satu bentuk intervensi untuk dapat mencegah siswa mengalami perundungan (bullying) adalah meningkatkan harga dirinya melalui pelatihan asertivitas. Perilaku asertif dapat dipelajari karena merupakan suatu bentuk perilaku dan bukan sifat dari kepribadian (trait personality). Oleh karena itu, pemberian pelatihan asertivitas ini diberikan berdasarkan anggapan bahwa individu berada dalam masa belajar dan bukan sebagai klien yang membutuhkan terapi dan bahwa yang dihadapi adalah seseorang yang kekurangan dan kemampuan yang lemah, padahal kemampuan ini dibutuhkan untuk dapat hidup secara efektif dan memuaskan. Hasil penelitian yang telah dikemukakan di atas menunjukkan bahwa pelatihan asertivitas salah satunya dapat meningkatkan harga diri, namun dalam situasi dan kondisi yang berbeda dengan penelitian sebelumnya, penelitian ini tidak hanya menguji secara empiris keterkaitan antara asertivitas dengan harga

9 diri pada korban perundungan (bullying), namun juga menguji efektivitas modul pelatihan asertivitas yang digunakan dalam penelitian. Berdasarkan uraian mengenai manfaat asertivitas untuk peningkatan harga diri pada korban perundungan (bullying), maka peneliti akan menggunakan intervensi tersebut dalam bentuk penelitian yang mengambil judul : pelatihan asertivitas untuk meningkatkan harga diri pada korban perundungan (bullying) pada siswa SMP. B. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian untuk menguji Efektivitas Pelatihan Asertivitas terhadap Peningkatan Harga Diri pada Korban Perundungan (Bullying) di SMP. C. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Memperkaya kajian dan penelitian ilmiah dalam bidang psikologi pendidikan, khususnya terkait dengan Pelatihan asertivitas terhadap peningkatan harga diri pada korban perundungan (Bullying) siswa SMP. 2. Manfaat Praktis a. Bagi guru BK Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi guru BK SMP agar mampu mengaplikasikan pelatihan asertivitas terhadap peningkatan harga diri pada siswa SMP korban perundungan (bullying) sehingga dapat mencegah terjadinya perilaku kekerasan di sekolah.

10 b. Bagi Wali Kelas Memberi manfaat kepada wali kelas dalam menangani para korban perundungan (bullying) agar kedepannya siswa lebih bersikap terbuka dalam menyampaikan perasaan yang tidak menyenangkan dan berani menghadapi pelaku perundungan (bullying). c. Bagi Kepala Sekolah Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang positif bagi kepala sekolah dalam upaya penanggulangan masalah perundungan (bullying) di sekolah. d. Bagi Korban Perundungan (Bullying) Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi korban perundungan (bullying) untuk dapat meningkatkan perilaku asertifnya agar dapat terhindar dari tindak perundungan (bullying) yang dilakukan oleh temanteman maupun kakak kelasnya. D. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran kepustakaan, cukup banyak penelitian mengenai asertivitas, harga diri maupun perundungan (Bullying). Beberapa penelitian menunjukkan kesamaan dengan penelitian peneliti, seperti variabel, metode pendekatan, alat ukur, maupun analisis data yang digunakan. Berikut peneliti paparkan beberapa penelitian yang cukup relevan dengan penelitian penulis, serta letak perbedaannya. 1. PenelitianYandri, Daharnis, & Nirwana, (2013) mengenai pengembangan modul bimbingan dan konseling untuk pencegahan bullying di sekolah menyatakan salah satu cara pencegahan bullying adalah dengan menggunakan

11 modul bimbingan konseling. Desain uji coba produk modul dilakukan melalui tiga tahap yaitu: uji perseorangan, uji kelompok kecil, dan uji lapangan. Dalam penelitian ini, kegiatan pengembangan produk yang dilakukan peneliti hanya sampai pada tahap uji kelompok kecil/uji coba keterpakaian produk oleh guru BK/Konselor. Persamaan dengan penelitian penulis adalah fenomena yang diungkap sama yaitu tentang perundungan (bullying). Adapun yang membedakan dengan penelitian penulis adalah : a. Penelitian Yandri, Daharnis, & Nirwana, (2013) merupakan pengembangan produk, sedangkan penelitian yang penulis lakukan pada pengujian hipotesis melalui intervensi. b. Intervensi yang digunakan menggunakan modul bimbingan konseling, sedangkan penelitian penulis menggunakan intervensi pelatihan asertivitas. 2. Penelitian Azis (2015) berjudul: Efektivitas Pelatihan Asertivitas untuk Meningkatkan Perilaku Asertif Siswa Korban Bullying dengan subjek penelitian 8 siswa kelas VII & VIII SMPN 1 Jombang - Jember yang menjadi korban bullying. Hasil penelitian tersebut memperoleh temuan bahwa perilaku asertif siswa korban bullying pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sebelum diberikan intervensi pelatihan asertivitas berada pada kategori rendah dan sedang. Terdapat tiga hal yang mempengaruhi rendahnya tingkat perilaku asertif siswa korban bullying diantaranya yaitu siswa masih belum mampu mengungkapkan perasaan negatif, afirmasi diri dan mengungkapkan perasaan positif. Persamaan dengan penelitian penulis adalah variabel yang diungkap sama yaitu tentang asertivitas dan bullying,

12 metode juga sama yaitu pretest-posttest group control design, adapun hal yang membedakan dengan penelitian penulis adalah : a. Penelitian tersebut menggunakan variabel asertivitas sebagai intervensi sekaligus sebagai variabel dependentnya untuk mengetahui perilaku bullying, sedangkan penelitian yang dilakukan penulis menggunakan variabel asertivitas untuk intervensi serta variabel harga diri sebagai variabel tergantung untuk mengetahui kondisi korban bullying b. Pelatihan ini menggunakan interevensi dengan lima kali pertemuanm sedangkan penelitian penulis intervensi dengan dua kali pertemuan. 3. Penelitian Karyanti (2014) berjudul : keefektifan pelatihan keterampilan asertif untuk meningkatkan perilaku asertif siswa korban bullying di SMA. Kesimpulan penelitian menyatakan bahwa pelatihan keterampilan asertif efektif untuk meningkatkan perilaku asertif siswa korban bullying di SMA. Persamaan dengan penelitian penulis yaitu variabel yang digunakan perilaku asertif serta subjeknya siswa korban bullying. Adapun hal yang membedakan dengan penelitian penulis adalah: a. Penelitian tersebut hanya menggunakan variabel asertivitas sebagai intervensi sekaligus sebagai variabel dependentnya untuk mengetahui perilaku bullying, sedangkan penelitian yang dilakukan penulis menggunakan variabel asertivitas untuk intervensi serta variabel harga diri sebagai variabel tergantung untuk mengetahui kondisi perilaku bullying b. Model eksperimen kuasi dengan metode Singel Subject Design tanpa menggunakan kelompok kontrol, sedangkan penelitian penulis merupakan

13 eksperimen control group pretest-post test design yaitu menggunakan kelompok kontrol. 4. Walker (2006) dalam penelitian tentang kekerasan menjelaskan bahwa kekerasan pada siswa dapat cegah dengan program pembelajaran kooperatif, dimana program tersebut dapat membangun sebuah modal sosial antara siswa yang kecil dengan siswa yang lebih besar. Sebagai contoh siswa senior mengajarkan pelajaran membaca pada siswa yang junior sehingga terjalin relasi yang positif diantara keduanya. Penelitian tersebut telah diikuti oleh 50 pelajar kelas 3 dan kelas 4. Serta lebih dari 2000 siswa sekolah dasar dari 100 kelas. Persamaan dengan penelitian penulis yaitu, mengungkap fenomena yang sama tentang kekerasan pada siswa. Adapun hal yang membedakan dengan penelitian penulis adalah: a. Penelitian tersebut mengungkap kekerasan pada siswa dengan model pembelajaran kooperatif, dimana ada pelibatan secara langsung antara siswa senior dan siswa junior sebagai sampel penelitian, hal ini berbeda dengan penelitian penulis yang sampelnya diambil dari grade (kelas) yang sama, sedangkan intervensi menggunakan asertivitas. b. Penelitian tersebut termasuk dalam jumlah sampel yang sangat banyak dan cenderung crossectional dalam waktu yang panjang, sedangkan penelitian penulis dengan sampel kecil dan berlangsung secara singkat. 5. Penelitian Novalia dan Dayakisni (2013) terhadap 60 siswa MA NU. Lekok Pasuruan. Pengambilan sampel yang digunakan adalah sampling populasi. Instrumen pengumpulan data yang digunakan adalah skala perilaku asertif

14 dan skala kecenderungan menjadi korban bullying. Analisis data menggunakan korelasi product moment. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara perilaku asertif dengan kecenderungan menjadi korban bullying pada siswa MA NU Lekok Pasuruan. Nilai koefisien dengan (r) = (-0,430), koefisien determinasi (r2) = 0,185 dan probabilitas kesalahan (p) = 0,001. Penelitian di atas dari segi variabel ada kesamaan yaitu tentang asertivitas dan bullying. Namun hal yang membedakan dengan penelitian penulisadalah: a. Penelitian tersebut menggunakan metode kuantitatif korelasi, tanpa adanya treatmeant atau intervensi, sehingga hanya memaparkan secara deskripsi bagaimana kolerasi antara variabel, sedangkan penelitian penulis menggunakan intervensi asertivitas untuk meningkatkan harga diri pada korban bullying. b. Analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis dengan kuantitatif secara umum korelasi antara variabel, sedangkan penelitian penulis selain menggunakan metode kuantitatif, juga digunakan analisas kualitatif untuk menggambarkan dinamika psikologis sampel penelitian berdasarkan hasil intervensi yang dilakukan. 6. Penelitian Kulsum (2016) berjudul: Efektivitas Assertion training Terhadap Asertivitas Calon Tenaga Kerja Wanita (TKW) di PT. Arni Family Semarang. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan menggunakan desain eksperimen non randomized pretest-posstest control group design. Subyek pada penelitian ini adalah calon TKW di PT. Arni Family yang memiliki

15 tingkat asertivitas rendah sebanyak 32 orang. Subyek penelitian pada kelompok kontrol dan eksperimen masing-masing sebanyak 16 orang. Variabel dalam penelitian ini adalah asertivitas dan assertion training. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan skala asertivitas, observasi, dan manipulation check. Teknik uji validitas skala menggunakan rumus korelasi product moment dan uji reliabilitas dengan rumus alpha cronbach. Teknik uji validitas observasi menggunakan professional judgement. Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan statistik non parametrik Wilcoxon-Mann Whitney. Hasil validitas instrumen skala asertivitas diperoleh 50 aitem valid dan reliabilitasnya 0,802. Hasil analisis data menunjukkan ada perbedaan tingkat asertivitas pada pretest dan posttest kelompok eksperimen dengan taraf signifikansi 0,002 dan tidak ada perbedaan tingkat asertivitas pada pretest dan posttest kelompok kontrol dengan taraf signifikansi 0,209. Hasil manipulation check menunjukkan dari 16 subjek, assertion training mempengaruhi 12 subjek dalam mengisi posttest. Oleh karena itu, dapat ditarik kesimpulan bahwa assertion training memberikan efek positif terhadap asertivitas calon Tenaga Kerja Wanita (TKW) di PT. Arni Family Semarang. Ada beberapa persamaan dan perbedaan antara penelitian Kulsum (2013) dengan penelitian yang dilakukan penulis, yaitu : a. Intervensi yang digunakan sama yaitu asertivitas, namun perbedaannya penelitian tersebut menggunakan variabel asertivitas sebagai intervensi sekaligus sebagai variabel dependentnya untuk mengetahui tingkat

16 asertivitas, sedangkan penelitian penulis menggunakan variabel asertivitas untuk intervensi serta variabel harga diri sebagai variabel tergantung untuk mengetahui kondisi perilaku korban bullying. b. Sama sama menggunakan kelompok kontrol dan eksperimen, hanya karakteritik subjeknya berbeda. Penelitian tersebut menggunakan subjek wanita pekerja sedangkan penelitian penulis menggunakan subjek siswa SMP. Berikut ringkasan persamaan dan perbedaan penelitian penulis dengan beberapa penelitian sebelumnya :

17 Tabel 2 Persamaan dan Perbedaan Penelitian Sebelumnya Peneliti dan Judul Penelitian Persamaan Perbedaan Yandri, Daharnis, & Nirwana, (2013) Pengembangan Modul Bimbingan dan Konseling untuk Pencegahan Bullying di Sekolah Fenomena yang diungkap sama yaitu tentang bullying, karakteristik subjek juga sama yaitu siswa SMP Model Penelitian merupakan pengembangan produk. Sedangkan penelitian penulis merupakan penelitian eksperimen Intervensi yang digunakan menggunakan modul bimbingan konseling, penelitian penulis menggunakan intervensi modul pelatihan asertivitas Azis (2015) Efektivitas Pelatihan Asertivitas untuk Meningkatkan Perilaku Asertif Siswa Korban Bullying Karyanti (2014), Keefektifan pelatihan keterampilan asertif untuk meningkatkan perilaku asertif siswa korban bullying di SMA Novalia dan Dayakisni (2013) perilaku asertif dan kecenderungan menjadi korban bullying Kulsum (2016) berjudul: Efektivitas Assertion training Terhadap Asertivitas Calon Tenaga Kerja Wanita (TKW) di PT. Arni Family Semarang Persamaan dengan penelitian penulis adalah variabel yang diungkap sama yaitu tentang asertivitas dan bullying, metode juga sama yaitu pretest-posttest group control design Persamaan dengan penelitian penulis yaitu variabel yang digunakan, dan karakteristik subjek yang hampir sama yaitu siswa SMA Mengungkap tentang asertivitas dan kecenderungan bullying Intervensi yang digunakan sama yaitu tentang pelatihan asertivitas Penelitian tersebut menggunakan variabel asertivitas sebagai intervensi sekaligus sebagai variabel dependent. Penelitian penulis menggunakan asertivitas untuk intervensi serta harga diri sebagai variabel mediasi untuk mengetahui kondisi perilaku bullying. Pelatihan ini menggunakan intervensi dengan lima kali pertemuan sedangkan penelitian penulis intervensi dengan dua kali pertemuan. Penelitian tersebut hanya menggunakan variabel asertivitas sebagai intervensi sekaligus sebagai variabel dependentnya untuk mengetahui perilaku bullying. Penelitian penulis menggunakan harga diri sebagai variabel mediasi untuk mengetahui kondisi perilaku bullying. Model eksperimen Singel Subject Design Penelitian penulis merupakan eksperimen control group pretest-post test design Penelitian tersebut menggunakan metode kuantitatif korelasi, tanpa adanya treatmeant atau intervensi. Penelitian penulis menggunakan intervensi pelatihan asertivitas untuk meningkatkan harga diri pada korban bullying Analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah product moment karena hanya mengetahui korelasi antara variabel, sedangkan penelitian penulis menggunakan triangulasi dan metode eksperimen kuantitatif didukung data kualitatif. Penelitian tersebut menggunakan variabel asertivitas sebagai intervensi sekaligus sebagai variabel dependentnya, penelitian penulis menggunakan variabel asertivitas untuk intervensi serta variabel harga diri sebagai variabel mediasi untuk mengetahui kondisi perilaku bullying Subjek calon Tenaga Kerja Wanita (TKW), sedangkan penelitian penulis siswa SMP.

18