BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kepada semua orang agar merasakan dan mengalami sukacita, karena itu pelayan-pelayan

BAB I PENDAHULUAN. bertemunya masyarakat yang beragama, yang disebut juga sebagai jemaat Allah. 1

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

Pelayanan Konseling Pastoral Di GKP Jemaat Cimahi Tanpa Pendeta Jemaat

BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab I ini, penulis menjelaskan latar belakang terjadinya penulisan Disiplin

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan. Gereja merupakan sebuah wadah yang seharusnya aktif untuk dapat

BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS

BAB IV ANALISA FUNGSI KONSELING PASTORAL BAGI WARGA JEMAAT POLA TRIBUANA KALABAHI

BAB IV ANALISA PEMAHAMAN MENGENAI BENTUK-BENTUK PELAYANAN KOMISI DOA DI JEMAAT GPIB BETHESDA SIDOARJO SESUAI DENGAN

BAB I PENDAHULUAN. material sampai pada segi yang bersifat mental, sehingga tidak mudah untuk menemukan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gereja adalah sebuah persekutuan orang-orang percaya, sebagai umat yang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasahan. 1. Latar Belakang Masalah

BAB IV PANDANGAN WARGA JEMAAT GBI BANDUNGAN TERHADAP PSK BANDUNGAN. A. Pandangan Warga Jemaat GBI Bandungan Terhadap PSK Bandungan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB II GEREJA DAN PASTORAL

UKDW BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN UKDW

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN Latar Belakang Masalah

UKDW BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. gereja, tetapi di sisi lain juga bisa membawa pembaharuan ketika gereja mampu hidup dalam

PEMAHAMAN MAKNA LITURGI (Studi Mengenai Makna Warna-warna Liturgis dalam Pemahaman Jemaat Gereja Kristen Protestan Bali/GKPB)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KONSELING PASTORAL, MENGAPA TAKUT?

BAB I PENDAHULUAN. Bandung, 1999, hlm 30

PENGARUH PEMBINAAN ROHANI TERHADAP KEAKTIFAN KAUM MUDA DALAM PELAYANAN DI GEREJA KRISTEN HOLISTIK JEMAAT SERENITY MAKASSAR SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi saat ini, banyak orang. yang menulis dan meneliti tentang sumber daya

BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Gereja adalah komunitas yang saling berbagi dengan setiap orang dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1 Totok S. Wiryasaputra, Pendampingan Pastoral Orang Sakit, Seri Pastoral 245, Pusat Pastoral Yogyakarta,

BAB V PENUTUP. Pada bagian ini akan di paparkan tentang kesimpulan dan saran dari hasil penelitian

BAB V PENUTUP. terhadap permasalahan kekerasan pasangan suami isteri, yakni: 1. Peran Pendeta sebagai Motivator terhadap Permasalahan Ekonomi

BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS. perempuan atau pun jenis kelamin, semuanya pasti akan mengalaminya. Tidak hanya

KELUARGA KATOLIK: SUKACITA INJIL

GEREJA KRISTEN NAZARENE PASAL-PASAL TENTANG IMAN

BAB V PENUTUP. diberikan saran penulis berupa usulan dan saran bagi GMIT serta pendeta weekend.

Bisa. Mengajar. Merupakan Pelayanan

BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I P E N D A H U L U A N. menghargai orang yang menderita itu. Salah satunya dengan memanfaatkan metodemetode konseling dari ilmu psikologi.

TATA GEREJA PEMBUKAAN

BAB I PENDAHULUAN. 1 Dr. Harun, Iman Kristen (Jakarta: PT.BPK Gunung Mulia), 2001, hlm

LOYALITAS DAN PARTISIPASI PEMUDA DALAM GEREJA ETNIS DI HKBP SALATIGA

BAB 1 PENDAHULUAN. termasuk kepada anak-anak. Mandat ini memberikan tempat bagi anak-anak untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan. Pelayanan kepada anak dan remaja di gereja adalah suatu bidang

Pdt Gerry CJ Takaria

Pertanyaan Alkitab (24-26)

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

Gereja. Tubuh Kristus HIDUP BARU BERSAMA KRISTUS

Pilihlah jawaban yang paling benar dengan memberi tanda silang (X) pada lembar jawaban yang telah tersedia!

UKDW. Bab I. Pendahuluan

Gereja Menyediakan Persekutuan

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjamuan kudus merupakan perintah Tuhan sendiri, seperti terdapat dalam Matius 26:26-29, Mar

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 PENJELASAN ISTILAH

Bab I Pendahuluan Bdk. Pranata Tentang Sakramen dalam Tata dan Pranata GKJW, (Malang: Majelis Agung GKJW, 1996), hlm.

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah

KEPUTUSAN PIMPINAN PUSAT GKPS Nomor: 99/SK-1-PP/2013 tentang TATA GEREJA dan PERATURAN RUMAH TANGGA GEREJA KRISTEN PROTESTAN SIMALUNGUN (GKPS)

Gereja Melayani Orang

Pendidikan Agama Kristen Protestan

1 Wawancara dengan bpk sumarsono dan remaja di panti asuhan Yakobus

1. Apa yang dipahami pejabat gereja dalam hal ini Pendeta jemaat tentang PASTORAL? 3. Sejak kapan TIM DOA ini hadir ditengah-tengah Gereja?

ANGGARAN DASAR PERSEKUTUAN PEMUDA KRISTIYASA GKPB BAB I NAMA, WAKTU DAN KEDUDUKAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN

Bergabunglah dengan Saudara yang Lain Bila Berdoa

UKDW BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada umumnya memiliki keberagamaan, dan hal tersebut berupa

RESENSI BUKU Keselamatan Milik Allah Kami - bagi milik

Bab I PENDAHULUAN. Perubahan tersebut juga berimbas kepada Gereja. Menurut Tata Gereja GKJ, Gereja adalah

Bekerja Dengan Para Pemimpin

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk memperoleh data lapangan guna. penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan

KISI-KISI PENULISAN SOAL ULANGAN SEMESTER GENAP (II) TAHUN PELAJARAN

Pdt. Dr. Retnowati, M. Si Pdt. Totok S. Wiryasaputra, Th.M

Bab Empat. Penutup. 1. Kesimpulan. Salah satu pokok yang seharusnya diputuskan dalam SSA GTM adalah

BAB I PENDAHULUAN. Obor Indonesia, 1999, p Jane Cary Peck, Wanita dan Keluarga Kepenuhan Jati Diri dalam Perkawinan dan Keluarga, Yogyakarta:

PERAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DALAM MENGHADAPI PERUBAHAN SOSIAL

BAB I PENDAHULUAN. sejarah misi terdahulu di Indonesia yang dikerjakan oleh Zending Belanda, orang

Pola Tuhan Bagi Para Pekerja

BAB I PENDAHULUAN. ajarannya akan berbeda dengan mainstream, bahkan memiliki kemungkinan terjadi

TEMA : JADILAH TELADAN DAN TERANG

TATA IBADAH NUANSA PEMUDA TEMA TEOLOGI DAN TEKNOLOGI

Pdt Gerry CJ Takaria

BAB : III HASIL PENELITIAN DAN ANALISA

UKDW. Bab 1 Pendahuluan. 1. Latar Belakang

Alkitab. Persiapan untuk Penelaahan

Surat 1 Yohanes 5 (Bagian 43) Sunday, July 19, 2015

BAB 4. Refleksi Teologis. dan kehidupan rohani setiap anggota jemaatnya tidak terkecuali anak-anak yang adalah

Pendampingan Pastoral Holistik di Megachurch (Sebuah Studi Tentang Pendampingan Pastoral Gereja Jemaat Kristen Indonesia Injil Kerajaan di Semarang)

M1 (Menerima) Bacalah Injil Yohanes 11: 1-44 dengan hati yang haus sambil berdoa.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Gereja merupakan persekutuan orang-orang percaya di dalam Kristus.

ULANGAN AKHIR SEMESTER GASAL SEKOLAH DASAR KECAMATAN SELO TAHUN PELAJARAN 2012 / 2013

BAB I PENDAHULUAN. Katolik, Hindu, dan Budha. Negara menjamin kebebasan bagi setiap umat bergama untuk

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

PERINTAH YESUS DITURUTI (KISAH 2) contoh orang yang secara tepat menuruti pengaturan Yesus.

BAB I PENDAHULUAN. Sejak beribu-ribu tahun yang lalu hingga sekarang ini, baik yang dicatat dalam

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH. Gereja dalam Perjanjian Baru adalah sebagai tubuh Kristus, persekutuan orang percaya. Mereka berbakti, berdoa, mengabarkan Injil, mengajar serta hidup tolong menolong ; bahkan Tuhan Yesus mengatakan bahwa tanda orang-orang percaya dan menjadi murid-nya, adalah jikalau mereka saling mengasihi (Yohanes 13:35). Dengan demikian tanggung jawab gereja yang paling utama adalah saling memperhatikan satu dengan yang lain, yang secara implisit dapatlah dikatakan untuk menolong orang lain (I Kor.12:24-27). Sesuai dengan rencana Tuhan, gereja seharusnya menjadi kesatuan atau persekutuan orang-orang percaya yang oleh kuasa Roh Kudus diberi kuasa untuk melayani sesama, baik di dalam maupun di luar gereja. 1 Sebagai kepala gereja, Yesus telah menjadi teladan bagi Pelayanan Pastoral gereja. Misi-Nya telah dinyatakan melalui sikap hidup-nya, Ia tidak hanya memberitakan Injil dan berita pertobatan, tetapi Ia mencari mereka yang tersesat dan hilang, menyembuhkan dan memulihkan yang sakit (fisik, mental, jiwa, sosial yakni perzinahan), mengunjungi dan memberi waktu khusus kepada manusia. Oleh karena itu, gereja harus dapat melakukan pelayanan sesuai dengan kehendak Allah. Pada umumnya tugas panggilan gereja dibagi menjadi 3 kategori, yaitu koinonia (pembinaan persekutuan dengan dimensi vertikal), marturia (pengajaran dan penyampaian Injil sebagai kesaksian) dan diakonia (ungkapan iman dalam pelayanan kasih). Meskipun Pelayanan Konseling Pastoral terutama merupakan ekspresi dari diakonia, namun dalam pelaksanaannya juga mempunyai perspektif pekabaran Injil dan pembinaan dari persekutuan. Karena bagi banyak orang Tuhan dan firman-nya sering merupakan simbol dan kata-kata tanpa arti. Mereka tidak mampu memahami dan mengerti firman Tuhan sebagai khabar baik. Dalam hal ini Pelayanan Pastoral menjadi jalan untuk menyampaikan firman melalui pengalaman serta hubunganhubungan yang konkrit dan hidup. 2 Berdasarkan pemahaman di atas, maka dapat dipahami 1 Garry R. Collins, Konseling Kristen Yang Efektif, (Malang: Seminari Alkitab Asia Tenggara, 2002), hal.10 2 Dien Sumiyatiningsih, Pelayanan Pastoral Holistik untuk orang sakit,(salatiga:fakultas Teologi UKSW,2002),hal.1-2

bahwa Pelayanan Konseling Pastoral merupakan suatu respon gereja atas tugas dan panggilan Allah. Clinebell 3 mengatakan bahwa Konseling Pastoral adalah alat yang penting sekali yang membantu gereja menjadi pos penyelamat jiwa, tempat berlindung, taman kehidupan rohani dan bukan suatu klub atau museum. Konseling dapat membantu menyelamatkan bidang kehidupan yang menderita kerusakan dalam badai kehidupan sehari-hari, yang hancur karena rasa cemas, rasa bersalah, dan kurangnya integritas kepribadian. Konseling mengurangi kelumpuhan kemampuan umat Kristen untuk memberi dan menerima kasih. Dengan demikian konseling dapat membantu kita menjadi gereja, yaitu persekutuan yang di dalamnya kasih Allah menjadi realitas yang dialami dalam berinteraksi. Jadi, Konseling terus menjadi alat pembaruan melalui pendamaian, yang membantu menyembuhkan keterasingan orang dari diri sendiri, dari keluarga, dari warga gereja lainnya, dari orang yang berbeda di luar gereja, dan dari hubungannya dengan Allah yang memberi kegairahan dan pertumbuhan. Konseling dapat membuka kesadaran baru, memperbaiki pandangan mata hati kita (yang dahulu menjadi buta karena kecemasan, kepedulian pada diri sendiri yang dibebani oleh rasa bersalah) akan segala keindahan, tragedi, keajaiban dan kesakitan orang. Konseling dapat membebaskan kemampuan orang menuju kemurnian dan kegairahan. Konseling dapat membebaskan daya ciptanya yang terperangkap, yaitu daya cipta yang terdapat dalam diri setiap orang. Dengan membarui orang sebagai manusia, Konseling membantu memperkuatnya menjadi perantara pembaruan dalam gereja dan masyarakat yang benar-benar sangat membutuhkan pembaruan. Berdasarkan pengertian di atas, Konseling Pastoral bukan saja dibutuhkan oleh manusia (individu sekuler), akan tetapi gereja (institusi religious) juga membutuhkannya sebagai sarana pelayanan gereja dalam kehidupan berjemaat. Oleh karena itu, tentunya dalam setiap gereja seharusnya memiliki dan melakukan Pelayanan Konseling Pastoral. Adapun Konseling Pastoral itu memiliki berbagai keunikan antara lain menyangkut Konselor (pendeta atau psikolog) yang memiliki tingkat spiritual yang berkualitas; wawasan yang luas, memiliki kualitas dan keterampilan yang efektif untuk melakukan Konseling Pastoral; tujuan Konseling; waktu khusus dan tepat untuk melakukan pelayanan baik bagi Konselor maupun konseli; serta dilakukan sesuai 3 Howard Clinebell, Tipe-Tipe Dasar Pendampingan dan Konseling Pastoral, (Yogyakarta: Practical Theology Translation Project,2002), hal.17-18

tahapan proses pelaksanaan Konseling. Dengan demikian, secara ideal Konseling Pastoral merupakan proses pelayanan yang dilakukan secara khusus, unik dan holistik. Pemahaman seperti demikian mengindikasikan setiap Pelayanan Konseling Pastoral tidaklah mudah untuk dilakukan. Mengingat terdapat beberapa kriteria dalam pelaksanaan Konseling, maka tidak jarang gereja mengalami kendala dalam upaya mengimplementasikan Konseling Pastoral. Kendala-kendala tersebut dapat berkaitan dengan kurangnya tenaga ahli (kualitas Konselor yang tidak memadai), waktu yang tidak mendukung pelaksanaan proses Konseling, latar belakang budaya yang berbeda antara Konselor dan konseli, budaya malu yang dimiliki manusia Indonesia, sehingga bersikap eksklusif dan hanya menanti kedatangan Pendeta, bukan mendatangi Pendeta (selayaknya model Konseling, di mana konseli yang mendatangi Konselor). Pada zaman modern seperti sekarang ini, semakin banyak orang di kota-kota atau sentrasentra ekonomi yang merasakan ketidaktentraman jiwa. Hal ini juga dirasakan oleh mereka yang tinggal di desa-desa karena pengaruh komunikasi yang canggih membuat pengaruh luar secara mondial mengalir ke rumah-rumah dan kamar-kamar lewat TV dan alat-alat elektronika lainnya. Pengaruh luar tersebut menghantam sendi-sendi kemanusiaan zaman ini. Ketidaktentraman jiwa yang dialami manusia membutuhkan pendampingan. 4 Pada sebagian orang, terjadi kemerosotan, proses dehumanisasi di tengah-tengah desakan materialism dan nilai keutuhan yang semakin menguat. Rasa cemas, rasa keterpencilan (alienasi), kekuatiran, keragu-raguan dan tindak kekerasan semakin mudah muncul justru setelah memasuki kehidupan modern dalam bidang IPTEK, era globalisasi dan era reformasi. Laju perubahan sangat cepat dan sering melebihi kecepatan berpikir manusia. Norma-norma lama ditinggalkan dan memakai norma-norma baru. Dalam situasi ini, banyak jiwa manusia yang menderita dan sangat membutuhkan Konseling Pastoral dari para Gembala. 5 Sehubungan dengan persoalan manusia, Wiryasaputra dalam bukunya Ready to Care 6, menggambarkan persoalan manusia dalam pengertian dari kata krisis (dalam tulisan ini berkaitan dengan krisis psikologis). Pada umunya, krisis berkaitan dengan penderitaan, keprihatinan, 4 E. P. Gintings, Gembala dan Konseling Pastoral, (Yogyakarta: Andi, 2002),hal. 4 5 Ibid.,hal, 21 6 Totok Wiryasaputra, Ready to Care, (Yogyakarta:Galangperss, 2006), hal. 75-78

ganguan, konflik, ketidaknyamanan batin, dan kesedihan yang dialami oleh seseorang. Krisis pasti menggangu fungsi kehidupan, paling tidak untuk sementara. Bila krisis tidak diselesaikan dengan baik maka krisis dapat berkepanjangan, berminggu-minggu, berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Pengalaman kehidupan ini akan mendorong seseorang dengan inisiatifnya sendiri berupaya mencari layanan Pendampingan dan Konseling. Faktor pendorong yang menyebabkan orang mencari bantuan psikologis dapat berawal dari persoalan yang sederhana, misalnya seorang pemuda yang kebingungan sewaktu harus mengambil keputusan untuk meneruskan kuliahnya ataukah mencari pekerjaan guna keberlangsungan hidupnya kini dan nanti (masalah ekonomi), sampai pada konflik suami-isteri yang berkepanjangan karena suami atau isteri mengidap penyakit HIV/AIDS. Dengan demikian, maka dapat dipahami kalau krisis yang terjadi dalam hidup manusia tidak dapat dibiarkan begitu saja. Sebab krisis tersebut dapat menyebabkan hidup manusia menjadi lebih buruk dan tidak berarti lagi. Oleh karena itu, perlu adanya konseling pastoral yang bertujuan untuk menunjang proses pengutuhan manusia dalam semua aspek kehidupan. Konseling Pastoral tidak dapat terlepas dari Pelayanan Holistik (utuh dan terpadu). Telah banyak pengembangan pengetahuan mengenai Pendampingan Pastoral, model dan tahap pelaksaanan Pendampingan Pastoral. Karena itu dibutuhkan seorang Konselor Pastoral yang profesional dalam artian kreatif dan terampil dalam melakukan Pendampingan Pastoral tersebut. Sehubungan dengan tugas dan panggilan gereja untuk melakukan pelayanan Konseling Pastoral bagi jemaat yang mengalami berbagai persoalan kehidupan, maka melalui penelitian ini, penulis merasa tertarik untuk mengkaji pelaksanaan Pelayanan Konseling Pastoral pada Gereja Kristen Pasundan (GKP) Jemaat Cimahi di Jawa Barat, yang karena satu dan lain hal, untuk kurun waktu tertentu itu dilakukan tanpa keberadaan seorang gembala sidang (pendeta) full time. Persekutuan Jemaat Kristen di lokasi GKP Cimahi semula bernama Gereja Christelyke Militer Thuis berdiri pada Tahun 1934. Pada bulan Mei 2007 Pdt. Maria Luciyana, S. Si. Teol diteguhkan menjadi Pendeta jemaat GKP Cimahi, dan pada bulan April 2009 beliau mengundurkan diri dengan alasan pribadi. Hingga penelitian ini dikonsepkan, GKP Jemaat Cimahi belum mendapatkan Pendeta pengganti. Dalam aktifitas pelayanan setiap minggunya, Majelis Jemaat mengundang Pendeta dari luar, bahkan terkadang Majelis Jemaat sendiri mendapatkan giliran untuk bertindak sebagai Pelayan Firman pada Ibadah Minggu. Jumlah anggota jemaat GKP Cimahi saat ini tercatat kurang lebih berjumlah 400 KK, yang terdiri dari

684 anggota Sidi dan 279 anggota baptis, belum terhitung anggota simpatisan. Latar belakang Jemaat GKP Jemaat Cimahi sendiri cukup heterogen secara etnis (Sunda, Ambon, Manado, Jawa, Batak, Nias serta Timor, dan lain-lain), dengan stratifikasi sosial yang bervariasi pula, belum lagi berkaitan dengan tingkat pendidikan. GKP Jemaat Cimahi memiliki satu Pos Kebaktian yaitu di daerah Cipatat yang beranggotakan sekitar 40 jiwa. Aktifitas pelayanan dalam GKP Jemaat Cimahi diorganisir oleh Majelis Jemaat yang berjumlah 16 orang. Sehubungan dengan Pelayanan Konseling Pastoral dalam GKP Jemaat Cimahi, maka yang berperan melakukan pelayanan tersebut adalah Majelis Jemaat dan Pendeta Konsulen yang ditentukan dan di utus oleh Sinode GKP. Sungguhpun demikian, Pendeta Konsulen tersebut tidak dapat melakukan pelayanan secara fulltime karena ia juga memiliki jemaat sendiri sebagai basis pelayanannya. Ketika ada jemaat yang membutuhkan pelayanan konseling partoral, maka Pendeta Konsulen bersama Majelis Jemaat mendatangi dan atau mengunjungi anggota jemaat tersebut. 7 GKP Jemaat Cimahi sesunguhnya memiliki program Pelayanan Konseling Pastoral yang kegiatannya telah dijadwalkan. Program dimaksud di dasarkan pada perintah Tuhan Yesus kepada para pengikut-nya untuk mengembalakan domba-domba-nya (I Petrus 5:2-3). Perintah tersebut dapat dipahami bahwa semua orang terpanggil untuk menggembalakan sesamanya. Oleh karena itu, sepatutnyalah warga jemaatnya dapat diberdayakan sehingga Pendeta tidak memonopoli pelayanan dan jemaat pun dimungkinkan untuk melakukan Konseling bagi sesamanya yang membutuhkan, ketika Pendeta berhalangan. Secara teknis operasional (untuk kurun waktu tertentu) Pelayanan Konseling Pastoral di GKP Jemaat Cimahi mengalami kendala sehubungan dengan ketiadaan gembala sidang full time (Pendeta tetap) yang melayani dalam gereja. Untuk saat ini Konseling Pastoral dilakukan oleh Majelis Jemaat dengan bantuan jemaat yang memiliki kompetensi maupun Pendeta Konsulen yang memiliki keterbatasan waktu. Hal ini mengakibatkan pelaksanaan Konseling Pastoral tidak dapat dilakukan dengan baik dan sesuai waktu yang telah ditetapkan. Sehubungan dengan kendala yang dihadapi GKP Jemaat Cimahi, maka penulis ingin meneliti pertama-tama antara lain mengenai bagaimana pemahaman jemaat GKP Jemaat Cimahi mengenai Konseling Pastoral? Bagaimanakah proses pelaksanaan Konseling Pastoral di GKP 7 Data diperoleh dari hasil pendataan oleh Majelis Jemaat GKP Cimahi pada Tahun 2009.

Jemaat Cimahi ini? Model Konseling Pastoral seperti apakah yang dilakukan GKP Jemaat Cimahi berkaitan dengan latar belakang budaya jemaat yang beraneka-ragam? Bagaimana tanggapan jemaat GKP Jemaat Cimahi mengenai Konseling Pastoral dan pelaksanaan Konseling tersebut? Apakah Konseling yang dilakukan sudah dapat menjawab kebutuhan jemaat? Kendala dan tantangan apa saja yang dialami GKP Jemaat Cimahi dalam melaksanakan Konseling Pastoral dan bagaimana gereja menyelesaikan kendala tersebut? Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulisan ini diberi judul: Pelayanan Konseling Pastoral Di GKP Jemaat Cimahi Tanpa Pendeta Jemaat 1.2. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan realitas faktual serta observasi dan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka rumusan masalah yang akan diangkat adalah: 1.1.1. Bagaimana pemahaman Jemaat (Majelis dan Jemaat) GKP Jemaat Cimahi mengenai Pelayanan Konseling Pastoral? 1.1.2. Bagaimana pelaksanaan Pelayanan Konseling Pastoral yang dilakukan GKP Jemaat Cimahi? 1.1.3. Apa saja kendala yang dihadapi didalam pelaksanaan Pelayanan Konseling Pastoral tanpa Pendeta di GKP Jemaat Cimahi? 1.3. TUJUAN PENELITIAN Tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah : 1.3.1. Mendeskripsikan pemahaman Jemaat (Majelis dan Jemaat) GKP Jemaat Cimahi mengenai Pelayanan Konseling Pastoral. 1.3.2. Mendeskripsikan pelaksanaan Pelayanan Konseling Pastoral di GKP Jemaat Cimahi. 1.3.3. Mendeskripsikan kendala yang dihadapi didalam pelaksanaan Pelayanan Konseling Pastoral tanpa Pendeta di GKP Jemaat Cimahi. 1.4. BATASAN MASALAH Batasan masalah merupakan suatu usaha menetapkan batasan-batasan dari masalah penelitian yang akan diteliti dengan tujuan agar penelitian lebih mendalam dan terfokus. Berguna untuk menentukan faktor mana saja yang termasuk dalam ruang lingkup masalah penelitian, dan

faktor mana yang tidak termasuk. 8 Penelitian ini akan dibatasi dengan masalah mengenai pengertian Pelayanan Konseling Pastoral. Konseling pastoral adalah bentuk pelayanan yang diberikan gereja kepada warga jemaatnya yang mengalami pergumulan hidup baik dalam kehidupan rumah tangga maupun kehidupan spiritual mereka. Selain dari pada itu batasan penelitian ini juga mencangkup bagaiman peran gereja sendiri di dalam mengatasi permasalahan pelaksanaan konseling pastoral tanpa kehadiran pendeta jemaat. 1.5. METODE PENILITIAN 1.5.1. Jenis penelitian yang dipakai yaitu penelitian kualitatif. Penelitian yang dilakukan dengan jenis ini bertujuan untuk mendapatkan data dari jemaat GKP Cimahi dan dinyatakan dalam keadaan yang sebagaimana adanya dengan tidak dirubah dalam bentuk simbol-simbol atau bilangan, hal ini dikarenakan peneliti akan meneliti. 9 1.5.2. Metode yang digunakan ialah deskriptif. Metode Deskriptif yang digunakan karena penelitian yang akan dilakukan adalah suatu usaha untuk meneliti suatu kelompok manusia, yaitu jemaat GKP Cimhai. Dengan tujuan untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistimatis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat mengenai pelaksanaan konseling pastoral. 10 1.5.3. Teknik Pengumpulan Data Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan ialah wawancara, observasi dan studi kepustakaan. 1.5.3.1. Wawancara merupakan suatu pembantu utama dari metode observasi. Wawancara ini dipakai untuk mengungkap makna atau arti secara mendalam (indept inteview) mengenai konseling pastoral kepada para informan kunci yaitu majelis jemaat. 11 Bentuk wawancara yang digunakan adalah wawancara terstruktur dan wawancara tidak terstruktur. Wawancara terstruktur karena penulis yang akan menetapkan sendiri masalah dan pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan nantinya. Sedangkan wawancara tidak terstruktur karena 8 David Samiyono, Metode Penelitian Kualitatif (Materi kuliah: Metodologi Penelitian Sosial Program Pascasarjana Sosiologi Agama), Kamis, 17 Februari 2011 9 Handari Nanawi dan Mimi Martini, Penelitian Terapan.( Yogyakarta : Gajah Mada University Press,1994), hal.174. 10 Moh. Nazir, Metode Penelitian.( Jakarta : Ghalia Indonesia, 1985), hal. 63. 11 Koentjaraningra, Metode Metode Penelitian Masyarakat (Jakarta : Gramedia,1979), hal.162.

penulis ingin menanyakan sesuatu secara lebih mendalam lagi pada seorang mengenai konseling pastoral. 12 1.5.3.2. Observasi partisipan merupakan suatu teknik pengumpulan data yang digunakan untuk mengamati dan mencatat mengenai pelaksanaan konseling pastoral di GKP jemaat cimahi. Diharapkan peneliti tidak hanya menjadi pengamat yang pasif, melainkan juga dapat berpartisipasi dalam kegiatan konseling pastoral yang dilaksanakan oleh gereja, sehingga mempermudah peneliti untuk menghasilkan gambaran yang akurat tentang pelaksanaan konseling pastoral. 13 1.5.3.3. Studi kepustakaan ini digunakan untuk mengumpulkan bahan atau data dari berbagai buku dan dokumen mengenai Gereja dan konseling pastoral yang nantinya dapat bermanfaat untuk menyusun landasan teoritis sebagai tolak ukur dalam menganalisa data penelitian lapangan yang berguna menjawab persoalan pada rumusan masalah penelitian. 1.5.3.4. Satuan Pangamatan adalah GKP Cimahi, Jawa Barat. 1.5.3.5. Satuan Analisa dari penelitian ini adalah Konseling Pastoral yang dilakukan GKP Jemaat Cimahi, Jawa Barat. 1.5.3.6. Informan: penelitian ini akan mendapatkan berbagai informasi dari para informan kunci antara lain ialah Majelis Jemaat dan Jemaat GKP Jemaat Cimahi. Dalam penelitian ini wawancara terpimpin ditujukan kepada Pendeta Konsulen, Majelis Jemaat, dan jemaat serta simpatisan (jemaat yang pernah dan sedang mendapatkan pelayanan konseling). 1.5.3.7. Waktu Penelitian: penelitian dengan teknik wawancara dan observasi ini akan dilakukan selama 2-3 minggu. 12 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010),hal. 190-191 13 Ibid., hal. 228

1.6. MANFAAT PENELITIAN Adapun manfaat penelitian dibagi atas dua bagian: 1.6.1. Kegunaan teoritis Hasil penelitian dapat memberikan sumbangan bagi pengembangan bagian Studi Teologia Praktika khususnya mengenai Konseling Pastoral, Konselor Pastoral, gereja dan Konseling Pastoral tanpa pendeta, serta sumbangan pemikiran bagi peneliti yang akan melakukan penelitian lebih lanjut. Kegunaan teoritis lainya adalah bahwa proses pendampingan dapat dilakukan oleh siapa saja yang mempunyai keinginan untuk melayani Tuhan dengan baik. 1.6.2. Kegunaan praktis Manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi bagi: 1.6.2.1. Gereja: hasil penelitian ini sebagai sumbangsih pemikiran yang konstruktif bagi Gereja, sehubungan dengan pelaksanaan Pelayanan Konseling Pastoral Holistik kepada jemaat. 1.6.2.2. Fakultas Teologi: hasil penelitian ini dapat menjadi pelengkap dan tambahan pengetahuan khususnya sehubungan dengan Bidang Studi Teologia Praktika. 1.6.2.3. Penulis: hasil penelitian ini akan menjadi bekal bagi penulis sebagai calon pengerja gereja yang melakukan Konseling Pastoral terhadap jemaat yang dilayani. 1.7. SUSUNAN PENULISAN BAB I : PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1.2. Rumusan Masalah 1.3. Tujuan Penelitian 1.4. Batasan Masalah 1.5. Metode Penelitian 1.6. Manfaat Penelitan 1.7. Sistematika Penulisan BAB II : GEREJA DAN KONSELING PASTORAL 2.1. Gereja 2.1. Konseling Pastoral Holistik

2.2.1. Pengertian Konseling Pastoral Holistik 2.2.2. Konselor dalam Konseling Pastoral 2.2.3. Keunikan Konseling Pastoral 2.2.4. Fungsi-fungsi Pastoral 2.2.5. Tujuan Konseling Pastoral 2.2.6. Konseling Pastoral di Indonesia 2.2.7. Tahap-tahap Konseling Pastoral 2.2.8. Bentuk Konseling Pastoral BAB III : HASIL PENELITIAN DAN ANALISA 3.1. Gambaran umum Daerah Penelitian 3.1.1. Gambaran Umum Kota Cimahi 3.1.2. Gambaran Umum Daerah Penelitian 3.2. Sumber Data Penelitian 3.3. Deskripsi Hasil Penelitian Dan Analisa 3.3.1. Pemahaman Jemaat GKP Jemaat Cimahi Mengenai Konseling Pastoral 3.3.2. Pelaksanaan Konseling Pastoral Di GKP Jemaat Cimahi Tanpa Keberadaan Pendeta Jemaat 3.3.3. Kendala Dalam Pelaksanaan Konseling Pastoral di GKP Jemaat Cimahi Tanpa Keberadaan Pendeta Jemaat. 3.4. Refleksi Teologi 3.5. Rangkuman BAB IV : PENUTUP 4.1. Kesimpulan 4.2. Saran