BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang nomor 22 tahun 1999 yang mengatur mengenai otonomi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Aturan-aturan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah di Indonesia yang didasarkan pada undang-undang nomor

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. arah dan tujuan yang jelas. Hak dan wewenang yang diberikan kepada daerah,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. termasuk diantaranya pemerintah daerah. Penganggaran sector publik terkait

BAB I PENDAHULUAN. baik (Good Governance) menuntut negara-negara di dunia untuk terus

BAB I PENDAHULUAN. birokrasi dalam berbagai sektor demi tercapainya good government. Salah

BAB I PENDAHULUAN. Undang Undang (UU) No. 5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok. pemerintahan daerah, diubah menjadi Undang-Undang (UU) No.

BAB I PENDAHULUAN. daerahnya sesuai dengan kebutuhan dan prioritasnya masing-masing. Tujuan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Perubahan di bidang ekonomi, sosial dan politik dalam era reformasi ini,

BAB I PENDAHULUAN. laporan keuangan yang handal, dapat dipertanggungjawabkan dan dapat digunakan sebagai dasar

BAB I PENDAHULUAN. diperkenalkannya pendekatan penganggaran berbasis kinerja (performance. based budgeting) dalam penyusunan anggaran pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. perimbangan keuangan pusat dan daerah (Suprapto, 2006). organisasi dan manajemennya (Christy dan Adi, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas ekonomi dan tugas

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu hal yang harus diketahui oleh publik untuk dievaluasi, dikritik,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. memberikan proses pemberdayaan dan kemampuan suatu daerah dalam. perekonomian dan partisipasi masyarakat sendiri dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah telah melakukan reformasi di bidang pemerintahan daerah dan

BAB I PENDAHULUAN. Penganggaran merupakan hal yang sangat penting di dalam suatu organisasi,

BAB 1 PENDAHULUAN. Otonomi daerah adalah suatu konsekuensi reformasi yang harus. dihadapi oleh setiap daerah di Indonesia, terutama kabupaten dan kota

BAB I PENDAHULUAN. pusat untuk mengatur pemerintahannnya sendiri. Kewenangan pemerintah daerah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang. Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. pencapaian tujuan-tujuan. Kinerja terbagi dua jenis yaitu kinerja tugas merupakan

BAB I PENDAHULUAN. manajemen pemerintah pusat dan daerah (propinsi, kabupaten, kota). Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. melakukan perubahan secara holistik terhadap pelaksaaan pemerintahan orde baru.

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan baru dari pemerintah Republik Indonesia yang mereformasi

BAB I PENDAHULUAN. yang menggambarkan kondisi keuangan dari suatu organisasi yang meliputi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Anggaran merupakan suatu hal yang sangat penting dalam suatu organisasi.

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Otonomi Daerah di Indonesia, Pemerintah Daerah

PERBEDAAN RASIO KEUANGAN DAERAH SEBELUM DAN SESUDAH OTONOMI DAERAH (Studi Kasus Di Pemerintah Daerah Kabupaten Tulungagung)

BAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi

BAB I PENDAHULUAN. keuangan negara. Hal ini diindikasikan dengan telah diterbitkannya Undangundang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Semangat reformasi telah mendorong para pemimpin bangsa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. daerah, maka semakin besar pula diskreasi daerah untuk menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. berbagai hal, salah satunya pengelolaan keuangan daerah. Sesuai dengan Undang-

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

1 UNIVERSITAS INDONESIA

Asas Dekonsentrasi dan Asas Tugas Pembantuan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. kemudian dapat mengarah pada reformasi. Salah satu bentuk dari reformasi yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang. fundamental dalam hubungan Tata Pemerintah dan Hubungan Keuangan,

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan ekonomi untuk daerah maupun kebijakan ekonomi untuk pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada era reformasi, pengelolaan anggaran pendapatan dan belanja

BAB I PENDAHULUAN. terhadap pengelolaan pemerintahan yang baik (good government governance)

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi pemerintah merupakan salah satu bentuk organisasi non

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada awal tahun 1996 dan

BAB I PENDAHULUAN. setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. sesungguhnya. Seperti dikemukakan oleh Menteri Keuangan Boediono (Sidik et

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara lebih adil dan berimbang. Perubahan paradigma ini antara lain

BAB I PENDAHULUAN. Hakekat dari otonomi daerah adalah adanya kewenangan daerah yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. penting. Otonomi daerah yang dilaksanakan akan sejalan dengan semakin

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan dan kebutuhan masyarakat Indonesia pada umumnya terhadap

BAB I PENDAHULUAN. bagi bangsa ini. Tuntutan demokratisasi yang diinginkan oleh bangsa ini yaitu

BAB I PENDAHULUAN. dengan ditetapkannya UU No. 22 Tahun 1999 (revisi menjadi UU No. 32 Tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. transparansi publik. Kedua aspek tersebut menjadi hal yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. adanya akuntabilitas dari para pemangku kekuasaan. Para pemangku. penunjang demi terwujudnya pembangunan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Sejak otonomi daerah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2001

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. mencatat desentralisasi di Indonesia mengalami pasang naik dan surut seiring

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan laporan pertanggungjawaban yang terdiri atas Laporan Perhitungan

BAB I PENDAHULUAN. kepada daerah. Di samping sebagai strategi untuk menghadapi era globalisasi,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Lahirnya otonomi daerah memberikan kewenangan kepada

BAB 1 PENDAHULUAN. program ataupun kegiatan. Sebelum melaksanakan kegiatan, harus ada

BAB I PENDAHULUAN. Adanya perkembangan teknologi dan otonomi daerah menuntut

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah ditandai dengan dikeluarkan Undang-Undang (UU No.22 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. tersebut mengatur pelimpahan kewenangan yang semakin luas kepada

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia yang diawali dengan keluarnya Undang-Undang No.17 tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. Melalui Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) yang telah

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya Undang-Undang (UU) No. 32 Tahun 2004 tentang. Pemerintah Daerah (Pemda) dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan desentraliasasi fiskal, Indonesia menganut sistem pemerintah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal. daerah, yang dikenal sebagai era otonomi daerah.

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas yang dihasilkan dari suatu sistem informasi. Informasi yang

I. PENDAHULUAN. pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan dan pengeluaran yang terjadi dimasa lalu (Bastian, 2010). Pada

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. diamanatkan dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah merupakan upaya pemberdayaan daerah dalam pengambilan

BAB I PENDAHULUAN. melalui Otonomi Daerah. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.22 tahun

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, yang diukur melalui elemen Pendapatan Asli Daerah (PAD). Diharapkan

1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

PROFIL KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. dibidang keuangan negara, yaitu undang-undang No. 17 tahun tentang Keuangan Negara, Undang-undang No. 1 tahun 2004 tentang

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan kesatuan yang utuh (Mahmudi, 2011). Menurut Mardiasmo (2009), keilmuan jika memenuhi tiga karakteristik dasar, yaitu:

BAB I PENDAHULUAN. Tetapi untuk pelaksanaan fungsi birokrasi pemerintah, keberadaan sektor publik

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. daerah diharapkan mampu menciptakan kemandirian daerah dalam mengatur dan

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pertimbangan yang

ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PEMERINTAHAN KOTA DEPOK TAHUN ANGGARAN 2014

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan untuk lebih

BAB I PENDAHULUAN. diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang nomor 22 tahun 1999 yang mengatur mengenai otonomi daerah di Indonesia dan sekarang berubah menjadi undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah dan undang-undang nomor 25 tahun 1999 dan sekarang berubah menjadi undang-undang nomor 33 tentang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah dengan sistem pemerintahan desentralisasi sudah mulai efektif dilaksanakan sejak 1 Januari 2001. Undang-undang tersebut merupakan kebijakan yang dipandang sangat demokratis dan menggambarkan serta memenuhi aspek desentralisasi pemerintah yang sesungguhnya.pertimbangan mendasar terselenggaranya otonomi daerah adalah perkembangan kondisi di dalam negeri yang mengindikasikan bahwa semangkin maraknya globalisasi yang menuntut daya saing tiap Negara, termaksud daya saing pemerintah daerahnya. Daya saing pemerintah ini diharapkan akan tercapai melalui peningkatan kemandirian pemerintah daerah. Selanjutnya peningkatan kemandirian pemerintah daerah tersebut diharapkan dapat diraih melalui otonomi daerah (Halim 2001:2). Tujuan program otonomi daerah adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan daerah, mengurangi kesenjangan antara responsif terhadap kebutuhan potensi maupun karakteristik di daerah masing-masing.hal ini ditempuh melalui peningkatan hak dan tanggung jawab pemerintah daerah untuk

mengelola rumah tangganya sendiri, (Bastian 2006). Adapun misi utama undangundang nomor 32 tahun 2004 dan undang-undang nomor 33 tahun 2004 tersebut bukan hanya keinginan untuk melimpahkan kewewenangan pembangunan dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah, tetapi yang lebihpenting adalah efisiensi dan efektifitas sumber daya keuangan. Oleh karena itulah diperlukan suatu laporan keuangan yang handal dan dapat dipercaya agar dapat menggambarkan sumber daya keuangan daerah berikut dengan analisis prestasi pengelolaan sumber daya keuangan daerah itu sendiri (Bastian 2006:6). Hal tersebut sesuai dengan ciri penting dari suatu daerah otonomi yang mampu menyelenggarakan otonomi daerahnya yaitu terletak pada strategi sumber daya manusia (SDM) dan kemampuan di bidang keuangan daerah (Soedjono 2000). Analisa prestasi dalam hal ini adalah kinerja dari pemerintah daerah itu sendiri yang dapat didasarkan pada kemandirian dan kemampuannya untuk memperoleh, memiliki, memelihara dan memanfaatkan keterbatasan sumbersumber ekonomis daerah untuk memenuhi seluas-luasnya kebutuhan masyarakat di daerah.proses penyusunan anggaran sektor publik umumnya disesuaikan dengan peraturan lembaga yang lebih tinggi. Seiring sejalan dengan pemberlakuan undangundang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dan undang-undang nomor 33 tahun 2004 yaitu mengenai perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, lahirlah tiga paket perundang-undangan, yaitu undang-undang nomor 17 tahun 2003 tentang keuangan Negara, undang-undang nomor 15 tahun 2004 tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggungjawab

keuangan Negara, yang telah membuat perubahan yang mendasar dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pengaturan keuangan, khususnya dalam perencanaan dan anggaran pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Kemudian saat ini keluar peraturan tentang Pengelolaan keuangan daerah yaitu Peraturan Pemerintah RI No 58 tahun 2004 dan Permendagri No.13 tahun 2006 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah yang mengantikan Kepmendagri No. 29 tahun 2002. Dalam reformasi anggaran tersebut, proses penyusunan APBD diharapkan menjadi lebih partisipasi. Hal tersebut sesuai dengan permendagri No.13 tahun 2006 yaitu dalam menyusun arah dan kebijakan umum APBD diawali dengan penjaringan aspirasi masyarakat, berpedoman pada rencana strategi daerah dan dokumen perencanaan lainnya yang ditetapkan daerah. Serta pokok-pokok kebijakan nasional di bidang keuangan daerah. Selain itu sejalan dengan yang diamanatkan dalam undang-undang No. 17 tahun 2003 tentang perimbangan keuangan Negara akan pula diterapkan secara penuh anggaran berbasis kinerja di sektor publik agar penggunaan anggaran tersebut bisa dinilai kemanfaatan dan kegunaannya oleh masyarakat (Abimanyu 2005). Undang-undang No.17 tahun 2003 menetapkan bahwa APBD disusun berdasarkan pendekatan prestasi kerja yang akan dicapai. Untuk mendukung kebijakan ini perlu dibangun suatu sistem yang dapat menyediakan data dan imformasi untuk menyusun APBD dengan pendekatan kinerja Anggaran kinerja pada dasarnya merupakan sistem penyusunan dan pengelolaan anggaran daerah yang berorientasi pada pencapaian hasil atau kinerja.adapun kinerja tersebut harus mencerminkan efisiensi dan efektifitas pelayanan publik, yang berarti harus

berorentasi pada kepentingan publik (Mariana 2005). Melalui permendagri No. 13 tahun 2006 implementasi pradigma baru yang berorentasi pada prestasi kinerja dapat diterapkan dalam penyusunan APBD, baik dalam system akuntansi dan pengelolaan keuangan daerah. Pemerintah Kota (PEMKOT) Medan merupakan salah satu Pemerintahan Daerah di Sumatera Utara yang diharuskan untuk menyusun laporan pertanggungjawaban keuangan daerah yang terdiri dari : 1. Neraca 2. Laporan Realisasi Anggaran 3. Laporan Arus Kas 4. Catatan Atas Laporan Keuangan Penyusunan laporan keuangan tersebut berpedoman pada ketentuan pokok yang menyangkut pengelolaan keuangan dan otonomi daerah serta peraturan pelaksanaannya yang telah dikeluarkan oleh pemerintah pusat.sedangkan dalam penerapannya diperkuat oleh peraturan daerah. Skripsi ini akan membahas mengenai Analisa Kinerja Keuangan Daerah pada pelaksanaan Anggaran Berbasis Kinerja. Dari data yang diperoleh dari LKPJ Kota Medan Tahun 2006 dapat dilihat bahwa tidak satupun dari pos belanja daerah yang jumlah realisasi pengeluarannya mencapai anggaran apalagi melebihi jumlah yang dianggarkan.hal ini menunjukkan pengeluaran belanja daerah pada masa awal penerapan anggaran berbasis kinerja dilakukan secara efisien, efektif dan ekonomis.

Tabel 1.1 Anggaran dan Realisasi Belanja Pemerintah Kota Medan Tahun Anggaran 2006 No Jenis Belanja Anggaran Realisasi Lebih (kurang) % 1 BELANJA APARATUR 468,048,556,430.00 436,296,011,302.75 (31,752,545,127.25) 93.22% 1.1 Belanja Administrasi Umum 382,907,274,244.00 359,784,502,625.00 (23,122,771,619.00) 93.96% 1.2 Belanja Operasi dan Pemeliharaan 55,156,779,411.00 47,419,361,222.75 (7,737,418,188.25) 85.97% 1.3 Belanja Modal 29,984,502,775.00 29,092,147,455.00 (892,355,320.00) 97.02% 2 BELANJA PUBLIK 947,436,861,788.00 886,129,408,213.19 (61,307,453,574.81) 93.53% 2.1 Belanja Administrasi Umum 399,988,490,102.00 392,429,927,185.00 (7,558,562,917.00) 98.11% 2.2 Belanja Operasi dan Pemeliharaan 202,153,030,256.00 186,465,619,995.08 (15,687,410,260.92) 92.24% 2.3 Belanja Modal 218,015,258,930.00 186,594,118,959.11 (31,421,139,970.89) 85.59% 2.4 Belanja Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan 119,780,082,500.00 115,667,997,278.00 (4,112,085,222.00) 96.57% 2.5 Belanja Tak Tersangka 7,500,000,000.00 4,971,744,796.00 (2,528,255,204.00) 66.29% Jumlah Belanja 1,415,485,418,218.00 1,322,425,419,515.94 (93,059,998,702.06) 93.43% Sumber: LKPJ Kota Medan Tahun 2006 Dalam upaya memperbaiki proses penganggaran di daerah, telah dilakukan reformasi penganggaran dengan menerapkan tiga (3) pendekatan yaitu: 1. Penganggaran dengan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) atau juga dikenal dengan Medium Term Expenditure Framework (MTEF). Pendekatan ini menuntut kita menyusun rencana anggaran untuk dua (2) tahun anggaran berturut-turut, yaitu tahun anggaran bersangkutan, dan rencana anggaran untuk tahun berikutnya. 2. Penganggaran Terpadu (Unified Budgeting). Pendekatan ini menyatukan penyusunan anggaran baik untuk yang sifatnya mengikat (dulu dikenal dengan istilah anggaran rutin) maupun anggaran yang tidak mengikat (dulu dikenal dengan istilah anggaran pembangunan) yang sebelumnya dilakukan

secara terpisah.pendekatan ini memaksa instansi pemerintah untuk memandang perencanaan dan penganggaran secara utuh agar dapat menjalankan fungsinya secara baik dan benar. 3. Penganggaran Berbasis Kinerja (Performance Based Budgeting). Pendekatan ini mengatakan bahwa besarnya alokasi anggaran didasarkan atas target prestasi kinerja yang diusulkan oleh instansi pengusul. Ukuran kinerja untuk program adalah manfaat (outcome) sedangkan untuk kegiatan adalah keluaran (output). Penganggaran kinerja atau berdasarkan prestasi kerja adalah penganggaran yang menekankan pada orientasi output (keluaran) dan outcome (hasil) yang memiliki konsekuensi pada mekanisme penyusunan anggaran. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah pada Pasal 39 Ayat 2 disebutkan penyusunan anggaran berdasarkan prestasi kerja dilakukan berdasarkan capaian kinerja, indikator kinerja, analisis standar belanja, standar satuan harga, dan standar pelayanan minimal. Selanjutnya, dalam penjelasan PP No. 58 Tahun 2005 disebutkan untuk dapat mengendalikan tingkat efisiensi dan efektifitas anggaran, maka dalam perencanaan anggaran perlu diperhatikan (1) penetapan secara jelas tujuan dan sasaran, hasil dan manfaat, serta indikator kinerja yang ingin dicapai; (2) penetapan prioritas kegiatan dan penghitungan beban kerja, serta penetapan harga satuan yang rasional. Penyusunan anggaran oleh masing-masing satuan kerja perangkat daerah (SKPD) harus betul-betul dapat menyajikan informasi yang jelas tentang tujuan,

sasaran, serta korelasi antara besaran anggaran (beban kerja dan harga satuan) dengan manfaat dan hasil yang ingin dicapai atau diperoleh masyarakat dari suatu kegiatan yang dianggarkan. Oleh karena itu penerapan anggaran berbasis kinerja mengandung makna bahwa setiap penyelenggara negara berkewajiban untuk bertanggungjawab atas hasil proses dan penggunaan sumber dayanya. Dengan diberlakukannya Undang-Undang tersebut maka konsekuensi logisnya adalah Pemerintah Daerah Kota Medan harus meningkatkan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah di daerah terhadap pembangunan dan penyelenggaran pemerintah di daerah.prinsip-prinsip tersebut telah membuka peluang dan kesempatan yang luas kepada daerah otonom untuk melaksanakan kewenangannya secara mandiri, luas, nyata dan bertanggung jawab dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraaan masyarakat dapat dilakukakan melalui peningkatan mutu pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat serta daya saing daerah. Dalam mewujudkan tata pemerintahan yang baik maka Pemerintah Kota Medan perlu mengikuti segala undang-undang dan peraturan-peraturan yang berlaku.salah satunya Kota Medan perlu menerapkan prinsip-prinsip sistem anggaran berbasis kinerja yang ditetapkan secara bertahap mulai tahun 2005.Dengan tersedianya sumber daya manusia yang dapat memahami konsep pelaksanaan anggaran berbasis kinerja dan mengenai pentingnya penganggaran berbasis kinerja agar didukung dalam penerapan anggaran.dengan adanya pemahaman yang benar dapat menghilangkan rasa saling curiga, tidak percaya dan terwujudnya sinergi antara pihak dalam mewujudkan anggaran yang berbasis

kinerja bagi suatu pemerintah daerah secara baik dan benar sehingga pemerintahan yang baik dapat bersama-sama diwujudkan. Berdasarkan latar belakang masalah diatas, penulis berkeinginan untuk melakukan penelitian berkaitan dengan Pengaruh Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kota Medan 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas, dalam penelitian ini penulis mencoba merumuskan permasalahan, yaitu: Apakah Pemberlakuan Anggaran Berbasis Kinerja Berpengaruh Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Kota Medan Dalam Bentuk : Tingkat Kemandirian, Tingkat Desentralisasi Fiskal, Tingkat Kemampuan Pembiayaan, Tingkat Keserasian dan Tingkat Efektifitas dan Efisiensi serta Tingkat Pertumbuhan? 1.3. Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah, maka penelitian ini mempunyai tujuan untuk menguji dan menganalisa pengaruh Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja (ABK) terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Kota Medan. 1.4. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi masyarakat secara umum dan secara khusus kepada :

1. Bagi Peneliti, hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan pemahaman tentang akuntansi pemerintahan, khususnya bagaimana penerapan penganggaran berbasis kinerja berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah. 2. Bagi pemerintah daerah, sebagai informasi sebagai tambahan referensi dalam menganalisis kinerja keuangan pemerintah daerah setelah diberlakukannya anggaran berbasis kinerja. 3. Bagi Akademisi, sebagai dasar untuk melakukan penelitian selanjutnya dan memberi masukan pada pengembangan akuntansi sektor publik.