15 3 METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan bulan Januari sampai Juni 2012, di perairan Kabupaten Kolaka Sulawesi Tenggara (Lampiran 1). Lokasi dipilih dengan pertimbangan bahwa perairan ini merupakan salah satu wilayah penangkapan ikan kerapu di Sulawesi Tenggara. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode survey mencakup data primer dan data sekunder. Prosedur pengambilan data primer yaitu ikan kerapu yang didaratkan di pengumpul ikan, setiap individu diukur panjang totalnya menggunakan mistar ukur dengan ketelitian 0,1 cm kemudian ditimbang beratnya dengan timbangan elektrik yang memiliki ketelitian 0,01 gram selanjutnya ditabulasi berdasarkan panjang, bobot, dan tanggal pengambilan data. Pengumpulan data dilakukan setiap 2 minggu sekali dengan jumlah sampel setiap bulan ± 500 ekor. Pengambilan sampel secara acak sebanyak ± 15 ekor/bulan diukur panjang dan bobotnya kemudian diambil gonadnya melalui pembedahan dan ditimbang untuk mengetahui indeks kematangan gonad (IKG). Kemudian diamati dengan mikroskop untuk menentukan tingkat kematangan gonad (TKG) dan jenis kelaminnya di laboratorium SMK Negeri 2 Kabupaten Kolaka. Data jumlah dan berat ikan digunakan untuk menganalisa komposisi ikan kerapu. Data panjang total digunakan untuk menduga laju eksploitasi. Pengumpulan data dilakukan juga melalui observasi dan wawancara meliputi data unit penangkapan (pemilik mesin, kapal, nelayan atau anak buah kapal, alat tangkap), dan kegiatan operasi penangkapan. Data sekunder adalah data hasil tangkapan dan upaya penangkapan ikan kerapu sunu tahun 2005 sampai 2011 di Dinas Perikanan Kabupaten Kolaka. Data sekunder digunakan untuk menduga hasil tangkapan maksimum lestari atau menduga nilai MSY ikan kerapu sunu. Analisa Data Hasil Tangkapan Maksimum Lestari Model surplus produksi digunakan untuk pendugaan hasil tangkapan maksimum lestari atau Maximum Sustainable Yield (MSY). Hasil tangkapan maksimum diestimasi dari data input sebagai berikut (Sparre dan Venema 1999) : f i = upaya dalam tahun i, i = 1,2,...., n Y/f = hasil tangkapan (dalam bobot) per unit upaya pada tahun i. Ikan yang tertangkap di perairan Kolaka menggunakan alat tangkap pancing dan bubu. Untuk itu standarisasi upaya harus dilakukan terlebih dahulu sebelum digunakan untuk menduga besarnya MSY. Standarisasi dilakukan dengan langkah-langkah (Gulland 1983; Sparre dan Venema 1999) sebagai berikut :
16 1. Upaya dan hasil tangkapan masing-masing upaya dihitung totalnya hingga tahun ke-i, dimana i = 1,2,3,...,n 2. CPUE dihitung untuk masing-masing upaya 3. Total upaya terbesar dari kedua jenis upaya dipilih sebagai standar dalam menghitung Fishing Power Indeks (FPI). 4. Jika upaya terbesar adalah bubu maka FPI bubu = dan FPI pancing = 5. Upaya standar untuk tahun ke-i dimana i = 1,2,3...,n dihitung melalui persamaan berikut : Upaya standar = (upaya bubu tahun ke-i x FPI bubu ) + (upaya pancing tahun ke-i x FPI pancing ) Pendugaan MSY dengan menggunakan model Schaefer atau model Fox, dari hasil upaya standar yang diperoleh. Model Schaefer hasil tangkapan per upaya penangkapan sebagai suatu fungsi dari upaya dengan model linear sebagai berikut: Jika adalah peubah tak bebas yang disimbolkan dengan dan adalah peubah bebas yang disimbolkan dengan maka diperoleh persamaan : Model Fox berbentuk logaritma yang jika dilinierkan menjadi sebagai berikut : Jika adalah peubah tak bebas dan adalah peubah bebas maka diperoleh persamaan sebagai berikut : Analisis regresi linier menggunakan metoda kuadrat terkecil akan diperoleh nilai atau dari data runtut waktu selama n tahun sebagai berikut : Nilai atau dihitung melalui persamaan sebagai berikut :
17 Perhitungan koefisien determinasi dilakukan untuk mengetahui berapa persen dari data dapat dijelaskan oleh model regresi linier melalui persamaan sebagai berikut: Jika nilai untuk persamaan regresi model Schaefer lebih besar dari persamaan regresi model Fox, maka perhitungan MSY dilakukan dengan model Schaefer, demikian pula sebaliknya. Setelah nilai diperoleh maka dilakukan perhitungan nilai MSY dan upaya optimum. Perhitungan nilai MSY dan untuk model Schaefer adalah sebagai berikut : Sedangkan untuk model Fox adalah sebagai berikut: Laju Eksploitasi Pendugaan laju eksploitasi menggunakan data mortalitas alami (M) dan mortalitas penangkapan (F). Pendugaan koefisien mortalitas alami menggunakan persamaan empiris (Pauly 1984 in Sparre dan Venema 1999) yaitu hubungan antara kematian alami (M) dengan parameter-parameter pertumbuhan Von Bertalanffy (K, ) dan suhu lingkungan perairan (T) sebagai berikut : Dimana : L t = panjang pada umur L = L infiniti atau panjang tak terhingga K = koefisien pertumbuhan t = umur ikan = umur pada saat panjang ikan nol t 0
18 Pauly (1980) menyusun analisis regresi M (per tahun) terhadap K (per tahun) L dan T (rata-rata suhu permukaan air tahunan dalam derajat Celcius dan dikenal dengan rumus empiris Pauly : adalah panjang asimptotik, K adalah koefisien pertumbuhan dan T adalah suhu rata-rata tahunan ( C). Persamaan Beverton dan Holt (Sparre dan Venema 1999) digunakan untuk pendugaan laju mortalitas total (Z) sebagai berikut : adalah panjang rata-rata ukuran, adalah panjang di mana ikan pada ukuran tersebut dan lebih panjang berada pada penangkapan penuh. dapat pula dianggap sebagai batas kelas bawah dari interval kelas panjang (Sparre dan Venema 1999). Nilai Z dan M digunakan untuk menduga mortalitas penangkapan (F) dengan persamaan sebagai berikut : Laju eksploitasi ikan kerapu dapat diduga berdasarkan nilai Z dan F dengan persamaan : Jika E > 0,5 menunjukkan tingkat eksploitasi tinggi (over fishing), E = 0,5 tingkat pemanfaatan optimal (E opt ), dan E < 0,5 tingkat eksploitasi rendah (under fishing) (Gulland 1971 in Sparre dan Venema 1999). Tingkat Kematangan Gonad (TKG) Tingkat kematangan gonad (TKG) adalah tahap tertentu perkembangan gonad sebelum dan sesudah ikan memijah. Menentukan tingkat kematangan gonad ikan ada dua cara yaitu secara morfologi dan histologi. Penelitian ini menggunakan penentuan secara morfologi yaitu berdasarkan bentuk, warna, ukuran, bobot gonad, serta perkembangan isi gonad. Pendugaan ukuran pertama kali matang gonad dengan menggunakan metode Sperman Karber (Udapa 1986 in Sulistiono 2011).
19 Dimana : Log m = logaritma dari panjang pada kematangan yang pertama Xt = logaritma nilai tengah panjang ikan 50% matang gonad x = logaritma dari pertambahan nilai tengah panjang pi = jumlah matang (ri) dibagi jumlah ikan (ni) Sedangkan pengamatan bobot gonad digunakan untuk menghitung indeks somatik gonad dengan menggunakan rumus Effendie (2002) sebagai berikut : Keterangan : ISG = indeks somatik gonad BG = berat gonad (gram) BB = bobot badan (gram) 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Frekuensi Panjang Ikan Kerapu Berdasarkan hasil penelitian total jumlah ikan kerapu yang tertangkap di Perairan Kabupaten Kolaka selama bulan Maret sampai Mei sebanyak 1505 ekor. Panjang total 21 sampai 90 cm dan bobot 100 sampai 12000 gram (Tabel 4). Tabel 4 Jumlah dan panjang ikan kerapu sunu di Perairan Kabupaten Kolaka No Parameter Ikan kerapu sunu 1 Jumlah (ekor) 1505 2 Panjang rata-rata (cm) 41,3 3 Standar deviasi 10,8 4 Panjang maksimum (cm) 90 5 Panjang minimum (cm) 21 Hasil penelitian Prasetya (2010) di perairan Teluk Lasongko Kabupaten Buton Sulawesi Tenggara mendapatkan ukuran minimal ikan kerapu sunu yang tertangkap 13 cm. Grandcourt et al. (2005) di perairan Teluk Selatan Arab mendapatkan ukuran minimal 28,9 cm. Hal ini berarti bahwa ukuran minimal ikan kerapu sunu yang ditangkap di Perairan Kabupaten Kolaka dan beberapa perairan lainnya belum mengalami kematangan seksual. Elevati dan Aditya (2001) menyatakan perubahan kelamin betina menjadi jantan ikan kerapu sunu terjadi pada saat panjang ikan berukuran 42 cm. Selanjutnya Grandcourt (2005) menambahkan ukuran kematangan seksual betina untuk ikan kerapu sunu adalah 43,5 cm. Penangkapan yang terjadi sebelum ikan kerapu sunu mengalami kematangan seksual akan mengakibatkan rendahnya proporsi jantan dalam populasi yang berdampak pada aktivitas reproduksi. Penurunan jumlah individu jantan dalam suatu lokasi pemijahan menyebabkan keterbatasan sperma dalam proses reproduksi.