HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrisi Pakan Burung Perkutut

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrisi Pakan Burung Perkutut

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Materi Penelitian Hewan Percobaan

MATERI DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan perkembangan ayam broiler sangat dipengaruhi oleh

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh

HASIL DAN PEMBAHASAN

KOMPOSISI PAKAN DAN TUBUH HEWAN

I. PENDAHULUAN. pesat. Perkembangan tersebut diiringi pula dengan semakin meningkatnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tingkat Kelangsungan Hidup

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kendala pada peternak disebabkan mahalnya harga bahan baku, sehingga

HASIL DAN PEMBAHASAN. ternak. Darah terdiri dari dua komponen berupa plasma darah dan bagian padat yang

I. PENDAHULUAN. sangat besar untuk memenuhi kebutuhan daging di tingkat nasional. Kenyataan

I. PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah penduduk yang disertai dengan meningkatnya kesadaran

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang

I. PENDAHULUAN ,8 ton (49,97%) dari total produksi daging (Direktorat Jenderal Peternakan,

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Isa Brown, Hysex Brown dan Hyline Lohmann (Rahayu dkk., 2011). Ayam

I PENDAHULUAN. banyak peternakan yang mengembangkan budidaya puyuh dalam pemenuhan produksi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien

Konsep Sel, Jaringan, Organ dan Sistem Organ

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas ayam buras salah satunya dapat dilakukan melalui perbaikan

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN. Rataan kecernaan protein ransum puyuh yang mengandung tepung daun lamtoro dapat dilihat pada Tabel 7.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Peubah* Konsumsi Ekstrak Daun Konsumsi Saponin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Kedu merupakan jenis ayam kampung yang banyak dikembangkan di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. bukanlah zat yang bisa dihasilkan oleh tubuh melainkan kita harus

I. PENDAHULUAN. pokok, produksi, dan reproduksi. Pemberian pakan yang mencukupi baik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk.

BAB I PENDAHULUAN. vitamin dan mineral, sayuran juga menambah ragam, rasa, warna dan tekstur

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh rata-rata jumlah

1. Jenis-jenis Sapi Potong. Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah :

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. bagi kesehatan. Pengobatan tradisional telah banyak digunakan sebagai

PENDAHULUAN. jualnya stabil dan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan ayam broiler, tidak

HASIL DAN PEMBAHASAN. Jumlah dan Bobot Folikel Puyuh Rataan jumlah dan bobot folikel kuning telur puyuh umur 15 minggu disajikan pada Tabel 5.

I. PENDAHULUAN. sangat cepat dibandingkan dengan pertumbuhan unggas lainnnya. Ayam broiler

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking

PENDAHULUAN. puyuh (Cortunix cortunix japonica). Produk yang berasal dari puyuh bermanfaat

I. PENDAHULUAN. atau ayam yang kemampuan produksi telurnya tinggi. Karakteristik ayam petelur

Nutrisi Pakan pada Pendederan kerapu

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan waktu, pertambahan jumlah penduduk,

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menunjukkan bahwa konsumsi telur burung

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. Tingkat keperluan terhadap hasil produksi dan permintaan masyarakat berupa daging

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan kaidah-kaidah dalam standar peternakan organik. Pemeliharaan

GIZI WANITA HAMIL SEMESTER VI - 6 DAN 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang yang lebih banyak sehingga ciri-ciri kambing ini lebih menyerupai

PENDAHULUAN. bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7. Rataan Konsumsi Ransum, Provitamin A dan Kandungan Vitamin A di Hati

Gambar 1. Cara penggunaan alat pemeras madu. Gambar 2. Alat Pemeras madu. Gambar 3. Alat Penyaring madu Gambar 4. Ruang pengolahan madu 70 %

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Puyuh

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh Variasi Dosis Tepung Ikan Gabus Terhadap Pertumbuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah ayam jantan atau betina yang umumnya dipanen pada umur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Nutrisi untuk Mendukung Tenaga Kerja yang Sehat dan Produktif. dr. Yulia Megawati

Gambar 1 Rata-rata Jumlah Sel Darah Putih Ikan Lele Dumbo Setiap Minggu

BAB I PENDAHULUAN. akan pangan hewani berkualitas juga semakin meningkat. Salah satu pangan hewani

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat pesat. Populasi ayam pedaging meningkat dari 1,24 milyar ekor pada

BAB I PENDAHULUAN. Teh sarang semut merupakan salah satu jenis teh herbal alami yang terbuat

PENDAHULUAN. adalah Timbal (Pb). Timbal merupakan logam berat yang banyak digunakan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sistem Transportasi Manusia L/O/G/O

HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam jangka waktu tertentu. Tingkat konsumsi pakan dipengaruhi oleh tingkat

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

Pakan ternak. Dibutuhkan oleh ternak untuk : 1. Hidup pokok 2. Pertumbuhan 3. Produksi 4. Mengganti sel yang rusak pada jaringan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam petelur merupakan ayam yang dipelihara khusus untuk diambil

I. TINJAUAN PUSTAKA. memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas yaitu pertumbuhan yang cepat, konversi

HASIL DAN PEMBAHASAN

BIOKIMIA NUTRISI. : PENDAHULUAN (Haryati)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga

Mekanisme penyerapan Ca dari usus (Sumber: /16-calcium-physiology-flash-cards/)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki

TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil

I. TINJAUAN PUSTAKA. hingga diperoleh ayam yang paling cepat tumbuh disebut ayam ras pedaging,

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

Transkripsi:

HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrisi Pakan Burung Perkutut Penelitian ini menggunakan 4 macam pakan utama berupa biji-bijian, yaitu gabah lampung, milet, jawawut dan ketan hitam. Adapun hasil analisa kandungan nutrisi pakan utama dapat dilihat pada Tabel 3. Berdasarkan hasil analisa nutrien pada masing-masing pakan utama maka terlihat kandungan protein kasar untuk jewawut sebesar 11.38%, ketan hitam 11.37%, milet sebesar 10.50%, dan gabah lampung sebesar 8.75%. Kandungan protein pada pakan utama tersebut sebagai zat nutrisi yang menunjang pertumbuhan perkutut sehingga ternak tersebut memiliki performen yang baik dan menghasilkan suara yang merdu. Menurut Soemadi dan Mutholib (2003) jumlah protein yang dikonsumsi burung ocehan dari pakan yang disediakan harus seimbang dengan kebutuhannya, tidak lebih dan tidak kurang. Apabila protein yang dikonsumsi berlebih maka sisanya akan diubah menjadi lemak sehingga menyebabkan burung menjadi gemuk dan terlihat malas. Sebaliknya, bila terjadi defisiensi konsumsi protein maka mengakibatkan burung menjadi kurus, kerdil, pertumbuhan bulu tidak sempurna, bersifat kanibal, tidak bergairah dan enggan bersuara. Untuk bersuara, burung memerlukan protein kurang lebih 35% dari jumlah makanannya (Soemadi dan Mutholib 2003). Kandungan lemak kasar yang tertinggi pada masing-masing pakan utama adalah jawawut (2.53%) kemudian diikuti oleh ketan hitam (2.43%), gabah lampung (1.51%), dan milet (1.44%). Perlu diperhatikan bahwa jawawut sebagai kandungan lemak kasar yang tertinggi tidak diberikan dalam porsi banyak. Apabila jawawut diberikan berlebih sehingga meningkatkan bobot badan burung perkutut secara berlebih yang akhirnya menyebabkan burung tersebut jarang berkicau. Alasan tersebut diperjelas dengan pendapat Soemadi dan Mutholib (2003) bahwa kandungan lemak dalam pakan burung ocehan sebaiknya tidak lebih 8%. Hal ini disebabkan tidak semua lemak dapat dicerna tubuh yang akhirnya terbuang percuma bersama feces (kotoran) atau menumpuk di antara otot-otot tubuh maupun di bawah kulit. Sebagai akibatnya, burung menjadi gemuk sehingga malas bergerak dan jarang berkicau.

Tabel 3. Kandungan nutrien pakan utama Komponen Gabah Lampung Milet Jewawut Ketan Hitam Kadar Air (%) 12.87 13.63 12.51 11.47 Bahan Kering (%) 87.13 86.37 87.49 88.53 Kadar Abu (%) 4.68 2.55 3.86 4.68 Protein Kasar (%) 8.75 10.50 11.38 11.37 Lemak Kasar (%) 1.51 1.44 2.53 2.43 Serat Kasar (%) 6.21 2.33 5.64 3.11 Gross energi (kal/g) 3 540 3 487 3 860 3 829 Ca (mg/100g) 35.20 30.00 19.80 12.20 P (mg/100g) 59.60 119.00 50.00 77.20 Mg (mg/100g) 101.60 109.40 122.10 116.60 Fe (mg/100g) 0.20 2.00 7.80 7.00 Zn (mg/100g) 2.60 2.30 3.60 2.50 Vitamin A (mg/100g) 0.013 0.008 0.023 0.031 Vitamin C (mg/100g) 70.40 22.00 26.40 88.00 Keterangan : Hasil Analisis Proksimat di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Mataram (2005) Hasil analisis dengan Bomb Calorimetry di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Mataram (2005) Hasil analisis dengan Spectrophotometer di Laboratorium Kimia Analitik Universitas Mataram (2005) Pakan yang baik dipilih berdasarkan dari kemampuannnya untuk menghasilkan energi. Jawawut diketahui memiliki gross energi yang tertinggi sebesar 3860 kal/g dibandingkan dengan ketan hitam (3829 kal/g), gabah lampung (3540 kal/g), dan milet (3487 kal/g). Gross energi yang tinggi pada Tabel 3 sesuai dengan tingginya lemak kasar yang dibutuhkan sebagai sumber energi. Menurut Fitri (2001) bahwa energi yang cukup bagi burung berkicau dibutuhkan untuk memproduksi suara. Kandungan serat kasar yang tertinggi ditemukan pada gabah lampung (6.21%) kemudian jawawut (5.64%), ketan hitam (3.11%), dan milet (2.33%).

Meskipun serat kasar tidak mengandung nutrisi penting tetapi fungsinya sebagai pengatur ekskresi sisa makanan sangatlah penting. Menurut Piliang (2006) serat kasar membantu mempercepat ekskresi sisa-sisa makanan melalui saluran pencernaan. Diketahui dalam keadaan tanpa serat, feses dengan kandungan air rendah akan lebih lama tinggal dalam saluran usus yang dapat menyebabkan gangguan pada gerakan peristaltik pada usus besar sehingga ekskresi feses menjadi lebih lamban. Sebaliknya, pakan dengan serat kasar tinggi dapat mengurangi berat badan karena serat makanan akan tinggal dalam saluran pencernaan dalam waktu relatif singkat sehingga absorpsi zat makanan berkurang. Selain itu, serat kasar tinggi akan memberikan rasa kenyang karena komposisi karbohidrat kompleks yang menghentikan nafsu makan sehingga mengakibatkan turunnya konsumsi makanan (Piliang 2006). Diketahui bahwa kandungan Ca dan P dalam pakan perkutut pada Tabel 3 berbeda-beda. Kandungan Ca tertinggi ditemukan berturut-turut pada gabah lampung (35.20 mg/100g), milet (30.00 mg/100g), jawawut (19.80 mg/100g), dan yang terendah ketan hitam (12.20 mg/100g). Adapun kandungan P yang tertinggi ditemukan pada milet (119.00 mg/100g) bila dibandingkan dengan ketan hitam (77.20 mg/100g), gabah lampung (59.60 mg/100g), dan jewawut (50.00 mg/100g). Peranan Ca bagi tubuh organisme terutama berfungsi pada berbagai proses antara lain proses pembentukan tulang, pembekuan darah, kontraksi otot dan proses induksi rangsangan saraf, sedangkan P berfungsi dalam kontraksi otot, pembentukan tulang dan aktivitas sekretoris. Kedua unsur ini sangat menentukan dalam proses pembentukan tulang dan telur, serta berperan dalam metabolisme karbohidrat. Burung yang mengalami kekurangan unsur tersebut akan memperlihatkan gejala nafsu makan menurun, pertumbuhan terganggu, terjadi pelunakan tulang (osteoporosis) dan bentuk tulang tidak normal (rakhitis) (Soemadi dan Mutholib 2003; Piliang 2004, 2006). Berdasarkan hasil analisis, kandungan Mg tertinggi terdapat pada jewawut (122.10 mg/100g) dibandingkan ketan hitam (116.60 mg/100g), milet (109.40 mg/100g), dan yang terendah gabah lampung (101.60 mg/100g). Unsur ini sebagian besar ditemukan pada tulang dan sedikit terdapat dalam cairan dan

jaringan tubuh lainnya. Selain berperan dalam pembentukan tulang, Mg berperan dalam metabolisme karbohidrat dan fungsi sel saraf. Kekurangan Mg mengakibatkan pertumbuhan menjadi lambat, lesu dan nafas tidak teratur. Defisiensi yang akut menyebabkan terjadinya vasodilatasi (pelebaran pembuluh darah), kepucatan dan kematian (Soemadi dan Mutholib 2003, Piliang 2004). Kandungan zat besi (Fe) pakan utama banyak terdapat pada jawawut (7.80 mg/100g) bila dibandingkan dengan ketan hitam (7.00 mg/100g), milet (2.00 mg/100g), dan gabah lampung (0.20 mg/100g). Zat besi memiliki peranan penting dalam proses pembentukan sel darah merah. Selain itu, untuk mentransport oksigen dalam bentuk hemoglobin. Apabila terjadi defisiensi maka dapat menyebabkan burung mengalami kekurangan darah yang ditandai dengan warna kulit burung tampak pucat (Leeson dan Summers 2001). Berdasarkan hasil analisis nutrien pakan utama, Jawawut memiliki kandungan Zn tertinggi sebesar 3.60 mg/100g, selanjutnya diikuti oleh gabah lampung (2.60 mg/100g), ketan hitam (2.50 mg/100g), dan milet (2.30 mg/100g). Zn di dalam tubuh mempunyai peranan dalam perkembangan karakteristik seks sekunder dan pertumbuhan tubuh. Defisiensi Zn mengakibatkan pertumbuhan tubuh burung terganggu, bulu-bulu tumbuh kurang baik sehingga sayap memendek, testis yang mengecil (testicular atrophy), dan dapat menyebabkan kematian (Leeson dan Summers 2001, Piliang 2004).. Kandungan vitamin A dan vitamin C yang terbesar terdapat dalam ketan hitam (0.031 dan 88.00 mg/100g). Vitamin A berperan dalam proses metabolisme sel, penglihatan, memelihara jaringan epitel yang melapisi saluran pencernaan, reproduksi dan perkembangan tulang. Adapun vitamin C dibutuhkan untuk pembentukan dan pemeliharaan suatu zat dalam tulang dan jaringan lunak serta dapat pula sebagai katalisator jaringan yang membantu dalam proses penyembuhan. Defisiensi vitamin C ditandai gejala askorbat dan pendarahan di seluruh tubuh (Leeson dan Summers 2001, Piliang 2004). Berdasarkan hasil analisis nutrien dari keempat pakan pokok, yaitu gabah lampung, milet, jawawut, dan ketan hitam, ternyata jawawut mempunyai kandungan nutrien yang lebih tinggi dibanding gabah lampung, ketan hitam, dan milet. Nutrien yang tertinggi antara lain protein kasar, lemak kasar, gross energi,

Mg, Fe, dan Zn. Adapun gabah lampung memiliki kandungan serat kasar dan Ca yang lebih tinggi, sedangkan ketan hitam memiliki vitamin A dan vitamin C yang terbanyak kemudian milet hanya mempunyai kandungan P yang terbesar dari pakan pokok yang lain. Hasil Ekstraksi Daun Saga, Sambiloto dan Pare Ekstraksi adalah cara untuk memisahkan campuran beberapa zat menjadi komponen-komponen yang terpisah, sedangkan maserasi merupakan proses perendaman sampel dengan pelarut yang digunakan pada suhu ruangan. Pemilihan pelarut untuk proses ekstraksi dan maserasi akan memberikan efektifitas yang tinggi dengan memperhatikan kelarutan senyawa bahan tersebut (Winarno et al. 1973, Darwis 2000). Berdasarkan pertimbangan tersebut maka daun (saga, sambiloto dan pare) diekstrak dengan menggunakan metode maserasi air (H 2 O), yang proses akhirnya menghasilkan rendemen yang dapat dilihat pada Tabel 4. Pada Tabel 4 terlihat bahwa daun sambiloto menghasilkan persentase nilai rendemen yang lebih tinggi (12.92%) dibandingkan dengan daun pare hutan (7.58%) dan daun saga (6.78%). Besaran persentase nilai rendemen yang dihasilkan akan berbanding terbalik dengan kandungan kadar air yang berada pada masing-masing daun segar, oleh karena itu persentase nilai rendemen sangat dipengaruhi oleh kadar air. Tabel 4. Persentase rendemen yang dihasilkan dari proses ekstraksi Jenis Daun Berat segar (gr) Berat ekstrak (gr) Rendemen (%) Saga (Abrus precatorius linn) 275.43 18.67 6.78 Sambiloto (Andrographis paniculata Ness) 181.23 23.42 12.92 Pare Hutan 200.00 15.16 7.58 (Momordica Charantia, L) Keterangan: Hasil proses ekstraksi di Laboratorium Kimia Analitik FMIPA IPB (2005) Kadar air dari masing-masing daun segar berdasarkan urutan kadar terendah hingga tertinggi adalah daun sambiloto sebesar 79.5%, daun pare hutan

sebesar 83.25% dan daun saga sebesar 83.39% (Lampiran 3). Persentase nilai rendemen tersebut digunakan untuk perhitungan berapa besar konsentrasi ekstrak daun yang diberikan pada setiap ekor perkutut dalam satu minggu. Dasar perhitungan konsetrasi ekstrak daun (saga, sambiloto dan pare) berdasarkan kebiasaan peternakan perkutut dalam memberikan daun saga sebanyak 30 lembar yang dikonversikan seberat 0.27 g dan nilai rendemen yang dihasilkan sebesar 6.78% sehingga menghasilkan konsentrasi ekstrak daun saga sebesar 0.018 g/ekor/minggu. Konsentrasi ekstrak daun tersebut diberikan dengan konsentrasi yang sama pada ekstrak daun sambiloto dan pare. Berdasarkan hasil ekstraksi dari daun saga, daun sambiloto, dan daun pare maka ditemukan nilai rendemen yang tertinggi terdapat pada daun sambiloto, selanjutnya daun pare hutan, dan saga. Nilai rendemen dari ketiga daun tersebut dipengaruhi oleh kadar air yang terkandung dalam daun segar. Adapun dasar perhitungan konsentrasi ekstrak daun sambiloto dan ekstrak daun pare menggunakan hasil perhitungan konsentrasi ekstrak daun saga dengan menggunakan 30 lembar daun saga segar. Hasil Analisa Kandungan Nutrien Ekstrak Daun Saga, Sambiloto dan Pare Ekstrak daun (saga, sambiloto dan pare hutan) merupakan bagian dari tanaman herbal yang berperan sebagai pakan tambahan (suplemen) dalam penelitian ini. Hasil analisa kandungan nutrisi ekstrak daun (saga, sambiloto dan pare hutan) dapat dilihat pada Tabel 5. Ekstrak daun-daunan di atas memberikan sumbangan nutrisi terutama pada komponen lemak kasar, mineral mikro (Fe dan Zn) dan vitamin. Berdasarkan hasil analisa kandungan nutrisi ekstrak daun (saga, sambiloto dan pare hutan), maka terlihat kandungan lemak kasar tertinggi terdapat dalam ekstrak daun saga dibandingkan dengan ekstrak daun sambiloto dan ekstrak daun pare hutan. Lemak merupakan salah satu faktor yang bermanfaat di dalam tubuh sebagai bahan baku pembentukan hormon steroid yang mampu menghasilkan hormon testosteron sebagai hormon seks sekunder (Murray et al. 1999). Kandungan zat besi (Fe) yang tertinggi ditemukan dalam ekstrak daun saga (49.86 mg/100g) dibandingkan ekstrak daun sambiloto (25.32 mg/100g) dan

ekstrak daun pare (9.93 mg/100g). Fe mempunyai peranan dalam tubuh sebagai pembawa oksigen untuk keperluan pembakaran di dalam sel tubuh. Defisiensi Fe berakibat terhadap timbulnya penyakit anemia dan juga mempengaruhi penurunan sintesis protein di dalam otak yang dapat menghambat munculnya impuls dari neuron ke neuron lain di otak sehingga otak tidak dapat berfungsi dengan normal (Piliang 2004; 2006). Ketidaknormalan fungsi otak tersebut dapat berakibat bukan hanya pada gangguan produksi dan proses belajar bersuara karena kedua hal itu dikontrol oleh sebuah daerah di otak yang disebut Vocal Control Region (VCR), tetapi juga gangguan pada hipotalamus yang mengontrol produksi hormon steroid. Tabel 5. Kandungan nutrien ekstrak daun (as fed) Komponen Ekstrak Daun Ekstrak Daun Ekstrak Daun Saga Sambiloto Pare Hutan Bahan Kering (%) 75.46 77.59 66.25 Kadar Abu (%) 13.28 24.92 40.78 Protein Kasar (%) 16.48 20.79 12.09 Lemak Kasar (%) 2.66 1.58 0.91 Serat Kasar (%) 0.06 0.02 0.29 Ca (mg/100 g) 631 1 627 2 706 P (mg/100 g) 580 705 532 Mg (mg/100 g) 428 581 572 Fe (mg/100 g) 49.86 25.32 9.93 Zn (mg/100 g) 4.56 6.51 9.19 Vitamin C (mg/100 g) 407 1 105 808 Vitamin A (mg/100 g) 1.14 0.84 1.02 Keterangan : Hasil Analisis Proksimat di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Mataram (2005) Hasil Analisis di Laboratorium Kimia Analitik Universitas Mataram (2005) Berdasarkan hasil analisis ekstrak dedaunan ternyata ditemukan kandungan seng (Zn) yang tertinggi terdapat dalam ekstrak daun pare (9.19 mg/100g) kemudian diikuti oleh ekstrak daun sambiloto (6.51 mg/100g) dan ekstrak daun saga (4.56 mg/100g). Menurut Piliang (2004) bahwa salah satu

peranan mineral seng adalah perkembangan karakteristik seks sekunder, yang pada burung dapat meliputi perkembangan suara. Kandungan vitamin C dari masing-masing ekstrak daun secara berurutan sebagai berikut ekstrak daun sambiloto, ekstrak daun pare dan ekstrak daun saga. Menurut Prawirokusumo (1991) vitamin C digunakan sebagai antiinfeksi dan antistress oleh karena itu, vitamin C penting bagi kesehatan tubuh. Kandungan vitamin A masing-masing ekstrak daun secara berurutan sebagai berikut ekstrak daun saga (1.14 mg/100g), ekstrak daun pare (1.02 mg/100g) dan ekstrak daun sambiloto (0.84 mg/100g). Menurut Leeson dan Summers (2001) vitamin A sangat berguna untuk organ mata dan fungsi indra penglihatan; proses metabolisme sel; memelihara jaringan epitel yang melapisi saluran pernafasan dan pencernaan. Berdasarkan hasil analisis nutrien dari ekstrak daun saga, ekstrak daun sambiloto, dan ekstrak daun pare maka diperoleh kandungan nutrien yang terbanyak dan tertinggi terdapat pada ekstrak daun sambiloto selanjutnya pada ekstrak daun pare, dan ekstrak daun saga. Ekstrak daun sambiloto mengandung nutrien yang tertinggi karena mengandung protein kasar, P, Mg, dan vitamin C. Adapun ekstrak daun pare mengandung serat kasar, Ca, dan Zn yang tertinggi, sedangkan ekstrak daun saga mengandung lemak kasar, Fe, dan vitamin A yang tertinggi. Konsumsi Ransum dan Konsumsi Nutrien Perlakuan Rataan konsumsi ransum dan konsumsi nutrien perlakuan dapat dilihat pada Tabel 6. Berdasarkan Tabel 6 terlihat tingkat konsumsi ransum utama (gabah lampung, millet, jawawut dan ketan hitam) pada masing-masing perlakuan tidak berbeda nyata secara statistik, sedangkan bila dilihat menurut besaran maka konsumsi ransum yang terbanyak terdapat pada perlakuan D (penambahan ekstrak daun pare) dibandingkan dengan perlakuan C, A, B dan E. Tingkat konsumsi tersebut masih dalam taraf normal, karena menurut informasi dari Farm Prima Perkutut Bogor bahwa tingkat konsumsi ransum perkutut antara 5-6 g/ekor/hari. Berdasarkan hasil penelitian konsumsi nutrien pada Tabel 6 terlihat bahwa lemak kasar yang tertinggi terdapat pada perlakuan B dan C (0.16 g/ekor/hari),

kemudian diikuti oleh perlakuan D (0.15 g/ekor/hari), perlakuan E (0.14 g/ekor/hari), dan terendah pada perlakuan A (0.12 g/ekor/hari). Hal ini disebabkan kandungan lemak kasar ekstrak daun saga (B) lebih tinggi (2.66%) seperti yang terlihat pada Tabel 5. Burung perkutut yang mendapatkan pemberian ekstrak daun sambiloto (C) (1.58%) seperti yang terlihat pada Tebel 5 banyak mengkonsumsi jawawut (2.65%) dibandingkan dengan perlakuan lainnya (Purnamasari 2006). Tabel 6. Rataan konsumsi ransum dan konsumsi nutrien perlakuan selama 39 hari pengamatan Parameter Perlakuan Pakan A B C D E Konsumsi Ransum 5.76 5.60 6.08 6.46 5.25 (g/ekor/hari) 0.47 0.55 0.50 0.91 0.42 Konsumsi Nutrien (ekor/hari) - Protein Kasar (g) 0.63 0.90 1.04 0.92 0.87 - Lemak Kasar (g) 0.12 0.16 0.16 0.15 0.14 - Serat Kasar (g) 0.22 0.22 0.28 0.25 0.19 - Gross Energi (Kal) 21 202 20 652 22 630 23 893 19 435 - Ca (mg) 1.38 12.66 30.66 50.20 30.98 - P (mg) 4.84 15.06 17.50 14.88 15.38 - Mg (mg) 6.64 14.12 17.53 17.73 15.51 - Fe (mg) 0.28 1.17 0.80 0.51 0.78 - Zn (mg) 0.17 0.24 0.29 0.35 0.27 - Vitamin C (mg) 1.84 9.60 22.34 17.39 16.26 - Vitamin A (mg) 0.00 0.02 0.02 0.02 0.02 Keterangan : Analisis keragaman pada konsumsi pakan menunjukkan tidak berbeda nyata A = Pakan Utama (Kontrol), B = Pakan Utama + Ekstrak Daun Saga, C = Pakan Utama + Ekstrak Daun Sambiloto, D = Pakan Utama + Ekstrak Daun Pare Hutan, E = Pakan Utama + Ekstrak Kombinasi Daun Konsumsi zat besi (Fe) yang terbanyak (1.17 mg) terdapat pada perlakuan B (penambahan ekstrak daun saga) dibandingkan dengan perlakuan C, E, D, dan A. Tingginya konsumsi zat tersebut dapat disebabkan oleh besarnya nilai zat besi

yang terkandung pada ekstrak daun saga (B) sebesar 49.86 mg/100g dibandingkan dengan ekstrak daun sambiloto (C) sebesar 25.32 mg/100g dan ekstrak daun pare (D) sebesar 9.93 mg/100g yang dapat dilihat pada Tabel 5. Fe memiliki peranan penting dalam proses pembentukan sel darah merah, sehingga bila terjadi defisiensi maka dapat mengakibatkan burung mengalami anemia yang ditandai dengan warna kulit burung tampak pucat (Piliang 2004, Soemadi dan Mutholib 2003). Konsumsi seng (Zn) yang terbanyak terdapat pada perlakuan D (penambahan ekstrak daun pare) dibandingkan dengan perlakuan C, E, B dan A. Kandungan Zn yang tertinggi pada perlakuan D dikarenakan tingkat konsumsi ransum yang lebih tinggi pada perlakuan tersebut (Tabel 6) dan nilai Zn yang terkandung dalam ekstrak daun pare lebih tinggi (9.19 mg/100g) dari pada dalam ekstrak daun sambiloto (6.51 mg/100g) maupun ekstrak daun saga (4.56 mg/100g) yang dapat dilihat pada Tabel 5. Konsumsi nutrien Zn tersebut berperan pada beberapa kegiatan metabolisme dalam tubuh, diantaranya mengatur aktifitas enzim dan diduga mempunyai hubungan dengan hormon LH sebagai hormon perangsang untuk menghasilkan testosteron (Murray et al. 1999, Piliang 2006). Konsumsi vitamin C yang terbanyak terdapat pada perlakuan C (penambahan ekstrak daun sambiloto) dibandingkan dengan perlakuan D, E, B dan A. Hal ini disebabkan oleh kandungan vitamin C yang terdapat dalam ekstrak daun sambiloto lebih tinggi (1 105 mg/100g)) dibandingkan dengan ekstrak daun pare (808 mg/100g) maupun ekstrak daun saga (407 mg/100g) yang terlihat pada Tabel 5. Menurut Piliang (2004) bahwa hampir semua spesies hewan dapat mensintesis vitamin C dalam tubuhnya, kecuali hewan primata, kelelawar pemakan buah-buahan dan burung yang tidak dapat mensintesis vitamin C dalam tubuhnya. Oleh karena itu, vitamin C perlu diberikan dalam ransum. Hal tersebut diperjelas oleh pendapat Prawirokusumo (1991) bahwa vitamin C sangat diperlukan oleh unggas dalam kondisi lingkungan yang panas, adanya stress manajemen dan penanganan hewan ternak. Vitamin C berperan dalam melawan stressor, sehingga akibat adanya stressor dari luar seperti terhadap penanganan ternak.

Berdasarkan hasil analisis rataan konsumsi ransum dan konsumsi nutrien pada masing-masing perlakuan maka disimpulkan bahwa burung perkutut yang diberikan perlakuan D (penambahan ekstrak daun pare) lebih banyak mengkonsumsi ransum (pakan utama) dibandingkan perlakuan C (penambahan ekstrak daun sambiloto), perlakuan A (kontrol), perlakuan B (penambahan ekstrak daun saga), dan perlakuan E (kombinasi ekstrak daun saga, sambiloto, dan pare). Adapun tingkat konsumsi nutrien yang terbanyak terdapat pada kelompok burung perkutut yang diberikan perlakuan C kemudian diikuti oleh perlakuan D, B, E, dan A. Burung perkutut yang menerima perlakuan C lebih banyak mengandung protein kasar, lemak kasar, serat kasar, P, vitamin C, dan vitamin A, sedangkan burung perkutut yang mendapatkan pemberian perlakuan D lebih tinggi kandungan gross energi, Ca, Mg, Zn, dan vitamin A. Selanjutnya kelompok perlakuan B lebih banyak mengandung lemak kasar, Fe, dan vitamin A kemudian kelompok perlakuan E hanya lebih banyak mengandung vitamin A akan tetapi untuk kelompok burung perkutut yang mengkonsumsi perlakuan A (kontrol) tidak memperoleh nutrien yang lebih tinggi artinya hanya memperoleh nutrien yang lebih rendah dari perlakuan lainnya. Diferensiasi Sel-Sel Leukosit Sel-sel darah putih (leukosit) terbagi menjadi dua kelompok besar, yaitu granulosit dan agranulosit. Granulosit mempunyai bentuk inti tidak teratur dan dalam sitoplasma terdapat granula spesifik yang dinamakan heterofil. Agranulosit mempunyai inti dengan bentuk teratur, sitoplasma tidak mempunyai granula spesifik. Agranulosit dapat digolongkan sebagai monosit dan limfosit (Frandson 1992). Rataan diferensiasi sel-sel leukosit yang meliputi heterofil, monosit dan limfosit disajikan pada Tabel 7. Perlakuan dengan pemberian penambahan ekstrak daun saga, sambiloto dan pare tidak mempengaruhi persentase heterofil, monosit dan limfosit secara nyata. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan pemberian dedaunan tidak menyebabkan perubahan profil hematologi yang diindikasikan dari gambaran selsel leukosit. Bila dilihat dari besaran nilai maka terlihat adanya nilai heterofil yang tertinggi pada perlakuan D (penambahan ekstrak daun pare) sebesar 57.00% dibandingkan dengan perlakuan yang lain.

Tabel 7. Rataan diferensiasi sel-sel leukosit pada perkutut (%) Jenis Sel Heterofil Perlakuan A B C D E 53.50 0.71 46.75 15.35 43.50 4.75 57.00 18.40 54.67 11.59 Monosit 1.50 0.71 0.50 0.58 0.00 0.00 1.25 2.50 1.00 1.73 Limfosit Keterangan : 45.00 0.00 52.25 15.37 56.50 4.75 41.75 19.45 44.33 11.50 Analisis keragaman menunjukkan tidak berbeda nyata A (Ransum Kontrol) B (0.018 gr ekstrak daun saga) C (0.018 gr ekstrak daun sambiloto) D (0.018 gr ekstrak daun pare) E (0.006 gr ekstrak daun saga + 0.006 gr ekstrak daun sambiloto + 0.006 gr ekstrak daun pare) Peningkatan tersebut diduga berkaitan erat dengan kandungan seng yang terdapat pada ekstrak daun pare maupun dalam konsumsi ekstrak daun pare pada perlakuan D. Khomsan (2006) melaporkan bahwa seng mempunyai efek terhadap fungsi imun yang ditandai dengan pengaruh aktivitas timulin, fungsi makrofag dan heterofil. Heterofil memiliki fungsi sebagai jajaran pertama untuk sistem pertahanan tubuh yang langsung bereaksi apabila terdapat partikel-partikel asing yang masuk kedalam tubuh. Aksi heterofil ini diwujudkan dengan cara migrasi ke daerah-daerah yang sedang mengalami serangan oleh bakteri, menembus dinding pembuluh darah dan menyerang bakteri untuk dihancurkan (Frandson 1992). Persentase heterofil yang tinggi pada perkutut penelitian ditemukan pada pemberian penambahan ekstrak daun pare bila dibandingkan dengan burung merpati (Sturkie 1976), mengindikasikan adanya rangsangan penambahan jumlah heterofil untuk peningkatan sistem kekebalan dalam melawan partikel-partikel asing atau serangan penyakit sehingga perkutut tersebut tetap dalam kondisi sehat dan diharapkan mampu untuk menampilkan atau menghasilkan produksi suara yang lebih baik. Greenman et al. (2005) menyatakan sistem kekebalan