DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Nila Ikan nila berasal dari Sungai Nil di Afrika Utara dan masih berkerabat dekat dengan ikan mujair sehingga mempunyai sifat yang hampir sama. Oreochromis niloticus termasuk familia Ciclidae, sama seperti ikan nila hitam dan mujair. Nila merupakan ikan yang sangat populer dibudidayakan, dengan keunggulan yaitu, cara membudidayakannya mudah, tahan terhadap penyakit sesuai dengan iklim tropis, dan memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi. Hal ini dikarenakan ikan tersebut memperoleh banyak perhatian dari pemerintah dan pemerhati masalah perikanan dunia, terutama dalam hal peningkatan gizi masyarakat di negaranegara yang sedang berkembang (Hertanto et al. 2013). Ikan nila merupakan spesies tropis yang lebih suka hidup di perairan dangkal yang hidup pada kisaran suhu 11-12 o C sampai 42 o C, sedangkan suhu yang paling disukainya adalah 31-36 o C. Ikan nila tergolong hewan omnivora yang memakan fitoplankton, perifiton, tanaman air, invertebrata kecil, fauna bentik, detritus, dan film bakteri yang berhubungan dengan detritus. Pendewasaan seksual ikan nila di kolam dicapai pada usia 5-6 bulan (FAO). Pertumbuhan Ikan nila jantan dan betina dalam satu populasi ikan selalu jauh berbeda, karena pertumbuhan nila jantan 40% lebih cepat dari pada nila betina. Nila betina, jika sudah mencapai ukuran 200 g pertumbuhannya semakin lambat, sedangkan yang jantan tetap tumbuh dengan pesat (Dinas Kelautan dan Perikanan Daerah). Ikan Nila (Oreochromis niloticus) di Indonesia termasuk komoditas unggulan dan berkembang cukup baik dan merupakan ikan yang banyak diminati masyarakat sebagai sumber protein hewani kolesterol rendah dengan kandungan gizi 17,7% protein dan 1,3% lemak (Putri et al. 2012). Produksi ikan nila setiap tahunnya mengalami peningkatan, yakni pada tahun 2004 produksi ikan nila masih sejumlah 97.116 ton dan pada tahun 2008 telah mencapai volume produksi hingga 220.900 ton, sementara data FAO (2009) melaporkan bahwa produksi ikan nila dunia terus mengalami peningkatan, sekitar 769.936 ton pada tahun 2007
DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU 5 menjadi berkisar 2,3 juta ton pada tahun 2008, sedangkan pada tahun 2010 diperkirakan mencapai 2,5 juta ton (FAO, 2010). Permintaan ikan nila banyak dalam bentuk ikan segar maupun dalam bentuk fillet. Permintaan tersebut mencakup permintaan pasar domestik maupun dari luar negeri (Amerika dan Eropa) (Farouq, 2011). Ikan nila juga merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang tergolong sebagai ikan omnivora. Masalah yang dihadapi pada budidaya ikan nila antara lain penyakit infeksi bakteri yang umumnya timbul apabila kondisi stres (Irianto et al. 2006). Salah satu bakteri yang sering menginfeksi ikan nila adalah Aeromonas hydrophila. Usaha perbaikan kualitas ikan nila sangat diperlukan untuk meningkatkan produksi dan keuntungan pembudidaya ikan nila. Induk dan benih yang memiliki mutu tinggi mutlak diperlukan dalam kegiatan budidaya. Benih berkualitas dapat dilihat dari tingkat pertumbuhannya yang cepat dan tahan terhadap penyakit, sehingga nantinya dapat menekan biaya produksi dan meningkatkan keuntungan pembudidaya (Setiyono et al. 2012). 2.2 Aeromonas hydrophila Sebagai Patogen pada Ikan Bakteri Aeromonas hydrophila yang menyebabkan penyakit Motile Aeromonad Septicemia (MAS) (Irianto, 2006) secara normal hidup di air tawar. Bakteri ini menyerang hampir semua jenis ikan air tawar seperti ikan mas, ikan gurami, dan ikan nila (Firnanda et al. 2013). Infeksi bakteri ini dapat terjadi akibat perubahan kondisi lingkungan, stress, perubahan temperatur, air yang terkontaminasi, dan ketika host tersebut telah terinfeksi oleh virus, bakteri atau parasit lainnya (infeksi sekunder). Oleh karena itu bakteri ini disebut sebagai bakteri yang bersifat patogen oportunistik (Mulia, 2003). Ikan-ikan yang terinfeksi oleh bakleri A. hydrophila menunjukkan gejalagejala seperti kulit mudah terkelupas, bercak merah pada seluruh tubuh, insang berwarna suram atau kebiruan, exopthalmia (bola mata menonjol keluar), pendarahan sirip punggung, sirip dada, sirip perut, sirip ekor, serta terjadinya pendarahan pada anus, dan hilangnya nafsu makan (Mulia, 2003) dan umumnya juga mengalami pendarahan yang meluas pada permukaan kulit (Haemorrhagic
DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU 6 septicemia), yang diikuti dengan timbulnya luka terbuka (ulcer) pada permukaan tubuh atau hingga ke dalam jaringan, selain itu, pada beberapa jenis ikan lain sering ditemukan tanda klinis seperti sirip punggung dan sirip ekor rontok, serta pembengkakan pada perut dan berisi cairan (dropsy), yang diikuti dengan kematian (Mangunwardoyo et al. 2010). Infeksi Aeromonas juga dapat berakibat peradangan dan hemoragik (pendarahan) pada bagian ginjal, jaringan otot punggung dan usus. Nekrosis dapat terjadi pada organ hati dan ginjal yang dapat menyebabkan kematian. Menurut Kirkaua et al. (2002), setelah Aeromonas masuk ke dalam tubuh, bakteri ini akan menembus masuk kedalam pembuluh darah dan akhirnya tersebar di seluruh tubuh. Dampak yang terjadi yaitu pembuluh darah di dekat kulit pecah, sehingga permukaan tubuh berwarna kemerahan. Peradangan akan berlanjut ke seluruh bagian tubuh dan organ-organ dalam. 2.3 Bakteri Asam Laktat (BAL) sebagai Agen Probiotik pada Ikan Probiotik pertama kali ditemukan oleh seorang peneliti Rusia bernama Metchnikoff. Ia mengemukakan bahwa bakteri akan masuk dan tinggal di usus, kemudian memberi pengaruh positif terhadap keseimbangan mikroflora usus dengan cara menurunkan efek racun dari bakteri yang merugikan di usus (Rusmiati et al. 2008). Probiotik juga merupakan pakan tambahan yang berisi bakteri viaber (hidup) dan bersifat tidak patogen. Menurut Irianto (2003), probiotik adalah produk yang tersusun oleh mikroba atau pakan alami mikroskopis yang bersifat menguntungkan dan memberikan dampak bagi peningkatan keseimbangan mikroba saluran usus hewan inangnya. Probiotik dalam akuakultur berperan dalam meningkatkan laju pertumbuhan serta meningkatkan sistem imun dengan perubahan komunitas bakteri intestinalnya. Berbagai senyawa hasil metabolisme bakteri probiotik seperti asam laktat, H 2 O 2, bakteriosin yang bersifat antimikroba, berbagai enzim seperti laktase yang dapat membantu mengatasi intoleransi terhadap laktosa, serta bile salt hydrolase yang dapat menurunkan kolesterol (Triana et al. 2006). Selain itu, probiotik dapat menghalangi pertumbuhan dan aktifitas pelekatan sel bakteri enteropathogenic pada saluran pencernaan seperti Salmonella, Shigella, atau Vibrio cholerae, sehingga memiliki efek positif mencegah timbulnya penyakit (Soccoli et al.
DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU 7 2010). Probiotik juga menghasilkan ion hidrogen yang akan menurunkan ph usus dengan memproduksi asam laktat sehingga menciptakan suasana yang tidak menguntungkan untuk pertumbuhan bakteri patogen (Leelavatcharamas et al. 2011) Bakteri Asam Laktat (BAL) merupakan salah satu kelompok bakteri yang banyak digunakan sebagai bakteri probiotik, akan tetapi tidak semua BAL termasuk sebagai bakteri probiotik. Menurut Fuller (1989), syarat yang harus dipenuhi agar termasuk kedalam kelompok bakteri probiotik adalah sebagai berikut : (1) Mempunyai viabilitas yang tinggi sehingga tetap hidup, tumbuh, dan aktif dalam sistem pencernaan. (2) Berasal dari genus bakteri yang aman untuk dikonsumsi (3) Tahan terhadap asam, garam empedu (bile salt), dan kondisi anaerob (4) Mampu tumbuh dengan cepat dan menempel pada dinding saluran pencernaan. (5) Mampu mendegradasi laktosa dan menurunkan kadar kolesterol. (6) Mampu menghambat bakteri patogen. Perhatian terhadap penggunaan bakteri asam laktat sebagai agen probiotik dalam bidang industri saat ini telah mengalami peningkatan. Bakteri asam laktat pada proses fermentasi karbohidrat dapat menghasilkan asam laktat yang dapat menurunkan ph. Penurunan nilai ph dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme lain, terutama bakteri patogen (Sumarsih et al. 2009). 2.4 Inulin Sebagai Agen Prebiotik Prebiotik pada umumnya adalah karbohidrat yang tidak dicerna dan tidak diserap, biasanya dalam bentuk oligosakarida (oligofruktosa) dan serat makanan (inulin) (Reddy, 1999) dan juga adalah bahan makanan yang tidak dapat dicerna yang menguntungkan inang yang secara selektif merangsang pertumbuhan aktivitas sejumlah bakteri dalam usus besar (Ringo et al. 2010). Komponen prebiotik akan mengalami fermentasi di dalam usus besar sehingga memiliki kemampuan untuk menjaga keberadaan bakteri yang bermanfaat bagi kesehatan. Prebiotik dapat memupuk pertumbuhan bakteri yang bermanfaat, namun tidak menyuburkan keberadaan bakteri jahat (Kolida, 2002). Komponen prebiotik harus memenuhi syarat-syarat berikut ini: (1) tidak dihidrolisis atau diserap oleh sistem pencernaan bagian atas, (2) difermentasi pada
DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU 8 usus besar hanya oleh bakteri yang bermanfaat bagi kesehatan, dan (3) mampu mengatur komposisi mikroflora pada usus besar menuju komposisi yang ideal bagi kesehatan dengan cara meningkatkan jumlah bakteri yang bermanfaat dan mengurangi jumlah bakteri yang tidak bermanfaat (Kolida, 2002). Senyawa-senyawa yang termasuk kelompok prebiotik antara lain inulin, fructooligosaccharides (FOS), isomaltooligosaccharides, lactosuccrose, lactulose, pyro-dextrins, soy oligosaccharides, trans-galactooligosaccharides, xylo-oligosaccharides, tetapi pada tahun 2007 hanya 2 food ingridient yang dapat memenuhi kriteria prebiotik yaitu inulin dan trans-galactooligosaccharides (TOS). Inulin merupakan prebiotik yang paling banyak diteliti. Inulin sebagai prebiotik telah banyak menarik perhatian peneliti pada tiga dekade ini. Hal ini dikarenakan inulin mempunyai efek-efek prebiotik yang paling baik (Azhar,2009). Prebiotik akan meningkatkan pertumbuhan dari bakteri menguntungkan yang telah ada dan berkembang dalam saluran pencernaan ikan, oleh sebab itu, penambahan prebiotik pada pakan akan menstimulasi pertumbuhan bakteri probiotik di dalam saluran pencernaan ikan (Schrezenmeir and Vrese, 2001). 2.5 Sinbiotik pada Ikan Aplikasi sinbiotik (eubotic) merupakan salah satu strategi pengendalian biologis yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan resistensi penyakit organisme akuakultur. Sinbiotik adalah suplemen gizi yang menggabungkan antara probiotik dan prebiotik, sehingga dapat meningkatkan efek menguntungkan pada inang (Saputra et al. 2013). Selain probiotik dan prebiotik, sinbiotik juga sering digunakan dalam menanggulangi permasalahan penyakit pada ikan, karena sinbiotik merupakan kombinasi seimbang dari probiotik dan prebiotik dalam mendukung kelangsungan hidup dan pertumbuhan bakteri yang menguntungkan dalam saluran pencernaan mahluk hidup (Widanarni et al. 2012). Sinbiotik telah menunjukkan keuntungan dalam penggunaanya untuk peningkatan laju pertumbuhan, konversi pakan, dan kondisi tubuh ikan. Penggunaan sinbiotik juga dapat meningkatkan kelangsungan hidup, merangsang pertumbuhan, meningkatkan sistem imun dari kondisi inang (Azhar, 2013).