IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Manajemen Budidaya Puyuh di CV. Slamet Quail Farm Slamet Quail Farm (SQF) didirikan pada tahun 2000 dengan kapasitas produksi saat ini yaitu telur bibit GPS & PS 31.000 butir perhari, telur konsumsi 110.000 butir perhari, DOQ (day old quail) 40.000 ekor perbulan, puyuh pedaging 120.000 ekor perbulan dan puyuh betina petelur 60.000 ekor perbulan. Ransum yang digunakan oleh CV. Slamet Quail Farm adalah BR1 atau BR21 dari PT. Sinta Prima Feedmill. Kebutuhan nutrisi fase grower sama dengan fase starter, sehingga pakan yang diberikan sama. Pada minggu pertama rata-rata anak puyuh membutuhkan pakan 3,95 gram/ekor/hari. Pada minggu kedua meningkat menjadi 7,15 gram/ekor/hari. Pada minggu ketiga mencapai 9,25/gram/ekor/hari. Jumlah pakan tersebut dapat dijadikan referensi bagi peternak pemula. Pada fase layer, puyuh membutuhkan jumlah nutrisi yang lebih besar dibandingkan dengan kebutuhan pada fase starter dan grower. Pada fase layer CV. Slamet Quail Farm memberikan jumlah pakan yang diberikan sebanyak 22,77 gram/ekor/hari atau 159,31 gram/ekor/minggu baik pada puyuh jantan lokal maupun puyuh lokal jantan hasil seleksi. Jumlah ransum yang di berikan sampai umur 6 minggu baik pada puyuh jantan lokal maupun puyuh lokal jantan hasil seleksi sekitar 620,62 gram/ekor.
4.2 Bobot Badan dan Ukuran-Ukuran Tubuh Puyuh Jantan dan Puyuh Jantan Hasil 4.2.1. Bobot Badan Bobot badan puyuh jantan lokal dan puyuh jantan hasil seleksi disajikan pada Tabel 3. Bobot badan puyuh jantan lokal berkisar 207,90-321,30 gram dan jantan lokal hasil seleksi 302,40-538,65 gram. Rata-rata bobot badan puyuh jantan lokal (284,13 ± 25,30 gram) memiliki rataan yang lebih kecil dibandingkan dengan bobot puyuh jantan hasil seleksi (454,23 ± 63,52 gram). 20 Tabel 3. Bobot Puyuh Jantan dan Jantan Hasil Simpangan Koefisien Variabel Rataan Minimal Maximal Baku Variasi. gram. % Bobot 284,13 207,90 321,30 25,30 8,90 badan 454,23 302,40 538,65 63,52 14,01 Berdasarkan hasil analisis Uji t (lampiran 6) maka disimpulkan bahwa bobot badan puyuh jantan hasil seleksi berbeda dengan puyuh jantan lokal, dimana bobot badan puyuh jantan lokal hasil seleksi lebih besar dari bobot badan puyuh jantan lokal. bobot badan dapat menyebabkan terjadinya perubahan proses metabolisme dalam tubuh puyuh. Fisiologi metabolisme berkaitan dengan protein turnover (siklus tukar protein) dalam tubuh yang merupakan penentu bagi cepat atau lambatnya pertumbuhan. Protein turnover meliputi perbedaan laju sintesis dan degradasi protein, dapat dihitung dari ekskresi Nτ metilhistidina (Nτ MH). Nτ MH merupakan hasil pemecahan protein tubuh (miosin dan aktin) yang berasal dari proses metilasi pada fase post-translasi residu asam amino histidina setelah terbentuknya rantai peptida (Johnson et al., 1997). Nτ MH
21 dilepaskan bersama-sama dengan asam amino lain pada saat terjadi degradasi protein dan tidak dipergunakan kembali untuk sintesis protein. Komponen hasil sisa metabolisme ini dapat dipakai sebagai indeks kemampuan pertumbuhan unggas akibat stres nutrisi (nutrisi yang tidak baik) atau suhu lingkungan. Massa protein daging merupakan indikator adanya selisish antara sintesis dan degradasi protein yang mempengaruhi besarnya deposisi protein dalam tubuh. Konsep sintesis dan degradasi protein dalam pertumbuhan menurut Suthama (2010) bahwa pertumbuhan berdasarkan metabolisme protein melibatkan dua proses yaitu sintesis (anabolis) dan pemecahan atau degradasi (katabolis). Hubungan antara sintesis dan degradasi merupakan dua proses yang selalu bertentangan disebut protein turnover (siklus tukar protein). Laju deposisi protein dalam daging mempunyai kontribusi yang sangat besar terhadap pertumbuhan Sebagai hasil dari proses siklus tukar protein, ditandai dengan ukuran massa protein daging yang ditentukan oleh laju sintesis protein (Ks) dan degradasi protein (Kd). Makin tinggi laju Ks atau makin rendah laju Kd dengan ekskresi Nτ MH rendah, menghasilkan pertumbuhan secara kualitas lebih baik atau deposisi protein tinggi (Suthama, 2004). Perbedaan kemampuan pertumbuhan dan produksi daging memberikan arti bahwa seleksi dapat mengubah aktifitas metabolisme terutama siklus tukar protein melalui sintesis protein yang berdampak pada bobot badan dan daging. 4.2.2. Ukuran Bagian Kepala Ukuran bagian-bagian kepala puyuh Coturnix coturnix Japonica jantan lokal dan puyuh Coturnix coturnix Japonica jantan hasil seleksi yang diamati meliputi lebar paruh yang disajikan pada Tabel 4. Paruh jantan lokal berkisar antara 0,26-0,47 dengan rataan antara 0,38 ± 0,06 cm, dan jantan hasil seleksi
22 berkisar antara 0,32-0,49 cm dengan rataan 0,41 ± 0,04 cm. Lebar paruh puyuh jantan lokal lebih rendah dibandingkan dengan puyuh hasil seleksi Tabel. 4 Ukuran Paruh Kepala Puyuh jantan lokal dan jantan hasil seleksi. Simpangan Koefisien Variabel Rataan Minimal Maximal Baku Variasi.cm. % Lebar 0,38 0,26 0,47 0,06 15,26 Paruh 0,41 0,32 0,49 0,04 10,95 Berdasarkan hasil analisis Uji t (Lampiran 6) diketahui bahwa lebar paruh puyuh lokal jantan hasil seleksi berbeda dengan puyuh jantan lokal. Faktor yang menyebabkan paruh diantara kedua puyuh tersebut salah satunya adalah perbedaan genetik. Suparyanto, dkk (2004) menyatakan bahwa semakin lebar paruh maka akan semakin berpeluang banyak dalam mengambil ransum. Dengan demikian, maka dapat diduga bahwa dengan berpeluangnya konsumsi ransum yang tinggi menyebabkan pertambahan bobot badan dapat meningkat pula karena hasil seleksi lebar paruh yang dihasilkan. 4.2.3. Ukuran Bagian Tubuh Ukuran bagian tubuh puyuh Coturnix-coturnix Japonica jantan lokal dan puyuh Coturnix coturnix Japonica jantan hasil seleksi meliputi lebar dada, panjang dada, dan lingkar dada. Ukuran bagian-bagian tubuh puyuh Coturnix citurnix Japonica jantan lokal dan puyuh Coturnix coturnix Japonica jantan hasil seleksi hasil penelitian disajikan pada Tabel 5.
23 Tabel 5. Ukuran Bagian-Bagian Tubuh Burung Puyuh Jantan dan Jantan Hasil. Variabel Rataan Minimal Maximal Simpangan Baku Koefisien Variasi..cm.. % Lebar Dada 2,48 3,19 1,79 2,58 2,89 3,92 0,30 0,23 12,16 7,06 Panjang Dada 4,48 5,51 4,20 4,52 4,83 5,86 0,18 0,30 4,04 5,34 Lingkar Dada 14,57 17,55 13,20 15,10 15,60 18,90 0,43 0,84 2,99 4,78 Lebar dada puyuh jantan lokal menghasilkan keseragaman dengan puyuh jantan lokal hasil seleksi yaitu berkisar 1,79-2,89 cm dengan rataan 2,48 ± 0,30 cm dan puyuh jantan hasil seleksi berkisar 2,58-3,92 cm dengan rataan 3,19 ± 0,23 cm. Demikian juga dengan ukuran panjang dada puyuh jantan lokal berkisar 4,20-4,83 cm dan puyuh jantan hasil seleksi 4,52-5,86 dengan rataan puyuh jantan lokal 4,48 ± 0,18 cm, sedikit lebih besar dari puyuh hasil seleksi 5,51 ± 0,30 cm. Sedangkan Lingkar dada puyuh lokal memiliki kisaran 13,20-15,60 cm dengan rataan 14,57 ± 0,43 cm dan puyuh hasil seleksi memiliki kisaran 15,10-18,90 cm dengan rataan 17,55 ± 0,84 cm. Berdasarkan hasil analisis Uji T, lebar dada, panjang dada, dan lingkar dada puyuh lokal jantan hasil seleksi menghasilkan yang berbeda dengan puyuh jantan lokal. Hal ini karena terjadi perubahan ukuran tulang menyebabkan pengaruh yang sangat besar untuk pertumbuhan daging dan menyebabkan perbedaan bobot badan (Abu, 2007). Sejalan dengan pernyataan Setiawan (2006) bahwa seleksi terhadap bobot badan dari puyuh menyebabkan ukuran tulang dada berbeda yaitu 5,83 cm. Tulang dada (Os.sternum) merupakan bagian dari kerangka penyusun tubuh dimana bagian tulang ini adalah yang sangat penting karena tempat pelekatan daging yang paling banyak dan sebagai indikator yang
24 menjadi tolak ukur dalam mengukur bobot badan. Menurut Soeparno (2008), bahwa komposisi daging paling baik terdapat pada bagian dada dan paha. Menurut Tanudimadja dkk,. (1983) bahwa sifat morfologi yang terbesar korelasinya dengan bobot badan adalah lingkar dada, baik jantan maupun betina. pada panjang dada, lebar dada, dan lingkar dada sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan bobot badan pada suatu ternak hal ini karena bagian dada merupakan proporsi atau persentase terbesar dalam menghasilkan daging sehingga dijadikan indikator untuk pertumbuhan bobot badan. Puyuh jantan lokal dengan puyuh hasil seleksi menghasilkan perbedaan ukuran hal ini karena hasil seleksi menghasilkan genetik yang berbeda. terhadap bagian-bagian dada apabila semakin panjang dan lebar, maka akan semakin baik pula terhadap daging yang dihasilkan karena tulang dada (Os sternum) merupakan tempat melekatnya daging. Pada ternak puyuh pengukuran terhadap lebar, panjang dan lingkar dada umumnya jarang dilakukan tetapi untuk unggas lain seperti pada ayam hasil seleksi dan non seleksi sering dilakukan. Menurut Brahmantyo dkk (2011) bahwa penelitian ukuran lebar, panjang, dan lingkar dada pada ayam lokal hasil seleksi menunjukkan hasil yang lebih baik terhadap pertambahan bobot badan. 4.2.4. Ukuran Bagian-Bagian Kaki Ukuran bagian-bagian kaki terdiri dari panjang paha atas, panjang paha bawah, panjang shank, diameter shank. Ukuran bagian-bagian kaki puyuh jantan lokal dan jantan hasil seleksi hasil penelitian disajikan pada Tabel 6.
25 Tabel 6. Ukuran Bagian-Bagian Kaki Puyuh Jantan dan Puyuh JantanHasil Variabel Rataan Minimal Maximal Panjang Paha atas Panjang Paha bawah Panjang Shank Diameter Shank 4,12 4,64 4,28 5,16 3,57 3,63 0,36 0,44 Simpangan Baku Koefisien Variasi....cm. % 3,06 4,36 0,25 6,09 4,23 5,51 0,28 5,98 3,98 4,72 3,18 3,21 0,31 0,40 4,63 5,78 3,87 4,82 0,43 0,81 0,21 0,29 0,23 0,34 0,03 0,08 4,81 5,62 6,41 9,13 9,07 16,72 Panjang paha atas jantan lokal berkisar 3,60-4,36 cm dengan rataan 4,12 ± 0,25 cm, dan jantan hasil seleksi 4,23-5,51 cm dengan rataan 4,64 ± 0,28 cm. Panjang paha atas puyuh jantan lokal maupun puyuh jantan lokal hasil seleksi memiliki koefisien variasi di bawah 15% (8,08% dan 3,58%). Hal ini menunjukan bahwa panjang paha atas puyuh tersebut relatif homogen. Panjang paha bawah jantan lokal berkisar 3,98-4,63 cm dengan rataan 4,28 ± 0,21 cm, jantan hasil seleksi berkisar 4,72-5,78 cm dengan rataan 5,16 ± 0,29 cm. Lebar dada puyuh jantan lokal maupun puyuh jantan lokal hasil seleksi memiliki koefisien variasi di bawah 15% (3,75% dan 4,90%). Hal ini menunjukan bahwa panjang paha atas puyuh tersebut relatif homogen. Berdasarkan hasil Uji T, diketahui bahwa panjang paha atas dan panjang paha bawah puyuh lokal jantan hasil seleksi berbeda dengan puyuh jantan lokal. Menurut (Mansjoer, 1981) bahwa perkembangan dari paha bawah dan paha atas dapat menunjukan proporsi produksi daging karena merupakan tempat pelekatan
26 daging. Proses seleksi terhadap paha bawah dan paha atas bertujuan untuk membandingkan produksi daging yang dihasilkan. Perbedaan ukuran kaki diakibatkan dari hubungan seleksi terhadap bobot badan yang dihasilkan sebesar 3,5-4 cm (Kurniawan, 2006). Ukuran kaki merupakan gabungan dari ukuran panjang paha atas, bawah dan ukuran panjang serta diameter shank (Kurniawan, 2006). Ukuran panjang shank relatif seragam (KV<15%), jantan lokal berkisar 3,18-3,87 cm dengan rataan 3,57 ± 0,23 cm, sementara jantan hasil seleksi 3,21-4,82 cm dengan rataan 3,63 ± 0,34 cm. Puyuh Coturnix coturnix Japonica memiliki diameter shank yang relatif seragam (KV<15%), jantan lokal berkisar 0,31-0,43 cm dan rataan 0,36 ± 0,03 cm, jantan hasil seleksi berkisar antara 0,40-0,81 cm dan rataan 0,44 ± 0,08 cm. Berdasarkan hasil analisis Uji T disimpulkan bahwa panjang Shank dan diameter Shank puyuh lokal jantan hasil seleksi berbeda dengan puyuh jantan lokal. Menurut Mansjoer (1981) bahwa diameter shank merupakan pendugaan yang tepat untuk penentuan bobot badan dan pengukur besar kecilnya tulang kaki untuk menopang bobot badan. Menurut Mansjoer (1981) panjang shank dapat dijadikan indikator untuk pertumbuhan, sebab tulang yang besar menunjukan pertumbuhan yang besar pula. terhadap panjang shank merupakan penentuan bobot badan agar dapat mengetahui produksi daging yang baik sehingga didapatkan produksi daging yang tinggi. Diameter shank berpengaruh terhadap seleksi untuk mengetahui kemampuan menopang bobot badan. Oleh karena itu, dengan semakin melebarnya diameter shank maka akan semakin baik pula kemampuan dalam menopang bobot badannya.