PELATIHAN AHLI SUPERVISI KONSTRUKSI JARINGAN IRIGASI

dokumen-dokumen yang mirip
Tabel 4.31 Kebutuhan Air Tanaman Padi

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1.1 Data Curah Hujan 10 Tahun Terakhir Stasiun Patumbak

ANALISIS KETERSEDIAAN AIR PADA DAERAH IRIGASI BLANG KARAM KECAMATAN DARUSSALAM KEBUPATEN ACEH BESAR

KAJIAN EFEKTIFITAS DAN EFISIENSI SALURAN SEKUNDER DAERAH IRIGASI BEGASING

PRAKTIKUM VIII PERENCANAAN IRIGASI

DEFINISI IRIGASI TUJUAN IRIGASI 10/21/2013

Dr. Ir. Robert J. Kodoatie, M. Eng 2012 BAB 3 PERHITUNGAN KEBUTUHAN AIR DAN KETERSEDIAAN AIR

DAFTAR ISI. Halaman JUDUL PENGESAHAN PERSEMBAHAN ABSTRAK KATA PENGANTAR

PELATIHAN AHLI SUPERVISI KONSTRUKSI JARINGAN IRIGASI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

ANALISIS KETERSEDIAAN AIR PULAU-PULAU KECIL DI DAERAH CAT DAN NON-CAT DENGAN CARA PERHITUNGAN METODE MOCK YANG DIMODIFIKASI.

ANALISIS KEBUTUHAN AIR IRIGASI PADA DAERAH IRIGASI BANGBAYANG UPTD SDAP LELES DINAS SUMBER DAYA AIR DAN PERTAMBANGAN KABUPATEN GARUT

BAB 4 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB II METODOLOGI 2.1 Bagan Alir Perencanaan

Irigasi Dan Bangunan Air. By: Cut Suciatina Silvia

BAB III METODOLOGI. Bab Metodologi III TINJAUAN UMUM

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Daerah Irigasi Banjaran merupakan Daerah Irigasi terluas ketiga di

MODUL PERHITUNGAN NERACA AIR STUDI KASUS KOTA CIREBON

Studi Optimasi Pola Tanam pada Daerah Irigasi Warujayeng Kertosono dengan Program Linier

DESAIN ULANG BENDUNG UNTUK PENINGKATAN DEBIT AIR IRIGASI DI WAEKOKAK KEC LELAK KAB MANGGARAI NTT

BAB III METODOLOGI. dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang memerlukan jawaban.

TUGAS AKHIR PERHITUNGAN DEBIT ANDALAN SEBAGAI. Dosen Pembimbing : Dr. Ali Masduqi, ST. MT. Nohanamian Tambun

HASIL DAN PEMBAHASAN

DAFTAR PUSTAKA. Ariansyah Tinjauan Sistem Pipa Distribusi Air Bersih di Kelurahan Talang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sungai Banjaran merupakan anak sungai Logawa yang mengalir dari arah

BAB IV ANALISIS DATA

ANALISA KETERSEDIAAN AIR SAWAH TADAH HUJAN DI DESA MULIA SARI KECAMATAN MUARA TELANG KABUPATEN BANYUASIN

BAB II DASAR TEORI 2.1 Perhitungan Hidrologi Curah hujan rata-rata DAS

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI DEDIKASI KATA PENGANTAR

EVALUASI SISTEM JARINGAN IRIGASI TERSIER SUMBER TALON DESA BATUAMPAR KECAMATAN GULUK-GULUK KABUPATEN SUMENEP.

TATA CARA PEMBUATAN RENCANA INDUK DRAINASE PERKOTAAN

Penyusunan laporan dari pengumpulan data sampai pengambilan kesimpulan beserta saran diwujudkan dalam bagan alir sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 4 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI 3.1 URAIAN UMUM

ANALISIS KARAKTERISTIK CURAH HUJAN DI WILAYAH KABUPATEN GARUT SELATAN

TINJAUAN DEBIT ALIRAN PADA SALURAN UTAMA JARINGAN IRIGASI RIAM KANAN SUB AREA A UNTUK PERTANIAN, PERIKANAN dan PDAM

BAB I PENDAHULUAN. Evaluasi Ketersediaan dan Kebutuhan Air Daerah Irigasi Namu Sira-sira.

Optimasi Pola Tanam Menggunakan Program Linier (Waduk Batu Tegi, Das Way Sekampung, Lampung)

DAFTAR ISI. 1.2 RUMUSAN MASALAH Error Bookmark not defined. 2.1 UMUM Error Bookmark not defined.

PERENCANAAN EMBUNG SEMAR KABUPATEN REMBANG. Muchammad Chusni Irfany, Satriyo Pandu Wicaksono, Suripin *), Sri Eko Wahyuni *)

Perencanaan Embung Gunung Rancak 2, Kecamatan Robatal, Kabupaten Sampang

BAB IV ANALISIS PEMBAHASAN

Optimalisasi Pemanfaatan Sungai Polimaan Untuk Pemenuhan Kebutuhan Air Irigasi

ANALISIS KETERSEDIAAN AIR DAS ASAM-ASAM DENGAN MENGGUNAKAN DEBIT HASIL PERHITUNGAN METODE MOCK

Perencanaan Embung Gunung Rancak 2, Kecamatan Robatal, Kabupaten Sampang

ANALISIS DEBIT ANDALAN

ANALISA KETERSEDIAAN AIR

RC MODUL 2 KEBUTUHAN AIR IRIGASI

Jurnal Rancang Bangun 3(1)

BAB III METODOLOGI. Gambar 3.1 Diagram Alir Penyusunan Tugas Akhir

ANALISA EFISIENSI DAN OPTIMALISASI POLA TANAM PADA DAERAH IRIGASI TIMBANG DELI KABUPATEN DELI SERDANG

WATER BALANCE DAS KAITI SAMO KECAMATAN RAMBAH

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Evapotranspirasi Rekayasa Hidrologi Universitas Indo Global Mandiri

PERENCANAAN EMBUNG MANDIRADA KABUPATEN SUMENEP. Oleh : M YUNUS NRP :

KAJIAN DIMENSI SALURAN PRIMER EKSISTING DAERAH IRIGASI SUNGAI TANANG KABUPATEN KAMPAR. Abstrak

KAJIAN EFEKTIFITAS DAN EFISIENSI SALURAN PRIMER DAERAH IRIGASI BEGASING KECAMATAN SUKADANA

KAJIAN DIMENSI SALURAN PRIMER EKSISTING DAERAH IRIGASI MUARA JALAI KABUPATEN KAMPAR. Abstrak

BAB III METODE PENELITIAN. PDAM kota Subang terletak di jalan Dharmodiharjo No. 2. Kecamatan

TUGAS KELOMPOK REKAYASA IRIGASI I ARTIKEL/MAKALAH /JURNAL TENTANG KEBUTUHAN AIR IRIGASI, KETERSEDIAAN AIR IRIGASI, DAN POLA TANAM

BAB III METODOLOGI Uraian Umum

PERSYARATAN JARINGAN DRAINASE

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

Misal dgn andalan 90% diperoleh debit andalan 100 m 3 /det. Berarti akan dihadapi adanya debit-debit yg sama atau lebih besar dari 100 m 3 /det

BAB V ANALISIS SEDIMEN DAN VOLUME KEHILANGAN AIR PADA EMBUNG

RANCANGAN TEKNIS RINCI (DED) BANGUNAN UTAMA BENDUNG DAN JARINGAN IRIGASI D.I. SIDEY KABUPATEN MANOKWARI PAPUA TUGAS AKHIR

BAB IV PEMBAHASAN. muka air di tempat tersebut turun atau berkurang sampai batas yang diinginkan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

PRAKTIKUM RSDAL II PERHITUNGAN EVAPOTRANSPIRASI POTENSIAL (ETo) DAN KEBUTUHAN AIR TANAMAN (ETCrop)

Analisis Ketersediaan Air Sungai Talawaan Untuk Kebutuhan Irigasi Di Daerah Irigasi Talawaan Meras Dan Talawaan Atas

BAB IV METODOLOGI. Pengumpulan Data: Pengolahan Data. Perencanaan. Gambar 4.1 Metodologi

METODOLOGI BAB III III Tinjauan Umum

EVALUASI KETERSEDIAAN DAN KEBUTUHAN AIR DAERAH IRIGASI NAMU SIRA-SIRA

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian berada di wilayah Kabupaten Banyumas yang masuk

LAPORAN PRA-FEASIBILITY STUDY

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENINGKATAN KINERJA OPERASI WADUK JEPARA LAMPUNG DENGAN CARA ROTASI PEMBERIAN AIR IRIGASI

PENENTUAN KAPASITAS DAN TINGGI MERCU EMBUNG WONOBOYO UNTUK MEMENUHI KEBUTUHAN AIR DI DESA CEMORO

MODUL STEBC 07 : PERMASALAHAN PELAKSANAAN JEMBATAN

PERENCANAAN EMBUNG MEMANJANG DESA NGAWU KECAMATAN PLAYEN KABUPATEN GUNUNG KIDUL YOGYAKARTA. Oleh : USFI ULA KALWA NPM :

Oleh : I.D.S Anggraeni *), D.K. Kalsim **)

KAT (mm) KL (mm) ETA (mm) Jan APWL. Jan Jan

PERENCANAAN BENDUNGAN PAMUTIH KECAMATAN KAJEN KABUPATEN PEKALONGAN BAB III METODOLOGI

EVALUASI KINERJA JARINGAN IRIGASI UJUNG GURAP UNTUK MENINGKATKAN EFEKTIFITAS DAN EFISIENSI PENGOLAHAN AIR IRIGASI

Feasibility Study Pembangunan Embung Taman Sari dan Sumber Blimbing, Kecamatan Licin Kabupaten Banyuwangi

Analisis Ketersediaan Air Embung Tambakboyo Sleman DIY

SISTEM PEMBERIAN AIR IRIGASI

HALAMAN PENGESAHAN...

PERENCANAAN KEBUTUHAN AIR PADA AREAL IRIGASI BENDUNG WALAHAR. Universitas Gunadarma, Jakarta

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI DAN PERHITUNGANNYA

STUDI POTENSI IRIGASI SEI KEPAYANG KABUPATEN ASAHAN M. FAKHRU ROZI

ANALISIS KEBUTUHAN AIR IRIGASI PADA DAERAH IRIGASI BENDUNG MRICAN1

OPTIMALISASI PENGGUNAAN AIR IRIGASI DI DAERAH IRIGASI RENTANG KABUPATEN MAJALENGKA. Hendra Kurniawan 1 ABSTRAK

BAB III METODOLOGI 3.1. UMUM

KEANDALAN ANALISA METODE MOCK (STUDI KASUS: WADUK PLTA KOTO PANJANG) Trimaijon. Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Riau, Pekanbaru

Transkripsi:

ICSE 07 : PERHITUNGAN DESAIN IRIGASI PELATIHAN AHLI SUPERVISI KONSTRUKSI JARINGAN IRIGASI DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSAT PEMBINAAN KOMPETENSI DAN PELATIHAN KONSTRUKSI

KATA PENGANTAR Usaha dibidang Jasa konstruksi merupakan salah satu bidang usaha yang telah berkembang pesat di Indonesia, baik dalam bentuk usaha perorangan maupun sebagai badan usaha skala kecil, menengah dan besar. Untuk itu perlu diimbangi dengan kualitas pelayanannya. Pada kenyataannya saat ini bahwa mutu produk, ketepatan waktu penyelesaian, dan efisiensi pemanfaatan sumber daya relatif masih rendah dari yang diharapkan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain adalah ketersediaan tenaga ahli/ terampil dan penguasaan manajemen yang efisien, kecukupan permodalan serta penguasaan teknologi. Masyarakat sebagai pemakai produk jasa konstruksi semakin sadar akan kebutuhan terhadap produk dengan kualitas yang memenuhi standar mutu yang dipersyaratkan. Untuk memenuhi kebutuhan terhadap produk sesuai kualitas standar tersebut, perlu dilakukan berbagai upaya, mulai dari peningkatan kualitas SDM, standar mutu, metode kerja dan lain-lain. Salah satu upaya untuk memperoleh produk konstruksi dengan kualitas yang diinginkan adalah dengan cara meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang menggeluti perencanaan baik untuk bidang pekerjaan jalan dan jembatan, pekerjaan sumber daya air maupun untuk pekerjaan dibidang bangunan gedung. Kegiatan inventarisasi dan analisa jabatan kerja dibidang sumber daya air, telah menghasilkan sekitar 130 (seratus Tiga Puluh) Jabatan Kerja, dimana Jabatan Kerja Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi merupakan salah satu jabatan kerja yang diprioritaskan untuk disusun materi pelatihannya mengingat kebutuhan yang sangat mendesak dalam pembinaan tenaga kerja yang berkiprah dalam perencanaan konstruksi bidang sumber daya air. Materi pelatihan pada Jabatan Kerja Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi ini terdiri dari 1 (duabelas) modul yang merupakan satu kesatuan yang utuh yang diperlukan dalam melatih tenaga kerja yang menggeluti Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi. Namun penulis menyadari bahwa materi pelatihan ini masih banyak kekurangan khususnya untuk modul pekerjaan konstruksi Sumber Daya Air. Untuk itu dengan segala kerendahan hati, kami mengharapkan kritik, saran dan masukan guna perbaikan dan penyempurnaan modul ini. Jakarta, Desember 005 Tim Penyusun i

LEMBAR TUJUAN JUDUL PELATIHAN : PELATIHAN AHLI SUPERVISI KONSTRUKSI JARINGAN IRIGASI TUJUAN PELATIHAN A. Tujuan Umum Pelatihan Mampu mengkoordinasi, mengarahkan pelaksanaan konstruksi jaringan irigasi oleh kontraktor dan melakukan pengawasan sesuai dengan gambar pelaksanaan, spesifikasi teknik, metode pelaksanaan, jangka waktu pelaksanaan yang tercantum dalam kontrak kontraktor dan jasa konsultan supervisi. B. Tujuan Khusus Pelatihan Setelah mengikuti pelatihan peserta mampu : 1. Menguasai dokumen kontrak kontraktor dan kontrak konsultan supervisi.. Melakukan pertemuan awal pelaksanaan dengan kontraktor dan direksi pekerjaan. 3. Melakukan kunjungan lapangan diareal lokasi proyek, mengidentifikasi permasalahan teknis maupun non teknis. 4. Mengecek kesiapan kontraktor untuk mulai pelaksanaan pekerjaan, sesuai yang tercantum dalam RMK. 5. Melaksanakan pengawasan pelaksanaan konstruksi sesuai spesifikasi teknis, gambar pelaksanaan, metode pelaksanaan, K3 serta pencemaran lingkungan. 6. Mengadakan pertemuan periodik dan khusus dengan kontraktor dan direksi pekerjaan. 7. Memberikan petunjuk, saran pelaksanaan, teguran langsung kepada kontraktor atau melalui direksi pekerajan, tergantung sistem kontraknya. 8. Mengecek laporan-laporan dari kontraktor dan usulan perubahan desain. 9. Melakukan opname hasil kemajuan pekerjaan bersama kontraktor dan atau direksi pekerjaan sesuai penugasan. 10. Mengawasi uji coba fungsi jarinan irigasi yang selesai dilaksanakan oleh kontraktor. 11. Membantu direksi dalam mengevaluasi kinerja kontraktor. ii

NOMOR MODUL : ICSE. 07 JUDUL MODUL : PERHITUNGAN DESAIN IRIGASI TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU) Setelah selesai mempelajari modul ini, peserta mampu menjelaskan dan melakukan Perhitungan Perencanaan Irigasi TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS (TIK) Setelah modul ini diajarkan, peserta mampu : 1. Menerapkan hasil perhitungan hidrologi (ketersediaan air, kebutuhan air, water balance, debit rencana saluran dan debit banjir rencana). Menganalisis perhitungan hidrolika (dimensi saluran dan bangunan) 3. Menganalisis perhitungan struktur (perhitungan stabilitas dan beton/baja). iii

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... LEMBAR TUJUAN... DAFTAR ISI... DESKRIPSI SINGKAT PENGEMBANGAN MODUL PELATIHAN AHLI PERENCANA IRIGASI... DAFTAR MODUL... PANDUAN PEMBELAJARAN... MATERI SERAHAN... i ii iv xii xiii xiv xviii BAB 1 PENDAHULUAN... 1 1 BAB PERHITUNGAN HIDROLOGI.... 1.1 Ketersediaan Air... 1.1.1 Contoh Perhitungan Ketersediaan Air (Cara Rational)... 1.1. Contoh... 3. Perhitungan Kebutuhan Air... 3..1 Pendahuluan... 6.. Evaporasi... 6...1 Data-data... 6... Perhitungan Evaporation (Prosedure)... 8..3 Water Requirement... 11..3.1 Data-data... 11..3. Perhitungan Water Requirement (Prosedure)... 15.3 Water Balance (Keseimbangan Air)... 3.4 Debit Rencana Saluran Irigasi dan Pembuang... 6.4.1 Debit Rencana Saluran Irigasi... 6.4. Debit Rencana Saluran Pembuang... 8.5 Debit Banjir Rencana... 31.5.1 Periode Ulang (Return Period)... 31.5. Metode Perhitungan... 3.5.3 Bila Data yang ada Data Curah Hujan (tidak ada data debit).. 34.5.3.1 Stasiun Hujan... 35.5.3. Curah Hujan Rata-rata... 35 iv

.5.3.3 Metode Melchior... 36.5.3.4 Metode Weduwen... 38.5.3.5 Contoh Perhitungan Debit Maksimum dengan Metode Melchior... 47.5.3.6 Contoh Perhitungan Design Flood dengan Metode Weduwen... 49.5.4 Kombinasi Melchior dan Gumbel... 51.5.4.1 Contoh Perhitungan Debit Banjir Rencana Kombinasi Untuk A > 100 km... 53.5.4. Contoh Perhitungan Debit Banjir Rencana Kombinasi Untuk A < 100 km... 66.5.4.3 Contoh Lain Perhitungan Debit Banjir Rencana Kombinasi Untuk A < 100 km... 73.5.5 Contoh Perhitungan Debit Banjir Rencana Dengan Unit Hidrograf (UH)... 76 BAB 3 PERHITUNGAN HIDROLIKA... 3 1 3.1 Dimensi Saluran... 3 1 3.1.1 Perhitungan Dimensi Saluran Tersier dan Kuarter... 3 1 3.1. Perhitungan Dimensi Saluran Sekunder dan Primer... 3 4 3.1.3 Perencanaan Profil Saluran... 3 18 3. Perhitungan Elevasi Muka Air Rencana... 3 7 3.3 Dimensi Bangunan Air... 3 8 3.3.1 Dimensi Bangunan Utama (Bendung)... 3 8 3.3. Dimensi Bangunan Bagi Sadap... 3 53 3.3.3 Dimensi Bangunan Ukur... 3 54 3.3.4 Pelimpah... 3 57 3.3.5 Kolam Olak... 3 64 BAB 4 PERHITUNGAN STRUKTUR... 4 1 4.1 Stabilitas Bendung... 4 1 4.1.1 Gaya-gaya Yang Bekerja... 4 1 4.1. Angapan-anggapan Dalam Stabilitas... 4 6 4.1.3 Syarat-syarat Stabilitas... 4 6 4.1.4 Contoh Perhitungan Stabilitas Weir (Bendung)... 4 8 4. Stabilitas Lereng Tanggul... 4 19 v

4.3 Pengenalan Hidromekanikal (Perencanaan Alat-alat Pengangkut)... 4 4.3.1 Pendahuluan... 4 4.3. Perhitungan Pekerjaan Stang dan Transmisi... 4 3 4.3.3 Contoh Perhitungan... 4 9 4.4 Perhitungan Beton... 4 35 4.4.1 Perhitungan Plat Beton Pelayan... 4 35 4.4. Perhitungan Plat Beton Pada Bangunan Gorong-gorong... 4 37 RANGKUMAN DAFTAR PUSTAKA vi

DESKRIPSI SINGKAT PENGEMBANGAN MODUL PELATIHAN AHLI PERENCANA IRIGASI 1. Kompetensi kerja yang disyaratkan untuk jabatan kerja Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi(Irrigation Construction Supervisor Engineer) dibakukan dalam Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) yang didalamnya telah ditetapkan unit-unit kompetensi, elemen kompetensi, dan kriteria unjuk kerja sehingga dalam Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi unit-unit tersebut menjadi Tujuan Khusus Pelatihan.. Standar Latihan Kerja (SLK) disusun berdasarkan analisis dari masing-masing Unit Kompetensi, Elemen Kompetensi dan Kriteria Unjuk Kerja yang menghasilkan kebutuhan pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku dari setiap Elemen Kompetensi yang dituangkan dalam bentuk suatu susunan kurikulum dan silabus pelatihan yang diperlukan untuk memenuhi tuntutan kompetensi tersebut. 3. Untuk mendukung tercapainya tujuan khusus pelatihan tersebut, maka berdasarkan Kurikulum dan Silabus yang ditetapkan dalam SLK, disusun seperangkat modul pelatihan (seperti tercantum dalam Daftar Modul) yang harus menjadi bahan pengajaran dalam pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi. vii

DAFTAR MODUL MODUL NOMOR : ICSE. 07 JUDUL : PERHITUNGAN DESAIN IRIGASI Merupakan salah satu modul dari : NO. KODE JUDUL 1. ICSE. 01 Etika Profesi, Etos Kerja, UU Jasa Konstruksi Dan UU SDA. ICSE. 0 Sistem Manajemen K3, Pedoman Teknis K3, RKL dan RPL 3. ICSE. 03 Pengenalan Survai Dan Investigasi 4. ICSE. 04 Pengenalan Dokumen Tender Dan Dokumen Kontrak 5. ICSE. 05 Pengenalan Manual O & P 6. ICSE. 06 Kriteria Desain Irigasi 7. ICSE. 07 8. ICSE. 08 Pengetahuan Gambar Konstruksi/Pelaksanaan 9. ICSE. 09 Manajemen Konstruksi 10. ICSE. 10 Manejemen Mutu 11 ICSE. 11 Metode Pelaksanaan (Construction Method) dan Perhitungan Biaya Konstruksi 1. ICSE. 1 Admnistrasi Teknik PANDUAN PEMBELAJARAN viii

PELATIHAN : AHLI SUPERVISI KONSTRUKSI JARINGAN IRIGASI JUDUL MODUL : PERHITUNGAN DESAIN IRIGASI KETERANGAN KODE MODUL : ICSE. 07 DESKRIPSI : Materi ini terutama membahas : perhitungan desain irigasi pada pekerjaan desain di bidang sumber daya air, yang meliputi ; perhitungan hidrologi (ketersediaa air, kebutuhan air, water balance, debit rencana saluran pembawa dan pembuang, debit banjir rencana). Perhitungan hidrolika (dimensi saluran, elevasi saluran dan dimensi bangunan). Perhitungan standar (stabilitas air, beton dan hidro mekanika dan spesifikasi program komputer). TEMPAT KEGIATAN : Dalam ruang kelas lengkap dengan fasilitasnya WAKTU KEGIATAN : 8 jam pelajaran (1 JP = 45 menit) KEGIATAN INSTRUKTUR KEGIATAN PESERTA PENDUKUNG ix

1. CERAMAH : PEMBUKAAN Menjelaskan Tujuan Instruksional (TIU & TIK) Merangsang motivasi peserta dengan pertanyaan atau pengalamannya dalam penerapan Perhitungan Desain Irigasi Mengikuti penjelasan TIU dan TIK dengan tekun dan aktif Mengajukan pertanyaan apabila kurang jelas OHT No. 3 Waktu : 5 menit Bahan : Lembar tujuan. CERAMAH : PENDAHULUAN Gambaran perhitungan hidrologi, hidrolika dan struktur. Menjelaskan perhitungan hidrologi (ketersediaan air, water balance, debit rencana, debit banjir rencana) Menjelaskan perhitungan dimensi saluran dan bangunan Menjelaskan perhitungan stabilitas dan hidromekanikal Mengikuti penjelasan instruktur dengan tekun dan aktif Mencatat hal-hal yang perlu Mengajukan pertanyaan bila perlu OHT No. 4 s/d 5 Waktu : 10 menit Bahan : Materi serahan (Bab 1 Pendahuluan) KEGIATAN INSTRUKTUR KEGIATAN PESERTA PENDUKUNG x

3. CERAMAH : Perhitungan Hidrologi Ketersediaan air Kebutuhan air Water balance Debit rencana saluran Debit rencana banjir Menjelaskan perhitungan ketersediaan air, kebutuhan air, water balance, debit rencana saluran, debit rencana banjir. Mengikuti penjelasan instruktur dengan tekun dan aktif Mencatat hal-hal yang perlu Mengajukan pertanyaan bila perlu OHT No. 6 s/d 4 Waktu : 140 menit Bahan : Materi serahan (Bab Perhitungan Hidrologi) 4. CERAMAH : Perhitungan Hidrolika; Dimensi Saluran, Perhitungan Elevasi Muka Air dan Dimensi Bangunan Menjelaskan dimensi saluran Menjelaskan perhitungan elevasi muka air Menjelaskan perhitungan bangunan air Mengikuti penjelasan instruktur dengan tekun dan aktif Mencatat hal-hal yang perlu Mengajukan pertanyaan bila perlu OHT No. 43 s/d 64 Waktu : 15 menit Bahan : Materi serahan (Bab 3 Perhitungan Hidrolika) xi

KEGIATAN INSTRUKTUR KEGIATAN PESERTA PENDUKUNG 5. CERAMAH : Perhitungan Struktur; Stabilitas Bendung, Stabilitas Lereng dan Perhitungan Hidromekanikal Menjelaskan perhitungan stabilitas bendung, perhitungan stabilitas lereng tebing dan pengenalan hidromekanikal. Mengikuti penjelasan instruktur dengan tekun dan aktif Mencatat hal-hal yang perlu Mengajukan pertanyaan bila perlu OHT No. 65 s/d 83 Waktu : 80 menit Bahan : Materi serahan (Bab 4 Perhitungan Struktur) xii

MATERI SERAHAN xiii

BAB 1 PENDAHULUAN Perhitungan desain irigasi ini dimaksudkan untuk dipakai sebagai pedoman atau contoh dalam melaksanakan pekerjaan desain irigasi, khususnya dalam bagian perhitungannya. Tetapi tidak menutup kemungkinan contoh dari luar modul ini akan lebih baik. Perhitungan desain irigasi ini terdiri dari ; 1. Perhitungan hidrologi. Perhitungan hidrolika dan 3. Perhitungan struktur Perhitungan hidrologi ini dimaksudkan hanya sebagai pengetahuan tambahan yang mana akan dilakukan oleh ahli hidrologi tetapi sebagai Ahli Desain Irigasi juga harus mengetahui karena hasil perhitungan hidrologi ini dipakai sebagai dasar perhitungan hidrolika. Perhitungan hidrolika ini dimaksudkan untuk menghitung dimensi saluran dan bangunan irigasi dan pembuang. Sedangkan perhitungan struktur ini dimaksudkan hanya sebagai pengetahuan tambahan yang mana akan dilakukan oleh ahli struktur. 1-1

BAB PERHITUNGAN HIDROLOGI Dalam perencanaan irigasi perhitungan hidrologi yang sering dilakukan adalah perhitungan mengenai ; a. Ketersediaan Air b. Kebutuhan Air c. Water Balance d. Debit Rencana Saluran Irigasi e. Debit Banjir.1 Ketersediaan Air Dalam perhitungan jumlah air yang tersedia pada sungai yang menjadi sumber air untuk daerah irigasi, didapat dari taksiran berdasarkan data debit sungai bulanan yang didapat dari rata-rata debit selama bulan-bulan tersebut tertentu, dimana datanya diambil dari pengukuran debit sungai otomatik maupun manual. Bila tidak ada data debit, dapat menggunakan data hujan bulanan, kemudian besarnya debit dihitung dengan bermacam-macam metode antara lain rational, DR FJ Mock, dan lain-lain. Jumlah air yang tersedia penting sekali diketahui dengan sebaik mungkin karena akan menentukan luas areal yang dapat diairi. Berikut ini diberikan contoh perhitungan ketersediaan air dengan Metode Rational dan DR FJ Mock..1.1 Contoh Perhitungan Ketersediaan Air (Cara Rational) Dalam perhitungan jumlah air yang tersedia pada sungai yang menjadi sumber air untuk daerah irigasi, seharusnya ditaksir berdasarkan pada data debit sungai bulanan. Jumlah air yang tersedia penting sekali diketahui dengan sebaik mungkin karena akan menentukan luas areal yang dapat diairi. Data pengukuran debit sungai Langkeme tidak ada, oleh karena itu debit sungai di estimate dengan menggunakan perumusan hubungan antara curah hujan (rain fall) dengan debit sungai. Dalam hal ini dihitung dengan metode rasional yaitu suatu cara menentukan hubungan antara debit dengan intensitas curah hujan yang merupakan fungsi dari physical parameter. - 1

Q = c.i.a dimana : Q = debit i = intensitas curah hujan A = luas catchment area (DAS) c = koefesien run-off a). Analisa Curah Hujan Sebagai penyebab adanya aliran sungai adalah curah hujan. Oleh karena itu diperlukan adanya analisa curah hujan yang terjadi di daerah pengaliran. Seperti telah disebutkan bahwa stasiun pengukuran curah hujan yang dapat dianggap mempengaruhi daerah catchment adalah Waton Sopeng (407), Sumpang Binange (408). Besarnya curah hujan bulanan dari kedua stasiun curah hujan tersebut dapat dilihat dalam tabel.1 dalam menetapkan intensitas curah hujan yang mewakili catchment area dipertimbangkan menggunakan cara arithmatic. Data dan perhitungan analisa curah hujan dapat dilihat didepan, yang hasilnya adalah sebagai berikut; Tabel.1 Data curah hujan rata-rata Bulan 1 3 4 5 6 7 8 9 10 11 1 S. Binange 417 37 30 183 13 71 36 18 0 76 01 461 Waton Sopeng 189 168 176 61 85 7 119 5 44 88 151 145 Rata-rata 303 47.5 48 08.5 149 77.5 35 3 8 176 303 b). Catchment Area Catchment Area adalah daerah yang mempengaruhi debit sungai dalam kaitannya dengan curah hujan dengan kata lain curah hujan yang jatuh pada catchment area baik yang berupa direct run off maupun aliran di dalam tanah akan menentukan besarnya debit pada sungai. Penetapan batas daerah pengaliran (catchment area) untuk sungai Langkeme ini didasarkan pada peta skala 1:50.000. Luas catchment area adalah 95 km. -

c). Koefisien Run Off Dalam mengestimate debit pada sungai dengan menggunakan data-data curah hujan akan lebih baik apabila digunakan metode water balance (Dr. FJ Mock). Tetapi metode tersebut membutuhkan data-data tanah yang agak terperinci dimana data untuk daerah ini tidak ada. Sekalipun demikian run off dihitung dengan metode rational yang sangat sederhana dimana koefisien run off diambil 0,65. Dalam musim kemarau dimana curah hujan kecil sekali, debit sungai di estimate dengan memperhitungkan infiltrasi pada bulan sebelumnya. Infiltrasi setelah menjenuhkan top soil kemudian menjadi perkolasi ke ground water; Q dimana ; Q0. e n c d Q0 = debit bulanan untuk d = 0 n c d = 1 (konstanta) = suatu konstanta yang besarnya bertambah secara bertahap sebesar 0,5 = 1,,3 dan seterusnya. d). Perhitungan Debit Sungai Bulanan (Ketersediaan Air).1. Contoh Hasil perhitungan inflow bulanan dengan cara DR. F.J. MOCK dapat dilihat pada tabel.. - 3

-4 Tabel. Hasil Perhitungan Inflow Bulanan Dengan Cara DR. F. J. MOCK PERHITUNGAN EVAPOTRANSPIRATION DAN DEBIT SUNGAI LOKOJANGE ( Catchment Area =.05 km ) DENGAN METODE DR. F.J.MOCK No. Uraian Kode Jan Peb Mart Aprl Mei Jun Jul Agus Sep Okt Nop Des Tahunan Keterangan Keterangan : HIDROLOGICAL DATA 1 Catchment precipitation P 336 311 69 60 145 95 70 3 0 80 19 337 mm / bulan (1) = data Catch rain days n 16.7 17.9 15.1 1.8 7.9 5.1 4.9.4. 5.4 1.7 16.8 hari () = data 3 Temperature T 3.5 3.4 3.6 14.5 4.4 4.3 4.5 4.4 5 5. 4.6 3.8 * C (3) = data 4 Sunshine S 0.5 0.54 0.56 0.6 0.68 0.73 0.79 0.79 0.77 0.68 0.6 0.55 % (4) = data 5 Relatif Humidity h 83 84 83 8 78 76 70 69 67 71 76 84 % (5) = data 6 Kecepatan angin W 85 85 80 75 75 80 85 85 80 75 75 80 Mil / hari (6) = data POTENTIAL EVAPOTRANSPIRATION 7 F1 = f (T,S) F1 0.331 0.350 0.356 0.377 0.400 0.430 0.454 0.453 0.449 0.414 0.379 0.354 (7) = Lampiran 4 8 F = f (T,h) F 1.90 1.900 1.90 1.850.000.050.10.60.310.130.000 1.860 (8) = Lampiran 5 9 F3 = f (T,h) F3 0.350 0.330 0.350 0.380 0.460 0.500 0.630 0.650 0.700 0.60 0.500 0.330 (9) = Lampiran 6 10 Latitude Q 7'. LS 7'. LS 7'. LS 7'. LS 7'. LS 7'. LS 7'. LS 7'. LS 7'. LS 7'. LS 7'. LS 7'. LS (10) = data 11 Roughness Coefficient k 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 (11) = Lampiran 1 Solar Radiation R 15.44 15.5 15.16 14.1 1.88 1.14 1.38 13.36 14.58 14.4 15.4 15.34 (1) = Lampiran 3 13 Reflection Coefficient r 0. 0. 0. 0. 0. 0. 0. 0. 0. 0. 0. 0. (13) = Lampiran 1 14 F1 ( 1 - r ) E1 4.089 4.346 4.318 4.53 4.1 4.176 4.496 4.84 5.37 4.716 4.669 4.344 (14) = Rumus 15 F ( 0,1 + 0,9 S ) E 1.056 1.113 1.160 1.184 1.44 1.55 1.79 1.833 1.83 1.517 1.80 1.107 (15) = Rumus 16 F3 ( k + 0,01 W ) E3 0.648 0.611 0.630 0.665 0.805 0.900 1.166 1.03 1.60 1.085 0.875 0.594 (16) = Rumus 17 ( E1 - E + E3 ) Ep 3.7 3.8 3.8 3.7 3.5 3.5 3.9 4. 4.7 4.3 4.3 3.8 mm / hari (17) = (14)-(15)+(16) 18 Evapotranspiration Ep 114.1 107.6 117.4 11.0 108.6 105.7 10.0 130.6 140.0 13.8 17.9 118.8 mm / bulan (18) = (17)x( hari/bulan) LIMITED EVAPOTRANSPIRATION 19 Exposed Surface m 0 0 0 0 0 0 30 40 50 50 40 30 % (19) = Tabel 0 ( m/0 )( 18-n )% E/Ep 1.3 0.1.9 5. 10.1 1.9 19.65 31. 39.5 31.5 10.6 1.8 % (0) = Rumus 1 (E/Ep)(Ep) E 1.5 0.1 3.4 5.8 11.0 13.6 3.6 40.7 55.3 41.8 13.6.1 0 mm / bulan (1) = (0)x(17) ( Ep - E ) El 11.6 107.5 114.0 106. 97.6 9.1 96.4 89.8 84.7 91.0 114.4 116.6 0 mm / bulan () = (18)-(1) 3 Limit Evapotranspiration El 3.6 3.8 3.7 3.5 3.1 3.1 3.1.9.8.9 3.8 3.8 mm / hari (3) = ()/( hari/bulan) Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi

-5 No. Uraian Kode Jan Peb Mart Aprl Mei Jun Jul Agus Sep Okt Nop Des Tahunan Keterangan 4 ( P - El ) 3 04 155 154 47 3-6 -58-65 -11 105 0 0 mm / bulan (4) = (1)-() yang hasilnya positip 5 Soil Storage -6-58 -65-11 105 15 mm / bulan (5) = (1)-() yang hasilnya Negatip 6 Soil Moisture 00 00 00 00 00 00 174 116 51 40 145 00 00 mm / bulan (6) = yang jenuh = 00 ; MK = 00 + (5) 7 Water Surplus 3 04 155 154 47 3 0 0 0 0 0 95 0 mm / bulan (7) = (4)-(5) RUN OFF AND GROUND WATER 8 Infiltration I 89 81 6 6 19 1 0 0 0 0 0 38 mm / bulan (8) = 0.4 x (7) 9 1/ ( 1 + k ) I 67 61 46 46 14 1 0 0 0 0 0 9 mm / bulan (9) = Rumus 30 k ( Vn-1 ) 0 43 5 49 48 31 16 8 4 1 0 mm / bulan (30)n = (11) x (31)n-1; (30)1= 0 31 Storage Volume Vn 87 104 99 96 6 3 16 8 4 1 9 mm / bulan kemudian = (11) x (31)1 (1=Jan; 1=Des) 3 ( - Vn-1 + Vn ) Vm 58 18-6 -3-34 -30-16 -8-4 - -1 8 mm / bulan (31) = (9)+(30) 33 Base Flow = ( i - Vm ) 3 64 68 65 5 31 16 8 4 1 10 mm / bulan (3)n = (31)n - (31)n-1 34 Direct Run Off 134 1 93 9 8 0 0 0 0 0 57 mm / bulan (33) = (8)-(3) 35 Run off 166 186 161 157 81 33 16 8 4 1 67 mm / bulan (34) = (7)-(8) (35) = (33)+(34) STORM RUN OFF 36 Storm Run Off 4 1 4 0 0 0 mm / bulan (36) = 0.05 x (10) -- MK ; 0 -- MH 37 Soil Moisture 170.1 114. 50.1 36.1 144.8 00 00 mm / bulan (37) = (6)-(36)n-(36)n+1 38 Water Surplus 3 04 155 154 47 3 0 0 0 0 0 95 0 mm / bulan (38) = 7 39 Base Flow 3 64 68 65 5 31 16 8 4 1 10 0 mm / bulan (39) = 33 40 Direct Run off 134 1 93 9 8 4 1 4 0 57 0 mm / bulan (40) = (34)+(36) 41 Run off q 166 186 161 157 81 33 19 10 5 6 1 67 0 mm / bulan (41) = (39)+(40) 4 Debit Q 0.17 0.158 0.13 0.14 0.06 0.06 0.015 0.007 0.004 0.005 0.001 0.051 m 3 / dt (4) = (41)*A*1000000/1000*30*4*60*60 43 Volume V 339665 381031 39473 3193 165895 67695 3989 19607 1014 18 041 137874 m 3 (43) = (4) * 30*4*60*60 44 Komulatif KV 339665 70696 1050169 137091 1537986 1605681 1645510 1665118 1675331 1687613 1689654 18757 m 3 (44)n+1 = (44)n+(43)n+1 = A = luas Catchment ( km ) =.05 km Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi

. Perhitungan Kebutuhan Air..1 Pendahuluan Perhitungan kebutuhan air untuk tanaman (Water Requirement) untuk daerah irigasi Langkeme ini didasarkan pada suatu kriteria keseimbangan air pada petak sawah, dimana faktor-faktor iklim diperhitungkan dengan rumus-rumus empiris yang telah biasa digunakan. Titik tolak perhitungan banyaknya air yang dibutuhkan terhadap macam tanaman telah ditentukan adalah padi karena merupakan bahan makanan pokok di negara kita, yaitu padi rendengan yang biasa ditanam pada musim hujan dan padi gadu pada musim kemarau. Data klimatologi diambil dari data iklim di Indonesia (Lembaga Meteorologi dan Geofisika) dari tahun 1971 sampai dengan tahun 1975. Stasiun klimatologi yang dianggap representatif untuk daerah pengairan ini adalah stasiun PG Bone (lokasi 05 43 S) ketinggian 4 m. Yang selanjutnya merupakan dasar perhitungan Evapotranspiration dimana dipergunakan Cara Hargreaves. Data-data curah hujan diambil dari Regen Waarnemingen in Nederlandsch Indie dengan periode pengamatan dari tahun 1919 sampai dengan 1941 untuk stasiun-stasiun hujan Watan Sopeng (407) dan Sumpang Binangae (408). Perhitungan curah hujan effektif pada daerah irigasi yang akan mempengaruhi perhitungan requirement dipergunakan data-data curah hujan stasiun hujan Watan Sopeng dan Sumpang Binangae... Evaporation...1 Data-data Data yang digunakan untuk menghitung evaporation yaitu : koordinat di daerah irigasi relative humidity temperatur udara kecepatan angin, duration of sunshine dan elevation rata-rata di daerah irigasi. Data tersebut didapat dari station meteorologi daerah PG. Bone. a). Koordinat di Daerah Irigasi Dari top cart didapat bahwa koordinat di daerah irigasi Langkeme lebih kurang pada 4 30 S. - 6

b). Relative Humidity (H) Data relative humidity diambil dari stasiun meteorologi PG Bone dengan koordinat 05 43 S dan dengan ketinggian lebih dari 4 m. Tabel.3 Kelembaban udara stasiun meteorologi PG Bone Rata-rata Kelembaban Udara dalam % Bulan Tahun 1 3 4 5 6 7 8 9 10 11 1 1971 - - - - - - - 79 81 80 8 80 197 8 80 78 81-79 77 76 73 7 7 77 1973 81 81 8 8 83-83 83 8 79 81-1974 77 77 77 83 8 81 8 80 79 79 80 80 1975 80 79 80 84 84 85 8 85 77 83 81 80 Rata-rata c). Temperatur Udara (T) Tabel.4 Temperatur udara (T) stasiun meteorologi PG Bone Temperatur Udara Rata-rata dalam 0 C Bulan Tahun 1 3 4 5 6 7 8 9 10 11 1 1971 - - - - - - - 5,7 6,1 6,5 6, 6,4 197 5,5 6, 6,4 6,4-6, 5,5 5, 5,6 6,8 8,0 7,4 1973 6,8 7,0 6,7 7,3 6,9-5,7 5,9 6, 7,1 6,6-1974 6,5 6,7 6,5 6,5 6,8 6,1 5,7 6,0 6,9 7,5 6,7 6,4 1975 6,4 6,6 4,4 6,4 6,1 5,4 5,7 6,1 7, 7,3 6,6 6,3 Rata-rata d). Kecepatan Angin (w) Tabel.5 Kecepatan angin (w) stasiun meteorologi PG Bone Kecepatan Angin Rata-rata dalam Knot Bulan Tahun 1 3 4 5 6 7 8 9 10 11 1 1971 - - - - - - - 58 45 41 34 46 197 17 8 18 188-95 40 54 3-31 178 1973 6 - - - - - 5-55 85 50-1974 30 50 33 3 51 54 48 70 68 71 5 44 1975 48 39 40 67 49 43 6 76 77 70 57 - Rata-rata - 7

e). Duration of Sunshine (S) Tabel.6 Duration of Sunshine (S) stasiun meteorologi PG Bone Rata-rata Penyinaran Matahari dalam % Bulan Tahun 1 3 4 5 6 7 8 9 10 11 1 1971 - - - - - - - 58 45 41 34 46 197 17 8 18 188-95 40 54 3-31 178 1973 6 - - - - - 5-55 85 50-1974 30 50 33 3 51 54 48 70 68 71 5 44 1975 48 39 40 67 49 43 6 76 77 70 57 - Rata-rata f). Elevation Rata-rata di Daerah Irigasi Elevasi daerah yang akan diairi lebih dari 108.... Perhitungan Evaporation (Prosedure) Untuk menghitung evaporation di DI Langkeme dipakai suatu perhitungan perkiraan dengan metode Hargreaves. Dalam hal ini yang perlu dihitung adalah ; a). Monthly Day Time Factor (D) Daerah Irigasi Langkeme terletak pada lintang 4 30 S. Dengan interpolasi akan didapat D. Hasil adalah sebagai berikut ; Tabel.7 Monthly Day Time Factor (D) di Langkeme Month 1 3 4 5 6 7 8 9 10 11 1 0 1,0 1,0 1,0 0,99 1,0 0,99 1,0 1,0 0,99 1,0 0,99 1,0 4 0 30 ' 1,04 0,93 1,0 0,98 1,00 0,96 1,00 1,01 0,98 1,03 1,01 1,04 5 0 30 ' 1,04 0,93 1,0 0,98 1,00 0,96 1,00 1,01 0,98 1,03 1,01 1,04 b). Relative Humidity Factor (FH) Telah didapatkan relative humidity rata-rata (Hm) dari data yang telah dicantumkan diatas. Untuk menghitung FH diperlukan rumus sebagai berikut ; Hn = 0.4 Hm + 0,6 Hm FH = 0.59 0.55 Hn - 8

Hasilnya adalah sebagai berikut ; Tabel.8 Relative Humidity Factor (FH) di Langkeme Month 1 3 4 5 6 7 8 9 10 11 1 H m 0,80 0,79 0,79 0,83 0,83 0,8 0,81 0,81 0,78 0,79 0,79 0,79 H n 0,70 0,69 0,69 0,75 0,75 0,73 0,7 0,7 0,68 0,69 0,69 0,69 F H 0,31 0,38 0,38 0,81 0,81 0,97 0,305 0,305 0,336 0,38 0,38 0,38 c). Mean Monthly Temperatur (TC) Dari data temperatur bulanan rata-rata (TC) selama 5 tahun telah tercantum di atas, didapatkan temperatur rata-rata. Hasilnya adalah sebagai berikut ; Tabel.9 Mean Monthly Temperatur (TC) di Langkeme Month 1 3 4 5 6 7 8 9 10 11 1 T C 6,3 6,6 6,5 6,7 6,6 5,9 5,6 5,8 6,4 7,0 6,8 6,0 d). Nd Velocity Factor (FW) Untuk mendapatkan FW dipakai rumus FW = 0.75 + 0.15. W kh m sedangkan W khm = kecepatan angin pada ketinggian dua meter dari permukaan tanah dalam km/jam. Bila letak alat pengukuran kecepatan angin diketahui maka W khm = C x W kh sedangkan C = log 6.6 log h h = tinggi letak alat dari permukaan tanah dalam feet. Dalam hal ini h = 4 m. Catatan ; bila letak alat tidak diketahui maka untuk keamanan dianggap h = 0,50 m. Biasanya data dalam knot (Wk) atau meter/ detik (WMs) sehingga didapatkan ; WkH = 3,6 W MS = 1 1.85 Wk Maka didapatkan hasil sebagai berikut ; - 9

Tabel.10 Nd Velocity Factor (FW) Month 1 3 4 5 6 7 8 9 10 11 1 W k 6 6 6 5 4 6 6 8 8 7 6 7 W kh 3,4 3,4 3,4,7,16 3,4 3,4 4,3 4,3 3,78 3,4 3,78 C 0,43 0,43 0,43 0,43 0,43 0,43 0,43 0,43 0,43 0,43 0,43 0,43 W kh m 1,399 1,399 1,399 1,166 0,933 1,399 1,399 1,866 1,866 1,633 1,399 1,633 F w 0,898 0,898 0,898 0,885 0,871 0,898 0,898 0,91 0,91 0,909 0,898 0,909 e). Duration of Sunshine Factor (Fs) Untuk mendapatkan Fs dipakai rumus Fs = 0.478 + 0.58 s. Dimana S adalah duration of sunshine yang datanya telah dicantumkan diatas. Dengan menggunakan rumus tersebut didapatkan hasil sebagai berikut ; Tabel.11 Duration of Sunshine Factor (Fs) Month 1 3 4 5 6 7 8 9 10 11 1 S 69,00 57 67 96 50 64 51 65 50 67 45 89 Fs 0,878 0,809 0,867 1,035 0,768 0,849 0,774 0,855 0,769 0,867 0,739 0,995 f). Elevation Factor (Fe) Untuk mendapatkan Fe dipakai rumus Fe = 0.950 + 0.0001 E, dimana E = elevation rata-rata dari daerah irigasi yang datanya telah dicantumkan diatas yaitu lebih dari 108. Dengan menggunakan rumus tersebut didapatkan hasil sebagai berikut ; Fe = 0.961 g). Clas A Pan Evaporation (Ev) Untuk mendapatkan Ev dipakai rumus sebagai berikut ; E v = 17.4 x D X TC x FH x FW x FS x FE Dengan menggunakan rumus tersebut didapatkan hasil sebagai berikut ; - 10

Tabel.1 Calculation of Evaporation (Ev) E v = 17.4 x D X TC x FH x FW x FS x FE Unit Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sept 1 D - 1,03 1,01 1,04 1,04 0,93 1,0 0,98 1 0,96 1 1,01 0,98 Tc 0 C 7 6,8 6,6 6,3 6,6 6,5 6,7 6,6 5,9 5,6 5,8 6,4 3 F H 0,38 0,38 0,38 0,31 0,38 0,38 0,81 0,97 0,97 0,305 0,336 0,38 4 Fw 0,909 0,898 0,909 0,898 0,898 0,898 0,885 0,871 0,898 0,898 0,91 0,91 5 Fs 0,867 0,739 0,995 0,878 0,809 0,867 1,035 0,769 0,849 0,774 0,855 0,768 6 F E 0,961 0,961 0,961 0,961 0,961 0,961 0,961 0,961 0,961 0,961 0,961 0,961 7 E V mm 10,1 88,5 137,3 115,75 98,57 115,4 11,6 83,61 94,14 90,75 115,9 100,37..3 Water Requirement..3.1 Data-Data Data-data yang digunakan untuk menghitung kebutuhan air yaitu ; Hasil perhitungan evaporation Hujan bulanan Crop consumptive use factor Percolation Puddling water requirement Irrigation efficiency a). Hasil Perhitungan Evaporation Evaporation telah didapat dengan menggunakan rumus ; E v = 17.4 x D X TC x FH x FW x FS x FE Tabel.13 Hasil perhitungan evaporasi Month 1 3 4 5 6 7 8 9 10 11 1 E V 115,75 98,57 115,4 11,6 83,61 94,14 90,75 115,9 100,37 10,1 98,5 137,3-11

b). Hujan Bulanan Data hujan bulanan diambil dari stasiun hujan Watan Sopeng (407) dan Simpang Binange (408). Data tersebut adalah sebagai berikut ; Tabel.14 Curah hujan bulanan Stasiun Watan Sopeng (407) Elevasi : + 10 Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Total Max 1919 79 07 49 198 07 147 88 1 6 7 114 134 1448 190 157 75 343 596 146 367 54 35 11 0 194 185 475 191 73 189 139 05 171 67 136 111 6 348 145 31 181 19 76 81 93 85 300 11 51 0 94 74 48 179 169 193 60 145 18 84 1 105 5 0 18 6 173 05 1651 194 98 19 170 40 330 383 41 71 33 17 191 194 459 195 131 50 46 49 670 18 6 18 0 99 178 067 196 179 6 15 160 141 80 19 50 15 33 66 119 149 197 381 16 188 45 6 353 6 40 5 75 85 150 019 198 14 3 97 175 150 184 36 45 60 143 30 1107 199 388 8 104 316 164 61 164 15 0 0 45 19 1614 1930 86 16 418 390 34 74 0 0 0 74 60 15 163 1931 91 154 19 195 419 33 39 45 80 117 131 177 073 193 9 71 184 48 353 169 48 5 140 80 191 1940 1933 187 01 80 9 303 167 146 9 94 196 60 7 1964 1934 358 19 140 1 43 450 54 66 109 144 116 306 1935 107 4 47 51 406 0 81 7 1 161 51 133 89 1936 111 50 13 308 43 93 14 115 14 47 110 106 1653 1937 151 15 158 330 76 310 191 46 96 6 49 194 1979 1938 495 163 311 11 448 191 00 138 84 5 339 46 878 1939 199 601 116 19 84 05 161 74 36 0 99 61 048 1940 7 13 109 179 49 149 1 0 0 35 15 17 1733 1941 93 135 05 40 46 188 15 0 0 34 316 43 1715-1

Tabel.15 Curah hujan bulanan Stasiun Sumpang Binange (408) Elevasi : + Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Total Max 1919 414 361 147 384 81 15 67 0 4 0 175 385 053 190 590 94 31 87 9 77 105 170 99 95 489 508 774 191 337 594 811 85 9 39 17 0 86 44 165 65 303 19 404 35 391 81 166 15 40 0 4 7 9 1044 809 193 585 565 19 95 199 6 137 0 0 89 58 44 388 194 80 65 477 313 1 57 9 58 39 350 64 743 3447 195 43 660 6 308 84 106 41 0 17 0 67 339 091 196 573 404 75 116 45 17 0 3 14 39 713 001 197 560 85 510 19 188 8 4 0 6 87 31 44 535 198 35 394 586 111 89 77 7 19 76 33 88 768 683 199 69 5 488 171 46 8 76 0 3 8 139 491 367 1930 34 31 143 347 75 35 0 1 0 30 10 709 015 1931 10 37 94 33 177 9 53 4 6 177 357 1817 193 398 365 330 344 09 6 16 17 77 33 651 668 1933 301 446 16 89 145 1 6 7 8 66 45 37 385 1934 635 358 393 188 54 74 7 39 5 49 337 79 683 1935 7 146 848 09 113 13 4 0 0 13 106 156 1999 1936 873 69 63 48 46 0 7 81 0 54 13 30 97 1937 07 135 10 96 33 66 0 6 8 18 53 314 1056 1938 667 133 338 44 11 138 67 14 15 1 338 30 198 1939 54 43 198 6 0 35 49 1 0 9 3 137 984 1940 315 5 80 101 404 9 0 0 0 0 306 360 187 1941 33 150 10 91 87 10 1 0 0 0 33 401 1915 c). Crop Consumption Use Factor Besar coefficient ini ditentukan oleh banyak faktor antara lain ; Jenis tanah persawahan Macam bibit padi Macam metode untuk perhitungan evapotranspiration Untuk standar perhitungan dibawah ini kami cantumkan crop consumption use coefficients by percent of growing season dari jenis tanaman padi. Tabel.16 Koefesien dari tanaman padi % 0 10 0 30 40 50 60 70 80 90 100 k 0,80 0,95 1,05 1,15 1,0 1,30 1,30 1,0 1,10 0,90 0,50-13

d). Percolation Maksud percolation yaitu proses penjenuhan subsurfase, sebaiknya angka ini ditentukan dengan cara mengadakan pengukuran di lapangan. Angka perkolasi ini dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu jenis tanahnya, keadaan topografi sawah dan sebagainya. Mengingat hasil pengukuran dilapangan seperti dimaksudkan diatas belum ada, maka penetapan angka perkolasi tersebut pada saat ini hanya dengan cara perkiraan saja. Banyak cara untuk memperkirakan tersebut dan salah satu cara tersebut yaitu dengan mengambil angka-angka perkolasi harian sebagai berikut ; Tabel.17 Angka-angka perkolasi harian Bulan ke 1 3 4 Percolation 6 mm/hari 5 mm/hari 4 mm/hari mm/hari e). Puddling Water Requirement (Pra Irigasi) Maksud pemberian air pada tanaman padi dengan nama pra irigasi ini yaitu untuk ; Pawinihan Meninggikan muka air tanah Melunakan tanah dipermukaan untuk mempermudah pengerjaannya Mengusir tikus dari lubang-lubang Dan lain sebagainya Banyak faktor yang mempengaruhi angka pra irigasi ini yaitu antara lain jenis tanahnya dan sebagainya. Untuk keperluan report ini angka tersebut diperkirakan saja sebesar 5,5 mm untuk bulan pertama dan 17,5 untuk bulan kedua. Bulan-bulan selanjutnya pra irigasi ini tidak diperlukan. f). Irrigation Efficiency Karena adanya kehilangan air pada saat air bergerak menuju ke sawah (conveyance loss) dan saat air berada di sawah (conveyance loss) maka perlu - 14

faktor yang memperhitungkan hal ini. Diperkirakan besarnya losses tersebut adalah sebagai berikut ; Conveyance losses pada saluran induk 10% Conveyance losses pada lain-lain saluran serta field losses 0% Maka besarnya irrigation efficiency 90% x 80% = 7 %...3. Perhitungan Water Requirement (Prosedure) Untuk menghitung kebutuhan air dari daerah irigasi Langkeme yang perlu dihitung adalah ; a). Consumptive Use Factor after Hargreaves (Ev) Lihat di..3.1 a) b). Effective Rain Fall (FE) Curah hujan efektif adalah curah hujan pada masa pertumbuhan tanaman yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan air tanaman. Curah hujan yang dipergunakan adalah curah hujan yang diukur di stasiun Watan Sopeng (407) dan Simpang Binange (408) yang merupakan stasiun yang paling berdekatan dengan daerah rencana irigasi ini. Stasiun hujan tersebut dianggap cukup representatif untuk memperhitungkan curah hujan efektif pada daerah rencana irigasi. Cara yang dipergunakan untuk memperhitungkan curah hujan efektif ini adalah dasar perhitungan R80 x R80 dapat dihitung dengan rumus (80% n 1) dimana n = periode lamanya pengamantan. Hasilnya harga a = (80% n 1). Ini berarti bahwa curah hujan efektif adalah curah hujan yang ke a dari yang terbesar. Untuk ini n = 3 tahun dan a = (80% x 3 1 ) = 17 Hasil analisa perhitungan adalah sebagai berikut ; Tabel.18 Hasil analisa perhitungan curah hujan Bulan 1 3 4 5 6 7 8 9 10 11 1 407 98 19 109 198 1 167 41 15 6 33 99 119 408 80 31 19 95 46 6 4 0 0 0 106 314 Rata-rata 189 180 150 146 19 96 7 3 6 10 16-15

Tabel.19 Analisa perhitungan curah hujan bulanan Stasiun Watan Sopeng (407) Elevasi : + 10 No. Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des 1 495 601 47 596 670 450 85 9 33 348 339 46 388 6 418 49 49 383 54 138 11 17 316 43 3 381 50 343 40 448 367 51 115 96 0 51 05 4 358 4 311 390 419 353 39 111 94 196 48 194 5 7 13 49 330 406 353 00 74 94 161 45 194 6 60 07 05 316 330 310 191 71 84 140 194 191 7 9 01 19 308 303 93 169 66 80 117 191 185 8 199 19 188 51 300 67 164 50 5 109 173 179 9 187 189 184 45 84 33 161 48 36 75 145 178 10 179 163 170 40 76 146 46 74 144 177 11 157 16 158 9 48 0 136 45 74 143 150 1 151 16 140 4 46 11 14 45 18 60 131 134 13 14 154 139 43 05 88 40 18 5 15 133 14 131 15 13 1 43 191 81 35 15 47 114 19 15 111 145 15 11 34 188 6 7 14 35 110 17 16 107 135 116 05 6 184 54 0 6 34 99 15 17 98 19 109 198 1 167 41 15 6 33 99 119 18 93 81 104 195 07 149 36 1 5 6 85 116 19 91 75 97 19 171 147 19 6 1 0 80 106 0 86 71 93 179 164 105 18 0 0 7 66 7 1 79 50 80 175 150 80 15 0 0 6 60 61 76 8 46 160 146 74 1 0 0 0 60 31 3 73 3 18 85 141 61 0 0 0 0 49 30 Total 4343 3869 4044 5994 6559 513 746 1193 1017 033 3467 335 Rata-rata 189 168 176 61 85 7 119 5 44 88 151 145-16

Tabel.0 Analisa perhitungan curah hujan bulanan Stasiun Sumpang Binange (408) Elevasi : + Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des 1 873 660 848 384 404 8 137 170 99 350 489 1044 69 65 811 347 84 0 105 81 86 6 45 768 3 667 594 586 344 54 138 76 58 76 44 338 743 4 635 565 510 33 1 15 7 39 4 13 337 713 5 590 446 488 313 09 1 67 1 39 95 33 709 6 585 404 477 308 199 10 67 19 89 306 651 7 573 394 393 89 188 106 53 14 17 87 88 65 8 560 365 391 48 177 77 49 7 17 77 64 508 9 414 361 338 09 166 77 41 6 15 7 33 491 10 404 358 330 19 145 74 40 4 14 66 31 44 11 398 35 63 188 11 66 9 3 8 54 177 401 1 337 94 31 171 113 57 7 8 49 175 385 13 34 85 6 116 89 39 17 1 6 33 165 360 14 33 5 16 111 84 35 16 0 5 30 139 357 15 315 43 13 101 81 35 7 0 4 8 13 339 16 301 37 198 96 75 6 6 0 3 1 10 37 17 80 31 19 95 46 6 4 0 0 0 106 314 18 7 5 147 91 46 17 4 0 0 18 9 30 19 54 150 143 87 45 15 1 0 0 9 67 30 0 43 146 10 85 33 13 0 0 0 58 79 1 35 135 94 81 9 9 0 0 0 0 53 44 07 133 80 44 9 9 0 0 0 0 39 156 3 10 69 75 6 0 8 0 0 0 0 3 137 Total 9584 754 7370 49 309 164 818 45 461 1738 465 10597 Rata-rata 417 37 30 184 13 71 36 18 0 76 01 461 c). Monthly Consumptive use Factor (k) k didapat dengan membuat grafik dari tabel.16 yang telah dicantumkan pada..3.1 c). Umur padi yang ditanam di daerah Langkeme adalah ; Padi rendengan ( 135 30 ) hari Padi gadu (165 + 30) hari Dengan jalan mengeplot pada grafik maka didapatkan harga K bulanan. d). Consumptive use by Crop (Et) Et = k. Ev e). Percolation Lihat..3.1 d) - 17

f). Water Requirement by Crop Water requirement by crop = consumptive use by crop + percolation g). Puddling Water Requirement Lihat..3.1 e) h). Field Delivery Requirement Field delivery requirement = water requirement by crop + puddling water requirement effective rain fall. i). Irrigation Efficiency Seperti telah dijelaskan pada..3.1 f) maka irrigation efficiency = 7 %. j). Alternative Mulai tanam sebaiknya dijatuhkan pada saat mulainya musim hujan. Berdasarkan angka-angka hujan bulanan dan hari hujan dapatlah disimpulkan bahwa musim hujan jatuh pada bulan Nopember. Selanjutnya dengan angkaangka seperti tertera pada point..3. a) s/d..3. i) berikut ini dihitung besarnya water requirement (kebutuhan air) untuk empat alternatif mulai tanam ; Alternatif 1 ; mulai tanam bulan Nopember dan Mei (Tabel.0) Alternatif ; mulai tanam bulan Desember dan Juni (Tabel.1) Alternatif 3 ; mulai tanam bulan Januari dan Juli (Tabel.) Alternatif 4 ; mulai tanam bulan Desember dan Mei (Tabel.3) - 18

III. WATER REQUIREMENT II. CROPPING PATTERN I. CONDI TIONS Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Tabel.1 Rencana Tata Tanam (Alternatif 1) NO. ITEM UNIT OCT NOV DEC JAN FEB MAR APR MAY JUN JUL AUG SEP 1. Consumptive use factor after hargreaves mm 10.1 98.5 137.3 115.75 98.57 115.4 11.6 83.61 94.14 90.75 115.9. Effective Rainfall mm 6 10 16 189 180 150 146 19 96 7 3 100.37 3. Monthly crop consumptive use factor RENDENG (165) GADU (135) 0.9 1.09 1.4 1.3 1.4 0.99 0.73 1.03 1.19 1.3 1. 0.86 4. 5. Percolation mm 0 180 155 14 58 0 0 78 150 14 6 0 6. 7. Puddling water requirement mm 5.5 17.5 0 0 0 0 5.5 17.5 0 0 0 8. 9. Ditto l/d/ha 0.498 1,188 0.404 0.316 0 0 0 0.60 0.631 0.814 0.74 0.317 10. Consumptive use by crop (1) x (3) Water Requirement by crop (4) + (5) Field delivery requirement (6) + (7) - () Diversion requirement (9) : 0,7) mm 108.19 107.39 170.17 150.48 1.3 114.7 8.13 86.118 mm 108.19 87.39 35.17 mm 134.69 31.89 109.17 85.475 0.68 0 0 16.6 l/d/ha 0.69 1.650 0.561 74.48 180.3 114.7 8.1 0.439 0 0 0 11.03 117.98 140.65 86.318 164.1 6.03 41.98 0.65 166.03 19.98 195.65 83.318 0.836 0.876 1.131 1.006 86.3 0.440-19

III. WATER REQUIREMENT II. CROPPING PATTERN I. CONDI TIONS Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Tabel. Rencana Tata Tanam (Alternatif ) NO. ITEM UNIT OCT NOV DEC JAN FEB MAR APR MAY JUN JUL AUG SEP 1. Consumptive use factor after hargreaves mm 10.1 98.5 137.3 115.75 98.57 115.4 11.6 83.61 94.14 90.75 115.9. Effective Rainfall mm 6 10 16 189 180 150 146 19 96 7 3 100.37 3. Monthly crop consumptive use factor 0.86 0.9 1.09 1.4 1.3 RENDENG (165) GADU (135) 1.4 0.99 0.73 1.03 1.19 1.3 1. 4. 5. Percolation mm 0 0 186 155 116 6 0 0 7 155 14 60 6. 7. Puddling water requirement mm 0 5.5 17.5 0 0 0 0 0 5.5 17.5 0 0 8. Consumptive use by crop (1) x (3) Water Requirement by crop (4) + (5) Field delivery requirement (6) + (7) - () 9. l/d/ha 0.9 0.15 0.91 0.41 0.5 0. 0 0 0.76 0.89 0.99 0.68 10. Diversion requirement (9) : 0,7) mm 103.38 88.67 149.58 mm 103.38 88.67 335.58 98.53 44.14 05.1 mm 77.38 39.17 47.08 109.53 64.14 l/d/ha 0.403 0.08 1.64 0.569 143.53 18.14 143.1 111.49 55.1 0 0 15.46 0.347 0.78 0 0 61.04 96.96 107.99 149.88 111.49 61.04 168.96 6.99 1.45 73.88 18.45 368.49 66.88 179.45 1.056 1.36 1.375 0.944-0

III. WATER REQUIREMENT II. CROPPING PATTERN I. CONDI TIONS Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Tabel.3 Rencana Tata Tanam (Alternatif 3) NO. ITEM UNIT OCT NOV DEC JAN FEB MAR APR MAY JUN JUL AUG SEP 1. Consumptive use factor after hargreaves mm 10.1 98.5 137.3 115.75 98.57 115.4 11.6 83.61 94.14 90.75 115.9 100.37. Effective Rainfall mm 6 10 16 189 180 150 146 19 96 7 3 3. Monthly crop consumptive use factor 1. 0.88 0.9 1.09 RENDENG (165) GADU (135) 1.3 1.3 1.1 1.06 0.78 1.0 1.6 1.3 4. 5. Percolation mm 6 0 0 186 145 14 60 0 0 7 155 10 6. 7. Puddling water requirement mm 0 0 5.5 17.5 0 0 0 0 5.5 17.5 0 0 8. Consumptive use by crop (1) x (3) Water Requirement by crop (4) + (5) Field delivery requirement (6) + (7) - () 9. Ditto l/d/ha 0.667 0 0 0.97 0.336 0.459 0.191 0 0.114 0.999 1.085 0.94 10. Diversion requirement (9) : 0,7) mm mm mm l/d/ha 0.96 144.5 86.70 13.51 16.17 06.5 86.70 13.51 31.17 180.5 0 0 50.67 0 0 1.88 0.467 11.4 150.05 136.7 88.63 66.4 74.05 196.7 88.63 86.4 14.05 50.7 0 0.638 0.65 0 0.158 73.43 9.57 145.7 130.48 73.43 164.57 300.7 50.48 9.93 70.07 93.7 47.48 1.388 1.507 1.306-1

III. WATER REQUIREMENT II. CROPPING PATTERN I. CONDI TIONS Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Tabel.4 Rencana Tata Tanam (Alternatif 4) NO. ITEM UNIT OCT NOV DEC JAN FEB MAR APR MAY JUN JUL AUG SEP 1. Consumptive use factor after hargreaves mm 10.1 98.5 137.3 115.75 98.57 115.4 11.6 83.61 94.14 90.75 115.9. Effective Rainfall mm 6 10 16 189 180 150 146 19 96 7 3 100.37 3. Monthly crop consumptive use factor 0 0.93 1.13 1.8 1.8 RENDENG (135) GADU (135) 1.07 0.7 1.03 1.19 1.3 1. 0.86 4. 5. Percolation mm 0 0 186 155 116 6 0 78 150 14 6 0 6. 164.1 6.03 41.98 0.65 86.3 7. Puddling water requirement mm 0 5.5 17.5 0 0 0 5.5 17.5 0 0 0 0 8. Consumptive use by crop (1) x (3) Water Requirement by crop (4) + (5) Field delivery requirement (6) + (7) - () 0 16.6 166.03 19.98 195.65 83.3 9. Ditto l/d/ha 0 0.16 0.93 0.4 0.4 0.13 0 0.6 0.63 0.81 0.7 0.3 10. Diversion requirement (9) : 0,7) mm 0 91.6 155.07 mm 0 91.6 341.07 303.16 4.17 mm 0 4.1 5.57 114.16 6.17 l/d/ha 0 0. 1.9 0.58 148.16 16.17 13.50 81.09 86.1 11.03 117.98 185.50 35.50 0.33 0.18 81.09 0 0.83 140.65 86.3 0.88 1.13 1.00 0.44 -

.3 Water Balance (Keseimbangan Air) Water balance atau keseimbangan air yang dimaksudkan adalah keseimbangan antara ketersediaan air dan kebutuhan air. Bila telah diketahui ketersediaan air (m 3 /dt) dan kebutuhan air irigasi (liter/det/ha) maka dengan keseimbangan air ini didapat luas yang dapat diairi. Luas areal sawah yang didapat diairi bergantung pada jumlah debit yang tersedia pada sumber dan kebutuhan air untuk tanaman (Irr). Secara umum dapat ditulis ; dimana ; A Q Irr A Q Irrx0.80 = luas areal yang dapat diairi = debit sungai = kebutuhan air untuk tanaman 0,8 = koefisien Seperti telah diperkirakan dalam perhitungan water requirement, bahwa Irr dihitung dengan cara cropping calender yaitu menggeser-geser waktu permulaan menanam padi. Juga Irr ini didasarkan pada perhitungan evapotranspiration yang dalam hal ini dipergunakan Metode Hargeaves. Perhitungan luas areal sawah yang dapat diairi dalam metode tersebut untuk setiap variasi dari cropping calender dapat dilihat pada halaman berikutnya. Kesimpulan yang dapat diambil dari perhitungan water requirement adalah sebagai berikut ; Dari hasil perhitungan water requirement, water availability yang selanjutnya dapat dihitung luas areal sawah yang dapat diairi untuk setiap alternatif sesuai dengan mulai tanamnya, dapat diambil kesimpulan bahwa cropping calender I yaitu mulai tanam padi rendengan pada bulan Nopember memberikan areal paling kecil, yaitu luas areal yang dapat diairi pada musim hujan 319 ha musim kemarau 1553 ha. Jumlah air yang dibutuhkan yang akan digunakan dalam memperkirakan kebutuhan air normal dari daerah irigasi Langkeme ini adalah sebagai berikut ; a). Musim kemarau : 0 1.130 l/dt/ha b). Musim hujan : 0 1,650 l/dt/ha Dapat ditambahkan bahwa tidak terdapatnya jumlah air yang dibutuhkan pada bulan Februari, Maret dan April yang juga mengakibatkan tidak diketahui Irr dan A pada - 3

bulan tersebut, dipertimbangkan tidak terlalu menentukan perhitungan untuk hal-hal yang pokok. Karena dapat dilihat bahwa pada bulan-bulan tersebut curah hujan efektifnya adalah 180, 150 146 mm yang relatif besar sehingga Irr pada bulanbulan tersebut tentu saja akan mengecil. Juga debit sungai yang tersedia adalah 5.96 m 3 /det, 5.67 m 3 /det dan 5,1 m 3 /det berturut-turut yang merupakan debit bulanbulan yang besar. Oleh karena itu perhitungan luas areal yang dapat diairi pada bulan-bulan tersebut akan luas sekali. Jadi mengingat penetapan cropping calender yang menentukan berdasarkan luas areal terkecil dari setiap musim pada setiap alternatif maka ketiadaan hasil kebutuhan air tanaman pada bulan-bulan tersebut tidak terlalu menentukan. - 4

Tabel.5 Perhitungan luas areal sawah yang dapat diairi DEBIT SUNGAI BULAN JAN FEB MAR APR MAY JUN JUL AUG SEP OCT NOV DEC m 3 /dt 6.9 5.96 5.67 5.1 4.76 3.5.06 1.5 0.78 1.87 4.13 6.9 PADI RENDENGAN PADI GADU Cropping Irr l/dt/ha 0.439 0 0 0 0.836 0.876 1.131 1.006 0.440 0.69 1.650 0.561 LUAS AREAL YANG DAPAT DIAIRI (HA) Calender I A Ha 19704 - - - 7118 4994 79 1553 16 3383 319 15419 319 1553 Cropping Irr l/dt/ha 0.569 0.347 0.78 0 0 1.056 1.36 1.375 0.944 0.403 0.08 1.64 Calender II A Ha 150 1470 545 - - 4143 083 1136 1033 5800 480 6843 6843 1033 Cropping Irr l/dt/ha 1.88 0.467 0.638 0.65 0.000 0.158 1.388 1.507 1.306 0.96 0 0 Calender III A Ha 671 15953 1116 4575-7690 1857 1030 747 54 - - 671 747 - Cropping Irr l/dt/ha 0.58 0.33 0.18 0 0.83 0.88 1.13 1.00 0.44 0 0. 1 Calender IV A Ha 14914 576 39375-5735 3977 79 1563 16-3466 6705 6705 1563-5

.4 Debit Rencana Saluran Irigasi Dan Pembuang.4.1 Debit Rencana Saluran Irigasi Yang dimaksud dengan Debit Rencana Saluran irigasi adalah debit maksimum yang direncanakan untuk melalui saluran kapasitas saluran = debit rencana saluran = Q Besarnya tergantung dari ; Luas daerah yang diairi = (A) Kebutuhan bersih air disawah = (NFR) Efisiensi (e) Koefisien pengurangan (c) C. NFR. A Q e a). Luas daerah yang diairi adalah sama dengan 0.90 x luas hasil planimeter dari petak tersier atau jumlah dari peta-petak tersier dengan satuan ha, b). Kebutuhan bersih air di sawah = NFR adalah didapat dari perhitungan kebutuhan air pada sub bab. dimana dipilih yang paling besar luasnya pada bulan masa pengolahan lahan dengan satuan l/d/ha. c). Efisiensi = e adalah angka akibat adanya kebocoran-kebocoran di saluran dan bangunan Untuk ; Tersier kebocoran (15 -,5) % et = (0.85 0.775) Sekunder kebocoran (7.5-1.5)% es = (0.95 0.875) Primer kebocoran (7.5-1.5)% ep = (0.95 0.875) 3 1 3 1 1 1 1 1 1 1 1 Q 1 C.NFR.A e t Q C.NFR.A e.e t s C.NFR.A Q3 e.e.e t s p - 6

Koefisien pengurangan = C adalah pengurangan debit akibat dari perbedaan menanam. Waktu menanam ada bermacam ; 1) Cara serentak yaitu dimana waktu pengolahan tanah dikerjakan pada waktu yang sama, ini baru bisa dilaksanakan bila tenaga penggarap banyak atau dengan menggunakan traktor. Dalam hal ini koefisien pengurangan C = 1 untuk saluran tersier calender maupun primer. ) Cara Golongan yaitu dimana waktu pengolahan tanah atau waktu tanam dilakukan secara teratur bergilir, biasanya berbeda waktu 0,5 bulan. Cara golongan ada 3 macam; a) Golongan pada daerah irigasi Saluran tersier C = 1 Saluran sekunder C = 1 Saluran Primer C < 1 C = 0,80 b) Golongan pada daerah sekunder Saluran tersier C = 1 Saluran sekunder C < 1 C = 0,80 Saluran Primer C < 1 C = 0,80 c) Golongan pada daerah tersier Saluran tersier C < 1 C = 0,80 Saluran sekunder C < 1 C = 0,80 Saluran Primer C < 1 C = 0,80-7

.4. Debit Rencana Saluran Pembuang a). Saluran Pembuang Biasanya tanaman padi tumbuh dalam keadaan tergenang dan dengan demikian, dapat bertahan dengan sedikit kelebihan air. Untuk varietas unggul, tinggi air 10 cm dianggap cukup dengan tinggi muka air antara 5 sampai 15 cm dapat diizinkan. Tinggi air yang lebih dari 15 cm harus dihindari, karena air yang lebih tinggi untuk jangka waktu yang lama akan mengurangi hasil panen. Varietas lokal unggul dan khususnya varietas lokal (biasa) kurang sensitif terhadap tinggi air. Walaupun demikian, tinggi air yang melibihi 0 cm tetap harus dihindari. Kelebihan air di petak tersier dapat diakibatkan oleh hujan deras, limpahan kelebihan air irigasi atau air buangan dari jaringan utama ke petak tersebut, serta limpahan air irigasi akibat kebutuhan air irigasi yang berkurang di petak tersier. Besar kecilnya penurunan hasil panen yang diakibatkan oleh air yang berlebihan bergantung kepada; Dalamnya kelebihan air Berapa lama genangan yang berlebihan itu berlangsung Tahap pertumbuhan tanaman Varietas padi Kekeruhan dan sedimen yang terkandung dalam genangan air Tahap-tahap pertumbuhan padi yang paling peka terhadap banyaknya air yang berlebihan adalah selama transplantasi (pemindahan bibit ke sawah), persemian dan permulaan masa berbunga. Merosotnya hasil panen serta tajam akan terjadi apabila dalamnya lapisan air di sawah melebihi separoh dari tinggi tanaman padi selama tiga hari atau lebih. Jika tanaman padi tergenang air seluruhnya jangka waktu lebih dari 3 hari, maka tidak akan ada panen. Jika pada masa penanaman, kedalaman air melebihi 0 cm selama jangka waktu 3 hari atau lebih maka tidak ada panen. - 8

b). Modulus Pembuang Jumlah kelebihan air yang harus dibuang per satuan luas per satuan waktu disebut modulus pembuang atau koefisien pembuang dan ini bergantung pada; Curah hujan selama periode tertentu Pemberian air irigasi pada waktu itu Kebutuhan air untuk tanaman Perkolasi tanah Genangan di sawah-sawah selama atau pada akhir periode yang bersangkutan Luasnya daerah Sumber-sumber kelebihan air yang lain Pembuang air permukaan untuk satuan luas dinyatakan sebagai ; D (n) = R (n)t + n (IR ET P) - s dimana ; n = jumlah hari berturut-turut D (n) = pengaliran air permukaan selama n hari, mm R(n)T = curah hujan dalam n hari berturut-turut dengan periode ulang T tahun mm IR = pemberian air irigasi, mm/hari ET = evapotranspirasi, mm. hari P = perkolasi, mm/hari s = tambahan genangan, mm untuk penghitungan modulus pembuang, komponennya dapat diambil sebagai berikut ; Dataran rendah 1) Irigasi IR = nol jika irigasi dihentikan, a * au ) Irigasi IR = evapotranspirasi ET jika irigasi diteruskan 3) Kadang-kadang irigasi mungkin dihentikan ke sawah, tetapi air dari jaringan irigasi utama dialirkan ke dalam jaringan pembuang melalui petak tersier. - 9

4) Tampungan tambahan di sawah pada 150 mm lapisan air maksimum, tampungan S pada akhir hari-hari berturutan n diambil maksiumum 50 mm 5) Perkolasi P sama dengan nol Daerah Terjal Seperti untuk kondisi dataran rendah, tetapi perkolasi P sama dengan 3 mm/hari. Untuk modulus pembuang rencana, dipilih curah hujan 3 hari dengan periode ulang 5 tahun. Kemudian modulus pembuang tersebut adalah ; D(3) D m l/dt/ha. 3x8.64 Pada gambar.1 rumus diatas disajikan dalam bentuk grafik sebagai contoh. Dengan mengambil harga-harga untuk R, ET, I dan S, modulus pembuang dapat dihitung. c). Debit Rencana Debit drainase rencana dari sawah di petak tersier dihitung sebagai berikut ; Q d f D m A dimana ; Qd f Dm A = debit rencana l/dt = faktor pengurangan (reduksi) daerah yang dibuang airnya, (satu petak tersier) = modulus pembuang l/dt/ha = luas daerah yang dibuang airnya, ha. - 30

Gambar.1 Contoh perhitungan modulus pembuang.5 Debit Banjir Rencana Yang dimaksud dengan debit banjir rencana (design flood) adalah besarnya debit yang direncanakan untuk melewati bendung atau spillway atau bisa juga bangunan pembuang/ drainase. Hal ini hendaknya dibedakan pengertiannya dengan banjir terbesar. Banjir terbesar akan terjadi kapan saja (tidak tertentu waktunya) dan tidak akan ada banjir yang lebih besar dari banjir terbesar ini. Debit banjir rencana (design flood) tidak sebesar banjir terbesar..5.1 Periode Ulang (Return Period) Debit banjir rencana (design flood) direncanakan sebagai debit banjir (flood) yang diharapkan akan terjadi pada waktu jangka waktu tertentu. Artinya pada suatu jangka waktu (periode) tersebut, banjir ini akan terjadi lagi. Misalnya banjir 50 tahun adalah banjir yang akan terjadi pada tiap-tiap 50 tahun sekali. Demikian pula banjir 100 tahun akan terjadi pada tiap 100 tahun sekali. Angka 50 tahun dan 100 tahun diatas disebut periode ulang (return period). Banjir dengan periode ulang 50 tahun disebut Q50, untuk periode ulang 100 tahun disebut Q100 dan seterusnya. Jadi kalau suatu bendung direncanakan dengan debit banjir rencana Q 50, artinya bendung itu akan mampu dilewati oleh banjir yang datangnya tiap 50 tahun sekali. - 31

Biasanya untuk bendung direncanakan dengan design flood antara Q50 sampai Q100, tergantung dari besar kecilnya bendung dan penting tidaknya bendung serta penting tidaknya daerah sebelah hilir bendung..5. Metode Perhitungan Untuk mencari besarnya design flood dengan return period tertentu, bisa menggunakan data-data debit sungai atau dapat pula data-data curah hujan. Analisis untuk mencari harga suatu besaran dengan suatu periode ulang tertentu disebut Frequency Analisis. Beberapa cara frequency analisis yang telah di kenal dan dipakai antara lain cara gumbel, cara huspers dan lain-lain. Disini hanya akan kita pelajari bagaimana penggunaan cara tersebut dan bukan teorinya. a). Cara Gumbel Data-data untuk metode ini yang harus tersedia adalah debit musiman tahunan atau curah hujan maksimum tahunan dengan pengamatan minimum 10 tahun. Xt = Xa + k. Sx dimana ; Xt T Xa = besaran yang diharapan terjadi dalam t tahun = return period = harga pengamatan rata-rata selama n tahun (automatic) selama n tahun k Sx = frequency factor = standar deviasi Harga frequency factor k tergantung dari banyaknya data yang teranalisis dan tergantung dari return period yang dikehendaki, sehingga didapat ; K Yt Yn Sn Xt Xa Yt Yn Sx Sn - 3

dimana ; Yt = reduced periode (untuk ini ada tabel hubungan antara Yt dan t (lihat tabel.31) Yn = reduced mean (ada tabel hubungan antara Yn dan n, dimana n adalah banyaknya pengamatan (lihat tabel.9) Sn = reduced standard deviation (ada berhubungan antara Sn dan n) lihat tabel.30) Harga standar deviasi = Sn ada dua rumus ; Xi Xa Sn atau n 1 dimana ; Xi = harga besaran pada pengamatan n = banyaknya data pengamatan Xa = harga besaran rata-rata Sn Xi Xa n 1 Xi b). Contoh Cara Gumbel Data debit maksimum tahunan suatu sungai dalam m 3 /det adalah sebagai berikut ; Tabel.6 Data debit maksimum tahunan Tahun 1950 1951 195 1953 1954 1955 1956 1957 1958 1959 1960 Q (m 3 /dt) 37 0 3 60 5 5 46 70 9 48 4 Harus dicari debit terbesar yang terjadi tiap 100 tahun sekali atau Q100. untuk menyelesaikan soal ini agar praktis dibuat daftar seperti dibawah ini ; - 33

Tabel. 7 Penentuan simpangan baku Tahun Xi (Xi) Xi-Xa (Xi-Xa) 1950 37 1369-9 81 1951 0 400-6 676 195 3 104-14 196 1953 60 3600 14 196 1954 5 65-1 441 1955 5 704 6 36 1956 46 116 0 0 1957 70 4900 4 576 1958 9 8464 46 116 1959 48 304 4 1960 4 576-484 Total 506 808 0 4806 Xi Xa n 506 11 46 Dari tabel.30 ; untuk n = 11 maka Sn = 0.9697 Dari tabel.9 ; untuk n = 11 maka Yn = 0,4996 Dari tabel.31 ; untuk t = 100 maka Yt = 4.6001 Sx Xi Xa n 1 4806 1.9 10 Xt Yt Yn Xa Sn Sx Xt 4.6001 0.4996 46 x1.9 138.61 0.9697 Jadi Q100 = 139 m 3 /det.5.3 Bila Data yang ada Data Curah Hujan (tidak ada data debit) Terlebih dahulu dibedakan antara curah hujan yang jatuh di daerah aliran dan yang jatuh di daerah yang akan diairi. Pengamatan curah hujan dari stasiun yang terletak di daerah aliran dipergunakan untuk mencari debit sungai. Sedangkan curah hujan dari stasiun di daerah yang - 34

akan diairi digunakan untuk menghitung banyaknya air sebagai sumbangan terhadap supply air dari saluran irigasi..5.3.1 Stasiun Hujan Untuk mencari debit sungai, terlebih dahulu ditentukan stasiun hujan yang mewakili daerah alirannya, yakni stasiun yang terletak di dalam daerah aliran yang bersangkutan. Jika tidak ada stasiun yang dimaksud maka kita memakai stasiun hujan yang terdekat dengan daerah aliran tersebut. Hal ini sebetulnya tidak benar menurut prosedur yang semestinya. Tetapi dilakukan hanya sekedar daripada tidak ada data sama sekali, sedangkan kita harus mengerjakannya. Sudah barang tentu kwalitas data ini kurang baik. Jika kita memakai data semacam itu sebaiknya kita imbangi dengan faktor keamanan yang layak. Letak stasiun hujan yang telah dipilih kemudian diplot dalam gambar catchment areanya..5.3. Curah Hujan Rata-rata a). Aritmatic Rata-rata aritmatic curah hujan adalah jumlah besarnya curah hujan dibagi banyaknya bilangan penjumlahan. Misalnya stasiun A = 00 mm, B = 300 mm dan C = 100 mm maka rata-ratanya = 1/3 (00 + 300 + 100) = 00 mm b). Thiessen Metode Cara ini disebut pula thiessen polygon karena akan digunakan polygonpolygon. Setelah letak stasiun-stasiun hujan diplot dalam gambar catchment area, maka dibuatlah sumbu-sumbu garis-garis penghubung stasiun-stasiun hujan tersebut. Garis-garis sumbu ini akan membagi-bagi catchment area, yang akan diwakili oleh tiap-tiap stasiun. - 35

Gambar. Polygon Thiessen Stasiun A mewakili daerah antara catchment area dan sumbu 1 dan. Stasiun C antara catchment area, sumbu 3 dan 1. Jika Ra = curah hujan stasiun A dan La = luas daerah A, begitu pula Rb dan Lb untuk stasiun B, serta Rc dan Lc untuk stasiun C maka ; R rata rata Ra.La Rb.Lb Rc.Lc La Lb Lc Sudah barang tentu metode ini mempunyai batas-batas berlakunya, yakni pada kondisi bagaimana metode ini paling baik dipakai, atau sebaliknya. Hal ini lebih lanjut dapat dipelajari pada ilmu hidrologi. Juga cara-cara lain untuk mencari harga rata-rata dapat dipelajari pada ilmu hydrologi..5.3.3 Metode Melchior Metode ini adalah metode yang sudah lama dipakai di Indonesia. Rumus yang dipakai adalah ; dimana ; Qmax Q max R max.a.q. 00 = debit max yang diharapkan terjadi (m 3 /det) = koefisien pengaliran - 36

A = luas catchment area (km ) q = debit tiap km (m 3 /det/km ) Rmax = curah hujan harian absolut max rata-rata dari stasiun yang mewakili (mm) Harga dipengaruhi oleh bermacam-macam faktor antara lain ; kondisi tanah, kondisi tumbuh-tumbuhan, kemiringan terrain, kelembaban dan sebagainya. Pada tanah yang lebih porous harga makin kecil kondisi tumbuh-tumbuhan yang lebat harga kecil. Makin miring permukaan tanah, makin besar harga. Karena itu adalah sukar sekali untuk memastikan harga pada suatu kondisi tertentu sekalipun. Namun demikian secara praktis dapatlah harga diambil antara 0,6 dan 0,75. Demikianlah yang telah sering dipakai dan menghasilkan harga Qmax yang tidak jauh meleset. Apabila harga-harga, A dan Rmax telah ditentukan atau didapat dari data-data yang ada, maka tinggal harga Q yang perlu dicari. Untuk memudahkan perhitungan maka rumusnya telah dijadikan grafik dan tabel. Pada hakekatnya pencarian harga q ini adalah coba-coba. Prosedur pemakaian cara melchior adalah sebagai berikut ; a). Dibuat ellips pada gambar catchment area. Ellips ini bersifat meliputi catchment area dengan ketentuan ; a = /3.b, kalau a = sumbu pendek ellips b = sumbu panjang ellips Luas ellips = 1/4..a.b (km ).= A b). Miring sungai rata-rata, i H l Kalau l = panjang teoritis sungai H = perbedaan tinggi antara tempat rencana bendung dan tempat mulainya teoritis sungai L = 9/10.L, kalau L = panjang sungai c). Panjang sungai L yang diambil adalah panjang antara sumber anak sungai sampai ke tempat rencana bendung, harga L ini diambil yang terpanjang - 37

diantara anak-anak sungai yang ada. Apabila akan dihasilkan L yang sama diantara beberapa anak sungai, maka diambil anak sungai dengan sumber yang elevasinya tertinggi. d). Luas catchment area = A diukur dari gambar catchment area (dalam km ) e). Kita mulai mencoba dengan sesuatu harga q tertentu. Untuk percobaan ini supaya tidak terlalu jauh meleset hasilnya maka digunakan daftar 1 pada pada gambar.4. Untuk na tertentu akan didapat harga q (m 3 /dt/km ). Namakanlah q ini adalah q1. f). Dengan harga A.q1 dan i, dengan rumus ; v 1.31 Aqi, atau dengan grafik pada gambar.3 didapat harga v (m/dt). Perlu diperhatikan bahwa harga kemiringan dalam grafik tersebut adalah 10 4 i dan bukan i g). Time of concentration L T, T ini dinyatakan dalam menit. V h). Dengan harga T dan na maka dari grafik pada gambar.4 didapat harga q (m 3 /dt/km ). Pada grafik tersebut harga T dalam jam dan na dalam km. Harga q ini namakan sebagai q i). Apabila harga q ini tidak sama dengan harga q1 (yang dicoba tadi) maka prosedur f s/d h di atas diulang-ulang terus sampai didapatkan harga q yang sama. Namakanlah harga q yang telah sama ini sebagai q. j). Harga q ini harus ditambah dengan prosentase tertentu tergantung dari harga T yang bersangkutan, sebagai koreksi. Hubungan antara T dan prosentase ini bisa didapat pada daftar pada gambar.4. Harga q yang telah dikoreksi inilah yang akan dipakai pada rumus Q diatas. Dengan demikian harga Qmax akan didapat..5.3.4 Metode Weduwen Metode ini digunakan untuk catchment area yang kurang dari 100 km. Weduwen mengembangkan metode ini di Jakarta dengan menggunakan data pengamatan hujan selama 70 tahun. Data hujan yang akan digunakan dalam cara Weduwen ini berbeda dengan data yang dipakai untuk cara Melchior. Sebagaimana diketahui untuk cara Melchior digunakan data curah hujan harian absolut maximum dan menghasilkan suatu debit tanpa return period tertentu. Sedangkan pada cara Weduwen dipakai cara curah hujan maksimum kedua selama masa pengamatan tertentu, dan menghasilkan suatu debit untuk return period tertentu. - 38

Curah hujan maksimum kedua adalah curah hujan setingkat dibawah absolut maksimum. Cara Weduwen menggunakan salah satu rumus dari ; Qn q x A x k atau R 70 Qn q x A x mn x 40 dimana ; Qn n = debit max. dalam suatu return period tertentu (m 3 /dt) = return period q = debit pada tiap km pada curah hujan harian 40 mm (m 3 /dt/km ) mn = koefisien (untuk suatu return period tertentu) R70 = curah hujan dengan return period 70 th. Data yang diperlukan dalam cara Weduwen ini adalah ; a). Data curah hujan harian maximum kedua (R) dan lama waktu pengamatanya (P) b). Luas catchment area (A) c). Kemiringan medan tebas (i) d). Return period yang kita kehendaki (n) Persamaan (a) a). Dengan harga A dan i, dari gambar.5 didapat harga q b). Dengan harga R dan P, dari nomogram dalam tabel.8 didapat harga R70. c). Dengan harga R70 dan return period yang kita kehendaki (n) dari tabel yang terdapat dalam tabel.8 didapat harga k d). Dengan persamaan (a) didapat harga Qn Persamaan (b) a). Dengan harga A dan i, dari gambar.5 didapat harga q. b). Dengan harga P, dari tabel.8 dalam halaman.43 didapat harga mp, yaitu suatu koefisien untuk R70 berhubungan dengan lamanya waktu pengamatan (P). R c). R70 = Mp tahun. dimana R adalah curah hujan max. kedua selama pengamatan N - 39

d). Dengan retun period yang kita kehendaki (n) dari tabel (seperti b) didapat harga mn, suatu koefisien berhubungan dengan return period. e). Dengan persamaan (b) didapat harga Qn. Pada hakekatnya mn dan mp adalah sama. Bedanya index n menunjukkan sebagai return period dan index p menunjukkan lamanya waktu pengamatan. Jika karena satu dan lain hal harga R (maksimum kedua) tidak diketahui tetapi harga absolut max. (M) diketahui, maka sebagai pendekatan dapat diambil ; 5 R M 6-40

Gambar.3 Grafik untuk menentukan V (dalam m/dt) - 41

Gambar.4 Grafik untuk menentukan nf - 4

Perhitungan curah hujan pada return period tertentu Contoh perhitungan cara Weduwen Tabel.8 Nilai mn/mp untuk return period tertentu n/p (tahun) m n /m p n/p (tahun) m n /m p 1/5 1/4 1/3 1/ 1 3 4 5 10 15 0.38 0.6 0.91 0.336 0.410 0.49 0.541 0.579 0.60 0.705 0.766 0 5 30 40 50 60 70 80 90 100 15 0.811 0.845 0.875 0.915 0.948 0.975 1.00 1.0 1.03 1.05 1.08 m Rn m n p xr p dimana: p = lama pengamatan n = return period mp = koefesien faktor mn = koefesien faktor Rp = hujan max selama p tahun Rn = hujan max pada return period n tahun Contoh : Rp = 150 mm p = 15 tahun dari tabel.8 didapat mp = 0.766 R 100 1.05 0.766 x150 06 R 50 0.948 x150 186 0.766 R 5 0.845 x150 165 0.766-43

Perhitungan Desain Banjir Metode Weduwen A = Luas daerah aliran =...km L = Panjang sungai =...km i = 9/10 L =...km =...m Elevasi dasar sungai di hulu +... Elevasi dasar sungai dekat bendung +... h = perbedaan elevasi =...m h i = = kemiringan sungai =... l Hubungan A dan i akan didapat nilai q =...(m 3 /det/km ) berdasarkan Gambar.5 R100 = R Q100 = q x A x 100 = 40 R...= Q.= q x A x R... = 40-44

A < 100 km A < 1 km dibulatkan = 1 km (untuk mendapatkan q) Gambar.5 Grafik hubungan luas daerah pengaliran dan debit - 45

Tabel.9 Reduced Mean Yn n 0 1 3 4 5 6 7 8 9 10 0.495 0.4996 0.5035 0.5070 0.5100 0.518 0.5157 0.518 0.50 0.510 0 0.536 0.55 0.560 0.583 0.596 0.5309 0.530 0.533 0.5343 0.5353 30 0.536 0.5371 0.5380 0.5388 0.5396 0.540 0.5410 0.5418 0.544 0.5430 40 0.5436 0.544 0.5448 0.5453 0.5468 0.5463 0.5468 0.5473 0.5477 0.5481 50 0.5485 0.5489 0.5493 0.5497 0.5501 0.5504 0.5508 0.55 0.5515 0.5518 60 0.551 0.554 0.557 0.5530 0.5533 0.5535 0.5538 0.5540 0.5543 0.5545 70 0.5548 0.5550 0.555 0.5555 0.5557 0.5559 0.5561 0.5563 0.5565 0.5567 80 0.5569 0.5570 0.557 0.5574 0.5576 0.5578 0.5580 0.5581 0.5583 0.5585 90 0.5586 0.5587 0.5589 0.5591 0.559 0.5593 0.5595 0.5596 0.5598 0.5599 100 0.5600 Tabel.30 Reduced Standard Deviation Sn n 0 1 3 4 5 6 7 8 9 10 0.9496 0.9697 0.9833 0.9971 1.0095 1.006 1.0316 1.0411 1.0493 1.0565 0 1.068 1.0696 1.0754 1.081 1.0864 1.0915 1.0961 1.1044 1.1047 1.1086 30 1.114 1.1159 1.1193 1.16 1.155 1.185 1.1313 1.1339 1.1363 1.1388 40 1.1413 1.1436 1.1458 1.1480 1.1499 1.1519 1.1538 1.1557 1.1574 1.1590 50 1.1607 1.163 1.1638 1.1658 1.1667 1.1681 1.1696 1.1708 1.171 1.1734 60 1.1747 1.1759 1.1770 1.178 1.1793 1.1803 1.1814 1.184 1.184 1.1844 70 1.1854 1.1863 1.1873 1.1881 1.1890 1.1898 1.1903 1.1915 1.193 1.1930 80 1.1938 1.1945 1.1953 1.196 1.1967 1.1973 1.1980 1.1987 1.1994 1.001 90 1.007 1.013 1.00 1.06 1.03 1.038 1.044 1.049 1.055 1.060 100 1.065 Tabel.31 Reduced Variate Yt Return Period (year) = T 5 10 0 5 50 100 00 Reduced Variate = Yt 0.3665 1.4999.50.970 3.1985 3.9019 4.6001 5.958-46

Tabel.3 Koefisien Kekerasan (f) Material Batuan kompak, tak berurutan Batuan sedikit pecah-pecah Koral dan pasir kasar Pasir Lumpur dan Lempung Koefesien (f) 0.80 0.70 0.40 0.30 (Perlu penyelidikan).5.3.5 Contoh Perhitungan Debit Maksimum dengan Metode Melchior Data-data ; a). Daerah aliran : sungai Cilangla b). Luas catchment area = A = 1 km c). Panjang seluruh sungai = L = 37.50 km d). Peil di tempat 9/10 panjang sungai = + 775 e). Peil di tempat rencana bendung = + 5 f). Stasiun-stasiun hujan yang berpengaruh dan besarnya curah hujan absolut maximum adalah ; Tabel.33 Curah hujan absolute maksimum No. Stasiun Stasiun R. Absolut Max (mm) 1 Sodonghilir 343 35 36 40 4 Cisegel Madur Cikancung Nagrak 98 303 330 36 Ditanyakan ; debit maximum untuk sungai tersebut di tempat rencana bendung. Penyelesaian ; a). Stasiun hujan diplot pada catchment areanya, kemudian dibuat polygon thiessen. (gambar terlampir) b). Harga rata-rata curah hujan absolut maximum dicari sebagai berikut ; - 47

Tabel.34 Harga rata-rata curah hujan absolut maximum No. Stasiun Area Koefesien Thiessen Abs Max. R (4) x (5) 1 3 4 5 6 1 b Sodonghilir 74,0 0,35 343 10,05 35 Cisegel 33,90 0,16 98 47,68 36 Madur 80,60 0,38 303 115,14 40 Cikancung 1,0 0,10 330 33,00 4 Nagrak,10 0,01 36 3,6 Jumlah 1,00 1,00 1600 319,13 c). Dibuat ellips yang melingkupi catchment area dan didapatkan sumbu panjang ellips = a = 7.30 km. Sumbu pendek ellips = b = /3.a = 18.0 km. Luas ellips = na = 1/4 x x a x b = 390 km d). Miring sungai rata-rata = l 9 /10x37.50km 33.75km H ( 775) ( 5) 500m i l e). Percobaan (1) 500 33750 0.016 Daftar 1pada gambar.4 na = 390 km, didapat q1 = 3.0 m 3 /dt/km A x q1 = 1 x 3.0 = 680, i = 0.016. Dari gambar.3 didapat v = 0.9 m/det T L 37500 680menit 11.33 V 60x0.9 jam T = 11,33 jam dan na = 390 km, dari gambar.4 didapat q = 3.10 m 3 /dt/km. q q1. f). Percobaan () A x q = 11 x 3.10 = 658 km dan i = 0.016 dari gambar.3 didapat v = 0.91 m/det T L 37500 686menit 11. jam V 60x0.91 43-48

T = 11.43 jam dan na = 390 km, dari gambar.4 didapat q3 = 3.10 m 3 /dt/km. q3 = q. g). Jadi didapat q = 3.10 m 3 /dt/km dan dengan T = 686 menit, dari daftar-daftar pada lembaran gambar.4 didapat harga p = 10%. Jadi q = 3.10 + 0.31 = 3.41 m 3 /dt/km Daerah tersebut terletak di Jawa Barat dimana sudah banyak kampungkampung dan hutannya tidak lebat lagi, disamping itu daerahnya bergununggunung curam. Maka diambil = 0.75 8 Q max = x A x q x 00 319.13 3 = 0.75 x 1 x 3.41x 865 m / dt 00.5.3.6 Contoh Perhitungan Design Flood dengan Metode Weduwen Data-data ; a). Daerah aliran sungai Cipalu b). Luas catchment area = A = 48.30 km c). Panjang seluruh sungai = L = 1 km d). Peil ditempat 9/10 panjang sungai = + 70 e). Peil ditempat rencana bendung = + 70 f). Stasiun hujan yang berpengaruh, besarnya curah hujan maksimum kedua serta lamanya pengamatan adalah ; Tabel.35 Curah hujan maksimum dan lamanya pengamatan No Stasiun R Max. Kedua Pengawasan (th) 190a 1b 35 37 Cikupa Sodonghilir Cisegel Bantankalong 189 04 37 76 4 5 7 35 Ditanyakan ; debit maksimum untuk sungai tersebut ditempat rencana bendung yang terjadi sekali dalam 100 tahun. - 49

Penyelesaian ; l 9 /10 xl 9 /10 x 1km 18,90km ( 70) ( 70) 450 i l 450 18900 0.04 Stasiun-stasiun hujan diplot dalam catchment areanya, kemudian dibuat polygon thiessen dan dicari koefisiennya (lihat gambar terlampir). Dengan persamaan (a) Qn qxfxk ; Dengan A = 48.30 km dan i = 0,04 dari gambar.5 didapat q 7.80m 3 / dt / km Untuk tiap-tiap stasiun, dengan harga R dan Pnya, dari nomogram pada tabel.8 didapat R70. Untuk tiap-tiap stasiun, dengan R70nya dan return period 100 tahun, dari tabel.8 didapat harga k Hasil-hasil dari No dan 3 diatas seperti tabel dibawah; Tabel.36 Nilai R, P dan jumlah koefesien (k) untuk R70 Stasiun R P R 70 k Koefesien Thiessen k (5) x (6) 1 3 4 5 6 7 Cikupa 189 4 6 0.99 0.48 0.48 Sodonghilir 04 5 41 1.05 0.13 0.14 Cisegel 37 7 76 1.1 0.1 0.15 Bantarkalong 76 35 308 1.35 0.7 0.36 Jumlah 1.1 Jadi Qn = q x A x k 7.80 x 48.30 x1.1 4 m 3 / dt Dengan persamaan (b) R 70 Qn q x A x mn 40 Dengan A = 48.30 km dan i = 0,04 dari gambar.5 didapat q 7.80 m 3 / dt / km - 50

R70 Pada hakekatnya harga mnx disini adalah sama dengan harga k pada 40 R70 persamaan (a). Harga mnx untuk tiap-tiap stasiun dicari, kemudian dirataratakan dengan cara Thiessen. 40 Misalnya untuk stasiun Cikupa. Dengan P = 4 dapat dari Tabel.8, Mp = 0.838 R 70 R 189 6. Dengan return period (n) = 100, maka mn = 1.05 Mp 0.838 Hasil-hasil untuk tiap-tiap stasiun seperti pada tabel dibawah ini ; Tabel.37 Nilai R, P dan R70 rata-rata Stasiun R P Mp R 70 Koefesien Thiessen R 70 (5) x (6) 1 3 4 5 6 7 Cikupa 189 4 0.838 6 0.48 108.6 Sodonghilir 04 5 0.845 41 0.13 31.38 Cisegel 37 7 0.857 76 0.1 33.1 Bantarkalong 76 35 0.895 308 0.7 83.6 Jumlah 56.05 Jadi R 70 Qn q x A x mn x 40 7.80 x 48.30 x1.05 x 56.05 40 4 m 3 / dt.5.4 Kombinasi Melchior dan Gumbel Oleh karena dengan cara Melchior didapatkan debit tanpa suatu return period tertentu, maka sementara perencanaan mengadakan kombinasi antara cara Melchior dan Gumbel. R max Melchior : Q max = Fxqx 00 Harga R max disini diganti dengan harga Rn, yaitu curah hujan yang akan terjadi pada return period n tahun. Rn bisa dicari dengan metode Gumbel, dengan - 51

menganggap data-data curah hujan max tahunan sebagai rata-rata pengamatan (xi). Jadi data curah hujan yang dipakai disini bukan absolut maximum, tetapi data-data maximum tahunan. Dibawah ini diberikan contoh perhitungan kombinasi antara Melchior-Weduwen, Melchior Hoopers, Melchior-Gumbel, Rational Weduwen, Rational Haspers dan Rational Gumbel untuk luas catchment lebih besar dari 100 km. Sedangkan untuk luas catchment lebih kecil dari 100 km, kombinasi antara Weduwen- Weduwen, Weduwen Harpers, Weduwen Gumbel, Rational-Weduwen, Rational Haspers dan Rational Gumbel. Sebagai tambahan juga diberikan contoh perhitungan banjir dengan metode unit hydrograf. Gambar.6 Contoh perhitungan banjir dengan metode unit hidrograf - 5

.5.4.1 Contoh Perhitungan Debit Banjir Rencana Kombinasi Untuk A > 100 km I. Perhitungan Debit Pengaliran tiap km dalam 4 jam (q) Luas daerah aliran sampai rencana bendung = A = 56 km A > 100 km dipakai metode Melchior Panjang sungai dari hulu sampai bendung = L = 33.0 km l = 9/10 x L = 9/10 x 33. = 9.88 km = 9880 m Sumbu ellips; a = 31.50 km b = /3 a = /3 x 31.50 = 1.00 km na = 1/4..a.b = 1/4 x 3.14 x 31.50 x 1.00 = 519.78 km Peil dasar sungai pada 1/10 L dari hulu = + 1900 Peil dasar sungai pada rencana bendung = + 01 H = 1699 i = H/l = 1699/9880 = 0.05686 Daftar I pada gambar.4 na = 504 km q =.85 na = 576 km q =.65 na = 7 km q = 0.0 15.3 Untuk na = 519.78 km q.85 x 0.0. 8075 7 q =.81 A.q = 56 x.84 = 719.36 Untuk A.q = 719.36 dan i = 0.05686 Menurut gambar.3 terdapat V = 1.54 T 1000L 60V 3300 9.4 359.307menit untuk T = 359.307 dan na = 519.78 Menurut gambar.4 terdapat q = 4 A.q = 4 x 56 = 104 5.96jam Untuk A.q = 104 dan i = 0.05686 Menurut gambar.3 terdapat V = 1.66 T 1000L 60V 3300 99.60 333.33menit untuk T = 5.56 jam dan na = 519.78 5.56jam - 53

Menurut gambar.4 terdapat q = 4.3 A.q = 4.3 x 56 = 1100.8 Untuk A.q = 1100.8 dan i = 0.05686 Menurut gambar.3 terdapat V = 1.67 T 1000L 60V 3300 100.0 331.34menit untuk T = 5.5 jam dan na = 519.78 Menurut gambar.4 terdapat q = 4.4 A.q = 4.4 x 56 = 116.4 5.5jam Untuk A.q = 116.4 dan i = 0.05686 Menurut gambar.3 terdapat V = 1.67 T 1000L 60V 3300 100.0 331.34menit untuk T = 5.5 jam dan na = 519.78 Menurut gambar.4 terdapat q = 4.4 A.q = 4.4 x 56 = 116.4 5.5jam karena V dan T dalam percobaan ke 3 dan 4 sama maka didapat : q = 4.4 T = 331.34 menit menurut daftar pada gambar.4 untuk T = 331.34 terdapat P = 6 % q = q + 6% q = 4.4 + (6/100) x 4.4 = 4.4 + 0.64 q = 4.664 II. Perhitungan curah hujan (R) 1. Menghitung R50 dan R100 dari masing-masing stasiun hujan Dari poligon thiessen ternyata bahwa dari ke 5 stasiun hujan yang ada maka ada stasiun hujan yang mempengaruhi catchment area yaitu : - No. stasiun 38 Taripa - No. stasiun 384 Koekoe a. Cara Weduwen dengan Abs.Max. II - 54

Tabel.38 R50 dan R100 Cara Weduwen dengan Abs Max II untuk A > 100 km No. Stasiun 38 Nama Stasiun Taripa Lama Penyelidikan 7 Abs. Max II 159 R 50 R 100 (0.948/0.857) x 159 = 175.9 (1.05/0.857) x 159 = 194.8 384 Koekoe 5 187 (0.948/0.845) x 187 = 09.8 (1.05/0.845) x 187 = 3.4 b. Cara Haspers - Stasiun Hujan Taripa (38) R abs max I = M1 = 161 R abs max II = M = 159 R rata-rata max = M = 140 Lama penyelidikan = 7 th = n Rain Fall R(M) 161 Rank m 1 Return Period T=(n+1)/m 8 Standard Variable.19 159 14 1.57 Standar deviasi M M S M 1 M M S 1/ M 161140 1/.19 1/ 9.589 1.10 = 10.846 159 140 1.57 M50 = R50 = M + S. 50 = 140 + 10.846 x.75 = 140 + 9.87 = 169.87 M100 = R100 = M + S. 100 = 140 + 10.846 x 3.43 = 140 + 37.0 = 177.0 - Stasiun Hujan Koekoe (384) R abs max I = M1 = 187 R abs max II = M = 137 R rata-rata max = M = 14 Lama penyelidikan = 5 th = n - 55

Rain Fall R(M) 187 Rank m 1 Return Period T=(n+1)/m 6 Standard Variable.13 137 13 1.50 Standar deviasi M M S M 1 M M S 1/ M 187 14 1/.13 1/ 1.17 3.333 = 8.897 137 14 1.50 M50 = R50 = M + S. 50 = 14 + 8.897x.75 = 14 + 4.467= 166.467 M100 = R100 = M + S. 100 = 14 + 8.897 x 3.43 = 14 + 30.5167 = 17.517 c. Cara Gumbel Stasiun Hujan Taripa (38) Tabel.39 Analisis curah hujan untuk Stasiun Hujan Taripa Tahun x x Tahun x x 1917 75 565 199 113 1769 1918 78 6084 1930 90 8100 1919 98 9604 1931 130 16900 190 161 591 193 85 75 191 81 6561 1933 63 3969 19 15 1565 1934 87 7569 193 81 6561 1935 105 1105 194 159 581 1936 117 13689 195 66 4356 1937 84 7056 196 104 10816 1938 137 18769 197 88 7744 1939 78 6084 198 76 5776 1940 49 401 4 330 45510-56

Diketahui : n = 4 ; Σx = 330 ; Σx = 45510 x x n 330 4 97.083 untuk n = 4, maka didapat : Yn = 0.596 (tabel.9) Sn = 1.0864 (tabel.30) YTR = 3.9019, untuk periode 50 th (tabel.31) YTR = 4.6001, untuk periode 100 th (tabel.31) Sehingga : Sx X TR x x( x) n 1 Y x TR Yn.Sx Sn 45510 97.083 330 4 1 839.3841 8.97 3.9019 0.568 R50 XTR 97.083 x 8.97 187.016 1.0754 4.6001 0.568 R100 XTR 97.083 x 8.97 05.635 1.0754 Stasiun Hujan Koekoe (384) Tabel.40 Analisis curah hujan untuk Stasiun Hujan Koekoe Tahun x x Tahun x x 1917 108 11664 198 76 5776 1918 9 8464 199 101 1001 1919 81 6561 1930 117 13689 190 57 349 1931 100 10000 191 81 6561 193 80 6400 19 11 14641 1933 100 10000 193 91 881 1934 60 3600 194 90 8100 1935 100 10000 195 15 1565 1936 80 6400 196 90 8100 1937 91 881 197 80 6400 1938 100 10000 4 01 191993-57

Diketahui : n = ; Σx = 01 ; Σx =191993 x 01 x 91.864 n untuk n =, maka didapat : Yn = 0.568 (tabel.9) Sn = 1.0754 (tabel.30) YTR = 3.9019, untuk periode 50 th (tabel.31) YTR = 4.6001, untuk periode 100 th (tabel.31) Sehingga : Sx X TR x x n 1 Y x TR x 191993 91.86401 Yn.Sx Sn 1 301.707 17.695 3.9019 0.568 R50 XTR 91.864 x17.695 147.400 1.0754 4.6001 0.568 R100 XTR 91.864 x17.695 158.887 1.0754. Menghitung R50 dan R100 daerah pengaliran a. Cara Weduwen Thiessen Tabel.41 R50 dan R100 Cara Weduwen Thiessen No. St. Nama St. Luas (km ) R 50 R 100 (3) x (4) (3) x (5) 1 3 4 5 6 7 38 Taripa 11.5 175.9 194.8 370.85 4100.0 384 Koekoe 44.5 09.8 3.4 9336.10 10341.80 Jumlah 56 385.7 47. 46538.95 5154.00 R 50 R 100 46538.95 56 181.793 5154 01.336 56-58

b. Cara Haspers Thiessen Tabel.4 R50 dan R100 Cara Haspers Thiessen No. St. Nama St. Luas (km ) R 50 R 100 (3) x (4) (3) x (5) 1 3 4 5 6 7 38 Taripa 11,5 169,8 177, 3591,70 37477,80 384 Koekoe 44,5 166,5 17,5 7409,5 7676,5 Jumlah 56 336,3 349,7 4331,95 45154,05 R 50 R 100 4331.95 56 45154 56 169.6 176.383 c. Cara Gumbel Thiessen Tabel.43 R50 dan R100 Cara Gumbel Thiessen No. St. Nama St. Luas (km ) R 50 R 100 (3) x (4) (3) x (5) 1 3 4 5 6 7 38 Taripa 11.5 187.0 05.6 39553.88 43491.80 384 Koekoe 44.5 147.4 158.9 6559.30 7071.05 Jumlah 56 334.416 364.535 46113.18 5056.85 R 50 R 100 46113.18 56 5056.85 56 180.130 197.511 III. Perhitungan Design Flood a. Melchior R Q A.q'. 00 A = 56 km q = 4.664-59

R Weduwen Thiessen : R50 = 181.793 ; R100 = 01.336 Haspers Thiessen : R50 = 169.6 ; R100 = 176.383 Gumbel Thiessen : R50 = 180.130 ; R100 = 197.511 Tabel.44 Perhitungan Debit Banjir (Qbanjir) Melchior Weduwen No. Periode Ulang A (km ) q' R R/00 Q (m 3 /det) 1 3 4 5 6 7 (3) x (4) x (5) x (7) 1 Q 50 0.5 56 4.664 181.793 0.909 564.350 Q 50 0.6 56 4.664 181.793 0.909 67.879 3 Q 50 0.75 56 4.664 181.793 0.909 813.966 4 Q 100 0.5 56 4.664 01.336 1.007 65.019 5 Q 100 0.6 56 4.664 01.336 1.007 745.15 6 Q 100 0.75 56 4.664 01.336 1.007 901.470 Tabel.45 Perhitungan Debit Banjir (Qbanjir) Melchior Haspers No. Periode Ulang A (km ) q' R R/00 Q (m 3 /det) 1 3 4 5 6 7 (3) x (4) x (5) x (7) 1 Q 50 0.5 56 4.664 169.6 0.846 55.339 Q 50 0.6 56 4.664 169.6 0.846 66.366 3 Q 50 0.75 56 4.664 169.6 0.846 757.701 4 Q 100 0.5 56 4.664 176.383 0.88 547.556 5 Q 100 0.6 56 4.664 176.383 0.88 65.855 6 Q 100 0.75 56 4.664 176.383 0.88 789.744 Tabel.46 Perhitungan Debit Banjir (Qbanjir) Melchior Gumbel No. Periode Ulang A (km ) q' R R/00 Q (m 3 /det) 1 3 4 5 6 7 (3) x (4) x (5) x (7) 1 Q 50 0.5 56 4.664 180.130 0.901 559.187 Q 50 0.6 56 4.664 180.130 0.901 666.73 3 Q 50 0.75 56 4.664 180.130 0.901 806.50 4 Q 100 0.5 56 4.664 197.511 0.988 613.145 5 Q 100 0.6 56 4.664 197.511 0.988 731.058 6 Q 100 0.75 56 4.664 197.511 0.988 884.344-60

b. Rasional metode dari Mononobe Mencari V dengan rumus Bayerr : V = 7 (H/L) 0.6 km/jam dimana : H = beda tinggi (km) L = 9/10 L (km) Dari metode Melchior sudah didapat : T H = 1699 m L = 33.0 km, sehingga L = 9/10 L = 9/10 x 33.0 = 9.88 km V = 7 (1.699/9.88) 0.6 = 1.889 km/jam 9.88 1.889.318jam r R4 4 4 T / 3 a). Hasil Weduwen Thiessen R50 = 181.8 ; R100 = 01.3 / 3 181.8 4 Jadi r 50 35. 989 4.318 / 3 100 r 01.3 4 4.318 39.851 b). Hasil Haspers Thiesen R50 = 169. ; R100 = 176.4 / 3 169. 4 Jadi r 50 33. 495 4.318 / 3 100 r 176.4 4 4.318 34.90 c). Hasil Gumbel Thiessen R50 = 180.1 ; R100 = 197.5 / 3 180.1 4 Jadi r 50 35. 648 4.318-61

/ 3 100 r 197.5 4 4.318 39.09 Besarnya Design Flood Rumus Mononobe : Q dimana : 1 3.6 A = 56 km..r.a Tabel.47 Perhitungan Debit Banjir (Qbanjir) Rasional Weduwen No. Periode Ulang r A (km ) Q (m 3 /det) 1 3 4 5 (1/3.6) x (3) x (4) x (5) 1 Q 50 0.5 35.989 56 1330.793 Q 50 0.6 35.989 56 1586.715 3 Q 50 0.75 35.989 56 1919.413 4 Q 100 0.5 39.851 56 1473.601 5 Q 100 0.6 39.851 56 1756.986 6 Q 100 0.75 39.851 56 15.387 Tabel.48 Perhitungan Debit Banjir (Qbanjir) Rasional Harpers No. Periode Ulang r A (km ) Q (m 3 /det) 1 3 4 5 (1/3.6) x (3) x (4) x (5) 1 Q 50 0.5 33.495 56 138.571 Q 50 0.6 33.495 56 1476.757 3 Q 50 0.75 33.495 56 1786.400 4 Q 100 0.5 34.90 56 191.64 5 Q 100 0.6 34.90 56 1539.584 6 Q 100 0.75 34.90 56 186.400-6

Tabel.49 Perhitungan Debit Banjir (Qbanjir) Rasional Gumbel No. Periode Ulang r A (km ) Q (m 3 /det) 1 3 4 5 (1/3.6) x (3) x (4) x (5) 1 Q 50 0.5 35.648 56 1318.184 Q 50 0.6 35.648 56 1571.681 3 Q 50 0.75 35.648 56 1901.7 4 Q 100 0.5 39.09 56 1445.535 5 Q 100 0.6 39.09 56 173.53 6 Q 100 0.75 39.09 56 084.907 Resume Tabel.50 Resume Debit Banjir (Qbanjir) dengan = 0.5 untuk A > 100 km No. Metode Q 50 (m 3 /det) Q 100 (m 3 /det) 1 3 4 1 Melchior Weduwen 564.350 65.019 Melchior Harpers 55.339 547.556 3 Melchior Gumbel 559.187 613.145 4 Rasional Weduwen 1330.793 1473.601 5 Rasional Harpers 138.571 191.64 6 Rasional Gumbel 1318.184 1445.535 Tabel.51 Resume Debit Banjir (Qbanjir) dengan = 0.6 untuk A > 100 km No. Metode Q 50 (m 3 /det) Q 100 (m 3 /det) 1 3 4 1 Melchior Weduwen 67.879 745.15 Melchior Harpers 66.366 65.855 3 Melchior Gumbel 666.73 731.058 4 Rasional Weduwen 1586.715 1756.986 5 Rasional Harpers 1476.757 1539.584 6 Rasional Gumbel 1571.681 173.53-63

Tabel.5 Resume Debit Banjir (Qbanjir) dengan = 0.75 untuk A > 100 km No. Metode Q 50 (m 3 /det) Q 100 (m 3 /det) 1 3 4 1 Melchior Weduwen 813.966 901.470 Melchior Harpers 757.701 789.744 3 Melchior Gumbel 806.50 884.344 4 Rasional Weduwen 1919.413 15.387 5 Rasional Harpers 1786.400 186.400 6 Rasional Gumbel 1901.7 084.907-64

Gambar.7 Catchment area - 65

.5.4. Contoh Perhitungan Debit Banjir Rencana Kombinasi Untuk A < 100 km I. Perhitungan Debit Pengaliran tiap km dalam 4 jam (q) Luas daerah aliran sampai rencana bendung = A = 0 km A < 100 km dipakai metode Weduwen Panjang sungai dari hulu sampai bendung = L = 5.30 km l = 9/10 x L = 9/10 x 5.30 = 4.77 km = 4770 m Peil dasar sungai pada 1/10 L dari hulu = + 850 Peil dasar sungai pada rencana bendung = + 01 H = 649 i = H/l = 649/4770 = 0.1360 Untuk A = 0 km dan i = 0.1360, maka didapat q = 16 pada gambar.5. II. Perhitungan Curah Hujan (R) 1. Menghitung R50 dan R100 dari masing-masing stasiun hujan Dari poligon thiessen ternyata bahwa dari ke 5 stasiun hujan yang ada maka ada stasiun hujan yang mempengaruhi catchment area yaitu : - No. stasiun 38 Taripa a. Cara Weduwen dengan hujan Abs.Max. II Tabel.53 R50 dan R100 Cara Weduwen dengan Abs Max II untuk F < 100 km No. Stasiun Nama Stasiun Lama Penyelidikan Abs. Max II 38 Taripa 7 159 (0.948/0.857) x 159 = 175.9 R 50 R 100 (1.05/0.857) x 159 = 194.8 b. Cara Haspers - Stasiun Hujan Taripa (38) R abs max I = M1 = 161 R abs max II = M = 159 R rata-rata max = M = 140 Lama penyelidikan = 7 th = n Rain Fall R(M) 161 Rank m 1 Return Period T=(n+1)/m 8 Standard Variable.19 159 14 1.57-66

Standar deviasi M M S M 1 M M S 1/ M 161140 1/.19 1/ 9.589 1.10 = 10.846 159 140 1.57 M50 = R50 = M + S. 50 = 140 + 10.846 +.75 = 140 + 9.87 = 169.87 M100 = R100 = M + S. 100 = 140 + 10.846 + 3.43 = 140 + 37.0 = 177.0 c. Cara Gumbel Stasiun Hujan Taripa (38) Tabel.54 Analisis curah hujan untuk Stasiun Hujan Taripa Tahun x x Tahun x x 1917 75 565 199 113 1769 1918 78 6084 1930 90 8100 1919 98 9604 1931 130 16900 190 161 591 193 85 75 191 81 6561 1933 63 3969 19 15 1565 1934 87 7569 193 81 6561 1935 105 1105 194 159 581 1936 117 13689 195 66 4356 1937 84 7056 196 104 10816 1938 137 18769 197 88 7744 1939 78 6084 198 76 5776 1940 49 401 4 330 45510 Diketahui : n = 4 ; Σx = 330 ; Σx = 45510 x x n 330 4 97.083 untuk n = 4, maka didapat : Yn = 0.596 (tabel.8) - 67

Sn = 1.0864 (tabel.9) YTR = 3.9019, untuk periode 50 th (tabel.30) YTR = 4.6001, untuk periode 100 th (tabel.30) Sehingga : Sx X TR x x( x) n 1 Y x TR Yn.Sx Sn 45510 97.083 330 4 1 839.3841 8.97 3.9019 0.568 R50 XTR 97.083 x 8.97 187.016 1.0754 4.6001 0.568 R100 XTR 97.083 x 8.97 05.635 1.0754. Menghitung R50 dan R100 daerah pengaliran Berhubung hanya 1 stasiun yang berpengaruh terhadap catchment area maka hasilnya sama dengan di atas. a. Cara Weduwen Thiessen R50 = 175.9 R100 = 194.8 b. Cara Haspers Thiessen R50 = 169.8 R100 = 177. c. Cara Gumbel Thiessen R50 = 187.0 R100 = 05.6 III. Perhitungan Design Flood a. Weduwen R Q A.q'. 40 A = 0 km q = 16-68

R Weduwen Thiessen : R50 = 175.9 ; R100 = 194.8 Haspers Thiessen : R50 = 169.8 ; R100 = 177. Gumbel Thiessen : R50 = 187.0 ; R100 = 05.6 Tabel.55 Perhitungan Debit Banjir (Qbanjir) Weduwen Weduwen No. Periode Ulang A (km ) q' R R/40 Q (m 3 /det) 1 3 4 5 6 7 (3) x (4) x (5) x (7) 1 Q 50 0.5 0 16 175.9 0.733 11.957 Q 50 0.6 0 16 175.9 0.733 145.411 3 Q 50 0.75 0 16 175.9 0.733 175.900 4 Q 100 0.5 0 16 194.8 0.81 135.061 5 Q 100 0.6 0 16 194.8 0.81 161.035 6 Q 100 0.75 0 16 194.8 0.81 194.800 Tabel.56 Perhitungan Debit Banjir (Qbanjir) Weduwen Haspers No. Periode Ulang A (km ) q' R R/40 Q (m 3 /det) 1 3 4 5 6 7 (3) x (4) x (5) x (7) 1 Q 50 0.5 0 16 169.800 0.708 117.78 Q 50 0.6 0 16 169.800 0.708 140.368 3 Q 50 0.75 0 16 169.800 0.708 169.800 4 Q 100 0.5 0 16 177.00 0.738 1.859 5 Q 100 0.6 0 16 177.00 0.738 146.485 6 Q 100 0.75 0 16 177.00 0.738 177.00 Tabel.57 Perhitungan Debit Banjir (Qbanjir) Weduwen Gumbel No. Periode Ulang A (km ) q' R R/40 Q (m 3 /det) 1 3 4 5 6 7 (3) x (4) x (5) x (7) 1 Q 50 0.5 0 16 187.016 0.779 19.664 Q 50 0.6 0 16 187.016 0.779 154.600 3 Q 50 0.75 0 16 187.016 0.779 187.016 4 Q 100 0.5 0 16 05.635 0.857 14.574 5 Q 100 0.6 0 16 05.635 0.857 169.99 6 Q 100 0.75 0 16 05.635 0.857 05.635 b. Rational Metode dari Mononobe Mencari V dengan rumus Bayerr : V = 7 (H/L) 0.6 km/jam - 69

dimana : H = beda tinggi (km) L = 9/10 L (km) Dari metode Melchior sudah didapat : T H = 0.649 km L = 4.77 km V = 7 (0.649/4.77) 0.6 = 1.74976 km/jam 4.77 1.74976 0.19 jam r R4 4 4 T / 3 a). Hasil Weduwen Thiessen R50 = 175.9 ; R100 = 194.8 / 3 175.9 4 Jadi r50 167. 838 4 0.19 / 3 100 r 194.8 4 4 0.19 185.883 b). Hasil Haspers Thiesen R50 = 169.8 ; R100 = 177. / 3 169.8 4 Jadi r50 16. 01 4 0.19 / 3 100 r 177. 4 4 0.19 169.074 c). Hasil Gumbel Thiessen R50 = 187.0 ; R100 = 05.6 / 3 187.0 4 Jadi r50 178. 433 4 0.19 / 3 100 r 05.6 4 4 0.19 196.181-70

Besarnya Design Flood Rumus Mononobe : Q dimana : A = 0 km 1 3.6..r.A Tabel.58 Perhitungan Debit Banjir (Qbanjir) Rasional Weduwen No. Periode Ulang r A (km ) Q (m 3 /det) 1 3 4 5 (1/3.6) x (3) x (4) x (5) 1 Q 50 0.5 167.838 0 484.865 Q 50 0.6 167.838 0 578.109 3 Q 50 0.75 167.838 0 699.35 4 Q 100 0.5 185.883 0 536.995 5 Q 100 0.6 185.883 0 640.64 6 Q 100 0.75 185.883 0 774.513 Tabel.59 Perhitungan Debit Banjir (Qbanjir) Rasional Haspers No. Periode Ulang r A (km ) Q (m 3 /det) 1 3 4 5 (1/3.6) x (3) x (4) x (5) 1 Q 50 0.5 16.01 0 468.061 Q 50 0.6 16.01 0 558.07 3 Q 50 0.75 16.01 0 675.088 4 Q 100 0.5 169.074 0 488.436 5 Q 100 0.6 169.074 0 58.366 6 Q 100 0.75 169.074 0 704.475 Tabel.60 Perhitungan Debit Banjir (Qbanjir) Rasional Gumbel No. Periode Ulang r A (km ) Q (m 3 /det) 1 3 4 5 (1/3.6) x (3) x (4) x (5) 1 Q 50 0.5 178.433 0 515.473 Q 50 0.6 178.433 0 614.603 3 Q 50 0.75 178.433 0 743.471 4 Q 100 0.5 196.181 0 566.745 5 Q 100 0.6 196.181 0 675.735 6 Q 100 0.75 196.181 0 817.41-71

Resume Tabel.61 Resume Debit Banjir (Qbanjir) dengan = 0.5 untuk A < 100 km No. Metode Q 50 (m 3 /det) Q 100 (m 3 /det) 1 3 4 1 Weduwen Weduwen 11.957 135.061 Weduwen Harpers 117.78 1.859 3 Weduwen Gumbel 19.664 14.574 4 Rasional Weduwen 484.865 536.995 5 Rasional Harpers 468.061 488.436 6 Rasional Gumbel 515.473 566.745 Tabel.6 Resume Debit Banjir (Qbanjir) dengan = 0.6 untuk A < 100 km No. Metode Q 50 (m 3 /det) Q 100 (m 3 /det) 1 3 4 1 Weduwen Weduwen 145.411 161.035 Weduwen Harpers 140.368 146.485 3 Weduwen Gumbel 154.600 169.99 4 Rasional Weduwen 578.109 640.64 5 Rasional Harpers 558.07 58.366 6 Rasional Gumbel 614.603 675.735 Tabel.63 Resume Debit Banjir (Qbanjir) dengan = 0.75 untuk A < 100 km No. Metode Q 50 (m 3 /det) Q 100 (m 3 /det) 1 3 4 1 Weduwen Weduwen 175.900 194.800 Weduwen Harpers 169.800 177.00 3 Weduwen Gumbel 187.016 05.635 4 Rasional Weduwen 699.35 774.513 5 Rasional Harpers 675.088 704.475 6 Rasional Gumbel 743.471 817.41-7

.5.4.3 Contoh Lain Perhitungan Debit Banjir Rencana Kombinasi Untuk A < 100 km I. Perhitungan Debit Pengaliran tiap km dalam 4 jam (q) Luas daerah aliran sampai rencana bendung = A = 0 km A < 100 km dipakai metode Weduwen Panjang sungai dari hulu sampai bendung = L = 5.30 km l = 9/10 x L = 9/10 x 5.30 = 4.77 km = 4770 m Peil dasar sungai pada 1/10 L dari hulu = + 850 Peil dasar sungai pada rencana bendung = + 01 H = 649 i = H/l = 649/4770 = 0.1360 Untuk A = 0 km dan i = 0.1360, maka didapat q = 16 pada gambar.5. II. Perhitungan Curah Hujan Cara Aritmatik Tabel.64 R100 Cara Aritmatik Nama Lama No. Sta Max I Max II Rata-rata Stasiun Penyelidikan 381 Tomata 6 33 168 16.4 1.05 0.851 07.3 38 Taripa 7 161 159 140.0 1.05 0.857 194.8 383 Tentena 8 45 186 100.4 1.05 0.863 6.3 384 Koekoe 5 187 137 14.0 1.05 0.845 170. 385 Poso 45 165 165 13.7 1.05 0.93 186.0 Jumlah Rata-rata mn Mp R 100 991 815 677.5 984.6 198 163 135.5 197-73

III. Perhitungan Debit Rumus Weduwen Q. A.q'. R 40 Tabel.65 Perhitungan Debit Banjir (Qbanjir) Weduwen No. R A (km ) q' R R/40 Q (m 3 /det) 1 3 4 5 6 7 (3) x (4) x (5) x (7) 1 0.5 0 16 198 0.86 137.419 R Max I rata-rata 0.6 0 16 198 0.86 163.845 3 0.75 0 16 198 0.86 198.00 4 0.5 0 16 163 0.679 113.013 5 R Max II rata-rata 0.6 0 16 163 0.679 134.747 6 0.75 0 16 163 0.679 163.000 7 0.5 0 16 135.5 0.565 93.947 R rata-rata 8 0.6 0 16 135.5 0.565 11.013 9 0.75 0 16 135.5 0.565 135.500 10 0.5 0 16 196.9 0.81 136.534 R 100 rata-rata 11 0.6 0 16 196.9 0.81 16.791 1 0.75 0 16 196.9 0.81 196.95-74

Gambar.8 Catchment area - 75

.5.5 Contoh Perhitungan Debit Banjir Rencana Dengan Unit Hidrograf (UH) a). Perhitungan Unit Hidrograf Perhitungan 1.. 3. Luas Catchment Panjang sungai Jarak titik berat dengan lokasi A L Lg =.05 km =. km = 1.1 km 4. tp = 1.4 (L x Lg) 0.3 = 1.85 jam 5. te = tp/ 5.5 = 0.33 jam 6. tr = lihat tabel = 1.1 jam 7. 8. Waktu banjir Cek Tp ( te < tr ) = tp + 0.5 x tr = ok =.375 jam 9. 10. 11. Debit banjir/ maksimum cp qp Qp = lihat tabel = 75 x cp/tp = qp x (5.4/1000) x A = 0.69 = 103.970 = 5.414 m 3 /det 1. 13. W V = 1000 x 5.4 x A = Qp x Tp x 3600/ W = 5070 = 0.889 Catchment Area tr Cp 0 50 50 300 > 300 1.1 1.5 1.4 0.69 0.63 0.56 Menghitung t dan Q X = tentukan V = 0.889 Y = lihat tabel tergantung dari besarnya X dan V Tp =.375 jam t = X. Tp Qp = 5.414 m 3 /dt Q = Y. Qp - 76

Tabel.66 Water Discharge in Proportion to Maximum Discharge V No. 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1.0 1.1 1. 1.3 1.4 1.5 1.6 1.7 1.8 1.9.0.1. X = T/Tp Y = q/qp Y = q/qp Y = q/qp Y = q/qp Y = q/qp Y = q/qp Y = q/qp Y = q/qp Y = q/qp Y = q/qp Y = q/qp Y = q/qp Y = q/qp Y = q/qp Y = q/qp Y = q/qp Y = q/qp Y = q/qp 1 0.1 0.000 0.000 0.000 0. 0.030 0.014 0.003 0.000 0.000 0.000 0.000 3 0.3 0.180 0.100 0.050 0.00 0.010 0.003 0.003 0.000 0.000 0.000 0.000 4 0.4 0.390 0.80 0.190 0.10 0.080 0.040 0.00 0.010 0.006 0.003 0.001 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 5 0.5 0.590 0.490 0.400 0.310 0.40 0.180 0.130 0.100 0.060 0.040 0.00 0.010 0.010 0.005 0.003 0.00 0.001 0.000 6 0.6 0.750 0.690 0.610 0.540 0.470 0.390 0.330 0.70 0.0 0.180 0.140 0.110 0.100 0.070 0.050 0.040 0.030 0.00 7 0.7 0.870 0.830 0.790 0.690 0.640 0.640 0.590 0.540 0.480 0.430 0.390 0.340 0.300 0.60 0.0 0.190 0.160 0.140 8 0.8 0.950 0.930 0.910 0.890 0.870 0.840 0.810 0.780 0.750 0.70 0.690 0.660 0.60 0.590 0.550 0.50 0.490 0.460 9 0.9 0.990 0.980 0.980 0.980 0.970 0.960 0.960 0.950 0.940 0.930 0.90 0.910 0.900 0.890 0.880 0.870 0.850 0.840 10 1.0 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 11 1.1 0.990 0.990 0.980 0.980 0.970 0.970 0.960 0.960 0.950 0.940 0.930 0.930 0.90 0.910 0.900 0.890 0.880 0.870 1 1. 0.960 0.940 0.950 0.90 0.910 0.890 0.870 0.850 0.830 0.800 0.780 0.750 0.730 0.700 0.680 0.650 0.60 0.600 13 1.3 0.930 0.910 0.880 0.850 0.80 0.780 0.750 0.710 0.680 0.640 0.600 0.560 0.50 0.480 0.440 0.410 0.370 0.340 14 1.4 0.890 0.850 0.810 0.770 0.70 0.570 0.60 0.570 0.50 0.448 0.430 0.380 0.340 0.300 0.60 0.30 0.00 0.170 15 1.5 0.840 0.790 0.740 0.680 0.60 0.560 0.500 0.440 0.390 0.340 0.90 0.50 0.10 0.170 0.140 0.10 0.090 0.080 16 1.6 0.790 0.730 0.660 0.590 0.50 0.460 0.390 0.340 0.80 0.3 0.190 0.150 0.10 0.090 0.070 0.050 0.040 0.030 17 1.7 0.740 0.660 0.590 0.510 0.440 0.370 0.300 0.50 0.00 0.115 0.10 0.090 0.070 0.050 0.030 0.00 0.00 0.010 18 1.8 0.690 0.600 0.50 0.440 0.360 0.90 0.30 0.180 0.140 0.100 0.070 0.050 0.030 0.00 0.00 0.010 0.010 0.004 19 1.9 0.640 0.550 0.460 0.370 0.90 0.30 0.170 0.130 0.090 0.060 0.040 0.030 0.00 0.010 0.010 0.004 0.00 0.001 0.0 0.590 0.490 0.400 0.310 0.40 0.180 0.150 0.090 0.060 0.040 0.00 0.00 0.008 0.005 0.003 0.001 0.001 0.000 1. 0.500 0.400 0.300 0.10 0.150 0.100 0.070 0.040 0.00 0.010 0.010 0.005 0.00 0.000 0.000 0.000 0.000.4 0.40 0.30 0.0 0.150 0.100 0.060 0.030 0.00 0.010 0.005 0.00 0.001 0.000 3.6 0.350 0.50 0.160 0.100 0.060 0.030 0.00 0.010 0.004 0.00 0.001 0.000 4.8 0.90 0.190 0.10 0.070 0.040 0.00 0.010 0.004 0.001 0.001 0.000 5 3.0 0.40 0.150 0.090 0.040 0.00 0.010 0.004 0.00 0.000 0.000 6 3.5 0.150 0.080 0.040 0.00 0.010 0.00 0.000 0.000 7 4.0 0.090 0.040 0.00 0.010 0.00 0.000 8 4.5 0.060 0.00 0.010 0.00 0.000 9 5.0 0.030 0.010 0.003 0.000 30 6.0 0.010 0.003 0.000 31 7.0 0.006 0.001 0.000 3 8.0 0.00 0.000-77

Tabel.67 Perhitungan unit hidrograf No. X=T/Tp V Y=q/qp Tp t=xxtp Qp Q=YxQp 1 3 4 5 5 7 6 1 0.000 0.889 0.000.375 0.000 5.414 0.000 0.100 0.889 0.000.375 0.38 5.414 0.000 3 0.00 0.889 0.004.375 0.475 5.414 0.0 4 0.300 0.889 0.010.375 0.713 5.414 0.054 5 0.400 0.889 0.080.375 0.950 5.414 0.433 6 0.500 0.889 0.40.375 1.188 5.414 1.99 7 0.600 0.889 0.470.375 1.45 5.414.544 8 0.700 0.889 0.640.375 1.663 5.414 3.465 9 0.800 0.889 0.970.375 1.900 5.414 5.51 10 0.900 0.889 1.000.375.138 5.414 5.414 11 1.000 0.889 0.970.375.375 5.414 5.51 1 1.100 0.889 0.910.375.613 5.414 4.96 13 1.00 0.889 0.80.375.850 5.414 4.439 14 1.300 0.889 0.70.375 3.088 5.414 3.898 15 1.400 0.889 0.60.375 3.35 5.414 3.357 16 1.500 0.889 0.50.375 3.563 5.414.815 17 1.600 0.889 0.440.375 3.800 5.414.38 18 1.700 0.889 0.360.375 4.038 5.414 1.949 19 1.800 0.889 0.90.375 4.75 5.414 1.570 0 1.900 0.889 0.40.375 4.513 5.414 1.99 1.000 0.889 0.05.375 4.750 5.414 1.110.100 0.889 0.150.375 4.988 5.414 0.81 3.00 0.889 0.15.375 5.5 5.414 0.677 4.300 0.889 0.100.375 5.463 5.414 0.541 5.400 0.889 0.080.375 5.700 5.414 0.433 6.500 0.889 0.060.375 5.938 5.414 0.35 7.600 0.889 0.050.375 6.175 5.414 0.71 8.700 0.889 0.040.375 6.413 5.414 0.17 9.800 0.889 0.030.375 6.650 5.414 0.16 30.900 0.889 0.00.375 6.888 5.414 0.108 31 3.000 0.889 0.018.375 7.15 5.414 0.097 3 3.100 0.889 0.016.375 7.363 5.414 0.087 33 3.00 0.889 0.014.375 7.600 5.414 0.076 34 3.300 0.889 0.01.375 7.838 5.414 0.065 35 3.400 0.889 0.010.375 8.075 5.414 0.054 36 3.500 0.889 0.008.375 8.313 5.414 0.045 37 3.600 0.889 0.007.375 8.550 5.414 0.037 38 3.700 0.889 0.005.375 8.788 5.414 0.08 39 3.800 0.889 0.004.375 9.05 5.414 0.019 40 3.900 0.889 0.00.375 9.63 5.414 0.011 41 4.000 0.889 0.00.375 9.500 5.414 0.009 4 4.100 0.889 0.001.375 9.738 5.414 0.006 43 4.00 0.889 0.001.375 9.975 5.414 0.004 44 4.300 0.889 0.000.375 10.13 5.414 0.00 45 4.400 0.889 0.000.375 10.450 5.414 0.000 46 4.500 0.889 0.000.375 10.688 5.414 0.000 47 4.600 0.889 0.000.375 10.95 5.414 0.000 48 4.700 0.889 0.000.375 11.163 5.414 0.000 49 4.800 0.889 0.000.375 11.400 5.414 0.000 50 4.900 0.889 0.000.375 11.638 5.414 0.000 51 5.000 0.889 0.000.375 11.875 5.414 0.000 5 5.100 0.889 0.000.375 1.113 5.414 0.000 53 5.00 0.889 0.000.375 1.350 5.414 0.000 54 5.300 0.889 0.000.375 1.588 5.414 0.000 55 5.400 0.889 0.000.375 1.85 5.414 0.000 56 5.500 0.889 0.000.375 13.063 5.414 0.000 57 5.600 0.889 0.000.375 13.300 5.414 0.000 58 5.700 0.889 0.000.375 13.538 5.414 0.000 59 5.800 0.889 0.000.375 13.775 5.414 0.000 60 5.900 0.889 0.000.375 14.013 5.414 0.000-78

Debit (m 3 /det) Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Grafik Unit Hidrograf 6 5 4 3 1 0 0 4 6 8 10 1 14 Waktu (jam) Gambar.9 Grafik Unit Hidrograf - 79

b). Hasil perhitungan hidrograf banjir Tabel.68 Hasil Perhitungan Hidrograf Banjir Q Unit Hydrograf ( 1 inchi ) Q Q Q Q Q Q Q Q Dari Jam Dari Jam Dari Jam Dari Jam Dari Jam Dari Jam Inflow Inflow No. Waktu Ke. 1 Ke. Ke. 3 Ke. 4 Ke. 5 Ke. 6 Hydrograf Hydrograf Jam Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi ( 6 jam ) ( 1 jam ) Run off Run off Run off Run off Run off Run off tersebar (5.4 mm) Distribusi Hujan 90 mm selama 6 jam (0 mm) (0 mm) (33 mm) (156 mm) (7 mm) (14 mm) (30 mm) (313 mm) % 6. 7.9 14.1 55. 10.7 5.9 100 Hujan mm 18 3 41 160 31 17 90 Hilang mm -30-1 -7-4 -4-3 -60 Run off mm 0 0 33 156 7 14 30 (jam) (m 3 /dt) (m 3 /dt) (m 3 /dt) (m 3 /dt) (m 3 /dt) (m 3 /dt) (m 3 /dt) (m 3 /dt) (m 3 /dt) 1 0 0.000 0.000 0.000 0.000 1 0.615 0.000 0.000 0.000 7.579 3 4.938 0.000 0.000 0.000 0.000 60.850 4 3 4.617 0.000 0.000 0.799 0.000 0.799 56.895 5 4.449 0.000 0.000 6.416 3.777 0.000 10.193 30.179 6 5 1.043 0.000 0.000 5.998 30.38 0.654 0.000 36.980 1.853 7 6 0.404 0.000 0.000 3.18 8.356 5.49 0.339 37.16 4.978 8 7 0.137 0.000 0.000 1.355 15.041 4.908.7 4.06 1.688 9 8 0.068 0.000 0.000 0.55 6.406.603.545 1.079 0.838 10 9 0.09 0.000 0.000 0.178.481 1.109 1.350 5.118 0.357 11 10 0.006 0.000 0.000 0.088 0.841 0.49 0.575 1.934 0.074 1 11 0.000 0.000 0.000 0.038 0.418 0.146 0.3 0.84 0.000 13 1 0.000 0.008 0.178 0.07 0.076 0.334 14 13 0.000 0.037 0.031 0.037 0.105 15 14 0.000 0.006 0.016 0.0 16 15 0.000 0.003 0.003 17 16 0.000 0.000-80

BAB 3 PERHITUNGAN HIDROLIKA Dalam perencanaan irigasi perhitungan hidrolika yang sering dilakukan adalah perhitungan mengenai ; a. Dimensi saluran b. Perhitungan elevasi muka air di saluran c. Dimensi bangunan air 3.1 Dimensi Saluran Dalam perencanaan irigasi perhitungan dimensi saluran ada dua macam ; a). Perhitungan dimensi saluran untuk saluran tersier dan kuarter b). Perhitungan dimensi saluran untuk saluran sekunder dan primer 3.1.1 Perhitungan Dimensi Saluran Tersier dan Kuarter Setelah debit rencana ditentukan dimensi saluran dapat dihitung dengan rumus strickler berikut ; V = k. R /3. I 1/ A R P A (b mh)h P b h Q VA n b h m 1 dimana ; Q = debit saluran m 3 /dt V = kecepatanaliran m/dt A = potongan melintang m (luas penampang) R = jari-jari hidrolis, m P = keliling basah, m b = lebar dasar, m h = tinggi air, m 3-1

n = perbandingan lebar dan dalam, b = nh I = kemiringan saluran k = koefisien kekerasan strickler, m 1/3 /dt m = kemiringan talut hor/vert (m : 1) Disini dianjurkan untuk merencanakan saluran irigasi dengan kriteria yang dirinci pada tabel 3.1. dalam lampiran 1 diberikan grafik dimana dimensi saluran dapat langsung dibaca dengan masukan (input) debit dan kemiringan rencana saluran. Karena digunakan saluran-saluran berukuran kecil nilai b/h adalah satu. Dalam grafik-grafik itu juga diberikan harga-harga kecepatan maksimum yang diizinkan. Untuk tujuan yang sama dalam buku petunjuk perencanaan jaringan irigasi tabeltabel dengan contoh-contoh perhitungan. Tabel 3.1 Kriteria perencanaan untuk saluran irigasi tanpa pasangan. Karakteristik Saluran Saluran Satuan Perencanaan Tersier Kuarter Kecepatan maksimum m/det sesuai dengan grafik perencanaan Kecepatan minimum m/det 0.0 0.0 Harga k m 1/3 /det 35 30 Lebar minimum dasar saluran m 0.30 0.30 Kemiringan talud 1 : 1 1 : 1 Lebar minimum mercu m 0.50 0.40 Tinggi minimum jagaan m 0.30 0.0 Catatan ; Lebar dasar saluran akan sama dengan kedalaman air (b/h =1) Lebar tanggul akan lebih lebar daripada lebar minimum jika tanggul juga dipakai sebagai jalan petani atau inspeksi. 3 -

Gambar 3.1 Grafik Perencanaan untuk saluran tersier tanpa pasangan (k = 35, m = 1) Gambar 3. Grafik Perencanaan untuk saluran kuarter (k = 30, m = 1) 3-3

3.1. Perhitungan Dimensi Saluran Sekunder dan Primer 1. Langkah-langkah perhitungan dimensi saluran (setiap ruas saluran) a). Luas sawah dan kebutuhan air /ha Q =? (data) Medan (kemiringan) I =? (diperlukan tinggi muka air rencana) b). Plot Q dan I pada gambar 3.5 I R c). Keadaan sidemen < 1000 ppm atau > 0000 ppm Keadaan tanah : lempung CL simpul indek plastik PI nilai banding tangga jari jarilengkung * dalamair lebarpermu kaan Untuk mendapatkan nilai Vb maka menggunakan gambar 3.3, dan yang perlu diketahui adalah : - < 1000 ppm - PI - CL Untuk mendapatkan faktor koreksi maka menggunakan gambar 3.4, Faktor koreksi A, data yang perlu diketahui adalah : - CL - Nilai banding rongga Faktor koreksi B, data yang perlu diketahui adalah : - kedalaman air (h) Faktor koreksi C, data yang perlu diketahui adalah : Jari lengkung(p) P lebar permukaan (b mh) (b mh) d). Q menurun : - I R membesar dasar saluran tidak ada pengendapan - I R mengecil dasar saluran ada pengendapan e). Bila : - Vba > Vbd tidak ada erosi, - Vba < Vbd mudah tererosi dimana Vbd adalah kecepatan dasar rencana, Vbd = 0.70 3-4

f). Buat tabel : Q, n, k, I, h, b, V, I R dan Vbd Tentukan besarnya Q. Tentukan besarnya, m, n dan k (berdasarkan Tabel 3.5. Tentukan besarnya I berdasarkan Ploting Q dan I. Hitung h, b dan V dan I R dengan rumus Strickler. g). Hitung Vbd Dari data h didapat faktor koreksi B (gambar 3.4.c) V V V bd max ba V B V V b b x A xb x C x A dimana: V = kecepatan Vmax = kecepatan max yang diizikan Vb Vba Vbd = kecepatan dasar = kecepatan dasar yang diizinkan = kecepatan dasar rencana h). Menghitung Dimensi Saluran dengan dasar Vbd, Q, m, n, k, h, b dan I. Langkah-langkah Perhitungan Dimensi Saluran (setiap jenis tanah dasar) I. Kapasitas Saluran C. NFR. A Q e Effisien (e) : Tersier (15-) % = et = 0.78 0.85 Sekunder (7.5-1,5) % = es = 0.875 0.95 Primer (7.5-1,5) % = ep = 0.875 0.95 sehingga : e = et x es x ep = (0.59 0.73) % 3 1 3 1 1 1 1 1 1 1 3-5

C.NFR.A Q1 untuk saluran tersier e t t C.NFR.A Q untuk saluran sekunder e.e t s s C.NFR.A Q3 untuk saluran primer e.e.e p Koefisien Pengurangan (C) : Serentak C = 1 Golongan pada DI a. tersier C = 1 b. sekunder C = 1 c. primer C < 1 C = 0.80 Golongan pada sekunder a. tersier C = 1 b. sekunder C < 1 C = 0.80 c. primer C < 1 C = 0.80 Golongan pada tersier a. tersier C < 1 C = 0.80 b. sekunder C < 1 C = 0.80 c. primer C < 1 C = 0.80 Luas daerah yang diairi (A) : A = 0.90 x uas hasil planimeter Kebutuhan Bersih Air disawah (NFR) : NFR = kebutuhan air maksimum selama umur tanaman II. Perencanaan Dimensi Saluran Q = V.A R = A/P P = b+h 1 m V = k. R /3.I 1/ A = (b + mh) h ; b =nh ; d = h+w 3-6

Tabel 3. Nilai k berdasarkan jenis saluran dan atau Q rencana Jenis/Q Rencana 1. Saluran beton. Saluran pasangan 3. Saluran tanah dengan : Q > 10 m 3 /det 5 < Q < 10 1 < Q < 5 Q < 1 m 3 /det k 70 60 45 4.5 40 35 k n / 3 P 1 k P i 1.5 i / 3 III. Kemiringan Saluran Diambil dari kemiringan medan yang dilalui as saluran. Hitung kemiringan medan setiap ruas saluran atau setiap penampang melintang. IV. Keadaan Sedimen Banyak sedimen yang dikandung oleh air yang mengalir ke saluran (sungai dekat rencana bendung) =. ppm. Grafik a) > 0.000 ppm dan grafik b) < 1.000 ppm V. Keadaan Tanah Dasar Saluran Nama jenis tanah : Simbol kelompok : (tabel 3.6) Batas cair Batas plastik = WL =... (5 x hentakan) pecah Indek plastis = PI = WL WP = Volume tanah jenuh = VJ = Volume air = Va = Nilai banding rongga = WP = (diameter 1/8 inchi) 4 cm (digiling) Va = a = Vj 3-7

VI. Kecepatan Dasar yang diizinkan (V ba ) Vba = Vb x A Nilai kecepatan dasar (Vb) didapat dari grafik 3.3 berdasarkan : Sedimen : ppm Simbol : PI : Nilai faktor koreksi (A) didapat dari grafik 3.4 berdasarkan : Simbol : Rongga : Kontrol : a). Pengendapan Q mengecil I R membesar tidak terjadi pengendapan b). Erosi Vbd < 0.70 m/dt (kecepatan dasar rencana) Vbd < Vba tidak terjadi erosi VII. Kemiringan Medan C.NFR. A Q e.e. e t s p dimana: NFR = kebutuhan air netto et es ep A C = efisiensi di saluran tersier = efisiensi di saluran sekunder = efisiensi di saluran primer = luas yang diairi = koefisien akibat golongan I = EL.hulu EL.hilir jarak 3-8

Tabel 3.3 Form Perhitungan Dimensi Saluran A Q EL. Hulu EL. Hilir Jarak No. Nama Saluran (ha) (m 3 I Keterangan /det) (m) (m) (m) A = ah = (n + m)h P = ph = (n + m 1 )h R = ch = 8 / 3 h a.c a h p Q / 3.k.I 1/ 3-9

Tabel 3.4 Data profil saluran garis A Q k a b c m n C /3 I I 1/ h 8/3 h b v I(R) 1/ B (bd) 1/ (ab) 1/ v bd < v ab (m 3 /dt) (m 1/3 /det) A = ah P = ph R =a/p h 1 3 4 5 6 7 8 9 10 11 1 13 14 15 16 17 18 19 0.30 1.0 1.0 35.0 3.88 0.5 0.649 0.50 1.0 1. 35. 4.08 0.546 0.668 0.75 1.5 1.3 35.8 4.906 0.571 0.688 1.5 1.5 1.8 40 3.3 5.406 0.610 0.70 3.0 1.5.3 40 3.8 5.906 0.643 0.745 4.5 1.5.7 40 4. 6.306 0.666 0.763 6.0 1.5 3.1 4.5 4.6 6.706 0.686 0.778 7.5 1.5 3.5 4.5 5.0 7.106 0.704 0.791 9.0 1.5 3.7 4.5 5. 7.306 0.71 0.797 11.0.0 4. 45 6. 8.67 0.715 0.799 15.0.0 4.9 45 6.9 9.37 0.736 0.815 5.0.0 6.5 45 8.5 10.97 0.775 0.844 40.0.0 9.0 45 11.0 1.47 0.88 0.90 3-10

Tabel 3.5 Data profil saluran garis B Q k a b c m n C /3 I I 1/ h 8/3 h b v I(R) 1/ B (bd) 1/ (ab) 1/ v bd < v ab (m 3 /dt) (m 1/3 /det) A = ah P = ph R =a/p h 1 3 4 5 6 7 8 9 10 11 1 13 14 15 16 17 18 19 0.30 1.0 1.0 35.0 3.88 0.5 0.649 0.50 1.0 1. 35. 4.08 0.546 0.668 0.75 1.5 1.3 35.8 4.906 0.571 0.688 1.5 1.5 1.8 40 3.3 5.406 0.610 0.70 3.0 1.5.3 40 3.8 5.906 0.643 0.745 4.5 1.5.7 40 4. 6.306 0.666 0.763 6.0 1.5 3.1 4.5 4.6 6.706 0.686 0.778 7.5 1.5 3.5 4.5 5.0 7.106 0.704 0.791 9.0 1.5 3.7 4.5 5. 7.306 0.71 0.797 11.0.0 4. 45 6. 8.67 0.715 0.799 15.0.0 4.9 45 6.9 9.37 0.736 0.815 5.0.0 6.5 45 8.5 10.97 0.775 0.844 40.0.0 9.0 45 11.0 1.47 0.88 0.90 3-11

Q = A. V V = k. R /3. I 1/ Q = ah. k. (ch) /3. I 1/ ah. (ch) /3 = Q 1/ k.i 6 / 3 / 3 h.h ac / 3 Q.k.I 1/ 3-1

Gunakan kurve ukuran butir dalam mengidentifikasi fraksi yang diberikan menurut identifikasi lapangan Tentukan persentase kerikil dan pasir dari kurve ukuran butir. Bergantung kepada persentase bahan halus (fraksi yang lebih kecil dari ayak no. 00), tanah berbutir kasar diklasifikasi sebagai berikut : Kurang dari 5% Lebih dari 1% 5% sampai 1% GW, GP, SW, SP GM, GC, SM, SC Yang terletak di garis batas memerlukan dua simbol Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Tabel 3.6 Kriteria klasifikasi tanah secara laboratorium dari USBR/ USCE INFORMASI YANG DIPERLUKAN UNTUK MENJELASKAN TANAH Berikan nama jenis, tunjukkan perkiraan persentase pasir dan kerikil, ukuran maks; persikuan,kondisi permukaan dan kekasaran butir; nama setempat atau geologis dan informasi deskriptif yang relevan lainnya; dan simbol dalam tanda kurung ( ). Untuk tanah tak terganggu tambahkan informasi mengenai perlaisan, tingkat kepadatan, sementasi, kondisi kelembapan dan karakteristik pembuangan (drainase) Contoh : Pasir lanauan, kerikilan; kurang lebih 0% keras. Partikel kerikil bersiku, ukuran maks.1/ inci; partikel pasir bulat dan kasar sampai halus; sekitar 15% bahan halus nonplastis dengan kekuatan kering rendah; padat dan lembab di tempat; pasir aluvial; (SM) KRITERIA KLASIFIKASI LABORATORIS c c u D D 10 60 lebih besar dari 4 D30 D x D 10 60 antara satudan3 Tidak memenuhi semua pernyataan gradasi untuk GW Batas Atterberg di bawah garis "A" atau PI kurang dari 4 Batas Atterberg di atas garis "A" dengan PI lebih dari 7 c c c u c D60 lebihbesardari 6 D 10 D10 D x D 10 60 antarasatudan3 Batas Atterberg di bawah garis "A" atau PI kurang dari A Batas Atterberg di atas garis "A" dengan PI lebih besar dari 7 Di atas garis "A" dengan PI antara 4 dan 7 berarti ada di garis batas dan memerlukan dua simbol. Tidak memenuhi semua persyaratan untuk SW Di atas garis "A" dengan PI antara 4 dan 7 berarti ada di garis batas dan memerlukan dua simbol. Berikan nama jenis; tunjukkan tingkat dan sifat besarnya plastisitas dan ukuran maks. butir kasar; warna dalam kondisi basah, bau (kalau berbau), nama setempat atau geologis, dan informasi deskriptif yang relevan lainnya; dan simbol dalam tanda kurung. Untuk tanah tidak terganggu, tambahkan informasi mengenai struktur, perlapisan konsistensi dalam keadaan tak terganggu, kondisi kelembapan dan drainase. Contoh : Lumpur lanauan coklat, agak plastis; persentase pasir halusnya rendah; terdapat lubnag-lubang akar vertikal; kuat dan kering di tempat, lus; (ML) 3-13

TANAH BERBUTIR HALUS Lebih dari separoh bahan lebih kecil dari ukuran ayak No. 00 TANAH BERBUTIR KASAR Lebih dari separoh bahan lebih besar dari ukuran ayak No. 00 (Ayak No. 00 sebesar kurang dari partikel terkecil yang bisa dilihat dengan mata telanjang) PASIR Lebih separoh dari fraksi kasar lebih kecil dari ukuran ayak No. 4 KERIKIL Lebih separoh dari fraksi kasar lebih besar dari ukuran ayak No. 4 (Untuk klasifikasi visual, ukuran 1/4 dapat dianggap sama dengan ukuran ayak No. 4) Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Tabel 3.6 Kriteria klasifikasi tanah secara laboratoris dari USBR/ USCE (lanjutan) PROSEDUR IDENTIFIKASI LAPANGAN (Tidak termasuk partikel-partikel yang lebih besar dari 3 inci dan mendasarkan fraksi pada berat perkiraan) PROSEDUR IDENTIFIKASI BUTIR YANG LEBIH KECIL DARI UKURAN AYAK NO. 40 LANAU DAN LEMPUNG Batas cair kurang dari 50 LANAU DAN LEMPUNG Batas cair lebih dari 50 KERIKIL BERSIH (dengan sedikit/ tanpa bahan halus) KERIKIL DENGAN BAHAN HALUS (bahan halus cukup banyak) PASIR BERSIH (dengan sedikit/ tanpa bahan halus) PASIR DENGAN BAHAN HALUS (bahan halus cukup banyak) TANAH ORGANIK TINGGI Bermacam-macam ukuran butir dan partikel berukuran sedang dalam jumlah besar. Ada satu ukuran dominan, atau berbagai ukuran dengan beberapa ukuran sedang hilang. Bahan halus nonplastis (untuk prosedur identifikasi lihat ML di bawah ini). Bahan halus plastis (untuk prosedur identifikasi lihat CL di bawah ini) Bermacam-macam ukuran butir dan partikel berukuran sedang dalam jumlah besar. Ada satu ukuran dominan, atau berbagai ukuran dengan beberapa ukuran sedang hilang. Bahan halus nonplastis (untuk prosedur identifikasi lihat ML di bawah ini). Bahan halus plastis (untuk prosedur identifikasi lihat CL di bawah ini) KEKUATAN KERING (KARAKTERISTIK PECAH) Nol sampai rendah Sedang sampai tinggi Rendah sampai sedang Rendah sampai sedang Tinggi sampai sangat tinggi Sedang sampai tinggi DILANTASI (REAKSI TERHADAP GETARAN) Cepat sampai lambat Nol sampai sangat lambat KEKERASAN (KEKENTALAN MENDEKATI BATAS PLASTIS) Nol Sedang Lambat Rendah Lambat sampai Nol Nol Tinggi Nol sampai sangat lambat Rendah sampai sedang Rendah sampai sedang Mudah dikenali lewat warna, bau, empuk spt spon, dan sering lewat jaringannya yang tampak seperti serat SIMBOL KELOMPOK 1) GW Kerikil gradasi, baik campuran kerikil-pasir, dengan sedikit atau tanpa bahan halus GP kerikil gradasi jelek, campuran kerikil-pasir, dengan sedikit/ tak berbahan halus GM Kerikil lanauan, campuran kerikil-pasir lanau bergradasi jelek GC Kerikil lumpuran, campuran kerikil-pasir lanau bergradasi jelek SW Pasir gradasi baik, pasir kerikilan, dengan sedikit atau tanpa bahan halus SP Pasir gradasi jelek, pasir kerikilan; dengan sedikit/ tanpa bahan halus SM Pasir lanauan, campuran pasir-lanau bergradasi jelek SC Pasir lempungan, campuran pasir lempung bergradasi jelek ML Lanau inorganik dan pasir, batu tumbuk yang amat halus, pasir lanauan atau halus, plastisitas rendah CL Lempung liat inorganik dengan plastisitas rendah sampai sedang, lempung lanauan pasiran, kerikilan, dan lempung kurus OL Lanau organik dan lanau-lempung dengan plastisitas rendah MH Lanau inorganik, pasir halus bermika/ diatomea atau tanah lanauan, lanau elastis CH Lanau inorganik dengan plastisitas tinggi, lempung gemuk OH Lempung organik dengan plastisitas sedang sampai tinggi Pt Tanah gambut dan jenis-jenis tanah organik tinggi yang lain 1. Klasifikasi menurut kebulatan : tanah-tanah yang memiliki karakteristik dua kelompok ditunjukkan dengan dua simbol kelompok, misalnya GW - GC, campuran kerikil-pasir halus dengan pengikat lempung. Ukuran-ukuran ayak dalam tabel ini menurut standar Amerika. NAMA JENIS DISADUR OLEH US CORPS OF ENGINEER AND US BUREAU OF RECLAMATION, JANUARI 195 3-14

Gambar 3.3 Kecepatan-kecepatan dasar untuk tanah koheren (SCS) 3-15

Gambar 3.4 Faktor-faktor koreksi terhadap kecepatan dasar (SCS) V maks = Vb x A x B x C dimana ; Vmaks Vb A B C = kecepatan maksimum yang diizinkan m/dt = kecepatan dasar m/dt = faktor koreksi untuk angka pori permukaan saluran = faktor koreksi untuk kedalaman air = faktor koreksi untuk lengkung dan kecepatan dasar yagn diizinkan Vba = Vb x A 3-16

3-17

Tabel 3.7 Karakteristik saluran yang dipakai dengan gambar 3.5. Debit Kemiringan talud Perbandingan b/h Faktor (m 3 /dt) 1 : m n kekasaran k 0.15-0.30 1.0 1.0 35 0.30-0.50 1.0 1.0-1. 35 0.50-0.75 1.0 1. - 1.3 35 0.75-1.00 1.0 1.3-1.5 35 1.00-1.50 1.0 1.5-1.8 40 1.50-3.00 1.5 1.8 -.3 40 3.00-4.50 1.5.3 -.7 40 4.50-5.00 1.5.7 -.9 40 5.00-6.00 1.5.9-3.1 4.5 6.00-7.50 1.5 3.1-3.5 4.5 7.50-9.00 1.5 3.5-3.7 4.5 9.00-10.00 1.5 3.7-3.9 4.5 10.00-11.00.0 3.9-4. 45 11.00-15.00.0 4. - 4.9 45 15.00-5.00.0 4.9-6.5 45 5.00-40.00.0 6.5-9.0 45 3.1.3 Perencanaan Profil Saluran Dalam merencanakan saluran, ikutilah langkah-langkah berikut ; a). Tentukan debit rencana serta kemiringan yang terbaik untuk tiap ruas saluran, berdasarkan kemiringan medan yang ada dan tinggi bangunan sadap tersier yang diperlukan. Ini menghasilkan titik dengan harga khusus Qd dan I. b). Plotlah titik-titik Qd I untuk masing-masing saluran berikutnya, mulai dari bangunan utama hingga ujung saluran sekunder dan tariklah garis melalui titiktitik ini. Dalam gambar 3.5 diberikan contoh dua garis untuk dua jaringan saluran yang berbeda. Perlu diingat bahwa garis-garis ini bisa berbeda untuk jaringan-jaringan saluran lainnya. c). Tentukan harga kecepatan dasar yang diizinkan Vba bagi setiap ruas saluran berdasarkan kondisi tanah dengan gambar 3.3b. Misalnya ; jaringan irigasi 3-18

akan dibangun pada bahan tanah yang terdiri dari lempung CL dengan harga indeks plastisitas PI di atas 16 dan kandungan sedimen dibawah 1.000 ppm. Ini menghasilkan Vb-1 m/dt. Angka tanah tersebut lebih dari 0.8 dan oleh sebab itu, faktor koreksi A pada gambar 3.4a sekurang-kurangnya 1.0. Ini menghasilkan kecepatan dasar yang diizinkan Vba = Vb x A = 1.0 x 1.0 = 1.0 m/dt untuk seluruh daerah proyek. d). Garis-garis Qd I A dan B mempunyai harga-harga dengan menurunnya harga Qd. I R yang makin besar Hal ini berarti bahwa harga kapasitas angkutan sedimen di kedua jaringan saluran tersebut makin bertambah besar ke arah hilir. Diperkirakan sedimentasi tidak akan terjadi. e). Garis-garis Qd-I,menunjukkan bahwa kecepatan dasar rencana Vbd jelas di bawah 0,70 m/dt. Karena kecepatan dasar rencana yang diizinkan (langkah 3) dihitung 1.0 m/dt, maka diperkirakan tidak akan timbul masalah erosi. f). Potongan melintang dihitung dengan Qd-I kurve Gambar 3.5 sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 3.8 dan 3.9. Harga-harga untuk kolom,3 dan 4 diambil dari kriteria perencanaan. Harga-harga pada kolom 6,7,8 dan 9 dihitung dengan rumus strickler, sedangkan pada kolom 10 dihitung dengan cara membagi harga kecepatan rencana pada kolom 8 dengan faktor koreksi kedalaman B dari Gambar 3.4. g). Harga-harga kemiringan saluran mungkin harus dimodifikasi sebagai berikut ; Jika Vbd melampui Vba, maka harga kemiringan saluran diambil lebih rendah dan mungkin diperlukan bangunan terjun. Bila kemiringan saluran pada langkah 1 untuk suatu ruas ternyata lebih landai dari kemiringan yang dibutuhkan untuk garis I R yang baik, maka kemiringan tersebut akan ditambah dan sebagai akibatnya pelaksanaan dilakukan pada timbunan. Tabel 3.8 dan 3.9 memberikan potongan melintang untuk harga-harga debit rencana yang dipilih. Untuk harga Qd yang lain, potongan melintang dihitung dengan mengambil harga-harga m,n dan k dari kriteria perencanaan dan potongan memanjang diambil dari grafik perencanaan saluran. 3-19

Tabel 3.8 Data Profil saluran Garis A Q k I h b v I(R) 1/ v bd m n (m 3 /dt) (m 1/3 /det) (10-3 ) m m m/dt (10-4 ) m/dt 1 3 4 5 6 7 8 9 10 0.30 1.0 1.0 35 0.56 0.6 0.6 0.39 3.19 0.4 0.50 1.0 1. 35 0.50 0.73 0.88 0.4 3.16 0.44 0.75 1.5 1.3 35 0.46 0.78 1.0 0.44 3.07 0.46 1.5 1.5 1.8 40 0.39 0.9 1.66 0.54.9 0.55 3.0 1.5.3 40 0.3 1.16.66 0.59.76 0.57 4.5 1.5.7 40 0.8 1.3 3.57 0.61.63 0.58 6.0 1.5 3.1 4.5 0.5 1.41 4.37 0.66.46 0.61 7.5 1.5 3.5 4.5 0.3 1.5 5.5 0.67.36 0.6 9.0 1.5 3.7 4.5 0.1 1.6 5.93 0.67.4 0.61 11.0.0 4. 45 0.0 1.6 6.71 0.70 5 0.64 15.0.0 4.9 45 0.17 1.76 8.64 0.70 1.94 0.63 5.0.0 6.5 45 0.15 1.98 0.74 1.87 0.64 40.0.0 9.0 45 0.13.19 19.73 0.74 1.79 0.65 Tabel 3.9 Data Profil saluran Garis B Q k I h b v I(R) 1/ v bd m n (m 3 /dt) (m 1/3 /det) (10-3 ) m m m/dt (10-4 ) m/dt 1 3 4 5 6 7 8 9 10 0.30 1.0 1.0 35 0.44 0.65 0.65 0.36.56 0.39 0.50 1.0 1. 35 0.38 0.77 0.9 0.38.46 0.40 0.75 1.5 1.3 35 0.35 0.8 1.07 0.40.4 0.41 1.5 1.5 1.8 40 0.30 0.97 1.74 0.49.3 0.49 3.0 1.5.3 40 0.5 1.1.79 0.54.1 0.5 4.5 1.5.7 40 0.5 1.38 3.71 0.57.51 0.53 6.0 1.5 3.1 4.5 0.0 1.47 4.55 0.60.01 0.56 7.5 1.5 3.5 4.5 0.19 1.55 5.44 0.6 1.99 0.57 9.0 1.5 3.7 4.5 0.175 1.66 6.14 0.63 1.9 0.57 11.0.0 4. 45 0.16 1.67 7.00 0.64 1.75 0.58 15.0.0 4.9 45 0.145 1.8 8.91 0.66 1.68 0.59 5.0.0 6.5 45 0.13.05 13.34 0.70 1.64 0.61 40.0.0 9.0 45 0.1.3 0.03 0.73 1.6 0.6 3-0

3-1

Cara I Untuk Saluran Tersier, Sekunder dan Primer Tabel 3.10 Perhitungan untuk saluran tersier, sekunder dan primer Q v (m/dt) b/h (m 3 /dt) utk lempung biasa Talud utk lempung biasa 0-0.150 1 0.5 1 : 1 0.150-0.300 1 0.30 1 : 1 Nilai K 0.300-0.400 1.5 0.35 1 : 1 0.400-0.500 1.5 0.40 1 : 1 50 Untuk saluran-saluran yang 0.500-0.750 0.45 1 : 1 dipelihara baik, dengan debit 0.750-1.50 0.50 1 : 1 diatas 10 m 3 /dt 1.50-3.00.5 0.55 1 : 1.5 47.5 dengan debit 5-10 m 3 /dt 3.00-4.50 3 0.60 1 : 1.5 45.0 dengan debit dibawah 5 m 3 /dt 4.50-6.00 3.5 0.65 1 : 1.5 4.5 untuk saluran muka 6.00-7.50 4 0.70 1 : 1.5 40.0 untuk saluran tersier 7.50-9.00 4.5 0.70 1 : 1.5 60.0 untuk saluran pasangan 9.00-11.00 5 0.70 1 : 1.5 11.00-15.00 6 0.70 1 : 1.5 15.00-5.00 8 0.70 1 : 5.00-40.00 10 0.75 1 : 40.00-80.00 1 0.80 1 : Keterangan Bila B nh V = tabel Rumus yang dipakai : Caranya : Q Q = A x V R = P A V = k. R /3. I 1/ I = V k.r = diketahui / 3 V, k, n = b/h didapat dari tabel Q V A = m nh h b F H = didapat = n..h didapat dan dibulatkan = (b + mh)h dengan menggunakan rumus ini = dapat dicari lagi 3 -

P = b + (h R = R /3 A P = didapat 1 m ) I = V k.r / 3 Cara II Untuk Saluran Tersier, Sekunder dan Primer Tabel 3.11 Perhitungan untuk saluran tersier, sekunder dan primer Q v (m/dt) b/h (m 3 /dt) utk lempung biasa Talud utk lempung biasa 0-0.150 1 0.5-0.30 1 : 1 0.150-0.300 1 0.30-0.35 1 : 1 Nilai K 0.300-0.400 1.5 0.35-0.40 1 : 1 0.400-0.500 1.5 0.40-0.45 1 : 1 50 Untuk saluran-saluran yang 0.500-0.750 0.45-0.50 1 : 1 dipelihara baik, dengan debit 0.750-1.50 0.50-0.55 1 : 1 diatas 10 m 3 /dt 1.50-3.00.5 0.55-0.60 1 : 1.5 47.5 dengan debit 5-10 m 3 /dt 3.00-4.50 3 0.60-0.65 1 : 1.5 45.0 dengan debit dibawah 5 m 3 /dt 4.50-6.00 3.5 0.65-0.70 1 : 1.5 4.5 untuk saluran muka 6.00-7.50 4 0.70 1 : 1.5 40.0 untuk saluran tersier 7.50-9.00 4.5 0.70 1 : 1.5 60.0 untuk saluran pasangan 9.00-11.00 5 0.70 1 : 1.5 11.00-15.00 6 0.70 1 : 1.5 15.00-5.00 8 0.70 1 : 5.00-40.00 10 0.75 1 : 40.00-80.00 1 0.80 1 : Keterangan Bila B nh V = tabel Rumus yang dipakai : Caranya : Q Q = A x V R = P A V = k. R /3. I 1/ I = V k.r = diketahui / 3 3-3

V, k, n = b/h didapat dari tabel Q V A = m n h h = didapat b = n..h didapat dan dibulatkan F = (b + mh)h dengan menggunakan rumus ini H = dapat dicari lagi P = b + (h 1 m ) Tabel 3.1 Nilai perbandingan antara P dan h m n P 1 1 3.88 h 1 4.88 h 1.5 3 6.606 h 1.5 4 7.606 h 1.5 5 8.606 h 8 1.47 h 1 16.47 h 1 1.5 4.38 h 1.5 5.38 h 1.5 3.5 7.106 h 1.5 4.5 8.106 h 1.5 6 9.606 h 10 14.47 h R = R /3 A P = didapat V I = / 3 k.r 3-4

Cara III Urutan perhitungan dimensi saluran primer dan sekunder 1. Ambil skema saluran irigasi (hasil perencanaan). Tentukan saluran dari bendung sampai dengan saluran sekunder ruas terakhir, kemudian sekunder lainnya. 3. Hitung debit rencana saluran primer Qd = (A x NFR)/ (et x es x ep) 4. Hitung debit rencana saluran sekunder Qd = (A x NFR)/ (et x es x ep) 5. Tentukan kemiringan saluran I dari keadaan medan as saluran dengan tabel 3.3 6. Tentukan n, m dan k dengan melihat Qd dan tabel 3.7 7. Hitung lebar saluran b dan dalam air di saluran h dengan rumus di bawah ini dan tabel 3.4 dan 3.5 Q = A x V V = k.r /3.I 1/ A = (n + m)h = ah P = (n + 1 m )h = ph R = A/P = (a/p) h = ch Q = ah. k. (ch) /3. I 1/ ah. (ch) /3 = Q/k. I 1/ h 6/3. h /3 = Q/a. c /3. k. I 1/ h 8/3 = Q/a. c /3. k. I 1/ 8. Hitung lagi V = Qd/ (b.h + mh ) 9. Hitung I R 10. Dari data h tentukan faktor koreksi B denga melihat gambar 3.4 11. Hitung Vbd = V/B 1. Lakukan pengecekan dasar recana Vbd dengan Vbd 13. Bila Vbd > Vba saluran akan tererosi jadi V harus dikurangi atau i dilandaikan 3-5

Kandungan sedimen Plastik Indek < 1000 ppm > 0.000 ppm PI Lihat gambar 3.3 Kecepatan dasar Vb Jenis warna tanah dasar saluran Lempung CL Lihat gambar 3.4 Faktor koreksi A Kecepatan dasar yang diizinkan Nilai banding rongga Lihat gambar 3.4 Kecepatan max yang diizinkan Dalam air di saluran h Faktor koreksi B Jari-jari hidrolis Lebar permukaan air R = A/P R/(b+mh) (b+mh) Lihat gambar 3.4 Faktor koreksi C Kecepatan dasar rencana Qd/A V Bila Vbd > Vba maka kecepatan V dikurangi atau kemiringan I dilandaikan Gambar 3.7 Flowchart Pengecekan kecepatan Dasar Rencna Vbd Vba Vmax Vbd = Vb x A = Vb x A x B x C = V/B 3-6

3. Perhitungan Elevasi Muka Air Rencana Untuk menentukan muka air rencana saluran harus tersedia data-data topografi yang lengkap misalnya ; a). peta lay out skala 1:5000 b). peta trase saluran skala 1:000 c). potongan memanjang as saluran/ rencana saluran skala horisontal 1:000 dan vertikal 1:00 d). potongan melintang setiap jarak 50 m e). elevasi sawah 7.5 meter dari as saluran irigasi atau pembuang tersier atau kwarter harus diketahui. Hal ini penting karena ; a). saluran kwarter harus dapat memberikan air ke sawah-sawah yang direncanakan akan diairi b). pembuang kwarter dan tersier harus dapat menerima kelebihan air dari sawah di dekatnya c). jalan inspeksi atau jalan petani 0,5 m diatas permukaan sawah disekitarnya Pada waktu menentukan elevasi tanah sawah tertinggi di sawah dalam petak tersier hendaknya selalu diingat apakah daerah itu sudah diratakan atau akan diratakan dimasa yang akan datang. Kadang-kadang tidak diajukan untuk mengairi bagian petak tersier yang sangat tinggi, karena ini akan memerlukan muka air yang lebih tinggi di saluran tingkat sekunder dan primer. Biaya pelaksanaan yang amat besar akan diperlukan untuk ini. Sebagai contoh penentuan muka air disaluran induk (primer) atau sekunder dapat dilhat pada halaman berikut. Gambar 3.8 Elevasi bangunan sadap tersier yang diperlukan 3-7

Elevasi muka air yang diperlukan disaluran primer/ sekunder di hulu bangunan sadap tersier dapat ditentukan dengan rumus berikut ; P = A + a + b + n.c + d+ m.e + f + g + H + z dimana ; P = muka air yang dibutuhkan jaringan utama di hulu bangunan sadap tersier A = elevasi sawah yang menentukan di petak tersier a = kedalaman air disawah (~ 10 cm) b = kehilangan tinggi energi dari saluran kuarter sampai sawah (~ 10 cm) c = kehilangan tinggi energi di boks bagi kuarter (5 15 cm/boks) n = jumlah boks bagi kuarter pada saluran yang direncana d = kehilangan tinggi energi selama pengaliran di saluran tersier dan kuarter (I x L cm) e = kehilangan tinggi energi di boks bagi tersier (~ 10 cm/boks) m = jumlah boks tersier pada saluran yang direncana f = kehilangan tinggi energi di gorong-gorong (~ 5 cm per gorong-gorong) z = kehilangan tinggi energi bangunan-bangunan tersier yang lain g = kehilangan tinggi energi di pintu romijn (~ /3 H) H = variasi tinggi muka air di jaringan utama di hulu bangunan sadap tersier (- 0.18 h100) h100 = kedalaman air rencana di saluran primer atau sekunder pada bangunan sadap 3.3 Dimensi Bangunan Air 3.3.1 Dimensi Bangunan Utama (Bendung) a). Peil Mercu Bendung 1. Elevasi Peil mercu bendung ditentukan oleh beberapa macam faktor, antara lain elevasi sawah tertinggi yang akan diairi, tingginya air di sawah, kehilangan tekanan pada pemasukan kesaluran-saluran, pada alat-alat ukur, pada bangunan-bangunan lain yang terdapat di saluran dan sebagainya. 3-8

Pada umumnya angka-angka patokan dibawah ini dapat dipakai ; Tabel 3.13 Angka-angka acuan untuk penetapan kehilangan tekan Uraian Elevasi sawah tertinggi Tingginya air disawah Kehilangan tek. Dari tersier ke sawah Kehilangan tek. dari sekunder ke tersier Kehilangan tek. dari primer ke sekunder Kehilangan tek. karena miring saluran Kehilangan tek. di alat-alat ukur Kehilangan tek. dari sungai ke primer Persediaan tek. karena ekploitasi Persediaan untuk lain-lain bangunan Peil mercu bendung Elevasi + x 0.10 0.10 0.10 0.10 0.15 0.40 0.0 0.10 0.5 X + 1.50 m (ini belum termasuk kehilangan air akibat jarak antara sawah dan bendung). Angka diatas hanyalah sekedar untuk acuan bila data-data yang lengkap tidak tersedia. Sudah barang tentu angka-angka tersebut akan berubah sesuai dengan kebutuhan. Perlu dijelaskan disini bahwa persediaan tekanan karena ekploitasi ini adalah perlu, sebab pada saat muka air di sungai mencapai peil normal, yaitu setinggi mercu bendung, maka karena kemungkinan adanya gelombang, sebagian airnya akan melimpasi mercu. Dalam hal ini berarti bahwa peil air normal sebenarnya tidak lagi setinggi mercu bendung, tetapi kurang dari itu, dan di taksir 10 cm di bawahnya. Karena itu dalam exploitasi dan dalam perhitungan pintu intake dianggap bahwa peil air normal sungai adalah 10 cm di bawah peil mercu.. Tinggi Bendung Yang dimaksud dengan tinggi bendung disini adalah jarak antara lantai muka bendung sampai puncak bendung (P). Dalam hal ini belum ada ketentuan yang tegas mengenai harga P. Tetapi dilihat dari segi stabilitas bendung maka dapatlah dianjurkan agar : P < 4 m dengan minimum P = 0,5 H. 3-9

Mengenai lantai muka bendung, jika bendung tersebut dibangun di palung sungai maka peilnya adalah peil dasar sungai ditempat rencana bendung, agar tidak merubah terlalu banyak sifat pengalirannya. Jika bendung dibangun di coupure sedapat mungkin peilnya sama dengan peil dasar sungai. Akan tetapi bila ternyata P > 4 m maka peil lantai muka dapat dipasang lebih tinggi sepanjang tidak mengganggu konstruksi pintu pemasukan. Dan dengan demikian maka penggalian coupure akan menjadi sedikit, tidak perlu dalam-dalam. b). Lebar Bendung Yang dimaksud dengan lebar bendung adalah jarak antara tembok pangkal disatu sisi dan tembok pangkal disisi yang lain. Untuk tidak terlalu banyak mengganggu aliran sungai setelah ada bendung maka yang paling ideal, lebar bendung adalah sama dengan lebar normal sungai. Jadi B = Bn. Akan tetapi oleh karena satu dan lain hal, bila ternyata dengan lebar yang sama dengan lebar normal sungai akan mengakibatkan tingginya air diatas mercu tinggi sekali, maka lebar bendung masih dapat dibesarkan samap 6/5 Bn. Jadi B < 6/5 Bn Jika B terlalu kecil maka tinggi air di atas mercu akan membesar dan ini menuntut tanggul di udik bendung yang tinggi, atau luas genangan di udik bendung bertambah. Sementara itu pasangan untuk tubuh bendung menjadi sedikit. Jika B terlalu besar maka pasangan untuk tubuh bendung menjadi besar dan karena adanya pelebaran profil sungai dari profil normalnya, akan terjadi pengendapan di depan bendung. Ini akan berakibat terjadinya aliran melintang yang tidak dikehendaki. Sebaliknya tanggul tidak usah terlalu tinggi. Hal-hal diatas hendaknya menjadi pertimbangan dalam menetapkan lebar bendung. 3-30

1. Lebar Efektif Tidak seluruh lebar bendung ini akan bermanfaat untuk melewatkan debit, oleh karena kemungkinan adanya pyler-pyler dan pintu-pintu penguras. Lebar bendung yang bermanfaat untuk melewatkan debit disebut lebar efektif. Sudah barang tentu lebar efektif ini kurang dari lebar seluruhnya atau paling besar adalah sama. Untuk menetapkan besarnya lebar efektif perlu diketahui mengenai ekploitasi bendung. Pada saat air banjir datang maka pintu bilas dan pintu-pintu lain harus tertutup. Hal ini untuk mencegah masuknya benda-benda hanyut yang akan menyumbat pintu bilas (bila pintu terbuka) dan masuknya air banjir ke saluran. Selain itu bila pintu bilas tertutup, ujung atas pintu tidak boleh lebih tinggi dari mercu bendung, sehingga air bisa lewat di atas pintu. Karena pengaliran air diatas pintu lebih sukar dari pada pengaliran diatas mercu bendung, maka kemampuan pintu bilas untuk mengalirkan air dianggap hanya 80 % saja. Atas penjelasan-penjelasan diatas maka dapat disimpulkan sebagai berikut ; B B ef ef B b t 0.80b B t 0.0b dimana ; Bef B t b = lebar efektif bendung = lebar seluruh bendung = jumlah tebal pilar-pilar = jumlah lebar pintu-pintu bilas. Tebal Pilar Pilar-pilar yang terdapat pada tubuh bendung kemungkinan adalah pilarpilar jembatan dan pilar-pilar pintu bilas. Tebal pilar jembatan ditentukan oleh beban yang akan ditanggungnya. Namun demikian sebagai pegangan untuk merencanakan bendungnya dapat diambil sebesar 3-31

antara m sampai 3 m untuk pasangan batu kali, dan antara 1 m sampai m untuk pasangan dari beton. Tebal pilar pintu bilas, tergantung ada atau tidaknya pengambilan lewat tubuh bendung dan tergantung dari lebar pintu bilas serta tingginya pilar itu sendiri. Jika ada pengambilan lewat tubuh bendung maka tentu harus ada pintu dan schotbalk pada pilar tersebut, sehingga pilar akan tebal. Demikian pula jika pintu bilas lebar, akan membutuhkan sponing perletakan yang dalam pada pilar dan pilar akan lebih tebal. Jika t = lebar coakan maka t t dengan minimum 1 m. 3. Lebar pintu penguras (bilas) Berhubung pintu penguras berfungsi untuk menguras bahan-bahan endapan dan pintunya sendiri harus diangkat pada waktu pengurasan, maka lebarnya tidak boleh terlalu kecil atau terlalu lebar. Jika lebar pintu terlalu kecil maka efek pengurasan akan kecil pula. Tetapi jika terlalu besar maka pintu akan menjadi berat dan sukar diangkat. Sebagai patokan lebar pintu penguras bisa diambil harga terbesar antara; 1/ lebar pintu intake, atau 1/10 lebar bendung B). Jika kita memiliki data-data yang cukup, maka rumus-rumus dibawah ini dapat pula dipakai; Vc 1,5C q V 3/ g Bp q / q d dimana ; Vc = kecepatan kritis yang diperlukan pengurasan (m/det) C = koefisien (tergantung dari bentuk endapan) harga C bergerak antara 3, dan 5.5. d = diameter terbesar dari endapatn (m) q = debit pengurasan per satuan lebar Q = debit pengurasan (m 3 /det) g = percepatan gravitasi Bp = lebar pintu penguras (m) 3-3

c). Muka Air Maksimum di Sungai Yang dimaksud adalah tinggi air banjir di sungai sebelum ada bendung. Ini akan sama dengan tingginya air banjir di hilir bendung setelah adanya bendung, karena profil sungai disitu tidak dirubah. 1. Miring sungai rata-rata Dari profil memanjang sungai dicari kemiringan sungai rata-rata. Garis miring sungai rata-rata digambar pada potongan memanjang sungai, sehingga bagian atas dan bagian bawah yang terpotong mempunyai jumlah luas yang kira-kira sama. Gambar 3.9 Sketsa kemiringan sungai. Profil melintang Dipilih beberapa profil melintang yang baik untuk mengetahui tingginya air untuk debit tertentu. Yang dimaksud dengan profil melintang yang baik adalah profil dititik potong antara garis miring sungai rata-rata dan garis profil memanjang. Pada profil-profil melintang ini digambarkan sesuatu tinggi air dan akan didapat luas penampang basah serta keliling basahnya. Harga-harga ini dirata-ratakan sehingga hanya didapat satu angka untuk luas penampang basah dan satu harga keliling basah. Minimum diambil 3 profil melintang, misalnya profil 1, dan 3 (gambar diatas). 3. Rumus pengaliran Rumus-rumus yang dipergunakan dalam perhitungan ini ialah ; De Chezy : V C RI Bazin : 87 C 1 R R = P A dan Q V. A 3-33

dimana ; Q = debit sungai (m 3 /det) V = kecepatan (m/det) A = luas penampang basah (m ) C = koef. kecepatan, (fungsi dari bentuk profil dan kekasarannya) R = jari-jari hydraulis (m) I = miring sungai rata-rata P = keliling basah (m) = koef. kekerasan Untuk sungai harga dapat diambil antara 1.50 dan 1.75. Dari rumusrumus di atas dapat dilihat bahwa nilai-nilai R, C, A dan P adalah fungsi dari h (tinggi air di sungai). Jadi Q adalah fungsi dari h pula. Apa yang hendak kita ketahui adalah pada tinggi berapa atau pada peil muka air berapa Q desain terjadi. Karenanya setelah didapat hargaharga rata-rata dari A dan P pada profil melintang yang telah dipilih, berarti didapat pula harga R rata-rata maka dengan menggunakan rumus-rumus diatas akan kita ketahui harga Q pada tiap-tiap harga h tertentu. Dengan memilih harga-harga h akan didapatkan beberapa hubungan antara h dan Q. Titik-titik ini digambarkan dalam suatu grafik dan disebut grafik langsung debit. Dan dengan perantaraan grafik tersebut akan didapatkan harga h untuk pada P desain, cara ini dilakukan, karena dengan menggunakan secara langsung rumus-rumus diatas akan sukar, berhubung kita akan menjumpai persamaan pangkat 3/. 4. Sifat pengaliran Yang dimaksud disini adalah sifat pengaliran lewat bendung. Sifat pengaliran disebut sempurna, kalau debit-debit pengalirannya tidak dipengaruhi oleh tingginya air di belakang bendung. Dan sebaliknya adalah pengaliran tak sempurna. Syarat suatu pengaliran disebut sempurna adalah bila tingginya air dibelakang bendung, di atas mercu tidak melebihi /3 ho kalau ho adalah tinggi air diatas di udik mercu. Sudah barang tentu bahwa rumus-rumus pengaliran sempurna dan tidak sempurna adalah berbeda. Hal ini akan kita bicarakan berikut mengenai tingginya air banjir dipuncak bendung. 3-34

Jadi setelah peil mercu kita tetapkan dan muka air di hilir bendung kita ketahui, maka akan diketahui pula sifat pengalirannya. 5. Muka air maksimum diatas mercu Yang dimaksud dengan muka air diatas mercu adalah muka air sedikit di udik mercu, sebelum muka air itu merubah bentuknya menjadi melengkung ke bawah. Tinggi air maximum di atas mercu, sampai sekarang belum ada ketentuan yang pasti. Tetapi dilihat dari segi keamanan stabilitas bendung ukurang pintu-pintu, tinggi tanggul banjir dan sebagainya. Maka dianjurkan untuk tidak melebihi 4.50 meter. Untuk mencari tinggi air maximum di atas mercu bendung, tergantung dari sifat pengalirannya. Pengaliran Sempurna Rumus Bundschu : Q m. b. d d / 3H H h k q. d harga-harga dan m dicari dari rumus-rumus Verwoerd sebagai berikut; 3 1 k 4 / 7.m h h p h m 1,49 0,0185 r dimana ; Q = debit yang lewat diatas mercu (m 3 /dt) b = lebar efektif bendung (m) h = tinggi air (depan) diatas mercu (m) k = tinggi energy kecepatan (m) g = percepatan gravitasi (m/dt 1/ ) m = koefisien pengaliran p = tinggi bendung (m) r = jari-jari pembulatan puncak mercu (m) 3-35

Untuk menentukan harga r, dipakai cara Kregten (sebagai pendekatan) yaitu : dengan mengambil harga m = 1.34 harga yang baik untuk H/r adalah 3.80. Jadi dipakai terlebih dahulu pendekatan ; Q mb.. d g. d dengan m = 1.34 Setelah didapat harga d maka H pun didapat dan selanjutnya harga r diketahui pula. Harga r sebaiknya dibulatkan keatas sampai ukuran yang baik (misalnya kelipatan perempat m). Setelah harga r ditetapkan maka dengan berbagai-bagai harga h akan didapat hargaharga Q. Dengan membuat lengkung debitnya, maka akan didapat harga h yang sesuai dengan Q desain. Pengaliran tak sempurna Untuk ini dipakai rumus ; V Q b0.43 z th1 g Tabel 3.14 Harga h1/h, t dan V g z g h 1 /h 0.05 0.10 0.0 0.30 0.40 0.50 0.60 0.70 0.80 0.90 0.31 0.39 0.48 0.54 0.57 0.59 = t 0.59 0.61 0.64 0.69 =.3 Gambar 3.10 Sketsa bendung dan potongan di hilir bendung 3-36

h 1/.P V Q/ A A B mh 1/.P Back Water Curve Yang dimaksud adalah kurva untuk mengetahui sampai dimana pengaruh kenaikan muka air setelah adanya pengempangan oleh bendung. Banyak teori yang mempelajari problema ini, antara lain dengan cara Bresse, Direct Method, Standard Method, Integration Method dan sebagainya. Akan tetapi untuk praktisnya dapat dipakai rumus sebagai berikut ; L = h/i dimana ; L = panjangnya pengaruh pengempangan kearah udik, dihitung dari titik bendung i = miring sungai h = tinggi kenaikan muka air di titik bendung, akibat pengempangan Gambar 3.11 Sketsa back water Jadi di sebelah udik titik A pengempangan sudah tidak mempunyai pengaruh lagi. Dan tinggi air disitu sudah sama seperti sebelum adanya bendung. Jadi peninggian tanggul sepanjang sungai itu diperlukan hanya antara titik A dan B saja. 3-37

6. Tipe Bendung Beberapa tipe bendung yang dikenal antara lain seperti gambar dibawah ini; Gambar 3.1 Tipe-tipe bendung Pemakaian Tipe-tipe ; Tipe A disebut pula sebagai tipe Vlugter. Dipakai pada tanah dasar aluvial dengan sungai yang tidak banyak membawa batubatu yang besar. Tipe ini adalah tipe yang banyak digunakan di Indonesia dan ternyata dari beberapa konstruksi yang telah dibangun menunjukkan hasil yang baik. Tipe A dikenal pula sebagai tipe Schoklistch tipe ini adalah sama sifatnya dengan tipe Vlugter, dan dipakai apabila pada tipe vlugter harga R atau D terlalu besar, sehingga penggalian untuk lantai ruang olakan beserta koperannya terlalu dalam. Apabila R kira-kira sekitar 8 m atau lebih, atau apabila H sekitar 4,50 m atau lebih, dipakailah tipe schoklitsch ini. 3-38

Tipe B tipe ini digunakan pada tanah dasar yang lebih baik daripada aluvial, dengan sungai yang membawa banyak batu-batuan. Agar tidak cepat tergerus, maka koperannya harus masuk kedalam tanah dasar dengan biasanya minimum 4 m. Jika nantinya setelah bendung tersebut dipakai dan ternyata terjadi gerusan sehingga koperan yang tinggal di dalam tanah hanya 1/3 nya, maka dibelakang koperan lama dibuat koperan baru sedalam 4 m lagi, dengan bidang kontak 1/ nya atau 1/3 nya. Gambar 3.13 Sketsa koperan pada bendung Tipe C tipe ini biasanya digunakan pada waktu-waktu sebagai spillway. Yakni spillway dari high-dam, dengan terjunan yang tinggi dan dengan air yang bersih. Disini kita hanya akan mempelajari tipe A saja, sebagai tipe yang sudah banyak dipakai di Indonesia. 7. Ukuran Hidrolis Bendung Yang dimaksud sebagai ukuran hidrolis bendung adalah dimensi bendung yang diakibatkan oleh sentuhan langsung karena pengaliran air. Untuk tipe Vlugter dipakai ketentuan-ketentuan seperti dibawah ini; 3-39

Gambar 3.14 Sketsa ukuran hidrolis bendung Jika : 4/3 < Z/H < 10 Maka : D = L = R = 1.1 Z + H a = 0.15 H H / S Jika : 1/3 < Z/H < 4/3 Maka : D = L = R = 0.6 H + 1.4 Z a = 0.0 H H / Z 8. Pintu Pintu-pintu yang terdapat dalam bendung adalah ; 1. Pintu pengambilan. Pintu penguras 1. Pintu Pengambilan Pintu pengambilan berfungsi mengatur banyaknya air yang masuk saluran dan mencegah masuknya benda-benda padat dan kasar kedalam saluran. Pada bendung, tempat pengambilan bisa terdiri dari dua buah yaitu kanan dan kiri, dan bisa juga hanya sebuah, tergantung dari letaknya daerah yang akan diairi. 3-40

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi Kalau tempat pengambilan buah, menuntut adanya bangunan penguras buah pula. Kadang-kadang bila suatu pengambilan debitnya kecil, maka pengambilannya lewat suatu urung-urung yang dibangun dalam tubuh bendung. Dan dengan demikian tidak perlu lagi dibuat buah bangunan penguras, dan cukup satu saja. Gambar 3.15 Sketsa pintu pengambilan Sudut yang paling tepat ditentukan oleh laboratorium. Sudah barang tentu dalam penentuan sudut ini harus mengingat pula situasi di tempat rencana bendung. a) Tinggi Ambang Ini tergantung dari material yang terbawa oleh sungai. Ambang makin tinggi makin baik untuk mencegah masuknya bendabenda padat dan kasar ke saluran. Tetapi tinggi ini tentu saja dibatasi oleh ukuran pintu pengambilan nantinya. Kalau ambang tinggi, berarti tingginya air yang masuk pintu pengambilan menjadi kecil dan pada debit tertentu menuntut pintu yang lebar. Sebagai pegangan dapatlah diambil sebagai berikut; jika sungai mengandung lumpur, diambil 0,50 meter. Untuk pasir dan kerikil dapat diambil 0.75 m a 1,00 m. Dan jika mengandung batu-batu dapat diambil 1,00 m a 1.50m. Angka-angka tersebut adalah angka-angka minimum. b) Tinggi Pengempangan Pada waktu banjir, pintu pengambilan ditutup untuk mencegah masuknya benda-benda kasar ke saluran. Penutupnya pintu ini tidak akan berakibat apa-apa, karena saat banjir di sungai biasanya tidak lama. 3-41

Dengan demikian yang dianggap sebagai tinggi air normal di sungai adalah setinggi mercu. Pada tinggi air normal ini ada kemungkinan terjadi gelombang karena angin, dan air masih melimpas mercu. Karena itu khusus untuk keperluan pengambilan, tingginya pengempangan diambil 10 cm lebih rendah dari tingginya mercu. c) Rumus Pengaliran Air yang masuk saluran lewat ambang pengambilan ini dianggap sebagi pengaliran lewat ambang lebar dan sempurna. Kesempurnaan pengaliran ini diusahakan agar pada ukuran pintu yang tertentu, debitnya menjadi besar. Atau pada debit tertentu, ukuran pintu menjadi kecil. Q Q b.y b. / 3 g H b. / 3.H 0.385b.H Y g H / 3.H 1/ 3.H gh gh diambil antara 0.90 a 0.95. Untuk amannya biasanya faktor kecepatan diabaikan sehingga H = h Jadi ; Q 0,385b. h gh d) Ukuran Pintu Ukuran pintu ditentukan selain oleh segi praktis, juga oleh segi estetika. Ukuran yang baik adalah antara ; B : h = 1:1 B : h = 1,5 :1 B : h = :1 Lebar pintu (b) antara a 50 meter untuk pintu-pintu dari kayu. Jika terdapat ukuran yang lebih besar lagi, harus dibuat lebih dari satu pintu dengan pilar-pilar diantaranya. 3-4

e) Pengambilan Lewat Pipa Pipa pengambilan ini dikonsruir dalam tubuh bendung dengan syarat-syarat ; a. T > D b. Kecepatan air dalam pipa dapat diambil antara 1,50 m/dt sampai.50 m/dt c. Untuk pipa-pia dengan D yang besar perlu diberi tulangan Karena syarat-syarat diatas, maka pengaliran dalam pipa akan bersifat sebagai shypon; L V 1 D g 0.0005078 1.5 0.01989 D 1 1 1 9 antara 0.75 a 0.90. Pintu Penguras Mengenai lebar pintu penguras sudah dibicarakan di muka. Oleh karena pada saat banjir pintu penguras ditutup, dan banjir lewat diatasnya, maka tingginya pintu penguras harus setinggi mercu bendung. Dan karena itu pula tebal pintu harus diperhitungkan untuk tinggi air setinggi air banjir. a) Ukuran Pintu Daun pintunya biasanya dibuat sebagai gabungan balok-balok kayu yang kuat (kayu jati) dan disatukan dengan kerangka dari besi. Karena itu balok yang menderita tekanan terbesar adalah yang terbawah. Tekanan yang diderita balok pintu ini sama dengan yang diderita oleh schotbalk. Perletakannya dianggap sebagai perletakan bebas, sedangkan P sebagai beban merata. Kalau panjang perletakan = L maka ; M = 1/8. P. L W = 1/6. b. a = M/W < (tegangan kayu yang diijinkan) 3-43

Gambar 3.16 Sketsa pintu pengambilan Harga P ini harap diperhitungkan sebagai akibat dari tekanan air setinggi air banjir ditambah tekanan lumpur setinggi ambang pengambilan. b) Onderspuier Untuk mencegah masuknya benda-benda padat dan kasar ke dalam saluran, dipakailah perlengkapan yang disebut onderspuier. Onderspuier ini adalah suatu plat beton yang diletakkan mendatar setinggi ambang intake, di depan ambang diantara pintu intake, pintu penguras dan pilar pintu penguras. Dengan adanya plat beton ini pusaran air yang sering terjadi di depan ambang intake akan ditiadakan. Dan dengan demikian benda-benda kasar tidak akan naik dan masuk ke dalam saluran. Sudah tentu benda-benda kecil yang berbentuk suspension kemungkinan masih akan masuk ke dalam saluran. Tetapi ini tidak akan membawa akibat yang besar, karena justru benda-benda macam ini dibutuhkan oleh tanaman sebagai pupuk, sepanjang tidak mengandung zat-zat yang membawa akibat jelek bagi tanaman. Disamping itu dengan adanya onderspuier ini efek pengurasan menjadi besar karena seolah-olah terbentuk suatu lorong sempit, dan dengan demikian memperbesar daya sedot air terhadap bahan-bahan endapan. 3-44

Jika exploitasi bendung terutama waktu-waktu pengurasan dijalankan sebagaimana disyaratkan, maka kecil kekawatirannya bahwa onderspuier tersebut akan tersumbat. Dengan menggunakan onderspuier ini dianjurkan agar tinggi ambang intake tidak lebih rendah dari 1,00 meter, agar kemungkinan tersumbat menjadi kecil. Peralatan onderspuier ini adalah ambang intake disatu sisi dan perpanjangan pilar pintu penguras disisi lain. Bila bentang perletakan ini terlalu panjang, dapat dibuat pilar (sebagai penyangga) diantara kedua perletakan tersebut. c) Pengurasan Menurut cara-cara exploitasi yang selama ini dilakukan, maka pengurasan dan waktunya diatur sebagai berikut ; Selama debit sungai masih memungkinkan, yaitu sepanjang tidak mengganggu kebutuhan air oleh tanaman maka pengurasan dilakukan dua kali sebulan pada saat air setinggi mercu bendung. Waktu pengurasan routine tersebut diadakan pada waktu siang hari antara jam 11.00 sampai jam 13.00 pada saat para petani pulang ke rumah. Sehabis banjir, pada saat air melimpah di atas mercu setinggi 0,50 meter atau 1,00 meter diadakan pengurasan. Bila bendung dilengkapi dengan onderspuier, selama pengurasan pintu pengambilan diturunkan (dibuka sedikit) bila dibutuhkan air ke saluran. Tetapi bila tidak mengganggu akan kebutuhan air, maka pintu pengambilan ditutup. Bila bendung tanpa onderspuier, maka selama pengurasan pintu pengambilan harus ditutup. d) Rumus Pengaliran Pengurasan yang membawa efek paling kecil adalah pengurasan rutin yaitu pada saat air setinggi mercu. Jika bendung dengan onderspuier, maka pengurasan bisa terjadi dua macam. Yaitu pintu dibuka setinggi onderspuier dan pintu dibuka penuh. 3-45

Pintu dibuka setinggi onderspuier A b. y Q F Q b.y V Q / A g.h dengan 0.6 g p 1/ y dimana ; b y p = lebar pintu penguras = tinggi bukaan (setinggi onderpsuier) = tinggi bendung Pintu dibuka penuh Z 1/ 3H h Q b.h Q b. / 3.H 0.55. b.h dengan g 9.8 Q 1.31.b.H V / 3H Q / A g.z 0.75 3 / dan / 3.g.H 3 /.g 1/ A b.h 3. Lantai Muka Pada saat air terbendung maka terjadi perbedaan tinggi air di depan dan di belakang bendung, yang akan menimbulkan perbedaan tekanan. Perbedaan tekanan ini mengakibatkan adanya aliran di bawah bendung, lebih-lebih bila tanah dasar bendung bersifat tiris (porous). Aliran air ini akan menimbulkan tekanan pada butir-butir tanah dibawah bendung. Bila tekanan ini cukup besar untuk mendesak butir-butir tanah maka lama kelamaan akan timbul penggerusan, terutama di ujung belakang bendung. 3-46

Sebaliknya selama pengalirannya air tersebut akan mendapat hambatan-hambatan karena geseran. a) Fungsi Lantai Muka Sebagaimana dinyatakan di atas bahwa air tersebut akan mendapat hambatan-hambatan, maka sudah tentu air tersebut akan mencari jalan dengan hambatan yang paling kecil, yaitu pada bidang kontak antara bangunan dan tanah, yang disebut sebagai creep line. Makin pendek creep line ini makin kecil hambatannya dan makin besar tekanan yang ditimbulkan di ujung belakang bendung. Demikian pula sebaliknya. Untuk memperbesar hambatan, creep line tersebut harus diperpanjang, antara lain dengan memberi lantai muka dan atau suatu dinding vertikal (cut off wall). Jadi itulah fungsi dari lantai muka. H H Gambar 3.17 Sketsa lantai bendung b) Tekanan Aliran Air dibawah Bendung Sebagaimana kita ketahui tekanan air itu berarah ke segala jurusan. Demkikian pula air yang mengalir di bawah bendung. Gaya tekan yang menekan bendung ini disebut sebagai uplift pressure yang hakekatnya berusaha mencungkil ke atas terhadap bendung. H h 1 h h h 1 Gambar 3.18 Diagram tekanan 3-47

Tekanan pada titik A = h sebagai tekanan hydrostatis. Tekanan pada titik B, jika tidak ada tanah akan sebesar h1. tetapi karena ada tanah dan air ini harus melewati jalan sepanjang AB dan dengan sendirinya akan mengurangi energinya (untuk dirubah menjadi kecepatan) maka tekanan di B akan menjadi kecil, kurang dari h1. Jumlah pengurangan tekanan sebesar H di atas (gambar) akan terbagai pada seluruh creep linenya (ABCD). Banyak teori-teori untuk mencari pembagian besarnya pengurangan tekanan tersebut, antara lain ; Net flow analysis Theory Bligh Theory Lane New flow analysis adalah jaring-jaring bujur sangkar aliran antara garis-garis arus dan garis-garis equipotensial. Dan ini bersifat lebih teoritis daripada teori-teori yang lain. Karena itu tidak kita bicarakan disini. Kita akan mempelajari teori-teori Bligh dan Lane saja. c) Teori Bligh Bligh berpendapat bahwa besarnya perbedaan tekanan dijalur pengaliran adalah sebanding dengan panjangnya jalan air (creep line) dan dinyatakan sebagai ; h C dimana ; h = beda tekanan = panjang creep line C = creep ratio AB h AB ; C h BC BC C CD hcd dan seterusnya C Kalau kita ambil jumlah seluruh beda tekanan dan jumlah seluruh creep line, maka rumus diatas menjadi ; 3-48

L C h AB h CD h EF H Gambar 3.19 Sketsa pengaliran bligh Supaya konstruksi aman terhadap tekanan air ini maka ; L atau L xc C dan dengan ketentuan ini panjangnya lantai muka dapat ditentukan. Harga C tergantung dari material dasar dibawah bendung. Untuk ini ada daftar sebagai tabel 4.1. d) Hydraulic Gradient K K h=l/c Gambar 3.0 Garis-garis hidraulic gradient Apabila garis-garis yang menyatakan perbedaan tekana seperti pada teori Bligh itu disambungkan satu sama lain, maka terbentuklah sebuah garis yang disebut sebagai garis Hydraulic Gradient. 3-49

Sebagaimana dijelaskan di muka tentang fungsi lantai muka yakni menjaga jangan sampai pada ujung belakang bendung terjadi tekanan yang bisa membawa butir-butir tanah. Tekanan ini minimum adalah nol. Kalau tekanan pada titik di ujung belakang bendung besarnya nil, maka tentu tidak membahayakan bendung. Dengan memasang lantai muka ini bisa diusahakan agar tekanan dititik tersebut menjadi nol. Untuk itu kita dapat menggunakan garis hydraulic gradient. Garis hydraulic gradient ini kita gambar ke arah udik dengan titik ujung belakang bendung sebagai titik permulaan dengan tekanan sebesar nol. Miring garis hyraulic gradient ini disesuaikan dengan kemiringan yang diijinkan untuk sesuatu tanah dasar tertentu yaitu menggunakan creep ratio (C). L C atau l C tg L Jadi garis hydraulic gradient untuk bidang-bidang yang horizontal akan membentuk sudut dengan horisontal sebesar 1 dimana tg. C Untuk mencari panjangnya lantai muka, maka yang menentukan adalah H yang terbesar. H terbesar ini terjadi biasanya pada saat air di muka setinggi mercu bendung sedangkan dibelakang bendung adalah kosong. Sebagaimana pada teori Bligh maka prosedure mencari panjang lantai muka dengan hydraulic gradient ini kita akan menggunakan perbedaan tekanan. Tekanan titik A = 0 1 hab = garis A - 1 C hbc = garis 1- C 3 hcd = garis -3 C 3-50

4 hde = garis 3-4 demikian seterusnya C Kita tarik garis horisontal dari titik-titik : ; 3 ;4 dan seterusnya sampai memotong garis-garis vertikal dari titik yang bersangkutan di C, D, E dan seterusnya di titik-titik :, 3, 4 dan seterusnya. Jika titik 1,,3,4 dan seterusnya dihubungkan dengan garis, maka terbentuklah garis hydraulic gradient. Garis hydraulic gradient akan memotong garis permukaan a dititik 8. Jadi panjangnya lantai muka cukup hanya sampai titik K saja. Tetapi karena untuk keamanan, biasanya lantai muka dipas lebih panjang lagi, misalnya sampai K. e) Tebal Lantai Seperti telah diketahui maka setiap titik pada dasar bangunan akan menerima tekanan air (uplift pressure). Akan tetapi pada lantai muka karena di atas lantai selalu ada air yang akan menekan ke bawah, maka praktis tekanan ke atas akan tidak berbahaya. Dan ini berarti bahwa lantai muka tidak perlu tebal. Yang penting adalah bahwa lantai muka ini harus rapat air, supaya fungsinya untuk memperpanjang creep line masih dipenuhi. Untuk ini maka dibwah lantai muka dipasang suatu lapisan rapat air dari bahan tanah liat dipadatkan setebal antara 0.75 a 1,50 meter, yang disebut Puddel. Sebaliknya lantai belakang bendung akan menerima tekanan keatas yang besar, karena lapisan air diatasnya hanya tipis, lebih-lebih pada waktu air muka setinggi mercu (air normal) maka diatas lantai ini dianggap kosong. Untuk menentukan tebalnya lantai ini, sebagai patokan bisa digunakan garis hydraulic gradient, sebab hydraulic gradient juga menunjukkan besarnya tekanan keatas pada tiap-tiap titik didasar bendung. Tekanan titik A = A - A ; tentukan di B = B B. misalnya kita akan mencari tebal lantai dititik A. Tekanan keatas di titik A = A A = t + p 3-51

Tekanan kebawah di A = t x bd pasangan (untuk pasangan batu, bd = 1.80 ) Maka t + p < t x 1,80 atau t A A 1,80 f) Teori Lane Profesor Lane memberikan koreksi terhadap teori Bligh dengan menyatakan jalan yang vertikal lebih besar dari pada jalan yang horizontal, dengan perbandingan 3 : 1. Jadi dianggap bahwa Lv = 3 Lh untuk suatu panjang yang sama. Sehingga rumus menurut bligh dirubah menjadi ; L V 1 L 3 C H Dengan harga C yang berlainan dengan cara bligh seperti tertera pada tabel 4. Jadi syarat yang dikehendaki Lane adalah; L L V 1 3 L V Cx Dengan catatan bahwa untuk bidang-bidang yang bersudut dengan horizontal 45 atau lebih dianggap sebagai bidang vertikal. Dan untuk bidang-bidang yang bersudut dengan horizontal kurang dari 45 dianggap sebagai horizontal. Dengan demikian kita akan mendapatkan dua harga L yaitu menurut Lane dan menurut Bligh. Harga L yang terbesarlah yang kita ambil. 3-5

3.3. Dimensi Bangunan Bagi/Sadap Saluran Tersier ( C ) Saluran Induk (A) Saluran Sekunder ( B ) Saluran Tersier ( D ) Gambar 3.1 Skema bangunan sadap Dimensi saluran induk A, sekunder B, tersier C dan tersier D biasanya sudah didapat pada tahap perhitungan saluran. Sedangkan untuk pintu-pintu ; a). Dari saluran induk A ke sekunder B dipasang pintu pengatur atau balok sekat dengan rumus ; Q. b. h g. z dimana ; h = h saluran induk A z = 0.10 g = 9.81 = 1 sehingga b didapat = Q h. g Gambar 3. Sketsa pintu pengatur di saluran 3-53

Dari saluran induk A ke saluran tersier C dan D dipasang pintu. Perhitungan Romijn dapat dilihat pada 3.3.3 b) 3.3.3 Dimensi Bangunan Ukur Ada beberapa pintu ukur yang ada secara garis besar ada 3 macam yaitu lewat ambang Tajam, ambang lebar dan lewat lubang. Yang biasa dipakai yaitu pintu ukur Crump-de Gruyter dan Romijn. a). Pintu Ukur Crump De Gruyter Q max t 900 (dianjurkan) det Z = 0.30 0.50 m Ymin 0.0 m (bila y min < 0.0 diperkecil) max = 0.63 H Tabel 3.15 Nilai, k dan 1 3 4 5 6 7 8 9 10 k 0.630 0.18 0.140 0.100 0.080 0.065 0.055 0.049 0.044 0.040 0.167 0.386 0.496 0.575 0.60 0.665 0.690 0.715 0.735 0.750 Gambar 3.3 Sketsa bangunan ukur di saluran Q = 1.594. b. H 3/ dimana : k = Ymin/H = Z/H = Qmax/Qmin 3-54

Contoh ; Qmax = 1 m 3 /det Tentukan : Z = 0.31 Coba-coba = 5 k = 0.080 Z H 0.31 0.60 0.50 = 0.60 Ymin = k.h = 0.080 x 0.50 = 0.04 0.0 ok Ymax = 0.63 H = 0.63 x 0.50 = 0.315 Qmax b 1.594.H b 1.75 m 3 / 1 1.594.050 3 / 1 1.594x0.353 1.77 b). Pintu Ukur Romijn Q 1.71. b. H 3/ 450 Q 900l / det Gambar.4 Sketsa pintu ukur romijn Tabel 3.16 Debit bangunan ukur romijn H b 0.30 0.40 0.50 0.60 0.80 1.00 1.30 cm m m m m m m m 8 76 10 16 151 0 5 38 9 80 106 133 160 13 66 346 30 84 11 140 168 4 80 364 31 88 118 147 176 35 94 38 3 83 14 155 185 47 309 40 33 87 130 16 194 59 34 41 34 10 135 169 03 70 338 440 35 106 141 177 1 8 353 459 3-55

Contoh ; Qmax = Qrencana = 0.300 m 3 /det Tentukan b = 1.00 m Q 0.300 H 171.b 1.71 * 1 Z 1/ 3H 0.105 L H 0.68 t R 3H 0.94 r / 3 H 0.1 0.54 1/ 3H 0.105 / 3 0.314 c). Pintu Ukur Ambang Tajam Cipoletti Q 0.4. b. h h Thomson Q 1,39. h 5 / Rehboch Q.953. b. h3 / h 0.0011 0.6035 0.0813. W Gambar.5 Sketsa pintu ukur ambang tajam 3-56

3.3.4 Pelimpah Tipe pelimpah yang dipilih tergantung dari beberapa faktor antara lain ; besarnya bangunan tersebut. Keadaan hidrolisnya misalnya pelimpah sempurna atau tidak sempurna, kemudian bentuk dari permukaan bulan atau tajam dan lain-lain. Perhitungan umumnya dengan coba-coba H dan h kemudian dibuat grafik. a). Tipe Ogee Tipe Ogee ini dimaksudkan untuk bangunan yang besar dimana permukaan pelimpah sesuaikan dengan bentuk aliran, perhitungan dan pelaksanaan lebih rumit; Puncak bendung bagian hulu (X 0.70H y 0.74 H d 0.85 d ) 1.85 0.16H d 0.4315H 0.375 d X 0.70H 0. 65 d Gambar.6 Sketsa permukaan pelimpah Puncak bendung bagian hilir X 1.85 H Q C.Le.H 0.85 d 3 /.Y Le L (Nkp ka)h dimana ; C =.1 N = jumlah pilar Kp = 0.0 pilar segi empat ( ) Kp = 0.01 pilar bulat runcing ( ) Kp = 0.01 pilar segi empat runcing ( ) Ka = 0. tembok segi empat ( ) Ka = 0.1 tembok segi empat ( ) d 3-57

b). Tipe Verwoerd Tipe Verwoerd, tipe sederhana, muka air di hilir lebih tinggi dari mercu. Gambar.7 Sketsa pelimpah tipe verwoerd Q mb.. d gd dimana ; d = /3 Ho m = 1.49 0.018 5 r = 1/3.8 h0 k = 4/7 * m * h 3 p = ditentukan h0 r 1 p h Coba-coba buat grafik (h0, hs dan Q) c). Pelimpah Sempurna Dimana muka air di hilir lebih rendah dari elevasi mercu; Gambar.8 Sketsa pelimpah sempurna Q / 3.b.h gh 0.31 h 0.30 0.015 0.09 r h p 3-58

Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi r dan p = ditentukan. Coba-coba buat grafik (h, hs dan Q) d). Pelimpah Tidak Sempurna Dimana muka air dihilir lebih tinggi dari elevasi mercu ; Z h 1 r Gambar.9 Sketsa pelimpah tidak sempurna Q.b.h 0.31 gh r dan p = ditentukan. h 0.30 0.01 5 0.09 r Coba-coba buat grafik (h, hs dan Q) h p e). Ambang Lebar Dimana muka air di hilir lebih tinggi dari elevasi mercu ; Z y h1 Gambar.30 Sketsa ambang lebar V Q b 0.43 x k h g y = /3h c H 1 v g z x g 3-59

Tabel 3.17 Nilai h1/h, k dan h1/h 0.05 0.1 0. 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 k 0.31 0.39 0.48 0.54 0.57 0.59 0.57 0.59 0.61 0.64 0.69.3 f). Pelimpah Sempurna Mercu Bulat Dimana muka air dihilir lebih rendah dari elevasi Mercu ; Gambar.31 Sketsa pelimpah sempurna mercu bulat Q Cd. 3 g.be.h 3 3 /.f dimana ; Cd = Cd.C0 Ambang lebar : Cd = 1.030 C0 = 1 Ambang bulat : C0 = lihat grafik tergantung dari H/ (gambar 3.3) Cd = 1.030 f = 1 Be = (B - 0.0 H) q = 9.81 H r = Tinggi air = ditentukan H coba-coba buat grafik (h, hs dan Q) 3-60

Contoh Perhitungan Dimensi Spillway/Pelimpah Rumus spillway Q = Cd. /3. Untuk f = 1, / 3. g. Be. H 3/. f maka : /3. / 3. g = /3. / 3(9,81) = 1.705 Be = B 0,0H Q = Cd. 1,705 Be. H 3/ C0 = lihat grafik tergantung dari H/ (gambar 3.3) Cd = 1.030 Ukuran spillway Tentukan H =.00 m Q = 70.000 m 3 /det Q = 1.8 x Be x H 3/ Be = Q/(1.8H 3/ ) Be = 70/(1.8 x 3/ ) = 13.75 m = 15.00 m r = 3.00 m 3-61

Tabel 3.18 Perhitungan dimensi spillway No. H Be Cd H/r Co Cd* (B-0.0H) (Co x Cd*) Q (m) (m) m 3 /det 1 0.00 15.00 0.000 0.000 1.030 0.000 0.000 0.5 14.95 0.083 0.600 1.030 0.618 1.969 3 0.50 14.90 0.167 0.750 1.030 0.773 6.938 4 0.75 14.85 0.50 0.900 1.030 0.97 15.45 5 1.00 14.80 0.333 0.950 1.030 0.979 4.691 6 1.5 14.75 0.417 1.009 1.030 1.039 36.57 7 1.50 14.70 0.500 1.09 1.030 1.060 48.801 8 1.75 14.65 0.583 1.055 1.030 1.087 6.836 9.00 14.60 0.667 1.070 1.030 1.10 77.597 10.5 14.55 0.750 1.105 1.030 1.138 95.93 11.50 14.50 0.833 1.18 1.030 1.16 113.540 1.75 14.45 0.917 1.150 1.030 1.185 133.084 13 3.00 14.40 1.000 1.170 1.030 1.05 153.74 3-6

Gambar.3 Harga-harga koefesien C0 untuk bendung ambang bulat sebagai fungsi perbandingan H1/r Gambar.33 Grafik debit spillway 3-63

3.3.5 Kolam Olak Kolam olak adalah kolam untuk memecahkan energi agar bagian hilir tidak terjadi gerusan. Ada beberapa macam kolam olak, diantaranya adalah ; a). Vlugter Jika 4/3 < Z/H < 10, maka D = L = R = 1.1 Z + H a = 0.15 H H / Z Jika 1/3 < Z/H < 4/3, maka D = L = R = 0.6 H + 1.4 Z a = 0.0H H / Z Gambar.34 Sketsa kolam olak vlugter Untuk perhitungan ; H = telah didepan dari hasil perhitungan pelimpah Z = beda tinggi antara elevasi energi hulu dan hilir (sungai/sec) R = juga sudah ditentukan Hitung Z/H =.. 1. Bila 4/3 < Z/H < 10, maka D = L = R = 1.1 Z + H a = 0.15 H H / Z. Bila 1/3 < Z/H < 4/3, maka D = L = R = 0.6 H + 1.4Z a = 0.0 H H / Z b). Schoklitsch r1 r = ½ H = H 3-64

Gambar.35 Sketsa kolam olak schoklitsch r3 > 0.15 W W-Z =.4 hg + 0.4 Z Hg = 3 q / g g = 9.81 W = 1.4 Z +.4 hg Untuk perhitungan ; Q B = didapat = didapat H = didapat r1 = ½ H r =H q = Q/B = dapat dicari hg = 3 q / g = dapat dicari Z W = beda tinggi antara elevasi energi hilir dan elevasi mercu = 1.4 Z +.4 hg = dapat dicari r3 > 0.15 W = dapat dicari W = l = r3/ = dapat dicari (l > 0.075 W) r / = 3 = dapat dicari W q dan W = didapat S = (dari nomogram) atau S = q 1/ (W/g) 1/4 = didapat =.(dari grafik) S dan B = didapat S = (dari nomogram) atau S =.q 1/ (W/g) 1/4 =S 0.5 < 1 : ditentukan L =.W = dapat dicari 3-65

Gambar.36 Bentuk Pola aliran pada kolam olak schoklitsch Gambar.37 Kolam olak tipe schoklitsch 3-66

Gambar.38 Nomogram 3-67

BAB 4 PERHITUNGAN STRUKTUR 4.1 Stabilitas Bendung Dalam peninjauan stabilitas bendung, maka potongan yang ditinjau terutama adalah potongan-potongan I I dan II II, karena potongan-potongan ini adalah yang terlemah. Potongan-potongan lain yang perlu ditinjau akan dijelaskan di belakang. I II I A II Gambar 4.1 Tinjauan stabilitas bendung 4.1.1 Gaya-gaya Yang Bekerja Sebuah bendung akan mendapat tekanan-tekanan gaya seperti gaya berat, gaya gempa, tekanan lumpur, gaya hydrostatis dan gaya uplit-presure. a. Gaya berat Gaya berat ini adalah berat dari konstruksi, berarah vertikal ke bawah yang garis kerjanya melewati titik berat konstruksi. Untuk memudahkan perhitungan, biasanya dibagi-bagi dalam bagian-bagian yang berbentuk segitiga-segitiga, segi empat atau trapesium. Karena peninjauannya adalah tiap lebar 1 meter, maka gaya yang diperhitungan adalah luas bidang kali berat jenis konstruksi (untuk pasangan batu kali biasanya di ambil 1.80) G 1 G G 3 G 4 Gambar 4. Gaya berat 4-1

b. Gaya Gempa Untuk daerah-daerah yang banyak gunung merapinya seperti di Indonesia, maka gaya gempa harus diperhitungkan terhadap konstruksi; K = f.g dimana : K = gaya gempa f = koefisien gempa G = berat konstruksi Gaya gempa ini berarah horisontal, ke arah yang berbahaya (yang merugikan), dengan garis kerja yang melewati titik berat konstruksi. Sudah tentu juga ada komponen vertikal, tetapi ini relatif tidak berbahaya dibandingkan dengan komponen yang horizontal. Harga f tergantung dari lokasi tempat konstruksi sesuai dengan peta zone gempa. c. Tekanan Lumpur Apabila bendung sudah berexploitasi, maka akan tertimbun endapat didepan bendung. Endapan lumpur ini diperhitungkan sebagai setinggi mercu. h W L Gambar 4.3 Diagram tekanan lumpur W 1 1/..h 1 sin 1 sin dimana; s = b.d lumpur (biasanya diambil 1.60) = sudut geser alam dari silt (repose angle) untuk silt diambil = 30 1 sin 1 0.5 1/ 3 1 sin 1 05 jadi W1 = 1/6.s h 4 -

d. Gaya Hydrostatis Sebagaimana akan tercantum dalam syarat-syarat stabilitas nanti, maka harus ditinjau pada waktu air banjir dan pada waktu air normal (air di muka setinggi mercu dan di belakang kosong). Disamping itu ditinjau pula terhadap pengaliran dimana mercu tenggelam dan mercu tidak tenggelam. Mercu tidak tenggelam ; (tidak ada air mengalir) a W 1 h W Gambar 4.4 Gaya hidrostasis pada mercu tidak tenggelam, tidak ada air mengalir W W 1 1/. a.h 1/..h Mercu tidak Tenggelam (ada air mengalir) a W 3 b h 1 h W 5 W 4 W 6 h Gambar 4.5 Gaya hidrostasis pada mercu tidak tenggelam, ada air mengalir W w W W 3 4 5 6 1/. 1/. a h 1/. b 1/..h h h.h 1 1 h h 4-3

untuk mercu tidak tenggelam pada saat air banjir sebenarnya ada lapisan air yang mengalir di atas mercu. Tetapi karena lapisan ini biasanya tidak tebal, dan disamping itu kecepatannya besar, maka untuk keamanan lapisan ini tidak diperhitungkan. Lain halnya dengan untuk mercu tenggelam, yang lapisannya lebih tebal. Mercu Tenggelam Pada saat air normal adalah sama dengan pada peritiwa mercu tidak tenggelam. Pada saat air banjir maka keadaanya adalah sebagai berikut ; a c b W 1 W 3 d h 1 h W 4 W 5 h W Gambar 4.6 Gaya hidrostasis pada mercu tenggelam W W W w W 1 3 4 5 1/. a 1/..h 1/. 1/. c h.(h h 1/..h h h 1.(h 1 h) 1 h) d h d e. Uplift Pressure Untuk ini harus dicari tekanan pada tiap-tiap titik sudut, baru kemudian bisa dicari besarnya gaya yang bekerja pada tiap-tiap bidang. DH H x A B C E h x X D Gambar 4.7 Uplift pressure 4-4

Secara umum besarnya tekanan pada titik X adalah ; U U x x dimana ; Ux Hx lx L DH l x D D h L l x D h x D l x Hx D L x = Uplift pressure titik X = Tingginya titik X terhadap air dimuka = Panjangnya creep line sampai ketitik X (ABCX) = Jumlah panjang creep line (ABCXDE) = Beda tekanan dengan demikian maka besarnya tekanan tiap-tiap titik akan dapat diketahui. Dilihat dari rumus diatas maka teoritis uplift pressure kemungkinan dapat bernilai positip maupun negatif. Dalam hal ini tekanan negatif kenyataannya tidak akan terjadi, oleh karena adanya liang-liang renik diantara butir-butir tanah, sehingga akan berhubungan dengan atmosphere. Jadi untuk tekanan negatip ini besarnya dianggap nol. Gaya uplift dibidang XD adalah ; X D U X UXD U D b U XD Gambar 4.8 Uplift pressure pada bidang XD 1 /. b U x U d dan bekerja pada titik berat transpesium. Untuk tanah dasar yang baik disertai dengan drain yang baik pula, maka uplift dapat dianggap bekerja 67 %nya. Jadi bekerjanya uplift pressure antara 67% dan 100%. 4-5

4.1. Anggapan-anggapan Dalam Stabilitas Untuk menyederhanakan perhitungan tanpa mengurangi hakekat dari perhitungan itu sendiri, maka diadakan anggapan-anggapan sebagai berikut ; a. Peninjauan potongan vertikal adalah pada potongan-potongan yang paling lemah (dalam hal ini potongan I-I dan II-II pada gambar 4.1) b. Lapisan puddel tetap berfungsi c. Titik guling pada peninjauan vertikal di atas adalah titik A d. Konstruksi bagian depan bendung akan penuh lumpur setinggi mercu bendung e. Harus diperhitungkan sekurang-kurangnya pada dua keadaan muka air, yaitu muka air banjir dan muka air normal f. Ditinjau pula potongan-potongan mendatar pada kedudukan-kedudukan ; Bagian di atas lantai muka, tiap 1 meter vertikal Bagian di bawah lantai muka, dua potongan pada tempat-tempat yang dianggap terlemah 4.1.3 Syarat-Syarat Stabilitas a. Pada konstruksi dengan batu kali, maka tidak boleh terjadi tegangan tarik. Ini berarti bahwa resultante gaya-gaya yang bekerja pada tiap-tiap potongan harus masuk kern. V H R e e e = 1/6B B/ B/ Gambar 4.9 Uplift pressure pada bidang XD b. Momen tahanan (Mt) harus lebih besar dari pada momen guling (Mg). Faktor keamanan untuk ini dapat diambil antara 1,50 dan. M t R R = faktor keamanan M g 4-6

c. Konstruksi tidak boleh menggeser Faktor keamanan untukini dapat diambil antara 1.50 dan 1.0. V x f F H dimana: F = faktor keamanan f = koefisien geser antara konstruksi dan dasarnya Harga untuk f ini seperti pada tabel 4. d. Tegangan tanah yang terjadi tidak boleh melebihi tegangan tanah yang diijinkan. g g e. Setiap titik pada seluruh konstruksi harus tidak boleh terangkat oleh gaya keatas. (balance antara tekanan ke atas dan tekanan ke bawah). Tabel 4.1 Weighted Creep Ratio No. Macam Tanah Lane Bligh 1. Very fine sand or silt (pasir sangat halus atau waled) 8.5 18. Fine sand (pasir halus) 7.0 15 3. Medium sand (pasir sedang) 6.0-4. Coarse sand (pasir kasar) 5.0 1 5. Fine gravel (kerikil halus) 4.0-6. Medium gravel (kerikil sedang) 3.5-7. Gravel and sand (kerikil dan pasir) - 9 8. Coarse gravel (kerikil kasar) termasuk brankal 3.0-9. Boulders with some cobales and gravel (batu-batu bongkah.5 - besar dengan beberapa brankal dan kerikil) 10. Boulders, gravel and sand (batu bongkah kerikil dan pasir) - 4.6 11. Soft clay (lempung lembek) - 1. Medium clay (lempung sedang) 1.8-13. Hard clay (lempung keras) 1.8-14. Very hard clay as hardpan (lempung sangat keras) 1.6-4 - 7

Tabel 4. Koefesien kekasaran (f) No. Material Koefesien (f) 1.. 3. 4. 5. Batuan Kompak, tak beraturan Batuan sedikit pecah-pecah Koral dan pasir kasar Pasir Lumpur dan lempung 0.80 0.70 0.40 0.30 Perlu penyelidikan 4.1.4 Contoh Perhitungan Stabilitas Weir (Bendung) Gaya-gaya yang bekerja pada weir: 1. Berat sendiri (w). Gempa bumi (G) = c.w 3. Tekanan air (W) dan (Ha) 4. Tekanan walet (lumpur) 5. Gaya tanah pondasi 6. Uplift pressure Syarat-syarat yang harus dipenuhi : Momen tahan (MT ) 1. 1. 5 Momen guling(m ). Resultante masuk Kern (inti) 3. 4. V tan f H G C.L 1.5 ( f = 3 ) 5. Perhitungan ditinjau dalam keadaan normal dan banjir 6. Yang ditinjau adalah tubuh bendung (tidak termasuk lantai depan dan belakang) 7. Dalam menghitung yang timbul uplift pressure dianggap tidak ada 4-8

Perhitungan gaya-gaya yang bekerja 1. Berat sendiri Tabel 4.3 Perhitungan berat sendiri Titik Uraian W Jarak Momen (tm) W1.00 5.70 x 3.05 x1. 80 1.1365 7.80 164.8647 W 5.70 6.30 x 0.50 x1. 80 5.4 7.10 38.3400 W3 1.00 1.50 x1.50 x1. 80 3.375 9.50 31.915 W4.10 3.60 x1.50 x1. 80 7.695 4.50 34.675 W5.10 3.60 x1.50 x1. 80 7.695 3.00 3.0850 W6.10 3.00 x 0.75 1.5 x 3.00 x1. 80 11.585 1.54 17.8371 Jumlah 56.8850 310.6668. Gempa bumi Koefisien gempa = 0.03 Tabel 4.4 Perhitungan gempa bumi Titik Uraian W Jarak Momen G1 1.1365 x 0.03 0.6341 7.05 4.4704 G 5.4 x 0.03 0.160 5.49 0.8894 G3 7.695 x 0.03 0.309 4.45 1.075 G4 7.695 x 0.03 0.309 4.45 1.075 G5 7.695 x 0.03 0.309 4.45 0.681 G6 11.585 x 0.03 0.3475 1.055 0.3666 Jumlah 1.7067 7.8960 4-9

3. Tekanan air Tabel 4.5 Perhitungan tekanan air keadaan normal Titik Horizontal, Vertikal W H a Jarak Momen W1 3.05 0.60 x1. 00 0.5150 18.00-9.1500 Ha1 3.05 3.05 x1 4.6513 6.77 + 31.4880 Jumlah 0.9150 4.6513.3380 Tabel 4.6 Perhitungan tekanan air keadaan air banjir Titik Uraian Vert Horis Jarak Momen W1 3.05 1.00 x1. 00 0.9750 17.00-9.1500 W 5 x1.10 x 1 3.0000 9.90-9.700 W3 573.3 x x1 8.3300 1.65-11.8545 W4 7.30x7.30 (7.30 x.66) + ( x1 46.0630 3.00-138.1890 Ha1 5 8.05 x3.05x1. 00 +19.9013 7.5 +144.141 Ha.66 9.96 7.30x x1. 00-46.0630 4.40-0.677 Jumlah 51.3080-6.1617-317.4844 4. Tekanan waled (lumpur) Pe = ½.H.e.k H = 3.05 m e = 1.6 ton/m 3 k = 0.406 Pe = ½ x 3.05 x 1.6 x 0.406 Pe = 9.305 x 0.348 Pe = 3.014 ton Momen guling = 6.77 x 3.014 = 0.4549 ton m 4-10

5. Uplift pressure U z H 3 V xh L H = 39.30 m ; V = 18.75 m L = V H = 18.75 +13.10 = 31.85 m 3 a). Up titik 1). Keadaan normal H = (+16.40) (+10.40) = 6 m ). Keadaan normal H = (+1.) (+18.86) =.34 m Tabel 4.7 Perhitungan up titik keadaan air normal dan air banjir Titik Uraian U Titik Uraian U U1 1.10 7.00 1.10 7.00 3.85-3 x6 1.776 U1 8.65-3 x. 34 31.85 31.85 7.845 U 1.10 8.80 1.10 8.80 5.5-3 x6.837 U 10.05-3 x. 34 31.85 31.85 9.113 U3 13.0 8.80 13.0 8.80 5.5-3 x6.775 U3 10.05-3 x. 34 31.85 31.85 9.089 U4 13.0 10.40 13.0 3.75-3 10.40 x6 0.974 U4 8.55-3 x. 34 31.85 31.85 7.47 15.80 U5 10.40 15.80 10.40 3.75-3 x6 0.974 U5 8.55-3 x. 34 31.85 31.85 7.406 U6 15.80 11.90 15.80 11.90 5.5-3 x6.03 U6 10.05-3 x. 34 31.85 31.85 8.797 U7 17.30 11.90 17.30 11.90 5.5-3 x6 1.99 U7 10.05-3 x. 34 31.85 31.85 8.760 U8 17.30 13.40 17.30 13.40 7.75-3 x6 4.147 U8 1.55-3 x. 34 31.85 31.85 11.510 U9 18.80 13.40 18.80 13.40 7.75-3 x6 4.053 U9 1.55-3 x. 34 31.85 31.85 11.144 U10 18.80 15.65 18.80 15.65 10.0-3 x6 5.880 U10 14.80-3 x. 34 31.85 31.85 13.00 U11 1.80 15.65 1.80 15.65 10.0-3 x6 5.69 U11 14.80-3 x. 34 31.85 31.85 13.70 4-11

b). Up bidang Tabel 4.8 Perhitungan up bidang keadaan air normal Titik Uraian Vert Horis Jarak Momen U1 1.776x1.40 x1 +1.43 4.68 5.818 U.837 x1.40 x1 +1.9859 4. 8.3805 U.837 x1.00 x1-1.4185 9.87 14.0006 U3.775x1.00 x1-1.3875 9.53 13.9 U3 LV 0.5.775x1.60 x x1 1.6-0.6889 9.03 6.08 U3 LH 1.5.775x1.60 x x1 4.5 -.0667 1.6-8.7835 U4 LV 0.5 0.974 x1.60 x x1 1.6-0.435 8.87.1598 U4 LH 1.5 0.974x1.60 x x1 4.75-0.7305 1.6-3.4699 U4 0.974 x.70 x1-1.3149 7.80 10.56 U5 0.805x.70 x1-1.0868 6.90 7.4986 U5 0.805x1.50 x1 +0.6038 4.75.8678 U6.03x1.50 x1 +1.5173 4.5 6.4483 U6.03x1.50 x1-1.5173 5.50 8.3449 U7 1.99x1.50 x1-1.4468 5.00 7.338 U7 1.99x1.50 x1 +1.4468 3.5 4.7019 U8 4.147 x1.50 x1 +3.1103.75 8.553 U8 4.147 x1.50 x1-3.1103 4.00 1.4410 U9 4.053x1.50 x1-3.0398 3.50 10.6370 U9 4.053x.5 x1 +4.5585 1.50 6.8378 4-1

Tabel 4.8 Perhitungan up bidang keadaan air normal (lanjutan) Titik Uraian Vert Horis Jarak Momen U10 5.88x.5 x1 +6.6150 0.75 4.9613 U10 5.180 x3.00 x1-8.800.00 17.6400 U11 5.69 x3.00 x1-8.5380 1.00 8.5380 Jumlah 3.633 18.836 154.5113 Tabel 4.9 Perhitungan up bidang keadaan air banjir Titik Uraian Vert Horis Jarak Momen U1 7.845x1.40 x1 +5.4915 4.68 5.700 U 9.113x1.40 x1 +6.3791 4. 6.9198 U 9.113x1.00 x1-4.5565 9.87 44.976 U3 9.089x1.00 x1-4.5445 9.53 43.3091 U3 LV 0.5 9.089x1.60 x x1 1.6 -.7 9.03 0.5180 U3 LH 1.5 9.089x1.60 x x1 4.5-6.8680 1.6-8.9706 U4 LV 0.5 7.474 x1.60 x x1 1.6-1.8680 8.87 16.569 U4 LH 1.5 7.47x1.60 x x1 4.75-5.6040 1.6-6.6190 U4 7.47 x.70 x1-10.087 7.80 78.680 U5 7.406 x.70 x1-10.0081 6.90 69.0559 U5 7.4065x1.50 x1 +5.547 4.75 6.3848 U6 8.717x1.50 x1 +6.5978 4.5 8.0404 U6 8.717x1.50 x1-6.5978 5.50 36.876 U7 8.760x1.50 x1-6.570 5.00 3.8500 U7 8.760x1.50 x1 +6.5700 3.5 1.355 4-13

Tabel 4.9 Perhitungan up bidang keadaan air banjir (lanjutan) Titik Uraian Vert Horis Jarak Momen U8 11.151x1.50 x1 +8.3633.75.9989 U8 11.151x1.50 x1-8.3633 4.00 33.4530 U9 11.114x1.50 x1-8.3355 3.50 9.1743 U9 11.114x.5 x1 +1.5033 1.50 18.7549 U10 13.00x.5 x1 +14.8500 0.75 11.175 U10 13.00x3.00 x1-19.800.00 39.600 U11 13.17x3.00 x1-19.6405 1.00 19.6905 Jumlah 18.6936 43.8891 589.8491 6. Kontrol Stabilitas a). Stabilitas waktu air normal V (gaya vertikal) Akibat berat sendiri = + 56.8850 Akibat air = + 0.9150 Sub total = + 57.8000 Akibat uplift bekerja 66.6 % = /3 x 3.633 = - 7.7549 V =+ 36.0456 ton H (gaya horizontal) Akibat gempa = + 1.7067 Akibat air = + 4.6513 Akibat Lumpur = + 3.014 Sub total = + 9.3794 Akibat uplift bekerja 66.6 % = /3 x 18.836 = + 1.1891 H = + 1.5685 ton 4-14

MT (momen tahan) Akibat berat sendiri = 310.6668 ton m = MT MG (momen guling) Akibat air = +.3380 Akibat gempa = + 7.8960 Akibat Lumpur = + 0.4540 Sub total = + 50.6889 Akibat uplift bekerja 66.6 % = /3 x 154.5113 = +103.0075 M G = +153.6964 ton.m Perbandingan momen M M T G 310.6668 153.6964.0 1.50 Eksentrisitet M a e B T M V a G 10.0 Tegangan geser V = 57.8000 = 45 tan = 1 f = 3 H = 9.3794 V(Tg ) f H 310.6668 153.8964 36.8451 57.800 / 3 9.3794 4.36 0.74 19.665 9.3794 B / 6 156.9764 36.8451 10.0 b.05 1.50 1.70 4.36 Tegangan tanah (tanpa uplift pressure) B = 10.0 I = 57.8000 310.6668 5.6859 57.9779 a = 4. 50 57.8000 57.800 e = 5.10-4.60 = 0.60 10/6 = 1.70 4-15

57.800 3.60 10.0 10.0 g1 1 5.67x0.647 3.675 ton / m 0.3675kg/ cm g 57.800 10.0 1 3.60 10.0 5.67x1.353 757 ton / m 0.757 kg/ cm b). Stabilitas waktu air banjir V (gaya vertikal) Akibat berat sendiri = + 56.8850 Akibat air = + 51.5088 Sub total = +115.1938 Akibat uplift bekerja 66.6 % = /3 x10.6936 = - 68.464 V = + 46.7314 ton H (gaya horizontal) Akibat gempa = + 1.7067 Akibat air = - 6.1617 Akibat Lumpur = + 3.014 Sub total = - 1.4336 Akibat uplift bekerja 66.6 % = /3 x 43.889 = + 5.961 H = + 4.495 ton MT (momen tahan) Akibat berat sendiri = 310.6668 ton m = MT MG (momen guling) Akibat air = - 307.4866 Akibat gempa = + 7.8960 Akibat Lumpur = + 0.4541 Sub total = - 79.1357 Akibat uplift bekerja 66.6 % = /3x 589.8498 = +393.39 M G = +114.097 ton.m 4-16

Perbandingan momen M M T G Eksentrisitet 310.6668.77 1.50 114.097 M a e B T M V a G 10.0 Tegangan geser V = 115.1930 = 45 tan = 1 f = 3 H = -1.4336 V(Tg) f H 310.6668 114.047 44.7306 4.40 0.70 115.193 / 3 1.4336 38.3977 1.4336 B / 6 Tegangan tanah (tanpa uplift pressure) B = 10.0 I = 115.1930 196.5696 44.7306 10.0 6 1.99 1.50 310.6668 79.1357 589.705 a = 5. 1 115.4930 115.1930 e = 5.10-5.1 = -0.0 10/6 = 1.70 115.1930 10.0 1.70 4.40 1 0.1 11.934 x(0.88) 9.94 ton / m 0.994kg cm g1 / 115.1930 10.0 1 0.1 11.934 x1.1 1.65 ton / m 0.1.65 kg cm g / 4-17

Gambar 4.10 Gaya-gaya yang bekerja pada bendung 4-18

4. Stabilitas Lereng Tanggul Untuk menentukan lereng tanggul keseimbangan massa tanah yang cenderung slip harus diselidiki. Dengan melakukan beberapa kali penyelidikan pada permukaan yang rawan slip, permukaan tersebut akan ditemukan, yakni permukaan yang harga faktor keamanannya minimum. Dalam metode Bishop, irisan tebal satuan, yakni volume yang cenderung slip, dibagi-bagi menjadi irisan-irisan vertikal (lihat gambar 4.11.) Gambar 4.11 Metode irisan untuk perhitungan stabilitas lereng Masing-masing irigasi pada gambar 4.11 (a), dengan tinggi h dan lebar b adalah seimbang terhadap bekerjanya kelima gaya yang ditunjukkan pada gambar 4.11. Gaya-gaya yang dimaksud ialah ; a. Berat irisan, W = h l cos ; dimana; W = berat irisan, kn = berat volume tanah kn/m 3 h = tinggi irisan, m 4-19

l = Lebar irisan, m (l = b/cos = b sec ) = sudut antara permukaan horisontal dan permukaan slip. b. Reaksi normal N pada permukaan slip, yang terdiri dari reaksi antara butir N ditambah dengan gaya U akibat tekanan pori. c. Gaya tangen T akibat perlawanan kohesif dan gesekan yang terjadi pada permukaan slip. T dimana ; c' l N' tan F c = tegangan kohesif efektif kn/m l = lebar irisan, m N = tegangan normal efektif pada muka slip, kn/m F = faktor keamanan = Sudut efektif gesekan dalam d. dan e. Reaksi-reaksi antar irisan En dan En+1 Dalam metode Bishopl, gaya-gaya antar irisan dianggap sebagai horizontal dan konon kesalahan yang ditimbulkan oleh asumsi sederhana ini tidak akan lebih dari satu persen. Untuk sembaran irigasi, dengan menguraikan gaya itu secara vertikal ; W = N cos + T sin dan T = s /F dimana ; S = tegangan geser, kn/m l = lebar irisan, m F = faktor keamanan Tekanan normal pada muka irisan adalah ; N W b s tan F 4-0

ini mengacu kepada persamaan berikut ; F 1 R W sin cb 1 W tan sec X tan tan / F R W sin Persamaan ini harus dikerjakan untuk F dengan beberapa perkiraan berturut-turut. Hasil perhitungan ini akan paling efektif jika dicantumkan dalam bentuk tabel (lihat tabel 4.10) Contoh ; Diketahui ; Tinggi tanggul 6.0 m dengan kemiringan 1:1.5 (gambar 4.1), terdiri dari dua lapisan dengan karakteristik tanah yang berbeda. Hitunglah ; Faktor keamanan untuk lingkaran slip dengan jari-jari R = 1,00 pada titik O. Jawab ; Ambil =10 untuk irisan n. 6 dan 0 untuk yang lain Andaikan F =.00 Hitung W sind dan X dengan tabel 4.10 Hitung F = X/W sin Gambar 4.1 Tanggul tanpa air tanah (tekanan pori = 0) 4-1

Tabel 4.10 Metode Bishop-tabel perhitungan (Capper, 1976) (a) (b) (c) (d) (e) (f) (g) (h) Irisan Sin Tinggi kn Berat kn W Sin kn c.b + W tan 1 (tan.tan ) / F sec. x f g 1-0.075 0.80 33.1 -.5 75.8 0.984 77.0 0.108.0 91 9.9 96.9 1.104 95.6 3 0.96 3.0 138.5 41.0 117.1 1.009 116.1 4 0.488 3.80 164.5 80. 16.6 0.873 145.0 5 0.650 3.30 99.3 64.5 8.5 0.878 94.0 6 0.79 1.5 38.8 30.7 8.4 0.680 41.8 W Sin X = 569.5 F X 569.5.54 W sin 3.8 Ulangi lagi perhitungan tersebut untuk lingkaran-lingkaran slip yang lain (selain titik O) sampai diperoleh harga F terkecil. Inilah lingkaran slip kritis. 4.3 Pengenalan Hidromekanikal (Perencanaan Alat-alat Pengangkat) 4.3.1. Pendahuluan Lampiran ini memberikan petunjuk perencanaan dan perhitungan pekerjaan transmisi yang dikerjakan dengan tangan untuk pintu sorong. Pekerjaan transmisi itu bisa berupa satu atau dua stang. Dasar perhitungannya adalah bahwa gaya dorong sama dengan gaya angkat ditambah dengan gaya geser di dalam komponen pekerjaan transmisi. Gaya angkat adalah jumlah : berat pintu (beban mati) gaya air yang mengalir tegak lurus pada pintu, dan gaya geser di dalam alur pengarah (beban statis). Untuk mendapatkan perhitungan kekuatan yang maksimal, pemblokiran gerak pintu selama terjadi gaya dorong penuh akan dianggap sebagai kondisi ekstrem. Hal ini bisa terjadi: 1. Di bawah kondisi normal, pada waktu pintu ditutup rapat sama sekali. harus disediakan longgaran agar supaya gaya-gaya yang ada pada stang tidak melebihi harga-harga kekuatan nominal. 4 -

. Di bawah kondisi luar biasa: a. dengan menarik ke luar bagian persegi pintu, gaya-gaya geser di dalam alur pengarah bisa ditambah sampai ketinggian tertentu sehingga pintu akan terblokir. b. adanya batu-batu, kayu atau benda-benda hanyut lainnya yang tersangkut dibawah pintu; c. korosi, tumbuhan atau pelumpuran yang berlebihan. 4.3.. Perhitungan Pekerjaan Stang dan Transmisi A. Tegangan Yang Dizinkan Dalam penghitungan pekerjaan transmisi dan stang, kondisi-kondisi berikut harus dipertimbangkan: 1. Kondisi normal (tidak terblokir) harus dipakai tegangan yang diizinkan, persyaratan mengenai kekuatan berkenaan dengan pelenturan dan sudut geser oleh puntiran persatuan panjang harus dipenuhi. Kondisi luar biasa tegangan luluh (yield stress) bisa dipakai. B. Beban Maksimum Untuk pintu yang dioperasikan dengan tenaga manusia, harus dipakai faktor keamanan pada beban maksimum yang mungkin oleh satu orang. Satu orang dapat menggerakkan gaya/ tenaga 400 N selama waktu yang singkat. Ini berarti bahwa beban maksimum untuk perhitungan ini adalah X 400 N = 800 N. Beban yang dapat ditahan oleh seseorang dalam waktu yang lama, 30 menit atau lebih adalah 100 N. nilai banding antara beban maksimum yang mungkin dan beban minimal adalah 800 : 100 = 8 Diandaikan bahwa sebuah roda tangan dengan jari-jari 0.30 m dapat berputar sebanyak 15-0 kali putaran per menit. Jumlah putaran untuk roda tangan dengan as tegak atau datar sama saja. Seandainya ada dua orang atau lebih yang akan mengoperasikan pekerjaan transmisi itu, maka harga-harga beban yang telah disebutkan diatas menjadi 1.6 kali harga-harga untuk satu orang. 4-3

Apabila satu pintu mempunyai dua stang, maka masing-masing stang harus dihitung sedemikian sehingga bisa mengambil /3 dari beban maksimum yang mungkin, termasuk faktor keamanan yang telah disebutkan di atas. C. Koefisien Gesekan Perbandingan antara tinggi dan lebar pintu harus lebih kecil dari koefisien gesekan f antara sisi samping pintu akibat ditarik-keluarnya bagian segi empat (square). Apabila perbandingan h/b lebih kecil dari pada f, maka diperlukan dua stang. Harga-harga koefisien gesekan f disajikan pada tabel berikut Tabel 4.11 Harga-harga koefisien gesekan f Bahan yang dipakai kering Bergerak basah Koefisien gesekan f Sedikit dilumasi kering Tak bergerak basah Sedikit dilumasi Besi tuang pada besi tuang 0.5 0.3 0.15 - - 0. Besi tuang pada baja 0. - - 0.5 - - Besi tuang pada perunggu 0. - - - - - Baja pada baja 0.15-0.1 0. - 0.15 Baja pada perunggu 0.11-0.1 0.13 - - Perunggu pada perunggu 0. - 0.1 - - 0.1 Kayu pada logam 0.5 0.3 0. 0.7 0.6 - Kayu pada kayu 0.4-0.1 0.5-0. Baja pada batu - - - 0.5 - - Kayu pada batu - - - 0.6 - - Dengan mempertimbangkan pemeliharan yang jelek, kotoran, korosi dan sebagainya, maka dianjurkan untuk menambah koefisien gesekan untuk berbagai komponen pekerjaan transmisi dengan 40 50 % dan untuk pengarah dengan 100%. Maksudnya, koefisen gesekan yang dianjurkan untuk gerakan baja pada perunggu adalah 0,15 bukannya 0.11 untuk perhitungan stang dan gir. Alur pengarah f=0.3 untuk baja pada perunggu, bukannya 0.13 (tak bergerak). 4-4

D. Perhitungan Untuk Stang Perhitungan pekerjaan transmisi dimulai dengan : 1. Menemukan beban tarik T pada stang. a). untuk kondisi normal, gaya tarik nominal T adalah : T = (G + W) b). untuk kondisi tidak normal, gaya maksimum T maks adalah : T maks = n.t = n(g + W) dimana: G = berat total pintu termasuk stangnya (berat mati) W = beban gesekan vertikal di dalam alur W = fh f = koefisien gesekan H = beban gesekan maksimum pada pintu n = faktor beban (= 8, perbandingan antara beban maksimum dan nominal ) Untuk dua stang, gaya tarik maksimum pada masing-masing adalah /3 dari nominal maupun dari vertikal maksimum.. Gaya tekan as pada stang: a). untuk kondisi normal, gaya tekan nominal P adalah : P = (W-G) b). untuk kondisi tidak normal gaya tekan maksimum Pmaks adalah : P maks tan n.(g W). tan maks min 3. Puntiran pada stang: Mw = (G+W).tan (max + ).rg dimana: Mw = puntiran, Nm d = diameter bagian luar stang, m dk = (d - t) diameter bagian tengah stang, m rg = jari-jari rata-rata stang, rg 1/4(d + dk), m s = ulir 4-5

= sudut ulir (tan = s d k ) = sudut gesekan maks = sudut gesekan (gerak) maksimum yang mungkin min = sudut gesekan minimum (diberi pelumas) Gambar 4.13 Tipe ulir 4. Penentuan puntiran maksimum pada stang untuk kondisi tidak normal : Mw = n.(g+w).tan ( max + ).rg 5. Diameter minimum teras stang yang diperlukan ditentukan dengan memperhitungkan tekukan stang untuk gaya tekan maksimum dan puntiran maksimum. Tegangan nominal untuk tegangan dan tekanan, tegangan maksimum dan sudut maksimum karena perubahan bentuk diperiksa dengan mengunakan diameter teras yang sudah dihitung. Untuk tekukan, ada tiga kondisi yang harus dipertimbangkan: a. Tekanan: P k b. Puntiran M k E.I : kondisi Pk P maks l k..ei : kondisi Mk Mw maks l k c. Kombinasi tekanan dan puntiran; penekukan puntiran : P * k P k Mw 1 M maks k 4-6

M * k dimana: Pmaks P Mk 1 Mk maks 1/ = gaya desak maksimim pada stang, N Mw maks = puntiran maksimum pada stang,nm lk = panjang tekukan, m E = modulus elastisitas, N/m I = 1/64 d 4 (momon lembam), m 4 dk = diameter teras stang, m E. Perencanaan Pekerjaan Transmisi a. Satu stang. Apabila digunakan satu stang, sebagaimana umumnya dipraktekkan untuk pintu-pintu yang lebih kecil dari 1.00 sampai 1.0 m, maka pekerjaan transmisi dapat direncana sebagai berikut : Gerak putar mur menyebabkan pintu bergerak vertikal. Untuk mengangkat pintu, momen-momen berikut harus dipecahkan: momen nominal untukmengangkat pintu: M1 = (G+W) tan ( max + ).rg momen gesekan antara mur dan dudukan : Mw = (G+W).tan *rn dimana: tan = koefisien gesekan antara mur dan dudukan rn = jarak antara as stang dan bagian tengah dudukan. Momen-momen ini harus dipecahkan dengan momen yang digunakan oleh operator pintu : M = P x R dimana: R = jari-jari roda tangan (m) P = gaya yang digunakan oleh operator pintu (Newton) Karena M = M1 + M, maka gaya P dapat dihitung jika ukuran-ukuran pekerjaan transmisi sudah diketahui. 4-7

b. Dua stang Momen nominal masing-masing stang untuk mengangkat pintu adalah : M1 = 1/(G+W) tan (max + ).rg Momen gesekan bergantung pada : Gaya tarik nominal Koefisien gesekan Jarak dari beban gesek ke as stang. Momen gesekan antara mur dan dudukan setiap stang adalah: Mw = ½.(G+W).tan *rn Jumlah momen untuk gerak ulir adalah Ms = M1+M Momen dorong adalah : M = x 0.9 x 0.9(x0.8) x R x P dimana : P = gaya maksimum 1 orang N R = jari-jari roda tangan dari roda kapstan m 0,9 = efisensi akibat kehilangan pada setiap transmisi 0.8 = pengurangan jika roda dioperasikan oleh orang Momen untuk gerak ulir sama dengan momen dorong kali nilai banding gir. Nilai banding i, adalah perbandingan antara r.p.m. atau antara diameter roda gigi. Untuk pintu-pintu yang dioperasikan dengan tangan, nilai banding gir harus lebih kecil dari 6 atau 7. n1 D1 i 6sampai 7 n D Jika digunakan lebih banyak lagi roda transmisi jumlah nilai banding gir menjadi : i = i1+ i Nilai banding gir itu didapat dari : jumlah momen ulir xms i kopel dorong M 4-8

Gambar 4.14 Gir pada pengangkat pintu c. Waktu Pengangkatan Setelah pekerjaan transmisi selesai direncana, waktu pengangkatan pintu bisa dihitung. Pada waktu pintu diangkat h dan puncak stang s, ulir membuat putaran h/s. Jumlah putaran roda tangan tergantung pada nilai banding gir i dan jumlahnya i x h/s. Sebuah roda tangan dengan jari-jari 0.30 m dapat membuat 15 0 kali putaran per menit yang memberikan kecepatan putaran 0.63 m/dt. Satu putaran roda tangan memerlukan.r 0.63 3.0 s dan jumlah putaran per menit mencapai sekitar 0 Waktu angkat maksimum: t i x h 0 x s 4.3.3. Contoh Perhitungan Berikut contoh perhitungan dimensi pekerjaan transmisi pintu sorong dengan lebar 1.80 dan tinggi 1.50 m. Tinggi maksimum muka air yang mungkin di atas dasar saluran peralihan adalah 1.80 m A. Perhitungan berat mati dan beban statis Beban yang harus diperhitungkan adalah: G = berat mati pintu H = beban horisontal maksimum pada pintu W = gaya gesek antara pintu dan alur-alur pengarah T = gaya tarik pada stang P = gaya tekan pada stang 4-9

Gambar 4.15 Pintu sorong Gaya-gaya maksimum dibawah kondisi tidak normal adalah 8 kali harga gayagaya dibawah kondisi normal. Andaikan ada dua stang Bj 50 (kualitas baja berdasarkan PPBBI 1984) dan mur perunggu, koefisien gesekan maksimum pada bagian pekerjaan transmisi ini ialah : fmaks = tan maks = 0.14 (maks = 8) dan koefisien gesekan minimum : fmin = tan min = 0.09 (min = 5) Andaikan diameter stang 5 mm dan ulir 8 mm, r = s/ = 4 mm dk = d - t = 5-8 = 44 mm rg = 1/4 (d + dk) = 1/4 (5 + 44) = 4 mm hilir tan =. rg 8 0.053dan 3. 0 x4 Andaikan bahwa koefisien gesekan gesekan f antara pintu dan alur pengarah adalah 0.40. 4-30