PELATIHAN AHLI SUPERVISI KONSTRUKSI JARINGAN IRIGASI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PELATIHAN AHLI SUPERVISI KONSTRUKSI JARINGAN IRIGASI"

Transkripsi

1 ICSE 06 : KRITERIA DESAIN IRIGASI PELATIHAN AHLI SUPERVISI KONSTRUKSI JARINGAN IRIGASI DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSAT PEMBINAAN KOMPETENSI DAN PELATIHAN KONSTRUKSI

2 KATA PENGANTAR Usaha dibidang Jasa konstruksi merupakan salah satu bidang usaha yang telah berkembang pesat di Indonesia, baik dalam bentuk usaha perorangan maupun sebagai badan usaha skala kecil, menengah dan besar. Untuk itu perlu diimbangi dengan kualitas pelayanannya. Pada kenyataannya saat ini bahwa mutu produk, ketepatan waktu penyelesaian, dan efisiensi pemanfaatan sumber daya relatif masih rendah dari yang diharapkan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain adalah ketersediaan tenaga ahli/ terampil dan penguasaan manajemen yang efisien, kecukupan permodalan serta penguasaan teknologi. Masyarakat sebagai pemakai produk jasa konstruksi semakin sadar akan kebutuhan terhadap produk dengan kualitas yang memenuhi standar mutu yang dipersyaratkan. Untuk memenuhi kebutuhan terhadap produk sesuai kualitas standar tersebut, perlu dilakukan berbagai upaya, mulai dari peningkatan kualitas SDM, standar mutu, metode kerja dan lain-lain. Salah satu upaya untuk memperoleh produk konstruksi dengan kualitas yang diinginkan adalah dengan cara meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang menggeluti perencanaan baik untuk bidang pekerjaan jalan dan jembatan, pekerjaan sumber daya air maupun untuk pekerjaan dibidang bangunan gedung. Kegiatan inventarisasi dan analisa jabatan kerja dibidang sumber daya air, telah menghasilkan sekitar 130 (seratus Tiga Puluh) Jabatan Kerja, dimana Jabatan Kerja Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi merupakan salah satu jabatan kerja yang diprioritaskan untuk disusun materi pelatihannya mengingat kebutuhan yang sangat mendesak dalam pembinaan tenaga kerja yang berkiprah dalam perencanaan konstruksi bidang sumber daya air. Materi pelatihan pada Jabatan Kerja Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi ini terdiri dari 12 (duabelas) modul yang merupakan satu kesatuan yang utuh yang diperlukan dalam melatih tenaga kerja yang menggeluti Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi. Namun penulis menyadari bahwa materi pelatihan ini masih banyak kekurangan khususnya untuk modul pekerjaan konstruksi Sumber Daya Air. Untuk itu dengan segala kerendahan hati, kami mengharapkan kritik, saran dan masukan guna perbaikan dan penyempurnaan modul ini. Jakarta, Desember 2005 Tim Penyusun i

3 JUDUL PELATIHAN : AHLI SUPERVISI KONSTRUKSI JARINGAN IRIGASI TUJUAN PELATIHAN A. Tujuan Umum Pelatihan Mampu mengkoordinasi, mengarahkan pelaksanaan konstruksi jaringan irigasi oleh kontraktor dan melakukan pengawasan sesuai dengan gambar pelaksanaan, spesifikasi teknik, metode pelaksanaan, jangka waktu pelaksanaan yang tercantum dalam kontrak kontraktor dan jasa konsultan supervisi. B. Tujuan Khusus Pelatihan Setelah mengikuti pelatihan mampu: 1. Menguasai dokumen kontrak kontraktor dan kontrak konsultan supervisi. 2. Melakukan pertemuan awal pelaksanaan dengan kontraktor dan direksi pekerjaan. 3. Melakukan kunjungan lapangan diareal lokasi proyek, mengidentifikasi permasalahan teknis maupun non teknis. 4. Mengecek kesiapan kontraktor untuk mulai pelaksanaan pekerjaan, sesuai yang tercantum dalam RMK. 5. Melaksanakan pengawasan pelaksanaan konstruksi sesuai spesifikasi teknis, gambar pelaksanaan, metode pelaksanaan, K3 serta pencemaran lingkungan. 6. Mengadakan pertemuan periodik dan khusus dengan kontraktor dan direksi pekerjaan. 7. Memberikan petunjuk, saran pelaksanaan, teguran langsung kepada kontraktor atau melalui direksi pekerajan, tergantung sistem kontraknya. 8. Mengecek laporan-laporan dari kontraktor dan usulan perubahan desain. 9. Melakukan opname hasil kemajuan pekerjaan bersama kontraktor dan atau direksi pekerjaan sesuai penugasan. 10. Mengawasi uji coba fungsi jarinan irigasi yang selesai dilaksanakan oleh kontraktor. 11. Membantu direksi dalam mengevaluasi kinerja kontraktor. ii

4 NOMOR MODUL : ICSE. 06 JUDUL MODUL : KRITERIA DESAIN IRIGASI TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU) Setelah selesai mempelajari modul ini, peserta mampu menjelaskan dan menerapkan pengetahuan kriteria desain irigasi dalam pelaksanaan konstruksi jaringan irigasi. TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS (TIK) Setelah modul ini diajarkan, peserta mampu : 1. Menjelaskan kegiatan desain jaringan irigasi meliputi prosedur, tahap dan langkah yang dilakukan untuk membuat desain jaringan irigasi 2. Menerapkan kriteria desain saluran dan bangunan irigasi dan drainase 3. Menerapkan kriteria desain bendung. iii

5 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... LEMBAR TUJUAN... DAFTAR ISI... DESKRIPSI SINGKAT PENGEMBANGAN MODUL PELATIHAN... DAFTAR MODUL... PANDUAN PEMBELAJARAN... i ii iv vi vii viii BAB 1 PENDAHULUAN Tujuan Kriteria Desain Komponen BAB 2 TAHAPAN PERENCANAAN IRIGASI Tahapan Proyek Survai, Investigasi dan Desain Irigasi Tahapan Pekerjaan Perencanaan Teknis Irigasi Penentuan Lokasi Rencana Pengembangan Irigasi Perencanaan Peta Petak Irigasi/ Lay Out Pra Rencana Bendung Perencanaan Saluran dan Bangunan Final Desain Bendung BAB 3 KRITERIA PERENCANAAN IRIGASI Umum Standar Perencanaan Irigasi NSPM, Kriteria dan Standar lainnya Desain Irigasi Penentuan Lokasi Rencana Pengembangan Irigasi Perencanaan Lay Out (Peta Petak) Pra Rencana Bendung Perencanaan Saluran dan Bangunan Saluran Pembawa (Irigasi) Saluran Pembuang (Drainase) Bangunan A Bangunan Pengukur Debet iv

6 B Bangunan Pengatur Tinggi Muka Air C Bangunan Bagi dan Sadap D Bangunan Pembawa E Kolam Olak F Bangunan Lindung RANGKUMAN DAFTAR PUSTAKA v

7 DESKRIPSI SINGKAT PENGEMBANGAN MODUL PELATIHAN AHLI SUPERVISI KONSTRUKSI JARINGAN IRIGASI 1. Kompetensi kerja yang disyaratkan untuk jabatan kerja Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi(Irrigation Construction Supervisor Engineer) dibakukan dalam Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) yang didalamnya telah ditetapkan unit-unit kompetensi, elemen kompetensi, dan kriteria unjuk kerja sehingga dalam Pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi unit-unit tersebut menjadi Tujuan Khusus Pelatihan. 2. Standar Latihan Kerja (SLK) disusun berdasarkan analisis dari masing-masing Unit Kompetensi, Elemen Kompetensi dan Kriteria Unjuk Kerja yang menghasilkan kebutuhan pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku dari setiap Elemen Kompetensi yang dituangkan dalam bentuk suatu susunan kurikulum dan silabus pelatihan yang diperlukan untuk memenuhi tuntutan kompetensi tersebut. 3. Untuk mendukung tercapainya tujuan khusus pelatihan tersebut, maka berdasarkan Kurikulum dan Silabus yang ditetapkan dalam SLK, disusun seperangkat modul pelatihan (seperti tercantum dalam Daftar Modul) yang harus menjadi bahan pengajaran dalam pelatihan Ahli Supervisi Konstruksi Jaringan Irigasi. vi

8 DAFTAR MODUL MODUL NOMOR : ICSE. 06 JUDUL : KRITERIA DESAIN IRIGASI Merupakan salah satu modul dari : NO. KODE JUDUL 1. ICSE. 01 Etika Profesi, Etos Kerja, UU Jasa Konstruksi dan UU SDA 2. ICSE. 02 Sistem Manajemen K3, Pedoman Teknis K3, RKL dan RPL 3. ICSE. 03 Pengenalan Survai dan Investigasi 4. ICSE. 04 Pengenalan Dokumen Tender dan Dokumen Kontrak 5. ICSE. 05 Pengenalan Manual O & P 6. ICSE ICSE. 07 Perhitungan Desain Irigasi 8. ICSE. 08 Pengetahuan Gambar Konstruksi/Pelaksanaan 9. ICSE. 09 Manajemen Konstruksi 10. ICSE. 10 Manejemen Mutu 11. ICSE. 11 Metode Pelaksanaan (Construction Method) dan Perhitungan Biaya Konstruksi 12. ICSE. 12 Admnistrasi Teknik vii

9 PANDUAN PEMBELAJARAN PELATIHAN IRIGASI : PELATIHAN AHLI SUPERVISI KONSTRUKSI JARINGAN IRIGASI JUDUL MODUL : KRITERIA DESAIN IRIGASI KETERANGAN KODE MODUL : ICSE. 06 DESKRIPSI : Materi ini terutama membahas kriteria desain irigasi pada pekerjaan desain di bidang sumber daya air yang meliputi tahapan proyek, tahapan survai, investigasi dan desain irigasi serta tahapan desain irigasi. Standar perencanaan irigasi, NSPM, kriteria dan standar lainnya, serta kriteria desain irigasi yang di dalamnya berisi tentang kriteria penentuan lokasi rencana pengembangan irigasi, kriteria perencanaan peta petak/ lay out, kriteria pra rencana bendung dan kriteria saluran dan bangunan. TEMPAT KEGIATAN : Dalam ruang kelas lengkap dengan fasilitasnya WAKTU KEGIATAN : 4 jam pelajaran (1 JP = 45 menit) viii

10 KEGIATAN INSTRUKTUR KEGIATAN PESERTA PENDUKUNG 1. CERAMAH : PEMBUKAAN Menjelaskan Tujuan Instruksional (TIU & TIK) Merangsang motivasi peserta dengan pertanyaan atau pengalamannya dalam penerapan tahapan desain irigasi dan kriteria desain irigasi Mengikuti penjelasan TIU dan TIK dengan tekun dan aktif Mengajukan pertanyaan apabila kurang jelas OHT No. 3 Waktu : 5 menit Bahan : Lembar tujuan 2. CERAMAH : PENDAHULUAN Gambaran tahapan desain irigasi dan kriteria desain irigasi Menjelaskan maksud dari tahapan desain irigasi Menjelaskan maksud dari kriteria desain irigasi Mengikuti penjelasan instruktur dengan tekun dan aktif Mencatat hal-hal yang perlu Mengajukan pertanyaan bila perlu OHT No. 4 s/d 5 Waktu : 10 menit Bahan : Materi serahan (bab 1 Pendahuluan) ix

11 KEGIATAN INSTRUKTUR KEGIATAN PESERTA PENDUKUNG 3. CERAMAH : Tahapan Desain Irigasi Tahapan proyek (SIDLACOM) Tahapan SID proyek Tahapan desain irigasi Menjelaskan tahapan proyek (SIDLACOM), SID irigasi Menjelaskan tahapan desain irigasi Menjelaskan tahapan : o Penentuan lokasi rencana pengembangan o Perencanaan peta petak o Pra rencana bendung o Perencanaan saluran dan bangunan o Final desain bendung Mengikuti penjelasan instruktur dengan tekun dan aktif Mencatat hal-hal yang perlu Mengajukan pertanyaan bila perlu OHT No. 6 s/d 19 Waktu : 35 menit Bahan : Materi serahan (bab 2 Tahapan Desain Irigasi) 4. CERAMAH : Standar perencanaan irigasi dan kriteria/ standar lainnya Kriteria desain irigasi Menjelaskan standar perencanaan irigasi dan kriteria lainnya Menjelaskan kriteria desain irigasi o Kriteria penentuan lokasi rencana pengembangan irigasi o Kriteria perencanaan peta petak o Kriteria pra rencana bendung Mengikuti penjelasan instruktur dengan tekun dan aktif Mencatat hal-hal yang perlu Mengajukan pertanyaan bila perlu OHT No. 20 s/d 35 Waktu : 60 menit Bahan : Materi serahan (bab 3 ) x

12 KEGIATAN INSTRUKTUR KEGIATAN PESERTA PENDUKUNG 5. CERAMAH : Kriteria Perencanaan Irigasi Kriteria perencanaan saluran dan bangunan Kriteria final desain bendung Menjelaskan kriteria perencanaan saluran dan bangunan Menjelaskan kriteria final desain bendung Mengikuti penjelasan instruktur dengan tekun dan aktif Mencatat hal-hal yang perlu Mengajukan pertanyaan bila perlu OHT No. 36 s/d 106 Waktu : 70 menit Bahan : Materi serahan o Sub bab Kriteria Perencanaan Saluran dan Bangunan o Sub bab kriteria final desain bendung xi

13 MATERI SERAHAN xii

14 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Tujuan Kriteria Desain Untuk membuat perencanaan teknis atau desain detail jaringan irigasi perlu ditentukan kriteria desain yang meliputi standar dan prosedur perhitungan desain, rumus-rumus, besaran parameter, standar keamanan bangunan yang dipakai, standar beban dan tekanan yang bekerja pada bangunan, tegangan yang diijinkan pada bahan konstruksi, klasifikasi beton. Kriteria desain disusun berdasarkan buku-buku standar dan pedoman dari Departemen Pekerjaan Umum, literatur yang disusun oleh Direktorat Jenderal Pengairan atau Pusat Litbang Pengairan. 1.2 Komponen Kriteria Disain Irigasi terdiri : 1) Perencanaan Jaringan Irigasi 2) Bangunan Utama 3) Saluran 4) Parameter Bangunan 5) Petak tersier 6) Standar penggambaran. 1-1

15 BAB 2 TAHAPAN PERENCANAAN IRIGASI 2.1 Tahapan Proyek Di dalam menangani setiap proyek (tidak hanya proyek pengembangan irigasi) kita kenal yang disebut SIDLACOM, suatu singkatan dari : S = Survey (Perencanaan Umum) I = Investigation (Pengukuran/ Penyelidikan) D = Design (Perencanaan Teknis) LA = Land Acquisition (Pembebasan Tanah) C = Construction (Pelaksanaan) O = Operation (Exploitasi/ Operasi) M = Maintenance (Pemeliharaan) SIDLACOM inilah yang dipakai sebagai pedoman pelaksanaan pengembangan. Singkatan ini disebut sedemikian rupa sehingga secara garis besar sudah merupakan urutan dari pada kegiatan yang perlu dilakukan. Dikatakan disini perlu dilakukan karena kadang-kadang ada beberapa kegiatan yang ditiadakan berhubung sesuatu hal yang sangat penting misalnya segi politik atau keamanan. SIDLACOM sudah merupakan suatu urutan dari kegiatan, karena misalnya suatu desain baru dilakukan setelah adanya investigasi sebagai data yang dipakai untuk perencanaan (design). Akan tetapi secara detail, suatu bagian kegiatan yang termasuk dalam salah satu kelompok pekerjaan (misalnya kelompok pekerjaan survai) kadang-kadang dilakukan ditengah-tengah kelompok pekerjaan lain, sehingga terdapat saling seling (intermitten) sebagai contoh dari flowchart. Pengembangan irigasi terlampir dapat dilihat bahwa khususnya mengenai kegiatan survai dan investigasi terdapat saling seling dengan kegiatan-kegiatan lainnya yang termasuk dalam tahap desain. Hal ini dimungkinkan karena sesuatu investigasi baru dapat dilakukan di sebelah lokasi yang ditentukan. Sedangkan penentuan site ini termasuk dalam kegiatan desain. Oleh karena itu, diatas telah disebutkan bahwa SIDLACOM merupakan pedoman secara garis besarnya saja. Jadi dapat dikatakan bahwa dalam hal ini 2-1

16 pengembangan irigasi SIDLACOM lebih menekankan pada kelompok macam pekerjaan sedangkan urutan kegiatan pekerjaan (tahapan) itu sendiri seperti yang terlampir dalam flowchart terlampir (Gambar 2.1 flowchart pengembangan irigasi) 2.2 Survai, Investigasi dan Desain Irigasi Dengan penjelasan diatas, maka untuk proyek irigasi pada tahap perencanaan (SID) dibagi menjadi 2 tahap yaitu tahap studi dan tahap perencanaan teknis. Kedua tahap ini diuraikan lagi menjadi taraf, di bawah ini dijelaskan ciri-ciri utama dari tahap/ taraf tersebut. TAHAP/ TARAF 1. TAHAPAN PERENCANAAN 1.1 Taraf Perencanaan Pendahuluan 1.2 Taraf Perencanaan Detail Akhir CIRI-CIRI UTAMA - Membutuhkan foto udara (kalau ada), peta situasi hasil pengukuran, penelitian tanah pertanian dan kesesuaian lahan - Pembuatan tata letak (peta petak) jaringan irigasi dan drainase, pra rencana bangunan utama, perhitungan neraca air (water balance) antara ketersediaan dan kebutuhan air - Kegiatan kantor dan pengecekan lapangan dilakukan secara ekstensif - Pengukuran trase saluran - Penyelidikan geologi teknik dan mekanika tanah - Perencanaan saluran dan bangunan irigasi dan drainase - Penyelidikan uji model hidrolis - Final rencana bendung 2-2

17 Sedangkan tahapan SID irigasi dapat dilihat pada gambar 2.1 flowchart pengembangan irigasi. 2.3 Tahapan Pekerjaan Perencanaan Teknis Irigasi Untuk ahli Perencana Irigasi yang harus diketahui adalah seperti di bawah ini : Penentuan Lokasi Rencana Pengembangan Irigasi Bila dalam paket kontrak ada Penentuan Lokasi Rencana Pengembangan Irigasi maka tahapan/ urutan pekerjaannya dapat dilihat pada (Gambar 2.2 Flowchart Penentuan Lokasi Rencana Pengembangan Irigasi) Perencanaan Peta Petak Irigasi/ Lay Out Bila dalam paket kontrak ada Perencanaan Peta Petak/ Lay Out maka tahapan/ urutan pekerjaannya dapat dilihat pada (Gambar 2.3 Flowchart Perencanaan Peta Petak/ Lay Out) Pra Rencana Bendung Bila dalam paket kontrak ada Pra Rencana Bendung maka tahapan/ urutan pekerjaannya dapat dilihat pada (Gambar 2.4 Flowchart Pra Rencana Bendung) Perencanaan Saluran dan Bangunan Bila dalam paket kontrak ada Perencanaan Saluran Dan Bangunan maka tahapan atau urutan pekerjaan dapat dilihat pada (Gambar 2.5 Flowchart Perencanaan Saluran dan Bangunan) Final Desain Bendung Bila dalam paket kontrak ada Final Desain Bendung maka tahapan/ urutan pekerjaannya dapat dilihat pada (Gambar 2.6 Flowchart Final Desain Bendung) 2-3

18 Start Desk Study Identifikasi study Rencana Lokasi Sistem Irigasi Segi Ekonomi Dominan? Reconnaisance Study Segi Lain Dominan Pengukuran Situasi Pengukuran Situasi Analisa Hidrologi Analisa Hidrologi Pra Desain Peta Petak Desain Peta Petak Survai Lain - Tanah Pertanian - Kesesuaian Lahan Pengecekan Lapangan Bersama Petugas Terkait Final Desain Peta Petak Skema Dimensi Saluran dan Elevasi MA di Bang. Bagi/ Sadap Feasibility Study STDP Tidak Feasible? Feasible Pengukuran Trase Saluran Pemeriksaan Trase Saluran Penyelidikan - Geologi Teknik - Mekanika Tanah Cocok? Tidak Cocok Muka Air Sepanjang Saluran? Sedikit Perbaikan Peta Petak Banyak Review Peta Petak Cek Dimensi Saluran Desain Bangunan Utama Desain Saluran Desain Bangunanbangunan Model Test Review Design Hasil Design Keterangan : Start Aktivitas Asistensi/ Diskusi Konstruksi O & P Gambar 2.1 Flowchart Pengembangan Irigasi 2-4

19 Start Lokasi Masukan dari Publik dan Instansi Terkait Lokasi Masukan di Plot Dalam Peta Top Cart Tidak Ass/ diskusi Ya Data RTRW dan RP SDA WS Lokasi Masukan Disesuaikan dengan RTRW dan RP SDA WS Tidak Ass/ diskusi Ya Persiapan Konsultasi Publik dan Cheking Lapangan Cheking Lapangan Pengumpulan Data Untuk 8 Persyaratan Konsultasi Publik dan Lembaga Terkait Analisa Identifikasi tentang Delapan Persyaratan Tidak Ass/ diskusi Ya Peta Lokasi Final Rencana Pengembangan Irigasi Cetak/ Jilid Keterangan : Start Aktivitas Asistensi/ Diskusi Penyerahan Penyerahan hasil Pekerjaan Gambar 2.2 Flowchart Penentuan Lokasi Rencana Pengembangan Irigasi 2-5

20 Start Pengumpulan Data Pra Lay Out Tidak Ass/ diskusi Ya Orientasi/ Cheking Lapangan Sistem Saluran Bangunan Bagi/ Sadap Bangunan Silang Diskusi dengan PU/ Petani Pemerintah Setempat Inception Report Diskusi/ Program Kerja Kriteria Desain (D.C) Draft Report D.C Tidak Ass/ diskusi Ya Draft Perhitungan W.R/ W.B Draft Final Lay Out Draft Perhitungan Saluran Tidak Ass/ diskusi Ya Final Lay Out Tidak Ass/ diskusi Ya Cetak/ Jilid Final Report Keterangan : Start Aktivitas Asistensi/ Diskusi Penyerahan Penyerahan hasil Pekerjaan Gambar 2.3 Flowchart Perencanaan Peta Petak 2-6

21 Start Pengumpulan Data Pra Rencana Lokasi Bendung Orientasi Lapangan Cheking : Hidrolik, Sungai, Geologi, Hasil Pengukuran Diskusi dengan PU/ Petani Pemerintah Setempat Penentuan Lokasi Bendung Inception Report Diskusi/ Program Kerja Kriteria Desain (D.C) Tidak Ass/ diskusi Ya Analisa Data Hidrologi, dll Perhitungan Pra Rencana Bendung Penggambaran Pra Rencana Bendung Tidak Ass/ diskusi Ya Final Perhitungan Pra Rencana Bendung Final Penggambaran Pra Rencana Bendung Tidak Ass/ diskusi Ya Cetak/ Jilid Keterangan : Start Aktivitas Asistensi/ Diskusi Penyerahan Penyerahan hasil Pekerjaan Gambar 2.4 Flowchart Pra Rencana Bendung 2-7

22 Start Pengumpulan Data Peta Petak Skema Situasi Saluran Profil Saluran Konsep Lay Out Saluran Orientasi Lapangan Cheking Trase Saluran Penentuan Lay Out Saluran Diskusi dengan PU/ petani, Pemerintah Setempat Penentuan Lokasi Bangunan Inception Report Diskusi Program Kerja Kriteria Desain Tidak Ass/ diskusi Ya Analisa Hidrologi Desain Saluran Desain Bangunan Tidak Ass/ diskusi Ya Perhitungan Volume Perhitungan RAB Program Pelaksanaan Spesifikasi Teknis Draft Report Tidak Ass/ diskusi Ya Cetak/ Jilid Keterangan : Start Aktivitas Asistensi/ Diskusi Penyerahan Penyerahan hasil Pekerjaan Gambar 2.5 Flowchart Perencanaan Saluran dan Bangunan 2-8

23 Start Pengumpulan Data Hasil Pra Rencana Bendung Hasil Penyelidikan GT/ MT Hasil Model Test Bendung Konsep Final Desain Bendung Tidak Ass/ diskusi Ya Orientasi Lapangan Cheking Hasil Pengukuran Cheking GT/ MT Penentuan Final Lokasi Bendung Diskusi dengan PU, Pemerintah Setempat Inception Report Diskusi Program Kerja Kriteria Desain Tidak Ass/ diskusi Ya Perhitungan Hidrologi/ Hidrolik Bendung Pemilihan Jenis Konstruksi Perhitungan Stabilitas Bendung Penggambaran Final Bendung Tidak Ass/ diskusi Ya Perhitungan Volume Perhitungan RAB Program Pelaksanaan Spesifikasi Teknis Draft Report Tidak Ass/ diskusi Ya Cetak/ Jilid Keterangan : Start Aktivitas Asistensi/ Diskusi Penyerahan Penyerahan hasil Pekerjaan Gambar 2.6 Flowchart Final Desain Bendung 2-9

24 BAB 3 KRITERIA PERENCANAAN IRIGASI 3.1 Umum Kriteria perencanaan ini dimaksudkan sebagai dasar atau standar dalam melaksanakan perencanaan irigasi yang sebagian besar diambil dari Standar Perencanaan Irigasi yang selesai dibuat pada tahun Standar Perencanaan Irigasi ini terdiri dari 7 buku Kriteria Perencanaan; 4 (empat) persyaratan teknis, 2 (dua) bagian gambar dan 1 (satu) buku bagian penunjang, buku-buku tersebut adalah : 1. KP 01 Perencanaan Jaringan Irigasi 2. KP 02 Bangunan Utama 3. KP 03 Saluran 4. KP 04 Bangunan 5. KP 05 Parameter Bangunan 6. KP 06 Petak Tersier 7. KP07 Standar Menggambar 8. PT 01 Jaringan Irigasi 9. PT 02 Pengukuran 10. PT 03 Penyelidikan Geologi 11. PT 04 Penyelidikan Model Test 12. BL 1 Gambar-gambar Tipe 13. BL 2 Standar Bangunan Irigasi 14. Bagian Penunjang Dalam modul ini hanya diberikan kriteria desain yang sering dilaksanakan oleh Ahli Desain Irigasi. 3.2 Standar Perencanaan Irigasi Standar perencanaan irigasi ini adalah olahan dari kumpulan kajian dan penelitian terhadap perencanaan yang sudah berjalan, laporan-laporan, kriteria yang dipergunakan di proyek-proyek, pedoman dan standar di bidang lain yang berlaku di Indonesia serta referensi perencanaan irigasi dari luar Indonesia. 3-1

25 Banyak pendapat dan saran para ahli irigasi di Indonesia telah ditampung melalui acara diskusi, kemudian dianalisis dan kesimpulannya dimasukkan dalam standar ini. Standar perencanaan irigasi ini tidak bersifat statis, dan dimasa mendatang masih perlu dikembangkan dan disempurnakan sesuai dengan kemajuan teknologi keirigasian. Diharapkan pada perencanaan irigasi dapat mengambil manfaat yang sebesarbesarnya, terutama dalam kecepatan penyelesaian tugas-tugas perencanaan menuju keseragaman irigasi di Indonesia. Standar perencanaan irigasi ini merupakan keharusan untuk dipakai oleh badanbadan di lingkungan Direktorat Jenderal Pengairan/ SDA. Standar Perencanaan irigasi ini telah disiapkan dan disusun dalam 3 kelompok : Kelompok 1 Kriteria Perencanaan Kelompok 2 Gambar Bangunan Irigasi Kelompok 3 Persyaratan Teknis Adapun uraian dari ketiga kelompok tersebut yaitu : a. Kriteria perencanaan terdiri dari 7 bagian yang berisi instruksi, standar dan prosedur bagi perencanaan dalam merencanakan irigasi teknis : KP 01 Kriteria Perencanaan bagian Perencanaan jaringan irigasi KP 02 Kriteria Perencanaan bagian Bangunan Utama (Head Work) KP 03 Kriteria Perencanaan bagian Saluran KP 04 Kriteria Perencanaan bagian Bangunan KP 05 Kriteria Perencanaan bagian Petak Tersier KP 06 Kriteria Perencanaan bagian Parameter Bangunan KP 07 Kriteria Perencanaan bagian Standar Penggambaran b. Gambar bangunan irigasi terdiri dari gambar-gambar standar dan tipe bangunan c. Persyaratan teknis terdiri dari 4 bagian yaitu : PT 1 Perencanaan Jaringan Irigasi PT 2 Pengukuran Topografi PT 3 Penyelidikan Geoteknik PT 4 Penyelidikan Model Hidrolis d. Buku petunjuk perencanaan irigasi 3-2

26 3.3 NSPM, Kriteria dan Standar Lainnya Disamping standar perencanaan irigasi ada standar atau kriteria lain yang dapat dipakai. Setiap masalah dalam batasan-batasan dari Standar Perencanaan Irigasi harus dipecahkan dengan keahlian khusus dan atau melalui konsultasi khusus dengan badan-badan yang ditugaskan melakukan pembinaan keirigasian, yaitu : 1. Direktorat Bina Teknik 2. Puslitbang Air 3.4 Desain Irigasi Kriteria masing-masing pekerjaan perencanaan teknis untuk Ahli Perencana Irigasi (Irrigation Design Engineer) yang penting diketahui adalah seperti berikut ini Penentuan Lokasi Rencana Pengembangan Irigasi 1. Data yang dibutuhkan a. Peta top cart skala 1 : atau 1 : b. Lokasi masukan dari masyarakat setempat dan lembaga terkait c. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional/ Propinsi/ Kabupaten/ Kota d. Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air di Wilayah Sungai 2. Yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan proyek irigasi a. Proyek dekat daerah konsumsi b. Proyek dapat mengakseskan program transmigrasi c. Tak ada sengketa tanah (misalnya tanah adat, ulayat dll) d. Tanah cocok untuk pertanian e. Air cocok untuk pertanian f. Tidak terisolir (lalu lintas lancar) g. Ada komperatif studi h. Areal maksimum 5000 ha (yang dapat prioritas pertama), karena keterbatasan dana APBN. Setelah lokasi masukan dari masyarakat setempat dan lembaga terkait diplotkan pada peta top cart, disesuaikan dulu dengan RTRW Nas/ Prop/ Kab/ Kota dan Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air di Wilayah Sungai. Kemudian didiskusikan lagi dengan lembaga terkait, seluruh stake holder untuk sosialisasi dan kesepakatan.hasil konsultasi publik disimpulkan dan dibuat laporan. NSPM =Norma Standar Pedoman Manual 3-3

27 3.4.2 Perencanaan Lay Out (Peta Petak) 1. Data yang dibutuhkan a. Peta lokasi rencana pengembangan irigasi hasil kesepakatan publik setempat dan lembaga terkait b. Peta topografi/ peta situasi lokasi daerah irigasi skala 1 : 5000 dan 1 : (hasil pengukuran) c. Hasil perhitungan water balance/ keseimbangan air antara ketersediaan dan kebutuhan air (luas DI yang dapat diairi dan kebutuhan air maksimum dalam l/det/ha) 2. Masalah-masalah yang harus diperhatikan dalam Perencanaan lay out a. Jaringan irigasi harus berada di tempat tertentu sehingga sawah yang tertinggi dan terjauh dapat diairi b. Jaringan irigasi harus berada pada batas kepemilikan tanah sehingga kepemilikan tanah tidak terpecah-pecah c. Bila saluran memotong bukit harus diperhitungkan untung ruginya bila dibandingkan dengan melalui kontur (garis ketinggian) 3. Batas-batas petak tersier a. Tergantung dari kondisi topografi b. Batas petak dapat berupa saluran drainase, sungai, jalan dan batas desa c. Diusahakan terletak pada batas administrasi desa (jadi dihindari satu petak tersier berada dalam dua desa) d. Diusahakan batas petak tersier adalah sama dengan batas hak milik 4. Luas dan bentuk petak tersier a. Menurut pengalaman, ukuran optimum suatu petak tersier adalah antara 50 ha 100 ha (maksimum 150 ha jika keadaan memaksa) b. Luas petak kuarter antara 8 ha 15 ha c. Bentuk optimum petak tersier adalah bujur sangkar d. Luas petak tersier diukur dengan planimeter dan hasilnya dikurangi 10 % 5. Panjang saluran tersier a. Maksimum panjang saluran tersier < 1500 m (sawah terjauh dari pintu sadap < 1500 m) b. Maksimum panjang saluran kuarter < 500 m 3-4

28 6. Debit Rencana Debit rencana sebuah saluran dihitung dengan rumus umum berikut : c NFR A Q e dimana : Q = debit rencana, l/dt c = koefesien pengurangan karena adanya sistem golongan (lihat point 9) * ) NFR A e = kebutuhan bersih (netto) air sawah, m.l/det.ha = luas daerah yang diairi, ha = efisiensi irigasi secara keseluruhan Jika air yang dialirkan oleh saluran juga untuk keperluan selain irigasi, maka debit rencana harus ditambah dengan jumlah yang dibutuhkan untu keperluan iti, dengan memperhitungkan efisiensi pengaliran. Lengkung Kapasitas Tegal yang dipakai sejak tahun 1891, tidak lagi digunakan untuk perencanaan kapasitas saluran irigasi. Alasannya adalah : - Sekarang telah ada metode perhitungan kebutuhan air di sawah yang secara lebih tepat memberikan kapasitas bangunan sadap tersier, jika dipakai bersama-sama dengan angka-angka efisiensi di tingkat tersier. - Pengurangan kapasitas saluran yang harus mengairi areal seluas lebih dari 142 ha, sekarang digabungkan dalam efisiensi pengaliran. Pengurangan kapasitas yang diasumsikan oleh Lengkung Tegal adalah 20 % untuk areal yang ditanami tebu dan 5 % untuk daerah yang tidak ditanami tebu. Persentase pengurangan ini dapat dicapai jika saluran mengairi daerah seluas 710 ha atau lebih. Untuk areal seluas antara 710 ha dan 142 ha keofesien pengurangan akan turun secara linier sampai Kebutuhan air di sawah Kebutuhan air di sawah untuk padi ditentukan oleh faktor-faktor berikut : a. Cara penyiapan lahan b. Kebutuhan air untuk tanaman c. Perkolasi dan rembesan d. Pergantian lapisan air, dan e. Curah hujan efektif 3-5

29 Kebutuhan total air di sawah (GFR) mencakup faktor a sampai d. kebutuhan bersih (netto) air di sawah (NFR) juga memperhitungkan curah hujan efektif. Besarnya kebutuhan air di sawah bervariasi menurut tahap pertumbuhan tanaman dan bergantung kepada cara pengolahan lahan. Besarnya kebutuhan air di sawah dinyatakan dalam mm/hari. Besarnya kebutuhan air di sawah untuk tanaman ladang dihitung seperti pada perhitungan kebutuhan air untuk padi. Ada berbagai harga yang dapat diterapkan untuk kelima faktor di atas. 8. Efisiensi Untuk tujuan-tujuan perencanaan, dianggap bahwa seperempat sampai sepertiga dari jumlah air yang diambil akan hilang sebelum air sampai di sawah. Kehilangan ini disebabkan oleh kegiatan eksploitasi, evaporasi dan perembesan. Kehilangan akibat evaporasi dan perembesan umumnya kecil saja jika dibandingkan dengan jumlah kehilangan akibat kegiatan eksploitasi. Penghitungan rembesan hanya dilakukan apabila kelulusan tanah cukup tinggi. Pada umumnya kehilangan air di jaringan irigasi dapat dibagi-bagi sebagai berikut : ,5 % di petak tersier, antara bangunan sadap tersier dan sawah - 7,5 12,5 % di saluran sekunder - 7,5 12,5 % di saluran utama Efisiensi secara keseluruhan (total) dihitung sebagai berikut : Efisiensi jaringan tersier (et) x efisiensi jaringan sekunder (es) x efisiensi jaringan primer (ep), hasilnya antara 0,59 0,73. Oleh karena itu, kebutuhan bersih air sawah (NFR) harus dibagi e untuk memperoleh jumlah air yang dibutuhkan di bangunan pengambilan dari sungai. Faktor-faktor efisiensi yang diterapkan untuk perhitungan saluran disajikan pada tabel

30 Tabel 3.1 Sistem Kebutuhan Air Tingkat Kebutuhan Air Satuan Sawah Petak tersier Petak sekunder Petak primer Bendung NFR (kebutuhan bersih air di sawah) TOR (kebutuhan air di bangunan sadap tersier) 1 (NFR x luas daerah) x SOR (kebutuhan air di bangunan sadap sekunder) 1 TOR x e s MOR (kebutuhan air di bangunan sadap primer) 1 TORmc 1) )x e p DR (kebutuhan diversi) Saluran induk kiri Saluran induk kanan e t (l/dt/ha) (l/dt) (l/dt atau 3 /dt) (l/dt atau m 3 /dt) (m 3 /dt) Keterangan : TORmc : kebutuhan air di bangunan sadap tersier untuk petak-petak tersier di sepanjang saluran primer/ induk. Kehilangan yang sebenarnya di dalam jaringan bisa jauh lebih tinggi, dan efisiensi yang sebenarnya yang berkisar antara 30 sampai 40 % kadangkadang lebih realistis, apalagi pada waktu-waktu kebutuhan air rendah. Walaupun demikian, tidak disarankan untuk merencanakan jaringan saluran dengan efisiensi yang rendah itu. Setelah beberapa tahun diharapkan efisiensi akan dapat dicapai. Keseluruhan efisiensi irigasi yang disebutkan di atas, dapat dipakai pada proyek-proyek irigasi yang sumber airnya terbatas dengan luas daerah yang diairi sampai ha. Harga-harga efisiensi yang lebih tinggi (sampai maksimum 75 %) dapat diambil untuk proyek-proyek irigasi yang sangat kecil atau proyek irigasi yang airnya diambil dari waduk yang dikelola dengan baik. Di daerah yang baru dikembangkan, yang sebelumnya tidak ditanami padi, dalam tempo 3 4 tahun pertama kebutuhan air di sawah akan lebih tinggi daripada kebutuhan air di masa-masa sesudah itu. Kebutuhan air di sawah bisa menjadi 3 sampai 4 kali lebih tinggi daripada yang direncana. Ini untuk menstabilkan keadaan tanah itu. 3-7

31 Dalam hal-hal seperti ini, kapasitas rencana saluran harus didasarkan pada kebutuhan air maksimum dan pelaksanaan proyek itu harus dilakukan secara bertahap. Oleh sebab itu, luas daerah irigasi harus didasarkan pada kapasitas jaringan saluran dan akan diperluas setelah kebutuhan air di sawah berkurang. Untuk daerah irigasi yang besar, kehilangan-kehilangan air akibat perembesan dan evaporasi sebaiknya dihitung secara terpisah dan kehilangan-kehilangan lain harus diperkirakan. 9. Rotasi Teknis (sistem golongan) Keuntungan-keuntungan yang dapat diperoleh dari sistem golongan teknis adalah : - berkurangnya kebutuhan pengambilan puncak (koefesien pengurangan rotasi) - kebutuhan pengambilan bertambah secara berangsur-angsur pada awal waktu pemberian air irigasi (pada periode penyiapan lahan), sering dengan makin bertambahnya debit sungai; kebutuhan pengambilan puncak dapat ditunda. Sedangkan hal-hal yang tidak menguntungkan adalah : - timbulnya komplikasi sosial - eksploitasi lebih rumit - kehilangan air akibat eksploitasi sedikit lebih tinggi, dan - jangka waktu irigasi untuk tanaman pertama lebih lama, akibat lebih sedikit waktu tersedia untuk tanaman kedua. Agar kebutuhan pengambilan puncak dapat dikurangi, maka areal irigasi harus dibagi-bagi menjadi sekurang-kurangnya tiga atau empat golongan dan tidak lebih dari 5 atau 6 golongan. Dengan sendirinya hal ini agak mempersulit eksploitasi jaringan irigasi. Lagi pula usaha pengurangan debit puncak mengharuskan diperkenalkannya sistem rotasi. 3-8

32 Karena alasan-alasan di atas, biasanya untuk proyek irigasi tertentu yang mencakup daerah yang bisa diairi seluas ha dan mengambil air langsung dari sungai, tidak ada pengurangan debit rencana Koefisien pengurangan = C adalah pengurangan debit akibat dari perbedaan menanam. Waktu menanam ada bermacam ; 1) Cara serentak yaitu dimana waktu pengolahan tanah dikerjakan pada waktu yang sama, ini baru bisa dilaksanakan bila tenaga penggarap banyak atau dengan menggunakan traktor. Dalam hal ini koefisien pengurangan C = 1 untuk saluran tersier calender maupun primer. 2) Cara Golongan yaitu dimana waktu pengolahan tanah atau waktu tanam dilakukan secara teratur bergilir, biasanya berbeda waktu 0,5 bulan. Cara golongan ada 3 macam; a) Golongan pada daerah irigasi Saluran tersier C = 1 Saluran sekunder C = 1 Saluran Primer C < 1 C = 0,80 b) Golongan pada daerah sekunder Saluran tersier C = 1 Saluran sekunder C < 1 C = 0,80 Saluran Primer C < 1 C = 0,80 c) Golongan pada daerah tersier Saluran tersier C < 1 C = 0,80 Saluran sekunder C < 1 C = 0,80 Saluran Primer C < 1 C = 0,80 3-9

33 Tabel 3.2 Karakteristik saluran yang dipakai dengan gambar 3.6 Debit (m 3 /dt) Kemiringan talud (1 : m) Perbandingan b/h n Faktor kekasaran k Pra Rencana Bendung Pertimbangan-pertimbangan dalam merencana bendung : Ketersediaan air untuk mengairi daerah irigasi yang direncanakan Letaknya cukup tinggi untuk dapat disadap dan dialirkan ke rencana saluran induk Kondisi geoteknik di rencana pondasi bendung Bendung agar ditempatkan pada ruas sungai yang alurnya stabil dan perubahan dasar sungai tidak menyolok. Pertimbangan faktor ekonomis. Dengan pertimbangan-pertimbangan tersebut desain awal dilakukan. Setelah kriteria yang ditentukan dapat dipenuhi, dilakukan perhitungan hidraulik dan struktur. Untuk menguji dampak hidraulicnya, perlu diadakan uji model hidraulic. Berdasarkan hasil uji model hidraulic, dilakukan perbaikan atau penyempurnaan desain menjadi desain final. 3-10

34 1. Data yang dibutuhkan a. Peta topografi skala 1 : 1000 lokasi bendung serta potongan memanjang dan melintang b. Hasil perhitungan debit banjir rencana c. Hasil perhitungan dimensi saluran primer ruas 1 d. Hasil penyelidikan geologi 2. Definisi, kesahihan dan bagian-bagian bangunan utama a. Bangunan utama dapat didefinisikan sebagai : Semua bangunan yang direncanakan, disebagian panjang sungai atau aliran air untuk membelokkan air ke dalam jaringan saluran irigasi agar dapat dipakai untuk keperluan irigasi, biasanya dilengkapi dengan kantong lumpur agar bisa mengurangi kandungan sedimen yang berlebihan serta memungkinkan untuk mengukur air yang masuk. b. Kriteria, praktek-praktek yang dianjurkan, pedoman serta metode-metode perencanaan yang dibicarakan dalam bagian Perencanaan Bangunan Utama ini sahih untuk semua bangunan yang beda tinggi energinya (muka air hulu terhadap muka air di hilir) tidak lebih dari 6 m. Untuk bangunanbangunan ini diandaikan bahwa luas daerah tangkapan sungai kurang dari 500 km 2 dan bahwa debit pengambilan maksimum 25 m 3 /dt. c. Bangunan utama terdiri berbagai bagian yang akan dijelaskan secara terinci dalam halaman berikut ini, pembagiannya adalah sebagai berikut : - Bangunan pengelak (weir/ barrage) - Bangunan pengambilan - Bangunan pembilas (penguras) - Kantong lumpur - Pekerjaan sungai - Bangunan-bangunan pelengkap 3. Bangunan pengelak Berfungsi untuk membelokkan air sungai ke jaringan irigasi dengan jalan menaikkan muka air di sungai atau dengan memperlebar dasar bangunan pengelak seperti pada tipe bendung saringan. 3-11

35 Tipe yang menaikkan muka air ada 2 macam yaitu : a. Bendung pelimpah b. Bendung gerak Bendung pelimpah/ tetap/ weir adalah bangunan pelimpah melintang sungai yang memberikan tinggi muka air minimum kepada bangunan pengambilan. Bila terjadi banjir menyebabkan genangan luas di daerah hulu bendung. Bendung gerak/ barrage adalah bangunan berpintu yang dibuka selama aliran sungai besar. Masalah yang ditimbulkan selama banjir kecil tetapi eksploitasinya sulit karena pintu harus tetap dijaga dan dioperasikan. Bendung saringan bawah adalah tipe bangunan yang dapat menyadap air dari sungai tanpa terpengaruh oleh tinggi muka air sungai. Terdiri dari sebuah parit melintang aliran air sungai yang dipasang jeruji baja sebagai saringan. Dibangun pada ruas atas sungai yang hanya menyangkut batu berukuran besar. Pengambilan bebas jika muka air sungai cukup tinggi dan air sungai cukup banyak. Pompa dapat juga dipakai untuk menaikkan air tetapi biaya pengelolaannya cukup tinggi 4. Bangunan pengambilan Adalah sebuah bangunan berupa pintu air. Air sungai dibelokkan ke saluran irigasi melalui pintu ini. Pertimbangan utama dalam merencanakan bangunan pengambilan adalah debit rencana dan pengelolaan sedimen. 5. Bangunan pembilas Pada tubuh bendung tepat di hilir pengambilan dibuat pembilas guna mencegah masuknya bahan sedimen kasar ke dalam jaringan saluran irigasi. Pembilas dapat direncanakan sebagai : a. Pembilas pada tubuh bendung dekat pengambilan, merupakan tipe tradisional b. Pembilas bawah (undersluice), sekarang umum digunakan c. Shunt undersluice, dibuat di luar lebar bersih bangunan pengelak 3-12

36 d. Pembilas bawah tipe boks, menggabungkan pengambilan dan pembilas dalam satu bidang atas bawah 6. Kantong Lumpur Biasanya ditempatkan persis disebelah hilir pengambilan kantong lumpur mengendapkan fraksi-fraksi sedimen yang lebih besar dari fraksi pasir halus (0,06 0,07 cm). Bahan yang telah mengendap di kantong lumpur kemudian dibersihkan secara berkala, dengan aliran deras atau dikeruk. 7. Pekerjaan pengaturan sungai Pembuatan bangunan-bangunan khusus di sekitar bangunan utama untuk menjaga agar bangunan tetap berfungsi dengan baik, terdiri dari : a. Pekerjaan pengaturan sungai (krib, matras batu, pasangan batu kosong dan dinding pengarah) b. Tanggul banjir c. Saringan bongkah d. Tanggul penutup 8. Bangunan pelengkap a. Papan duga untuk mengukur muka air atau debit b. Pintu-pintu (penguras, pengambilan dll) c. Ruang kerja, rumah jaga/ tenaga eksploitasi, gudang peralatan komunikasi d. Jembatan diatas bendung e. Instalasi listrik tenaga air (mikro hidro) Perencanaan Saluran dan Bangunan Saluran Pembawa (Irigasi) A. Data yang dibutuhkan : 1. Peta topografi skala 1 : 5000 beserta hasil lay out peta petak (lengkap) 2. Peta topografi skala 1 : beserta hasil lay out peta petak 3. Skema irigasi dan pembuang 4. Data sawah tertinggi dan terjauh terhadap intake, serta perkiraaan elevasi muka air pada intake dan bangunan bagi sadap. 5. Peta trase saluran skala 1 : Potongan memanjang dan melintang 3-13

37 7. Hasil perhitungan luas petak dan debit setiap ruas saluran irigasi 8. Hasil penyelidikan geoteknik 9. Hasil penyelidikan sedimen Penggunaan peta foto udara dan foto yang dilengkapi dengan garis ketinggian (ortofoto) akan sangat besar artinya untuk perencanaan tata letak dan trase saluran pembawa. Data-data pengukuran topografi dan saluran yang disebutkan di atas merupakan data akhir untuk perencanaan detail saluran. Letak trase saluran sering baru dapat ditetapkan setelah membanding-bandingkan berbagai alternatif, informasi yang diperoleh dari pengukuran trase saluran dapat dipakai untuk peninjauan trase pendahuluan, misalnya pemindahan as saluran atau perubahan tikungan saluran. Letak as saluran pada silangan dengan saluran pembuang (alamiah) sering sulit ditentukan secara tepat dengan menggunakan peta topografi, sebelum diadakan pengukuran saluran. Letak akhir bangunan utama dan bangunan silang tersebut hanya dapat ditentukan berdasarkan survai lapangan (dengan skala 1 : 200 atau 1 : 500) Lokasi trase saluran garis tinggi akan lebih banyak dipengaruhi oleh keadaan topografi setempat daripada saluran yang mengikuti punggung medan. Saluran-saluran sekunder sering mengikuti punggung medan. Pengukuran trase untuk saluran tipe ini dapat dibatasi sampai pada lebar 75 m yang memungkinkan penempatan as saluran dan perencanaan potongan melintang dengan baik. Untuk saluran garis tinggi, lebar profil yang serupa cukup untuk memberikan perencanaan detail. Akan tetapi, karena menentukan as saluran dari sebuah peta topografi sebelum pengukuran saluran lebih sulit, pengukuran peta trase umumnya ditentukan dengan as saluran yang ditentukan di lapangan. Data geoteknik diperlukan untuk perencanaan saluran pembawa (irigasi). Hal utama yang harus diperhatikan dalam perencanaan saluran adalah stabilitas tanggul, kemiringan talud galian serta rembesan ke dan dari saluran. Data tanah yang diperoleh dari hasil penyelidikan tanah pertanian akan memberikan pertunjuk umum mengenai sifat-sifat tanah di daerah trase saluran yang direncanakan. 3-14

38 Perhatian khusus harus diberikan kepada daerah-daerah yang mengandung : - Batu singkapan - Lempung tak stabil yang plastisitasnya tinggi - Tanah gambut dan bahan-bahan organik - Pasir dan kerikil - Bahan (tanah) yang cocok untuk timbunan - Muka air tanah Pengujian gradasi dan batas cair terhadap bahan-bahan sampel pada umumnya akan menghasilkan klasifikasi yang memadai untuk perencanaan talud galian dan timbunan. Untuk talud yang tinggi (lebih dari 5 m) diperlukan analisis yang mendetail mengenai sifat-sifat tanah. Klasifikasi menurut Unified Soil Classification USBR akan memberikan data-data yang diperlukan untuk perencanaan saluran. Sumuran uji untuk pengambilkan sample dengan bor tangan, yang digali sampai kedalaman tertentu di bawah ketinggian dasar saluran, harus dibuat dengan interval 1 km. Interval ini harus dikurangi jika tanah pada trase itu sangat bervariasi. Pemeriksaan visual dan tes kelulusan juga harus dilakukan, jika memang perlu. Persyaratan teknis untuk penyelidikan Geoteknik (PT 03) memberikan uraian yang lebih terinci tentang hal ini, dan harus dipakai untuk menentukan data yang akan dikumpulkan di lapangan. Pengujian tanah di lokasi bangunan saluran pada umumnya akan menambah informasi mengenai sifat-sifat tanah di dalam trase saluran Data sedimen terutama diperlukan untuk perencanaan jaringan pengambilan di sungai dan kantong lumpur. Bangunan pengambilan dan kantong lumpur akan direncanakan agar mampu mencegah masuknya sediment kasar (> 0,06 0,07 m) ke dalam jaringan saluran. Untuk perencanaan saluran irigasi yang mantap kita harus mengetahui konsentrasi sedimen dan pembagian (distribusi) ukuran butirnya. Data-data ini akan menentukan faktor-faktor untuk perencanaan kemiringan saluran dan potongan melintang yang mantap, dimana sedimentasi dan erosi harus tetap berimbang dan terbatas. Faktor yang menyulitkan adalah keanekaragaman dalam hal waktu dan jumlah di sungai. Selama aliran rendah konsentrasi kecil, dan selama debit puncak 3-15

39 konsentrasi meninggi. Perubahan-perubahan ini tidak dihubungkan dengan variasi dalam kebutuhan air irigasi. Pola yang dominan tidak dapat diramalkan. Lebih-lebih lagi, data sedimen untuk kebanyakan sungai hampir tidak tersedia, atau hanya meliputi data-data hasil pengamatan yang diadakan secara insidentil. Selanjutnya pemilihan kondisi rencana hanya merupakan taksiran dari kondisi yang sebenarnya. B. Debit rencana Debit rencana sebuah saluran dihitung dengan rumus umum berikut : c NFR A Q e dimana : Q = debit rencana, l/dt c = koefesien pengurangan karena adanya system golongan (lihat point E) NFR = kebutuhan bersih (netto) air di sawah, l/det/ha A = luas daerah yang diairi, ha e = efisiensi irigasi secara keseluruhan Jika air yang dialirkan oleh jaringan saluran juga untuk keperluan selain irigasi, maka debit rencana harus ditambah dengan jumlah yang dibutuhkan untuk keperluan itu, dengan memperhitungkan efisiensi pengaliran. Lengkung Kapasitas Tegal yang dipakai sejak tahun 1891, tidak lagi digunakan untuk perencanaan kapasitas saluran irigasi. Alasannya adalah : - Sekarang telah ada metode perhitungan kebutuhan air di sawah yang secara lebih tepat memberikan kapasitas bangunan sadap tersier, jika dipakai bersama-sama dengan angka-angka efisiensi di tingkat tersier. - Pengurangan kapasitas saluran yang harus mengairi areal seluas lebih dari 142 ha, sekarang digabungkan dalam efisiensi pengaliran. Pengurangan kapasitas yang diasumsikan oleh Lengkung Tegal adalah 20 % untuk areal yang ditanami tebu dan 5 % untuk daerah yang tidak ditanami tebu. Persentase pengurangan ini dapat dicapai jika saluran mengairi daerah seluas 710 ha atau lebih. Untuk areal seluas antara 710 ha dan 142 ha keofesien pengurangan akan turun secara linier sampai

40 C. Kebutuhan air di sawah Kebutuhan air di sawah untuk padi ditentukan oleh faktor-faktor berikut : a. Cara penyiapan lahan b. Kebutuhan air untuk tanaman c. Perkolasi dan rembesan d. Pergantian lapisan air, dan e. Curah hujan efektif Kebutuhan total air di sawah (GFR) mencakup faktor a sampai d. kebutuhan bersih (netto) air di sawah (NFR) juga memperhitungkan curah hujan efektif. Besarnya kebutuhan air di sawah bervariasi menurut tahap pertumbuhan tanaman dan bergantung kepada cara pengolahan lahan. Besarnya kebutuhan air di sawah dinyatakan dalam mm/hari. Besarnya kebutuhan air di sawah untuk tanaman ladang dihitung seperti pada perhitungan kebutuhan air untuk padi. Ada berbagai harga yang dapat diterapkan untuk kelima faktor di atas. NFR : Net Field Requirement GFR : Gross Field Requirement D. Efisiensi Untuk tujuan-tujuan perencanaan, dianggap bahwa seperempat sampai sepertiga dari jumlah air yang diambil akan hilang sebelum air sampai di sawah. Kehilangan ini disebabkan oleh kegiatan eksploitasi, evaporasi dan perembesan. Kehilangan akibat evaporasi dan perembesan umumnya kecil saja jika dibandingkan dengan jumlah kehilangan akibat kegiatan eksploitasi. Penghitungan rembesan hanya dilakukan apabila kelulusan tanah cukup tinggi. Pada umumnya kehilangan air di jaringan irigasi dapat dibagi-bagi sebagai berikut : ,5 % di petak tersier, antara bangunan sadap tersier dan sawah - 7,5 12,5 % di saluran sekunder - 7,5 12,5 % di saluran utama Efisiensi secara keseluruhan (total) dihitung sebagai berikut : Efisiensi jaringan tersier (et) x efisiensi jaringan sekunder (es) x efisiensi jaringan primer (ep), dan antara 0,59 0,73. oleh karena itu, kebutuhan bersih air sawah (NFR) harus dibagi e untuk memperoleh jumlah air yang dibutuhkan di bangunan 3-17

41 pengambilan dari sungai. Faktor-faktor efisiensi yang diterapkan untuk perhitungan saluran disajikan pada tabel 3.3 Tabel 3.3 Sistem Kebutuhan Air Tingkat Kebutuhan Air Satuan Sawah Petak tersier Petak sekunder Petak primer Bendung Keterangan : NFR (kebutuhan bersih air di sawah) TOR (kebutuhan air di bangunan sadap tersier) 1 (NFR x luas daerah) x SOR (kebutuhan air di bangunan sadap sekunder) 1 TOR x e s e t MOR (kebutuhan air di bangunan sadap primer) 1 TORmc 1) )x e p DR (kebutuhan diversi) Saluran Induk kiri Saluran induk kanan (l/dt/ha) (l/dt) (l/dt atau 3 /dt) (l/dt atau m 3 /dt) (m 3 /dt) TORmc : kebutuhan air di bangunan sadap tersier untuk petak-petak tersier di sepanjang saluran primer Kehilangan yang sebenarnya di dalam jaringan bisa jauh lebih tinggi, dan efisiensi yang sebenarnya yang berkisar antara 30 sampai 40 % kadang-kadang lebih realistis, apalagi pada waktu-waktu kebutuhan air rendah. Walaupun demikian, tidak disarankan untuk merencanakan jaringan saluran dengan efisiensi yang rendah itu. Setelah beberapa tahun diharapkan efisiensi akan dapat dicapai. Keseluruhan efisiensi irigasi yang disebutkan di atas, dapat dipakai pada proyekproyek irigasi yang sumber airnya terbatas dengan luas daerah yang diairi sampai ha. Harga-harga efisiensi yang lebih tinggi (sampai maksimum 75 %) dapat diambil untuk proyek-proyek irigasi yang sangat kecil atau proyek irigasi yang airnya diambil dari waduk yang dikelola dengan baik. Di daerah yang baru dikembangkan, yang sebelumnya tidak ditanami padi, dalam tempo 3 4 tahun pertama kebutuhan air di sawah akan lebih tinggi daripada kebutuhan air di masa-masa sesudah itu. Kebutuhan air di sawah bisa menjadi

42 sampai 4 kali lebih tinggi daripada yang direncana. Ini untuk menstabilkan keadaan tanah itu. Dalam hal-hal seperti ini, kapasitas rencana saluran harus didasarkan pada kebutuhan air maksimum dan pelaksanaan proyek itu harus dilakukan secara bertahap. Oleh sebab itu, luas daerah irigasi harus didasarkan pada kapasitas jaringan saluran dan akan diperluas setelah kebutuhan air di sawah berkurang. Untuk daerah irigasi yang besar, kehilangan-kehilangan air akibat perembesan dan evaporasi sebaiknya dihitung secara terpisah dan kehilangan-kehilangan lain harus diperkirakan. E. Rotasi Teknis (Sistem golongan) Keuntungan-keuntungan yang dapat diperoleh dari sistem golongan teknis adalah : - berkurangnya kebutuhan pengambilan puncak (koefesien pengurangan rotasi) - kebutuhan pengambilan bertambah secara berangsur-angsur pada awal waktu pemberian air irigasi (pada periode penyiapan lahan), sering dengan makin bertambahnya debit sungai; kebutuhan pengambilan puncak dapat ditunda. Sedangkan hal-hal yang tidak menguntungkan adalah : - timbulnya komplikasi sosial - eksploitasi lebih rumit - kehilangan air akibat eksploitasi sedikit lebih tinggi, dan - jangka waktu irigasi untuk tanaman pertama lebih lama, akibat lebih sedikit waktu tersedia untuk tanaman kedua. Agar kebutuhan pengambilan puncak dapat dikurangi, maka areal irigasi harus dibagi-bagi menjadi sekurang-kurangnya tiga atau empat golongan dan tidak lebih dari 5 atau 6 golongan. Dengan sendirinya hal ini agak mempersulit eksploitasi jaringan irigasi. Lagi pula usaha pengurangan debit puncak mengharuskan diperkenalkannya sistem rotasi. Karena alasan-alasan di atas, biasanya untuk proyek irigasi tertentu yang mencakup daerah yang bisa diairi seluas ha dan mengambil air langsung dari sungai, 3-19

43 tidak ada pengurangan debit rencana (koefesien pengurangan c = 1). Pada jaringan yang telah ada, faktor pengurangan c < 1 mungkin dipakai sesuai dengan pengalaman E & P. F. Saluran tanah tanpa pasangan 1. Perencanaan saluran yang stabil Untuk pengaliran air irigasi, saluran berpenampang trapesium tanpa pasangan adalah saluran pembawa yang paling umum dipakai dan ekonomis. Perencanaan saluran harus memberikan penyelesaian biaya pelaksanaan dan pemeliharaan yang paling rendah. Erosi dan sedimentasi di setiap potongan melintang harus minimal dan berimbang sepanjang tahun. Ruas-ruas saluran harus mantap. Sedimentasi (pengendapan) di dalam saluran dapat terjadi apabila kapasitas angkut sedimennya berkurang. Dengan menurunnya kapasitas debit bagian hilir dari jaringan saluran, adalah penting untuk menjaga agar kapasitas angkutan sedimen per satuan debit (kapasitas angkutan sedimen relatif) tetap sama atau sedikit lebih besar. Sedimen yang memasuki jaringan saluran biasanya hanya mengandung partikel-partikel lempung dan lanau melayang saja (lempung dan lanau dengan d < 0,06 0,07 mm). Partikel-partikel yang lebih besar, kalau terdapat di dalam air irigasi, akan tertangkap di kantong lumpur di bangunan utama. Kantong lumpur harus dibuat jika jumlah sedimen yang masuk ke dalam jaringan saluran dalam setahun yang tidak terangkut ke sawah (partikel yang lebih besar dari 0,06 0,07 mm), lebih dari 5 % dari kedalaman air di seluruh jaringan saluran. Jadi, volume sedimen adalah 5 % dari kedalaman air kali lebar dasar saluran kali panjang total saluran. Gaya erosi diukur dengan gaya geser yang ditimbulkan oleh air di dasar dan lereng saluran. Untuk mencegah terjadinya erosi pada potongan melintang gaya geser ini harus tetap di bawah batas kritis. Dalam Kriteria Perencanaan ini, dipakai kecepatan aliran dengan harga-harga maksimum yang diizinkan, bukan gaya geser, sebagai parameter untuk gaya erosi. Untuk perencanaan hidrolis 3-20

44 sebuah saluran, ada dua parameter pokok yang harus ditentukan apabila kapasitas rencana yang diperlukan sudah diketahui, yaitu : Perbandingan kedalaman air dengan lebar dasar Kemiringan memanjang Rumus aliran hidrolis menentukan hubungan antara potongan melintang dan kemiringan memanjang. Sebagai tambahan, perencanaan harus mengikuti kriteria angkutan sedimen dan erosi. Persyaratan untuk angkutan sedimen dan air membatasi kebebasan untuk memilih parameter-parameter di atas. Ruas saluran di dekat bangunan utama menentukan persyaratan pengangkutan sedimen ruas-ruas saluran lebih jauh ke hilir pada jaringan itu. Untuk mencegah sedimentasi, ruas saluran hilir harus direncana dengan kapasitas angkutan sedimen relatif yang, paling tidak, sama dengan ruas hulu. Di lain pihak gaya erosi harus tetap di bawah batas kritis untuk semua ruas saluran di jaringan tersebut. Untuk perencanaan saluran, ada tiga keadaan yang harus dibedakan sehubungan dengan terdapatnya sedimen dalam air irigasi dan bahan tanggul. a. Air irigasi tanpa sedimen di saluran tanah Keadaan ini akan terjadi bila air diambil dari waduk secara langsung. Perencanaan saluran sekarang banyak dipengaruhi oleh kriteria erosi dan dengan demikian oleh kecepatan maksimum aliran yang diizinkan. Besarnya kecepatan ini bergantung kepada bahan permukaan saluran. b. Air irigasi bersedimen di saluran pasangan Perencanaan saluran dipengaruhi oleh persyaratan pengangkutan sedimen melalui jaringan dan dengan demikian kriteria angkutan sedimen mempengaruhi perencanaan. c. Air irigasi bersedimen di saluran tanah Masalah sedimen dan saluran tanah adalah situasi yang paling umum dijumpai pelaksanaan irigasi di Indonesia. Kini perencanaan irigasi sangat dipengaruhi oleh kriteria erosi dan angkutan sedimen. Biasanya sedimentasi memainkan peranan penting dalam perencanaan saluran primer. Saluran ini sering direncana sebagai saluran garis tinggi dengan 3-21

45 kemiringan dasar yang terbatas. Saluran sekunder yang dicabangkan dari saluran primer dan mengikuti punggung sering mempunyai kemiringan dasar sedang dan dengan demikian kapasitas angkutan sedimen relatif lebih tinggi, sehingga kriteria erosi bisa menjadi faktor pembatas. 2. Rumus dan kriteria hidrolis a. Rumus aliran Untuk perencanaan ruas, aliran saluran dianggap sebagai aliran tetap, dan untuk itu diterapkan rumus Strickler. V = k R 2/3 I 1/2 R A P A = (b + mh) h P b 2h m 2 1 Q VA ; b nh dimana : Q = debit saluran, m 3.dt v = kecepatan aliran, m/dt A = potongan melintang aliran, m 2 R = jari-jari hidrolis,m P = keliling basah,m b = lebar dasar, m h = tinggi air, m I = kemiringan energi (kemiringan saluran) k = koefesien kekasaran Strickler, m 1/3 /dt m = kemiringan talud (1 vert : m hor) Gambar 3.1 Parameter potongan melintang Rumus aliran di atas juga dikenal sebagai rumus manning, koefesien kekasaran Manning ( n ) mempunyai harga bilangan 1 dibagi dengan k. 3-22

46 b. Koefesien kekasaran Strickler Koefesien kekasaran bergantung kepada faktor-faktor berikut : Kekasaran permukaan saluran Ketidakteraturan permukaan saluran Trase saluran (tikungan) Vegetasi (tumbuhan), dan Sedimen Bentuk dan besar/ kecilnya partikel di permukaan saluran merupakan ukuran kekasaran. Akan tetapi, untuk saluran tanah hanya merupakan bagian kecil saja dari kekasaran total. Pada saluran irigasi, ketidakteraturan permukaan yang menyebabkan perubahan dalam keliling basah dan potongan melintang mempunyai pengaruh yang lebih penting pada koefesien kekasaran saluran daripada kekasaran permukaan. Perubahan-perubahan mendadak pada permukaan saluran akan memperbesar keofesien kekasaran. Perubahan-perubahan ini dapat disebabkan oleh penyelesaian konstruksi saluran yang jelek atau karena erosi pada talud saluran. Terjadinya riak-riak di dasar saluran akibat interaksi aliran di perbatasannya juga berpengaruh terhadap kekasaran saluran. Pengaruh vegetasi terhadap resistensi sudah jelas; panjang dankerapatan vegetasi adalah faktor-faktor yang menentukan. Akan tetapi tinggi air dan kecepatan aliran sangat membatasi pertumbuhan vegetasi. Vegetasi diandaikan minimal untuk harga-harga k yang dipilih dan dipakai dalam perencanaan saluran. Pengaruh trase saluran terhadap koefesien kekasaran dapat diabaikan, karena dalam perencanaan saluran tanpa pasangan akan dipakai tikungan berjari-jari besar. Pengaruh faktor-faktor di atas terhadap koefesien kekasaran saluran akan bervariasi menurut ukuran saluran. Ketidakteraturan pada permukaan akan menyebabkan perubahan kecil di daerah potongan melintang di saluran yang besar ketimbang di saluran kecil. 3-23

47 Koefesien-koefesien kekasaran untuk perencanaan saluran irigasi disajikan pada tabel 3.4. Apakah harga-harga itu akan merupakan harga-harga fisik yang sebenarnya selama kegiatan eksploitasi, hal ini sangat tergantung pada kondisi pemeliharaan saluran. Penghalusan permukaan saluran dan menjaga agar saluran bebas dari vegetasi lewat pemeliharaan rutin akan sangat berpengaruh pada koefesien kekasaran dan kapasitas debit saluran. Tabel 3.4 Harga-harga kekasaran koefesien Strickler (k) untuk saluran-saluran irigasi tanah Debit rencana (m 3 /dt) Q > 10 5 < Q < 10 1< Q < 5 Q < 1 dan saluran tersier k (m 1/3 /dt) 45 42, c. Sedimentasi Kecepatan minimum yang diizinkan adalah kecepatan terendah yang tidak akan menyebabkan pengendapan partikel dengan diameter maksimum yang diizinkan (0,06 0,07 mm) Tetapi secara kuantitas baru sedikit yang diketahui mengenai hubungan antara karakteristik aliran dan sedimen yang ada. Untuk perencanaan saluran irigasi yang mengangkut sedimen, aturan perencanaan yang terbaik adalah menjaga agar kapasitas angkutan sedimen per satuan debit masing ruas saluran di sebelah hilir setidak-tidaknya konstan. Dengan menunjukkan pada rumus angkutan sedimen Einstein-Brown dan Englund-Hansen, maka kriteria ini akan mengacu kepada I h yang konstan. Karena rumus-rumus ini dihubungkan dengan saluran yang relatif lebar dianjurkan agar harga I h bertambah besar ke arah hilir guna mengkompensasi pengaruh yang ditimbulkan oleh kemiringan talud saluran. Ini menghasilkan kriteria bahwa I R adalah konstan atau makin besar ke arah hilir. 3-24

48 Profil saluran yang didasarkan pada rumus Haringhuizen (yang disadur dari teori regim sungai) kurang lebih mengikuti kriteria I R konstan. Jika diikuti kriteria I R konstan, sedimentasi terutama akan terjadi pada ruas hulu jaringan saluran. Biasanya jaringan saluran akan direncana dengan kantong lumpur di dekat bangunan pengambilan di sungai. Jika semua persyaratan dipenuhi, bangunan ini akan memberikan harga I R untuk jaringan saluran hilir. d. Erosi Kecepatan maksimum yang diizinkan adalah kecepatan aliran (rata-rata) maksimum yang tidak akan menyebabkan erosi di permukaan saluran. Konsep itu didasarkan pada hasil riset yang diadakan oleh US Soil Conservation Service (USDA SCS, Design of Open Channels, 1977) dan hanya memerlukan sedikit saja data lapangan seperti klasifikasi tanah (Unified System), indeks plastisitas dan angka pori. Kecepatan maksimum yang diizinkan ditentukan dalam dua langkah : Penetapan kecepatan dasar (vb) untuk saluran lurus dengan ketinggian air 1 m seperti pada gambar 3.2; vb adalah 0,6 m/dt untuk harga-harga PI yang lebih rendah dari 10 Penentuan faktor koreksi pada vb untuk lengkung saluran, berbagai ketinggian air dan angka pori seperti tampak pada gambar

49 Gambar 3.2 Kecepatan-kecepatan dasar untuk tanah koheren (SCS) 3-26

50 Gambar 3.3 Faktor-faktor koreksi terhadap kecepatan dasar (SCS) vmaks = vb x A x B x C dimana : vmaks vb A B C = kecepatan maksimum yang diizinkan, m/dt = kecepatan dasar, m/dt = faktor koreksi untuk angka pori permukaan saluran = faktor koreksi untuk kedalaman air = faktor koreksi untuk lengkung dan kecepatan dasar yang diijinkan vba = vb x A Kecepatan dasar dipengaruhi oleh konsentrasi bahan layang di dalam air. Pada gambar 3.2 dibedakan adanya dua keadaan : Air bebas sedimen dengan konsentrasi kurang dari ppm sedimen layang. Konsentrasi bahan-bahan yang melayang dianggap sangat rendah sehingga tidak berpengaruh terhadap stabilitas saluran. 3-27

51 Air bersedimen dengan konsentrasi lebih dari ppm sedimen layang. Konsentrasi yang tinggi ini akan menambah kemantapan batas akibat tergantinya bahan yang terkikis atau tertutupnya saluran. Harga-harga vb diperlihatkan pada gambar 3.2 untuk bahan-bahan tanah yang diklasifikasi oleh Unified Soil Classification System. Kecepatan dasar untuk muatan sedimen antara 1000 dan ppm dapat diketemukan dengan interpolasi dari gambar 3.2. Akan tetapi, perlu dicatat bahwa pada umumnya air irigasi digolongkan dalam aliran bebas sedimen dalam klasifikasi yang dipakai di sini. Faktor-faktor koreksi saluran adalah : Faktor koreksi tinggi air B pada gambar 3.3 yang menunjukkan bahwa saluran yang lebih dalam menyebabkan kecepatan yang relatif lebih rendah di sepanjang batas saluran. Faktor koreksi lengkung C pada gambar 3.3 yang merupakan kompensasi untuk gaya erosi aliran melingkar (spiral flow) yang disebabkan oleh lengkung-lengkung pada alur. Untuk saluran dengan lengkung-lengkung yang tajam, pemberian pasangan pada tanggul luar bisa lebih ekonomis daripada menurunkan kecepatan rata-rata. 3. Potongan melintang saluran a. Geometri Untuk mengalirkan air dengan penampang basah sekecil mungkin, potongan melintang yang berbentuk setengah lingkaran adalah yang terbaik. Usaha untuk mendapatkan bentuk yang ideal dari segi hidrolis dengan saluran tanah berbentuk trapesium, akan cenderung menghasilkan potongan melintang yang terlalu dalam atau sempit. Hanya pada saluran dengan debit rencana sampai dengan 0,5 m 3 /dt saja yang potongan melintangnya dapat mendekati bentuk setengah lingkaran. Saluran dengan debit rencana yang tinggi pada umumnya lebar dan dangkal dengan perbandingan b/h (n) sampai 10 atau lebih. Harga n yang tinggi untuk debit-debit yang lebih besar adalah perlu, sebab jika tidak, kecepatan rencana akan melebihi batas kecepatan maksimum yang diizinkan. Lebih-lebih lagi, saluran yang lebih lebar mempunyai variasi 3-28

52 muka air sedikit saja dengan debit yang berubah-ubah, dan ini mempermudah pembagian air. Pada saluran yang lebar, efek erosi atau pengikisan talud saluran tidak terlalu berakibat serius terhadap kapasitas debit. Dan karena ketinggian air yang terbatas, kestabilan talud dapat diperoleh tanpa memerlukan bahu (berm) tambahan. Kerugian utama dari saluran yang lebar dan dangkal adalah persyaratan pembebasan tanah dan penggaliannya lebih tinggi, dan dengan demikian biaya pelaksanaannya secara umum lebih mahal. b. Kemiringan saluran Untuk menekan biaya pembebasan tanah dan penggalian, talud saluran direncana securam mungkin. Bahan tanah, kedalaman saluran dan terjadinya rembesan akan menentukan kemiringan maksimum untuk talud yang stabil. Kemiringan galian minimum untuk berbagai bahan tanah disajikan pada tabel 3.5. Harga-harga kemiringan minimum untuk saluran tanah yang dibuat dengan bahan-bahan kohesif yang dipadatkan dengan baik diberikan pada tabel 3.6 dan gambar 3.4. Tabel 3.5 Kemiringan minimum talud untuk berbagai bahan tanah Bahan Tanah Simbol Kisaran kemiringan Batu Gambut kenyal Lempung kenyal, geluh *), Tanah lanau Lempung pasiran, tanah pasiran Kohesif Pasir lanauan Gambut lunak Pt CL, CH, MH SC, SM SM Pt < 0, ,5 2, *) Geluh : (loam) adalah campuran pasir, lempung dan lumpur yang kira-kira sama banyaknya 3-29

53 Tabel 3.6 Kemiringan talud minimum untuk saluran timbunan yang dipadatkan dengan baik Kedalaman air + tinggi jagaan D (m) D 1,0 1,0 < D 2,0 D > 2,0 Kemiringan minimum talud 1 : 1 1 : 1,5 1 : 2 Talud yang lebih landai daripada yang telah disebutkan dalam tabel di atas harus dipakai apabila diperkirakan akan terjadi rembesan ke dalam saluran. Untuk tanggul yang tingginya lebih dari 3 m lebar bahu (berm) tanggul harus dibuat sekurang-kurangnya 1 m (setiap 3 m). Bahu tanggul harus dibuat setinggi muka air rencana di saluran. Untuk kemiringan luar, bahu tanggul (jika perlu) harus terletak di tengah-tengah antara bagian atas dan pangkal tanggul. c. Lengkung saluran Lengkung yang diizinkan untuk saluran tanah bergantung kepada : - Ukuran dan kapasitas saluran - Jenis tanah - Kecepatan aliran Jari-jari minimum lengkung seperti yang diukur pada as harus diambil sekurang-kurangnya 8 kali lebar atas pada lebar permukaan air rencana. Jika lengkung saluran diberi pasangan, maka jari-jari minimumnya dapat dikurangi. Pasangan semacam ini sebaiknya dipertimbangkan apabila jarijari lengkung saluran tanpa pasangan terlalu besar untuk keadaan topografi setempat. Panjang pasangan harus dibuat paling sedikit 4 kali kedalaman air pada tikungan saluran. Jari-jari minimum untuk lengkung saluran yang diberi pasangan harus seperti berikut : - 3 kali lebar permukaan air untuk saluran-saluran kecil (< 0,6 m 3 /dt), dan sampai dengan - 7 kali lebar permukaan air untuk saluran-saluran yang besar (> 10 m 3 /dt) 3-30

54 d. Tinggi jagaan Tinggi jagaan berguna untuk : - Menaikkan muka air di atas tinggi muka air maksimum - Mencegah kerusakan tanggul saluran Meningginya muka air sampai di atas tinggi yang telah direncana bisa disebabkan olah penutupan pintu secara tiba-tiba di sebelah hilir, variasi ini akan bertambah dengan membesarnya debit. Meningginya muka air dapat pula diakibatkan oleh pengaliran air buangan ke dalam saluran. Tinggi jagaan minimum yang diberikan pada saluran primer dan sekunder dikaitkan dengan debit rencana saluran seperti yang diperlihatkan dalam tabel 3.7 dan gambar 3.4. Tabel 3.7 Tinggi jagaan minimum untuk saluran tanah Q (m 3 /dt) < 0,5 0,5 1,5 1,5 5,0 5,0 10,0 10,0 15,0 > 15,0 Tinggi Jagaan (m) 0,40 0,50 0,60 0,75 0,85 1,00 e. Lebar tanggul Untuk tujuan-tujuan eksploitasi, pemeliharaan dan inspeksi akan diperlukan tanggul di sepanjang saluran dengan lebar minimum seperti yang disajikan pada tabel 3.8. contoh-contoh potongan melintang diberikan pada gambar 3.4 Tabel 3.8 Lebar minimum tanggul Debit rencana (m 3 /dt) Q 1,0 1 < Q < 5 5 < Q < Q 15 Q > 15 Tanpa jalan inspeksi (m) 1,00 1,50 2,00 3,50 3,50 3,00 5,00 5,00 5,00 5,00 Dengan jalan inspeksi (m) 3-31

55 Jalan inspeksi terletak di tepi saluran di sisi yang diairi agar bangunan sadap dapat dicapai secara langsung dan usaha penyadapan liar makin sulit dilakukan. Lebar jalan inspeksi dengan perkerasan adalah 5,0 m atau lebih, dengan lebar perkerasan sekurang-kurangnya 3,0 meter. Untuk pertimbangan stabilitas tanggul, lebar tanggul yang diberikan pada tabel 3.8 dan/ atau talud luar dapat ditambah. f. Batas pembebasan tanah (right of way) Selain tanah yang disebarkan untuk pembuatan saluran dan tanah yang terletak di dalam batas-batas pembebasan tanah (BPT) seperti ditunjukkan pada gambar 3.4, adalah penting untuk melarang didirikannya bangunan atau dilakukannya penggalian dalam jarak 3 m dari BPT. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga keamanan dan stabilitas saluran. 3-32

56 Gambar 3.4 Tipe-tipe potongan melintang saluran irigasi 4. Potongan memanjang a. Muka air yang diperlukan Tinggi muka air yang diinginkan dalam jaringan utama didasarkan pada tinggi muka air yang diperlukan di sawah-sawah yang diairi. Prosedurnya adalah pertama-tama menghitung tinggi muka air yang diperlukan di bangunan sadap tersier. Lalu seluruh kehilangan di saluran kuarter dan tersier serta bangunan dijumlahkan menjadi tinggi muka air di sawah yang 3-33

57 diperlukan dalam petak tersier. Ketinggian ini ditambah lagi dengan kehilangan tinggi energi di bangunan sadap tersier dan longgaran (persediaan) untuk variasi muka air akibat eksploitasi jaringan utama pada tinggi muka air parsial (sebagian). Gambar 3.5 berikut memberikan ilustrasi mengenai cara perhitungannya. Selanjutnya untuk kehilangan tinggi energi standar yang dipilih, lihat bagian KP 05 Petak Tersier. Gambar 3.5 Tinggi bangunan sadap tersier yang diperlukan P = A + a + b + c + d + e + f + g + h + Z dimana : P = muka air di saluran sekunder A = elevasi tertinggi di sawah a = lapisan air di sawah, 10 cm b = kehilangan tinggi energi di saluran kuarter ke sawah 5 cm c = kehilangan tinggi energi di boks bagi kuarter 5 cm/boks d = kehilangan tinggi energi selama pengaliran di saluran irigasi, I x L e = kehilangan tinggi energi di boks bagi tersier, 10 cm f = kehilangan tinggi energi di gorong-gorong, 5 cm g = kehilangan tinggi energi di bangunan sadap tersier h = variasi tinggi muka air, 0,18 h100 (h100 = kedalaman air pada muka air normal 100%) Z = kehilangan tinggi energi di bangunan-bangunan tersier yang lain 3-34

58 Apabila prosedur ini menyebabkan muka air jaringan utama naik di atas muka tanah, maka pengurangan tinggi muka air tersier dapat dipertimbangkan. Situasi demikian dapat terjadi pada topografi yang sangat datar dimana kehilangan tinggi energi yang terjadi pada bangunan-bangunan di petak tersier dapat menambah tinggi muka air yang diperlukan di jaringan utama jauh di atas muka tanah. Dalam hal-hal seperti itu jaringan tersier harus dibenahi kembali dan kalau mungkin kehilangan tinggi energi harus diperkecil; sebagian daerah mungkin terpaksa tidak diairi. Eksploitasi muka air parsial sangat umum terjadi di jaringan irigasi di Indonesia. Kebutuhan air irigasi pada debit rencana berlangsung sebentar saja di musim tanam pada harga rencana maksimum. Di samping itu, tersedianya air di sungai tidak akan selamanya cukup untuk mengeksploitasi jaringan pada debit rencana. Longgaran untuk variasi muaka air h ditetapkan: 0,18 h100 (0,18 x kedalaman air rencana); 0,82 h100 adalah kedalaman air perkiraan pada 70 persen dari Qrencana. b. Kemiringan memanjang Kemiringan memanjang ditentukan terutama oleh keadaan topografi, kemiringan saluran akan sebanyak mungkin mengikuti garis muka tanah pada trase yang dipilih. Kemiringan memanjang saluran mempunyai harga maksimum dan minimum. Usaha pencegahan terjadinya sedimentasi memerlukan kemiringan memanjang yang minimum. Untuk mencegah terjadinya erosi, kecepatan maksimum aliran harus dibatasi. 1). Kemiringan minimum Sebagaimana telah dibicarakan dalam bagian F.2.c. tentang Sedimentasi, untuk mencegah sedimentasi harga I R hendaknya ke arah hilir. Dalam praktek perencanaan kriteria ini tidak sulit untuk diikuti. Pada umumnya kemiringan tanah bertambah besar ke arah hilir, demikian pula harga I R; bahkan apabila harga R berkurang pada waktu saluran mengecil. 3-35

59 2). Kemiringan maksimum Bilamana kondisi bahkan tanah pada trase sudah diketahui, maka kecepatan dasar yang diijinkan vba untuk mencegah erosi dapat ditentukan bagi ruas saluran, sebagaimana telah dibicarakan pada bagian F.2.d tentang Erosi. Perlu dicatat bahwa kecepatan rencana yang biasanya diambil untuk tanah-tanah kohesif, pada umumnya lebih rendah daripada kecepatan maksimum yang diizinkan untuk tanah ini. Erosi pada saluran irigasi jarang sekali. 3). Perencanaan kemiringan saluran Untuk perencanaan kemiringan saluran, akan dipakai gambar 3.6. Dalam grafik ini tiap titik dengan debit rencana Q dan kemiringan saluran I merupakan potongan melintang saluran dengan v, h, b, R, m dan k. Untuk tiap titik, akan dihitung harga I R dan kecepatan dasar rencana vbd (kecepatan rencana yang sesungguhnya dikonversi menjadi kecepatan untuk saluran yang dalamnya 1 m dengan gambar 3.3.b). Selanjutnya garis-garis I R konstan dan kecepatan dasar rencana vbd diplot pada grafik. Harga-harga m, n dan k untuk potongan melintang diambil dari bagian F.2 tentang rumus empirik dan kriteria hidrolis dan F.3 tentang potongan melintang saluran perencanaan ini. Dalam perencanaan saluran, sebaiknya diikuti langkah-langkah berikut: a. Tentukan debit rencana serta kemiringan yang terbaik untuk tiap ruas saluran berdasarkan kemiringan medan yang ada dan elevasi bangunan sadap tersier yang diperlukan. b. Plotlah data-data Q I untuk masing-masing ruas saluran berikutnya mulai dari bangunan utama hingga ujung saluran sekunder c. Tentukan harga kecepatan dasar yang diijinkan vba bagi setiap ruas saluran berdasarkan kondisi tanah dengan gambar 3.2.b dan 3.3.a d. Cek apakah garis I R semakin bertambah besar ke arah hilir e. Cek apakah kecepatan dasar rencana bvd tidak melampaui kecepatan dasar yang diijinkan vba. f. Jika pada langkah d dan e tidak dijumpai masalah apa pun, maka perencanaan saluran akan diselesaikan dengan harga-harga kemiringan yang dipilih dari langkah a. 3-36

60 Gambar 3.6 Grafik perencanaan saluran (dengan garis-garis A dan B) Dalam prosedur perencanaan saluran dapat timbul kesulitan-kesulitan berikut : Kemiringan medan yang curam Kecepatan dasar rencana vbd dengan kemiringan medan yang ada mungkin melampaui batas kecepatan dasar yang diizinkan vba. Guna mengurangi kecepatan rencana, kemiringan saluran akan diambil lebih landai daripada kemiringan tanah. Kehilangan tinggi energi akan diperhitungkan pada bangunan terjun. Gambar 3.6 akan digunakan untuk memilih kemiringan rencana saluran. Kemiringan minimum saluran primer garis tinggi Kemiringan dasar minimum yang benar-benar tepat untuk jaringan irigasi yang mengangkut sedimen, sulit ditentukan. Jumlah data mengenai angkutan sedimen halus, sangat sedikit. Di samping itu, data-data statistik tentang sedimen sering kurang memadai. Harga I R yang dipakai untuk saluran primer harus lebih besar dari harga I R kantong lumpur dalam keadaan penuh. 3-37

61 Saluran sekunder dengan kemiringan medan kecil Untuk saluran sekunder demiikian, harga I R sebaiknya paling tidak sama dengan harga I R ruas saluran sebeleh hulu. Hal ini mengacu pada dibuatnya bagian hulu sekunder dalam timbunan agar kemiringan bertambah. G. Saluran pasangan 1. Kegunaan Saluran Pasangan Saluran pasangan (lining) dimaksudkan untuk : - Mencegah kehilangan air akibat rembesan - Mencegah gerusan dan erosi - Mencegah merajalelanya tumbuhan air - Mengurangi biaya pemeliharaan - Memberi kelonggaran untuk lengkung yang lebih besar - Tanah yang dibebaskan lebih kecil Tanda-tanda adanya kemungkinan terjadinya perembesan dalam jumlah besar dapat dilihat dari peta tanah. Penyelidikan tanah dengan cara pemboran dan penggalian sumuran uji di alur saluran akan lebih banyak memberikan informasi mengenai kemungkinan terjadinya rembesan. Pasangan mungkin hanya diperlukan untuk ruas-ruas saluran yang panjangnya terbatas. Besarnya rembesan dapat dihitung dengan rumus Moritz (USBR) S 0,035 C Q / v dimana : S = kehilangan akibat rembesan, m 3 /dt per km panjang saluran Q = debit, m 3 /dt v = kecepatan, m/dt C = koefesien tanah rembesan, m/dt 0,035 = faktor konstanta, m/km Harga-harga C dapat diambil seperti pada tabel

62 Tabel 3.9 Harga-harga koefesien tanah rembesan C Jenis tanah kerikil sementasi dan lapisan penahan (hardpan) dengan geluh pasiran lempung dan geluh lempungan geluh pasiran abu volkanik pasir dan abu volkanik atau lempung lempung pasiran dengan batu batu pasiran dan kerikilan Harga C (m/hari) 0,10 0,12 0,20 0,21 0,37 0,51 0,67 Kemiringan medan mungkin sedemikian sehingga kecepatan aliran yang dihasilkan melebihi kecepatan maksimum yang diizinkan untuk bahan tanah. Biaya pembuatan pasangan saluran hendaknya diusahakan murah. Jika hal ini tidak mungkin, maka lebih baik talud saluran dibuat lebih landai dan dilengkapi dengan bangunan terjun. 2. Jenis-jenis pasangan Banyaknya bahan yang dapat dipakai untuk pasangan saluran (lihat FAO Kraatz, 1977). Tetapi pada prakteknya di Indonesia hanya ada tiga bahan yang dianjurkan pemakaiannya : - Pasangan batu - Beton, dan - Tanah Pembuatan pasangan dari bahan-bahan lain tidak dianjurkan, dengan alasan sulitnya memperoleh persediaan bahan, teknik pelaksanaan yang lebih rumit dan kelemahan-kelemahan bahan itu sendiri. Pasangan batu dan beton lebih cocok untuk semua keperluan, kecuali untuk perbaikan stabilitas tanggul. Pasangan tanah hanya cocok untuk pengendalian rembesan dan perbaikan stabilitas tanggul. Tersedianya bahan di dekat tempat pelaksanaan konstruksi merupakan faktor yang penting dalam pemilihan jenis pasangan. Jika bahan batu tersedia, maka pada umumnya dianjurkan pemakaian pasangan batu. Pasangan dari bata merah mungkin bisa juga dipakai. 3-39

63 Aliran yang masuk ke dalam retak pasangan dengan kecepatan tinggi dapat mengeluarkan bahan-bahan pasangan tersebut. Kecepatan maksimum dibatasi dan berat pasangan harus memadai untuk mengimbangi gaya tekan ke atas Tebal minimum untuk pasangan batu diambil 30 cm. Untuk beton tumbuk tebalnya paling tidak 8 cm, untuk saluran kecil yang dikonstruksi dengan baik (sampai dengan 6 m 3 /dt), dan 10 cm untuk saluran yang lebih besar. Tebal minimum pasangan beton bertulang adalah 7 cm. Untuk pasangan semen tanah atau semen tanah yang dipadatkan, tebal minimum diambil 10 cm untuk saluran kecil dan 15 cm untuk saluran yang lebih besar. Tebal pasangan tanah diambil 60 cm untuk dasar saluran dan 75 cm untuk talud saluran. Stabilitas pasangan permukaaan keras hendaknya dicek untuk mengetahui tekanan air tanah di balik pasangan. Jika stabilitas pasangan terganggu (pembuang), maka sebaiknya dipertimbangkan untuk membuat konstruksi pembebas tekanan (lubang pembuang). Pasangan campuran (kombinasi) seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.7 dapat dipakai juga. Pemilihan jenis pasangan akan bergantung kepada kondisi dan bahan yang tersedia. Detail konstruksi pasangan diperlihatkan dalam Gambar Perencanaan Standar. 3-40

64 Gambar 3.7 Tipe-tipe pasangan saluran 3. Perencanaan hidrolis a. Kecepatan maksimum Kecepatan-kecepatan maksimum untuk aliran subkritis berikut ini dianjurkan pemakaiannya : - Pasangan batu : 2 m/dt - Pasangan beton : 3 m/dt - Pasangan tanah : kecepatan maksimum yang diizinkan 3-41

65 Kecepatan maksimum yang diizinkan juga akan menentukan kecepatan rencana untuk dasar saluran tanah dengan pasangan campuran. Prosedur perencanaan saluran untuk saluran dengan pasangan tanah adalah sama dengan prosedur perencanaan saluran tanah. Penghitungan bilangan Froude adalah penting apabila dipertimbangkan pemakaian kecepatan aliran dan kemiringan saluran yang tinggi. Untuk aliran yang stabil, bilangan Froude harus kurang dari 0,55 untuk aliran subkritis, atau lebih dari 1,4 untuk aliran superkritis. Saluran dengan Froude antara 0,55 dan 1,4 dapat memiliki pola aliran dengan gelombang tegak (muka air bergelombang, yang akan merusak kemiringan talud). Harga-harga k untuk saluran ini dapat menyimpang sampai 20 % dari harga anggapan yang menyebabkan bilangan Froude mendekati satu. Oleh karena itu kisaran 0,55 1,4 adalah relatif lebar. Untuk perencanaan saluran dengan kemiringan medan yang teratur, bilangan Froude akan kurang dari 0,3 dan dengan demikain di bawah 0,55. Apabila terjadi aliran superkritis, bangunan diperhitungkan sebagai got miring. Bilangan Froude untuk saluran ditentukan sebagai : m n F = v... v gh 2m n 1/ 2 dimana : F = bilangan Froude v = kecepatan aliran, m/dt w = lebar pada permukaan air, m A = luas potongan melintang basah, m 2 g = percepatan gravitasi, m/dt ( 9,8) m = kemiringan talud saluran, 1 vert ; m hor n = perbandingan lebar dasar/ kedalaman air b. Koefesien kekasaran Koefesien kekasaran Strickler k (m 1/3 /dt) yang dianjurkan pemakaiannya adalah : - Pasangan batu : 60 - Pasangan beton :

66 - Pasangan tanah : Harga-harga untuk pasangan keras hanya akan dicapai jika pasangan itu dikonstruksi dengan baik. Harga-harga untuk pasangan tanah mirip harga-harga untuk saluran tanah dengan variasi-variasi seperti yang dibicarakan dalam bagian F.2 tentang rumus dan kriteria hidrolis. Untuk potongan melintang dengan kombinasi berbagai macam bahan pasangan, kekasaran masing-masing permukaan akan berbeda-beda (bervariasi). Koefesien kekasaran campuran dihitung dengan rumus berikut : k n 2 / 3 P 1 k Pi 1,5 i 2 / 3 dimana : k = koefesien kekasaran Strickler untuk potongan melintang, m 1/3 /dt P = keliling basah, m Pi = keliling basah bagian i dari potongan melintang, m ki = koefesien kekasaran bagian i dari potongan melintang, m 1/3 /dt c. Perencanaan untuk aliran subkritis Perencanaan hidrolis mengikuti prosedur yang sama seperti pada perencanaan saluran tanpa pasangan. Saluran pasangan batu dan beton mempunyai koefesien Strickler yang lebih tinggi. Akibatnya potongan melintang untuk saluran-saluran pasangan ini akan lebih kecil dari pada potongan melintang untuk saluran tanah dengan kapasitas debit yang sama. Ruas saluran pasangan direncana menurut kriteria angkutan sedimen, dan dengan demikian mengikuti I R konstan, kedalaman air untuk saluran pasangan sama dengan kedalaman air saluran tanpa pasangan. Lebar dasar lebih kecil daripada lebar dasar untuk saluran tanpa pasangan, karena harga koefesien Strickler yang lebih tinggi pada saluran pasangan. Untuk saluran pasangan, kemiringan talud bisa dibuat lebih curam. Untuk saluran yang lebih kecil (h < 0,40 m) kemiringan talud dibuat vertikal. 3-43

67 Saluran-saluran besar mungkin juga mempunyai kemiringan talud yang tegak dan direncanakan sebagai flum. Untuk saluran yang lebih besar, kemiringan samping minimum 1 : 1 untuk h sampai dengan 0,75 m. untuk saluran yang lebih besar, harga-harga kemiringan talud pada tabel 3.10 dianjurkan pemakaiannya. Tabel 3.10 Harga-harga kemiringan talud untuk saluran pasangan Jenis tanah h < 0,75 m 0,75 m < h < 1,5 m Lempung pasiran, tanah pasiran kohesif 1 1 tanah pasiran lepas geluh pasiran, lempung berpori tanah gambut lunak 1 1 1,25 1,25 1,5 1,5 Khususnya saluran-saluran yang lebih besar, stabilitas talud yang diberi pasangan harus diperiksa agar tidak terjadi gelincir dan sebagainya. Tekanan air dari belakang pasangan merupakan faktor penting dalam keseimbangan ini. d. Lengkung saluran Jari-jari minimum lengkung untuk saluran pasangan diambil tiga kali lebar permukaan air. Jika dibutuhkan tikungan yang lebih tajam, maka mungkin diperlukan kincir pengarah (guide vane) agar sebaran aliran di ujung tikungan itu lebih merata. Kehilangan tinggi energi tambahan juga harus diperhitungkan. e. Tinggi jagaan Harga-harga minimum untuk tinggi jagaan adalah seperti yang disajikan pada tabel 3.11 harga-harga tersebut diambil dari USBR. Tabel ini juga menunjukkan tinggi jagaan tanggul tanah yang sama dengan tanggul saluran tanah tanpa pasangan. 3-44

68 Tabel 3.11 Tinggi jagaan untuk saluran pasangan < 0,5 Debit m3/dt 0,5 1,5 1,5 5,0 5,0 10, ,0 > 15,0 Tanggul (F) m 0,40 0,50 0,60 0,75 0,85 1,00 Pasangan (FI) m 0,20 0,20 0,25 0,30 0,40 0, Saluran Pembuang (Drainase) A. Data yang dibutuhkan Data-data yang diperlukan untuk perencanaan saluran pembuang adalah : 1. Peta topografi dengan jaringan irigasi dan pembuang dengan skala 1 : dan 1 : 5.000; 2. Peta trase saluran dengan skala 1 : 2.000; dilengkapi dengan garis-garis ketinggian setiap interval 0,5 m untuk daerah datar atau 1,0 m untuk daerah berbukit-bukit. 3. profil memanjang dengan skala horisontal 1 : dan skala vertikal 1 : 200 (atau 1 : 100 untuk saluran yang lebih kecil, jika diperlukan); 4. potongan melintang dengan skala 1 : 200 (atau 1 : 100 untuk saluran yang lebih kecil jika diperlukan) dengan interval garis kontur 50 m untuk potongan lurus dan 25 m untuk potongan melengkung. Penggunaan peta foto udara dan ortofoto yang dilengkapi dengan garis-garis ketinggian sangat penting artinya, khususnya untuk perencanaan tata letak. Data mekanika tanah diperlukan untuk perencanaan saluran pembuang (drainase). Masalah utama dalam perencanaan saluran pembuang adalah ketahanan bahan saluran terhadap erosi dan stabilitas talud. Data-data yang diperlukan untuk tujuan ini mirip dengan data-data untuk perencanaan saluran irigasi. Pada umumnya data yang diperoleh dari penelitian tanah pertanian akan memberikan petunjuk/ indikasi yang baik mengenai sifat mekanika tanah yang akan dipakai untuk perencanaan trase saluran pembuang. 3-45

69 Karena trase tersebut biasanya terletak di cekungan (daerah depresi), tanah cenderung untuk menunjukkan sedikit variasi. Dalam banyak hal, uji lapisan dan batas cair (liquid limit) pada interval 1 km akan memberikan cukup informasi mengenai klasifikasi seperti dalam Unified Soil Classification System (lihat Tabel 2.4). Apabila dalam pengujian tersebut sifat-sifat tanah menunjukkan banyak variasi, maka interval tersebut harus dikurangi. B. Debit rencana jaringan pembuang Debit rencana jaringan pembuang adalah kebutuhan pembuang untuk tanaman padi + kebutuhan pembuang untuk sawah non padi dan luar daerah irigasi. Pada umumnya jaringan pembuang direncanakan untuk mengalirkan kelebihan air secara gravitasi. Pembuangan kelebihan air dengan pompa biasanya tidak layak dari segi ekonomi. Daerah-daerah irigasi dilengkapi dengan bangunan-bangunan pengendali banjir di sepanjang sungai untuk mencegah masuknya air banjir ke dalam sawah-sawah irigasi. Kriteria perencanaan ini membahas jaringan pembuang yang cocok untuk pembuangan air sawah-sawah irigasi yang tanaman utamanya padi. Pembuangan untuk tanaman-tanaman lain dilakukan dengan sarana-sarana khusus di dalam petak tersier. Misalnya, jika tanaman-tanaman ladang dipertimbangkan, maka metode-metode penyiapan lahan pada punggung medan dapat diterapkan. Jika tanaman-tanaman selain padi akan ditanam secara besar-besaran, maka sebaiknya dipikirkan untuk membuat jaringan pembuang seperti yang dipakai untuk tanaman padi. Pembuangan air di daerah datar (misalnya dekat laut) dan daerah pasang surut yang dipengaruhi oleh muka air laut, sangat bergantung kepada muka air sungai, saluran atau laut yang menampung air buangan ini. Muka air ini memegang peranan penting dalam perencanaan kapasitas saluran pembuang maupun dalam perencanaan bangunan-bangunan khusus di lokasi di ujung (muara) saluran pembuang. Bangunan khusus yang dimaksud misalnya pintu otomatis yang tertutup selama muka air tinggi untuk mencegah agar air tidak masuk lagi ke saluran pembuang. 3-46

70 Di daerah-daerah yang diairi secara teknis jaringan, pembuang mempunyai dua fungsi : a. Pembuang intern untuk mengalirkan kelebihan air dari sawah untuk mencegah terjadinya genangan dan kerusakan tanaman, atau untuk mengatur banyaknya air tanah sesuai dengan yang dibutuhkan oleh tanaman. b. Pembuangan ekstern untuk mengalirkan air dari luar daerah irigasi melalui daerah irigasi. Dalam hal ini pembuang intern, kelebihan air ditampung di dalam saluran pembuang kuarter dan tersier yang akan mengalirkannya ke dalam jaringan pembuang utama dari saluran pembuang sekunder dan primer. Air buangan dari luar daerah irigasi biasanya memasuki daerah proyek irigasi melalui saluran-saluran pembuang alamiah yang akan merupakan bagian dari jaringan utama di dalam proyek tersebut. B. Kebutuhan pembuang untuk tanaman padi Kelebihan air di dalam petak tersier bisa disebabkan oleh : - Hujan lebat; - Melimpahnya air irigasi atau buangan yang berlebihan dari jaringan primer atau sekunder ke daerah itu; - Rembesan atau limpahan kelebihan air irigasi di dalam petak tersier. Kapasitas jaringan pembuang yang dapat dibenarkan secara ekonomi di dalam petak tersier bergantung kepada perbandingan berkurangnya hasil panenan yang diharapkan akibat terdapatnya air yang berlebihan serta biaya pelaksanaan dan pemeliharaan saluran pembuang tersebut dengan bangunan-bangunannya. Apalagi kapasitas jaringan pembuang di suatu daerah kurang memadai untuk mengalirkan semua kelebihan air, maka air akan terkumpul di sawah-sawah yang lebih rendah. Muka air di dalam cekungan/ daerah depresi akan melonjak untuk sementara waktu, merusak tanaman, saluran serta bangunan. Biasanya tanaman padi tumbuh dalam keadaan tergenang dan, dengan demikian, dapat saja bertahan dengan sedikit kelebihan air. Untuk varietas unggul, tinggi air 10 cm dianggap cukup dengan tinggi muka air antara 5 sampai 15 cm dapat diizinkan. Kedalaman air yang lebih dari 15 cm harus dihindari, karena air yang lebih dalam untuk jangka waktu yang lama akan mengurangi hasil panen. Varietas lokal unggul 3-47

71 dan khususnya varietas biasa (tradisional) kurang sensitif terhadap tinggi air. Walaupun demikian, tinggi air yang melebihi 20 cm tetap harus dihindari. Besar-kecilnya penurunan hasil panen yang diakibatkan oleh air yang berlebihan bergantung kepada : - Dalamnya lapisan air yang berlebihan - Berapa lama genangan yang berlebihan itu berlangsung - Tahap pertumbuhan tanaman, dan - Varietas padi Tahap-tahap pertumbuhan padi yang paling peka terhadap banyaknya air yang berlebihan adalah selama transplantasi (pemindahan bibit ke sawah), persemaian dan permulaan masa berbunga (panicle). Merosotnya hasil panenan secara tajam akan terjadi apabila dalamnya lapisan air di sawah melebihi separoh dari tinggi tanaman padi selama tiga hari atau lebih. Jika tanaman padi tergenang air sedalam lebih dari 20 cm selama jangka waktu lebih dari 3 hari, maka hampir dapat dipastikan bahwa tidak akan ada panenan. Jumlah kelebihan air yang harus dikeringkan per petak disebut modulus pembuang atau koefesien pembuang dan ini bergantung pada : - Curah hujan selama periode tertentu - Pemberian air irigasi pada waktu itu - Kebutuhan air tanaman - Perkolasi tanah - Tampungan di sawah-sawah selama atau pada akhir periode yang bersangkutan - Luasnya daerah - Sumber-sumber kelebihan air yang lain Pembuangan permukaan untuk petak dinyatakan sebagai : D(n) = R(n)T + n(i ET P) S dimana : n = jumlah hari berturut-turut D(n) = limpasan pembuang permukaan selama n hari, mm 3-48

72 R(n)T = curah hujan dalam n hari berturut-turut dengan periode ulang T tahun, mm I = pemberian air irigasi, mm/hari ET = evapotranspirasi, mm/hari P = perkolasi, mm/hari S = tampungan tambahan, mm Untuk penghitungan modulus pembuang, komponennya dapat diambil sebagai berikut : a. Dataran rendah - Pemberian air irigasi I sama dengan nol jika irigasi dihentikan, atau - Pemberian air irigasi I sama dengan evapotranspirasi ET jika irigasi diteruskan. Kadang-kadang pemberian air irigasi dihentikan di dalam petak tersier, tetapi air dari jaringan irigasi utama dialirkan ke dalam jaringan pembuang. - Tampungan tambahan di sawah pada 150 mm lapisan air maksimum, tampungan tambahan S pada akhir hari-hari berturutan n diambil maksimum 50 mm. - Perkolasi P sama dengan nol b. Daerah terjal Seperti untuk kondisi dataran rendah, tetapi dengan perkolasi P sama dengan 3 mm/hari. Untuk modulus pembuang rencana, dipilih curah hujan 3 hari dengan periode ulang 5 tahun. Kemudian modulus pembuang tersebut adalah : dimana : Dm D(3) D m D(3) 3 x 8,64 = modulus pembuang, l/dt.ha = limpasan pembuang permukaan selama 3 hari, mm 1 mm/hari = 1/8,64 l/dt.ha = 0,116 l/dt/ha 3-49

73 Dalam gambar 3.8, persamaan di atas disajikan dalam bentuk grafik sebagai contoh. Dengan menganggap harga-harga untuk R, ET, I dan S, modulus pembuang dapat dihitung. Gambar 3.8 Contoh perhitungan modulus pembuang Untuk daerah-daerah sampai seluas 400 ha pembuang air per petak diambil konstan. Jika daerah-daerah yang akan dibuang airnya yang lebih besar akibat menurunnya curah hujan (pusat curah hujan sampai daerah curah hujan) dan dengan demikian tampungan sementara yang relatif lebih besar, maka dipakai harga pembuang yang lebih kecil per petak; (lihat gambar 3.9). Debit pembuang rencana dari sawah dihitung sebagai berikut : Qd=1,62 Dm A 0,92 dimana : Qd Dm A = debit pembuang rencana, l/dt = modulus pembuang, l/dt.ha = luas daerah yang dibuang airnya, ha Faktor pengurangan luas yang dibuang airnya 1,62 A 0,92 diambil dari gambar 3.9 yang digunakan untuk daerah tanaman padi di Jawa dan juga dapat digunakan di seluruh Indonesia. 3-50

74 Gambar 3.9 Faktor pengurangan luas areal yang dibuang airnya C. Kebutuhan pembuang untuk sawah non padi dan luar daerah irigasi Untuk pembuang sawah yang ditanami selain padi, ada beberapa daerah yang perlu diperhatikan, yakni : - Daerah-daerah aliran sungai yang berhutan - Daerah-daerah dengan tanaman-tanaman ladang (daerah-daerah terjal) - Daerah-daerah permukiman Dalam merencanakan saluran-saluran pembuang untuk daerah-daerah dimana padi tidak ditanam, ada dua macam debit yang perlu dipertimbangkan, yaitu : - Debit puncak maksimum dalam jangka waktu pendek dan - Debit rencana yang dipakai untuk perencanaan saluran 1). Debit puncak Debit puncak untuk daerah-daerah yang dibuang airnya sampai seluas 100 km 2 dihitung dengan Rumus Der Weduwen, yang didasarkan pada pengalaman mengenai sungai-sungai di Jawa; rumus-rumus lain bisa digunakan juga. Rumus tersebut adalah : Qp = q A dimana : Qp = debit puncak, m 3 /dt = keofesien limpasan air hujan (runoff) = koefesien pengurangan luas daerah hujan 3-51

75 q = intensitas curah hujan, m 3 /km 2 /dt A = luas areal yang dibuang airnya, km 2 2). Debit rencana Debit rencana didefinisikan sebagai volume limpasan air hujan dalam waktu sehari dari suatu daerah yang akan dibuang airnya yang disebabkan oleh curah hujan sehari di daerah tersebut. Air hujan yang tidak tertahan atau merembes dalam waktu satu hari, diandaikan mengalir dalam waktu satu hari itu juga. Ini menghasilkan debit rencana yang konstan. Debit rencana dihitung sebagai berikut (USBR, 1973) : Qd = 0,116 R(1)5 A 0,92 dimana: Qd = debit rencana, l/dt = koefesien limpasan air hujan (lihat tabel 3.12) R(1)5 = curah hujan sehari, m dengan kemungkinan terpenuhi 20% A = luas daerah yang dibuang airnya, ha Untuk menentukan harga koefesien limpasan air hujan, akan dipakai hasilhasil metode kurve bilangan dari US Soil Conservation Service. Untuk uraian lebih lanjut, baca USBR Design of Small Dams. Tabel 3.12 Harga-harga koefesien limpasan air hujan untuk penghitungan Qd Penutup tanah Hutan lebat Hutan tidak lebat Tanaman ladang (daerah terjal) Kelompok hidrolis tanah C D 0,60 0,65 0,75 0,70 0,75 0,80 Penjelasan mengenai kelompok hidrologis tanah adalah sebagai berikut : Kelompok C: Tanah yang mempunyai laju infiltrasi rendah apabila dalam keadaan jenuh sama sekali dan terutama terdiri dari tanah dengan lapisan yang menahan gerak turun air, atau tanah dengan tekstur agak halus sampai halus. Tanah-tanah ini memiliki laju penyebaran (transmisi) air yang rendah. 3-52

76 Kelompok D: (Potensi limpasan tinggi) Tanah yang mempunyai laju infiltrasi amat rendah apabila dalam keadaan jenuh sama sekali dan terutama terdiri dari tanah lempung dengan potensi mengembang yang tinggi, tanah dengan muka air tanah tinggi yang permanen, tanah dengan lapisan liat di atau di dekat permukaan, dan tanah dangkal pada bahan yang hampir kedap air. Tanah-tanah memiliki laju penyebaran air yang lamban. Di sini, kelompok A dan B tidak dipakai. D. Debit pembuang Debit rencana akan dipakai untuk merencanakan kapasitas saluran pembuang dan tinggi muka air. Debit pembuang terdiri dari air buangan dari : - Sawah, seperti dalam bagian C tentang kebutuhan pembuang untuk tanaman padi atau dari - Tempat-tempat lain di luar sawah, seperti dalam bagian D tentang kebutuhan pembuang untuk sawah non padi dan luar daerah irigasi Jaringan pembuang akan direncanakan untuk mengalirkan debit pembuang rencana dari daerah-daerah sawah dan nonsawah, di dalam maupun di luar (pembuang silang). Muka air yang dihasilkan tidak boleh menghalangi pembuangan air dari sawah-sawah di daerah irigasi. Debit puncak akan dipakai untuk menghitung muka air tertinggi di jaringan pembuang. Muka air tertinggi ini akan digunakan untuk merencanakan pengendalian banjir dan bangunan. Selama terjadi debit puncak, terhalangnya pembuangan air dari sawah dapat diterima. Tinggi muka air puncak sering melebihi tinggi muka tanah. Dalam hal ini sarana-sarana pengendali banjir akan dibuat di sepanjang saluran pembuang, dimana tidak boleh terjadi penggenangan. Periode ulang untuk debit puncak dan debit rencana berbeda untuk debit rencana dipilih dengan periode ulang sebagai berikut : - 5 tahun untuk saluran pembuang kecil di daerah irigasi atau - 25 tahun atau lebih, bergantung pada apa yang akan dilindungi, untuk sungai periode ulangnya diambil sama dengan saluran pembuang yang besar. Periode ulang debit rencana diambil 5 tahun. 3-53

77 Perlu dicatat bahwa debit puncak yang sudah dihitung bisa dikurangi dengan cara menampung debit puncak tersebut. Tampungan dapat dibuat di dalam atau di luar daerah irigasi. Misalnya di tempat dimana pembuang silang memasuki daerah irigasi melalui gorong-gorong yang di sebelah hulunya boleh terdapat sedikit genangan. Di dalam jaringan irigasi tampungan dalam jaringan saluran dan daerah cekungan akan dapat meratakan debit puncak di bagian hulir. Debit puncak juga akan dikurangi dengan cara membiarkan penggenangan terbatas (untuk jangka waktu yang pendek) di dalam daerah irigasi. Akan tetapi, penggenangan terbatas mungkin tidak dapat diterima. Pada pertemuan dua saluran pembuang dimana dua debit puncak bertemu, debit puncak yang tergabung dihitung sebagai berikut : 1. Apabila dua daerah yang akan dibuang airnya kurang lebih sama luasnya (40 sampai 50 % dari luas total), debit puncak dihitung sebagai 0,8 kali jumlah kedua debit puncak. 2. Jika daerah yang satu jauh lebih kecil dari daerah yang satunya lagi (kurang 20 % dari luas keseluruhan), maka gabungan kedua debit puncak dihitung sebagai daerah total. 3. Bila persentase itu berkisar antara 20 dan 40 %, maka gabungan kedua debit puncak dihitung dengan interpolasi antara harga-harga dari no. 1 dan 2 di atas. Untuk menghitung debit rencana pada pertemuan dua saluran pembuang, debit rencana yang tergabung dihitung sebagai jumlah debit rencana dari kedua saluran pembuang hulu. E. Perencanaan saluran pembuang yang stabil Perencanaan saluran pembuang harus memberikan pemecahan dengan biaya pelaksanaan dan pemeliharaan yang terendah. Ruas-ruas saluran harus stabil terhadap erosi dan sedimentasi minimal pada setiap potongan melintang dan seimbang. Dengan adanya pembuang, air dari persawahan menjadi lebih bersih dari sedimen. Erosi di saluran pembuang akan merupakan kriteria yang menentukan. Kecepatan rencana hendaknya tidak melebihi kecepatan maksimum yang diizinkan. Kecepatan maksimum yang diizinkan bergantung kepada bahan tanah serta kondisinya. 3-54

78 Saluran pembuang direncanakan di tempat-tempat terendah dan melalui daerahdaerah depresi. Kemiringan alamiah tanah dalam trase ini menentukan kemiringan memanjang saluran pembuang tersebut. Apabila kemiringan dasar terlalu curam dan kecepatan maksimum yang diizinkan akan terlampaui, maka harus dibuat bangunan pengatur (terjun). Kecepatan rencana sebaiknya diambil sama atau mendekati kecepatan maksimum yang diizinkan, karena debit rencana atau debit puncak tidak sering terjadi, debit dan kecepatan aliran pembuang akan lebih rendah di bawah kondisi eksploitasi ratarata. Khususnya dengan debit pembuang yang rendah, aliran akan cenderung berkelokkelok (meander) bila dasar saluran dibuat lebar. Oleh karena itu, biasanya saluran pembuang direncana relatif sempit dan dalam. Variasi tinggi air dengan debit yang berubah-ubah biasanya tidak mempunyai arti penting. Potongan-potongan yang dalam akan memberikan pemecahan yang lebih ekonomis. Kemiringan dasar saluran pembuang biasanya mengecil di sebelah hilir sedangkan debit rencana bertambah besar. Parameter angkutan sedimen relatif I R dalam prakteknya akan menurun di sebelah hilir akibat akar R kuadrat. Sejauh berkenaan dengan air buangan yang relatif bersih dari sawah, hal ini tidak akan merupakan masalah yang berarti. Keadaan ini harus dihindari apabila air buangan yang bersedimen harus dialirkan. Bila saluran air alamiah digunakan sebagai saluran pembuang, maka umumnya akan lebih baik untuk tidak mengubah trasenya karena saluran alamiah ini sudah menyesuaikan potongan melintang dan kemiringannya dengan alirannya sendiri. Dasar dan taludnya mempunyai daya tahan yang lebih tinggi terhadap kikisan jika dibandingkan dengan saluran pembuang yang baru dibangun dengan kemiringan talud yang sama. Pemantapan saluran air dan sungai alamiah untuk menambah kapasitas pembuang sering terbatas pada konstruksi tanggul banjir dan sudetan dari lengkung meander. Air dari saluran pembuang mempunyai pengaruh negatif pada muka air tanah atau pada air yang masuk dari laut dan sebagainya. Oleh sebab itu perencana harus 3-55

79 mempertimbangkan faktor tersebut dengan hati-hati guna memperkecil dampak yang mungkin timbul. F. Rumus dan Kriteria Hidrolis 1. Rumus aliran Untuk perencanaan potongan saluran pembuang, aliran dianggap sebagai aliran tetap dan untuk itu diterapkan rumus Stickler (Manning); v = k R 2/3 I 1/2 dimana : v = kecepatan aliran, m/dt k = koefesien kekasaran Strickler, m 1/3 /dt R = jari-jari hidrolis, m I = kemiringan energi 2. Koefesien kekasaran Strickler Koefesien Strickler k bergantung kepada sejumlah faktor, yakni : - Kekasaran dasar dan talud saluran - Lebatnya vegetasi - Panjang batang vegetasi - Ketidakteraturan dan trase, dan - Jari-jari hidrolis dan dalamnya saluran Karena saluran pembuang tidak selalau terisi air, vegetasi akan mudah sekali tumbuh di situ dan banyak mengurangi harga k. Penyiangan yang teratur akan memperkecil harga pengurangan ini. Harga-harga k pada Tabel 3.13 yang dipakai untuk merencanakan saluran pembuang, mengandaikan bahwa vegetasi dipotong secara teratur. Tabel 3.13 Koefesien kekasaran Strickler untuk saluran pembuang Jaringan pembuang k m 1/3 /dt h *) > 1,5 m 30 h 1,5 m 25 *) h = kedalaman air di saluran pembuang, m 3-56

80 Untuk saluran-saluran alamiah tidak ada harga umum k yang dapat diberikan. Cara terbaik untuk memperkirakan harga itu ialah membandingkan saluransaluran alamiah tersebut dengan harga-harga k yang dijelaskan di dalam kepustakaan yang relevan (sebagai contoh, lihat Ven Te Chow, 1965). 3. Kecepatan maksimum yang diizinkan Penentuan kecepatan maksimum yang diizinkan untuk saluran pembunag dengan bahan kohesih mirip dengan yang diambil untuk saluran irigasi; vmaks = vb x A x B x C x D Faktor D ditambahkan apabila dipakai banjir rencana dengan periode ulang yang tinggi. Dianggap bahwa kelangkaan terjadinya banjir dengan periode ulang di atas 10 tahun menyebabkan sedikit kerusakan akibat erosi. Ini dinyatakan dengan menerima vmaks yang lebih tinggi untuk keadaan semacam ini; lihat gambar 3.10 untuk harga-harga D. D sama dengan 1 untuk periode ulang di bawah 10 tahun. Gambar 3.10 Koefesien koreksi untuk berbagai periode ulang D Untuk jaringan pembuang intern, air akan dihitung sebagai bebas sedimen. Untuk aliran pembuang silang, asal air harus diperiksa. Jika air itu berasal dari daerah-daerah yang berpembuang alamiah, maka konsentrasi sedimen dapat diambil ppm. Air dihitung sebagai bebas sedimen, apabila air pembuangsilang berasal dari daerah persawahan. 3-57

81 Untuk konstruksi pada tanah-tanah non kohesif, kecepatan dasar yang diizinkan adalah 0,6 m/dt. 4. Tinggi muka air Tinggi muka air saluran pembuang di jaringan intern bergantung kepada fungsi saluran tersebut. Di jaringan tersier, tanah membuang airnya langsung ke saluran pembuang (kuarter dan tersier) dan tinggi muka air pembuang rencana mungkin sama dengan tinggi permukaan tanah. Jaringan pembuang primer menerima air buangan dari petak-petak tersier di lokasi yang tetap. Tinggi muka air rencana di jaringan utama ditentukan dengan tinggi muka air yang diperlukan di ujung saluran pembuang tersier. Tinggi muka air di jaringan pembuang primer yang berfungsi untuk pembuang sawah dan mungkin daerah-daerah bukan sawah dihitung sebagai berikut : - Untuk pengaliran debit rencana, tinggi muka air mungkin naik sampai sama dengan tinggi permukaan tanah; - Untuk pengaliran debit puncak, pembuang dari sawah dianggap nol; hargaharga tinggi muka air yang diambil ditunjukkan pada gambar

82 Gambar 3.11 Tipe-tipe potongan melintang saluran pembuang Metode penghitungan ini hanya boleh diterapkan untuk debit-debit sampai 30 m 3 /dt saja. Bila diperkirakan akan terjadi debit yang lebih besar, maka debit puncak dari daerah-daerah nonsawah dan debit pembuang sawah yang terjadi secara bersamaan harus dipelajari bersama-sama dengan kemungkinan pengurangan debit puncak dan pengaruh banjir sementara yang mungkin juga terjadi. 3-59

83 Muka air rencana pada titik pertemuan antara dua saluran pembuang sebaiknya diambil sebagai berikut : - Elevasi muka air yang sesuai dengan banjir dengan periode ulang 5 kali per tahun untuk sungai, - Muka air rencana untuk saluran pembuang intern yang tingkatnya lebih tinggi, - Elevasi muka air laut rata-rata (MSL) untuk laut. G. Potongan Melintang Saluran Pembuang 1. Geometri Potongan melintang saluran pembuang direncana relatif lebih dalam daripada saluran irigasi dengan alasan sebagai berikut: - Untuk mengurangi biaya pelaksanaan dan pembebasan tanah; - Variasi tinggi muka air lebih besar, perubahan-perubahan pada debit pembuangan dapat diterima untuk jaringan pembuang permukaan; - Saluran pembuang yang dalam akan memiliki aliran yang lebih stabil pada debit-debit rendah, sedangkan saluran pembuang yang lebar akan menunjukkan aliran yang berkelok-kelok. Perbandingan kedalaman lebar dasar air (n = b/h) untuk saluran pembuang sekunder diambil antara 1 dan 3. Untuk saluran pembuang yang lebih besar, nilai banding ini harus paling tidak 3. Tipe-tipe potongan melintang disajikan pada gambar Untuk saluran pembuang sekunder dan primer, lebar dasar minimum diambil 0,60 m 2. Kemiringan talud saluran pembuang Pertimbangan-pertimbangan untuk kemiringan talud sebuah saluran pembuang buatan mirip dengan pertimbangan untuk saluran irigasi. Harga-harga kemiringan minimum talud untuk saluran pembuang pada berbagai bahan tanah diambil dari tabel 3.14 dan gambar

84 Tabel 3.14 Kemiringan talud minimum saluran pembuang D 1,0 1,0 D < 2,0 D > 2,0 Kedalaman galian, D (m) Kemiringan minimum talud (1hor : m vert) 1,0 1,5 2,0 Mungkin diperlukan kemiringan talud yang lebih landai jika diperkirakan akan terjadi aliran rembesan yang besar ke dalam saluran. 3. Lengkung saluran pembuang Jari-jari minimum lengkung sebagai yang diukur dalam as untuk saluran pembuang buatan adalah sebagai berikut : Tabel 3.15 Jari-jari lengkung saluran pembuang tanah Q rencana m 3 /dt Q 5 5 < Q 7,5 7,5 < Q 10 < Q 15 Q > 15 Jari-jari minimum m 3 x lebar dasar *) 4 x lebar dasar 5 x lebar dasar 6 x lebar dasar 7 x lebar dasar *) jari-jari minimum yang akan dipakai adalah 5 m Jika diperlukan jari-jari yang lebih kecil, jari-jari tersebut boleh dikurangi sampai 3 x lebar dasar dengan cara memberi pasangan bagian luar lengkung saluran. 4. Tinggi jagaan Karena debit pembuang rencana akan terjadi dengan periode ulang rata-rata 5 tahun, maka tinggi muka air rencana maksimum diambil sama dengan tinggi muka tanah. Galian tambahan tidak lagi diperlukan. Apabila jaringan pembuang utama juga mengalirkan air hujan buangan dari daerah-daerah bukan sawah dan harus memberikan perlindungan penuh terhadap banjir, maka tinggi jagaan akan diambil 0,4 1,0 m (lihat gambar 3.11 dan 3.12) 3-61

85 Gambar 3.12 Tinggi jagaan untuk saluran pembuang (dari USBR) Bangunan Kriteria perencanaan bangunan ini meliputi seluruh bangunan yang melengkapi saluran-saluran irigasi dan pembuang, termasuk bangunan-bangunan yang diperlukan untuk keperluan komunikasi, angkutan, eksploitasi dan pemeliharaan. Di sini diberikan uraian mengenai bangunan-bangunan jaringan irigasi dan pembuang, uraian itu mencakup latar belakang dan dasar-dasar hidolika untuk perencanaan bangunan-bangunan tersebut. Hal ini berarti bahwa beberapa jenis bangunan tertentu memerlukan uraian khusus tersendiri karena sifat-sifat hidroliknya yang unik. Bangunan-bangunan lain yang memiliki banyak persamaan dalam hal dasardasar hidrolikanya akan dibahas di dalam kelompok yang sama. Kriteria perencanaan hidrolis disajikan dalam bentuk tabel dan grafik untuk menyederhanakan penggunaannya, sejauh hal ini dianggap mungkin dan cocok. Namun demikian latar belakang teoritis masing-masing bangunan akan disajikan selengkap mungkin. Perencanaan bangunan bergantung pada keadaan setempat, yang umumnya berbeda-beda dari satu daerah ke daerah yang lain. Hal ini menuntut suatu pendekatan yang luwes. Akan tetapi, di sini diberikan beberapa aturan dan cara pemecahannya secara rinci. Bilamana perlu, diberikan referensi mengenai metode dan bahan konstruksi alternatif. 3-62

86 Sub sub-bab dalam laporan ini dibagi-bagi sesuai dengan tingkat kemanfaatan bangunan. Di sini diberikan rekomendasi pemakaian tipe-tipe bangunan yang lebih disukai. Rekomendasi ini didasarkan pada : 1). Kesesuaian dengan fungsi yang dibebankan kepada bangunan, 2). Mudahnya perencanaan dan pelaksanaan, 3). Mudahnya eksploitasi dan pemeliharaan, 4). Biaya konstruksi dan pemeliharaan, 5). Terbiasanya petugas eksploitasi dengan tipe bangunan tersebut. Sub sub-bab modul ini dibagi dalam macam-macam bangunan antara lain : 1). Bangunan pengukur debit 2). Bangunan pengatur tinggi muka air 3). Bangunan bagi sadap 4). Bangunan pembawa 5). Kolam Olak 6). Bangunan lindung 7). Bangunan-bangunan pelengkap A. Bangunan pengukur debit 1. Umum Agar pengelolaan air irigasi menjadi efektif, maka debit harus diukur (dan diatur) pada hulu saluran primer, pada cabang saluran dan pada bangunan sadap tersier. Berbagai macam bangunan dan peralatan telah dikembangkan untuk maksud ini. Namun demikian, untuk menyederhanakan pengelolaan jaringan irigasi hanya beberapa jenis bangunan saja yang boleh digunakan di daerah irigasi. Bangunan-bangunan yang dianjurkan untuk dipakai diuraikan dalam pasal berikut ini dan seterusnya. Rekomendasi penggunaan bangunan tertentu didasarkan pada faktor penting antara lain : - Kecocokan bangunan untuk keperluan pengukuran debit - Ketelitian pengukuran di lapangan - Bangunan yang kokoh, sederhana dan ekonomis - Rumus debit sederhana dan teliti 3-63

87 - Eksploitasi dan pembacaan papan duga mudah - Pemeliharaan sederhana dan murah - Cocok dengan kondisi setempat dan dapat diterima oleh para petani. Tabel 3.16 memberikan ringkasan parameter-parameter perencanaan pokok untuk bangunan-bangunan pengukur yang dipakai. Tipe-tipe bangunan yang dianjurkan ditunjukkan dalam kotak-kotak garis tebal. Tabel 3.16 Parameter-parameter perencanaan bangunan-bangunan pengukur 2. Alat ukur ambang lebar Bangunan ukur ambang lebar dianjurkan karena bangunan itu kokoh dan mudah dibuat. Karena bisa mempunyai berbagai bentuk mercu, bangunan ini mudah disesuaikan dengan tipe saluran apa saja. Hubungan tunggal antara muka air hulu dan debit mempermudah pembacaan debit secara langsung dari papan duga, tanpa memerlukan tabel debit. a). Tipe Alat ukur ambang lebar adalah bangunan aliran atas (overflow), untuk ini tingkat energi hulu lebih kecil dari panjang mercu. Karena pola aliran di atas alat ukur ambang lebar dapat ditangani dengan teori hidolika yang sudah ada sekarang, maka bangunan ini bisa mempunyai bentuk yang berbeda- 3-64

88 beda, sementara debitnya tetap serupa. Gambar 3.13 dan 3.14 memberikan contoh alat ukur ambang lebar. Mulut pemasukan yang dibulatkan pada alat ukur gambar 3.13, dipakai apabila konstruksi permukaan melengkung ini tidak menimbulkan masalahmasalah pelaksanaan, atau jika berakibat diperpendeknya panjang bangunan. Hal ini sering terjadi bila bangunan dibuat dari pasangan batu. Tata letak pada gambar 3.14 hanya menggunakan permukaan datar saja. Ini merupakan tata letak paling ekonomis jika bangunan dibuat dari beton. Gambar 3.13 memperlihatkan muka hilir vertikal bendung; gambar 3.14 menunjukkan peralihan pelebaran miring 1:6. Yang pertama dipakai jika tersedia kehilangan tinggi energi yang cukup di atas alat ukur. Peralihan pelebaran hanya digunakan jika energi kinetik di atas mercu dialihkan ke dalam energi potensial di sebelah hilir saluran. Oleh karena itu, kehilangan tinggi energi harus dibuat sekecil mungkin. Kalibrasi tinggi debit pada alat ukur ambang lebar tidak dipengaruhi oleh bentuk peralihan pelebaran hilir Gambar 3.13 Alat ukur ambang lebar dengan mulut pemasukan yang dibulatkan 3-65

89 Juga, penggunaan peralihan masuk bermuka bulat atau datar dan peralihan penyempitan tidak mempunyai pengaruh apa-apa terhadap kalibrasi. Permukaan-permukaan ini harus mengarahkan aliran ke atas mercu alat ukur tanpa kontraksi dan pemisahan aliran. Aliran diukur di atas mercu datar alat ukur horisontal. Gambar 3.14 Alat ukur ambang lebar dengan pemasukan bermuka datar dan peralihan penyempitan b). Perencanaan hidrolis Persamaan debit untuk alat ukur ambang lebar dengan bagian pengontrol segi empat adalah : Q C C 2/ 3 d v 2/ 3g b c h dimana : Q = debit m 3 /dt Cd Cv = koefesien debit Cd adalah 0,93 + 0,10 H1/L, untuk 0,1 < H1/L < 1,0 H1 adalah tinggi energi hulu, m L adalah panjang mercu, m = koefesien kecepatan datang 3-66

90 g = percepatan gravitasi, m/dt 2 ( 9,8) bc h1 = lebar mercu, m = kedalaman air hulu terhadap ambang bangunan ukur, m Harga koefesien kecepatan datang dapat dicari dari gambar 3.15, yang memberikan harga-harga Cv untuk berbagai bentuk bagian pengontrol. Gambar 3.15 CV sebagai fungsi perbandingan Cd A*/A1 Persamaan debit untuk alat ukur ambang lebar bentuk trapesium adalah : Q = Cd {bc yc + mc 2 } {2g (H1 yc)} 0,5 dimana : bc = lebar mercu pada bagian pengontrol, m yc = kedalaman air pada bagian pengontrol, m m = kemiringan samping pada bagian pengontrol (1:m) Gambar 3.16 memberikan ilustrasi arti simbol-simbol yang digunakan oleh kedua tipe alat ukur ambang lebar ini. 3-67

91 Gambar 3.16 Ilustrasi peristilahan yang digunakan c). Flum dasar rata Rumus untuk alat ukur ambang lebar yang dipakai untuk merencanakan flum leher panjang bangunan dengan tinggi ambang nol. Dalam hal ini panjang peralihan serta panjang ambang diwujudkan ke dalam dimensi kontraksi. Flum dan alat ukur pada gambar 3.17 adalah bangunan-bangunan air serupa kemampuan ukur yang sama. d). Batas moduler Batas moduler untuk alat ukur ambang lebar bergantung kepada bentuk bagian pengontrol dan nilai banding ekspansi hilir (lihat tabel 3.16a) Gambar 3.17 Dimensi flum dan alat ukur 3-68

92 Tabel 3.16a Harga-harga minimum batas moduler (H2/H1) Ekspansi vertikal/ Alat ukur Flum dasar rata horisontal pengontrol pengontrol pengontrol pengontrol 1 : 0 1 : 6 0,70 0,79 0,75 0,85 0,74 0,82 0,80 0,88 Nilai banding ekspansi 1:6 diilustrasikan pada gambar 3.18 di bawah ini. Dalam gambar itu ditunjukkan cara untuk memotong ekspansi, yang hanya akan sedikit saja mengurangi efektivitas peralihan. Gambar 3.18 Peralihan-peralihan hilir e). Besaran debit Besaran debit dapat diklasifikasi dengan perbandingan Q maks, Q min Untuk alat ukur segi empat = 35, untuk alat ukur trapesium = 55 untuk alat ukur besar dan 210 untuk alat ukur kecil. Pada saluran irigasi nilai banding = Qmaks/Qmin jarang melebihi 35. f). Papan duga Adalah mungkin untuk menandai papan duga dengan satuan liter/detik atau meter kubik/detik, selain dengan skala sentimeter. Dalam hal ini tidak diperlukan tabel debit. 3-69

93 Sebuah contoh jarak penandaan papan duga untuk pembacaan langsung papan duga yang dipasang pada dinding, diberikan pada tabel 2.3. tabel tersebut menggunakan gambar 3.19 sebagai bilangan pengali Gambar 3.19 Bilangan-bilangan pengali untuk satuan-satuan yang dipakai pada papan duga miring. g). Tabel debit Untuk alat ukur ambang lebar bentuk segi empat, di sini diberikan tabel debit pada lampiran 1 Untuk alat ukur trapesium dan saluran dengan lebar dasar yang tidak standar, harus digunakan rumus tinggi energi (head) debit. Tabel pada lampiran 2 memberikan harga-harga yc/h1 sebagai fungsi m dan H1/b untuk bagian pengontrol trapesium yang akan digunakan dengan persamaan : Q = Cd {bc yc + mc 2 } {2g (H1 yc)} 0,5 3-70

94 Tabel 3.17 Contoh hubungan antara jarak vertikal dan kemiringan samping pada duga untuk saluran dengan kemiringan talud 1 : 1,5 Debit Q (m 3 /dt) 0,20 0,60 0,80 1,00 1,20 1,40 1,60 1,80 2,00 2,20 2,40 2,60 2,80 3,00 Tinggi vertikal h 1 (m) 0,117 0,229 0,273 0,311 0,347 0,379 0,410 0,439 0,466 0,492 0,517 0,541 0,564 0,586 Jarak kemiringan samping hs (m) 0,211 0,413 0,492 0,561 0,626 0,683 0,739 0,792 0,810 0,887 0,932 0,975 1,016 1,057 h). Karakteristik alat ukur ambang lebar - Asal saja kehilangan tinggi energi pada alat ukur cukup untuk menciptakan aliran kritis, tabel debit dapat dihitung dengan kesalahan kurang dari 2% - Kehilangan tinggi energi untuk memperoleh aliran moduler (yaitu hubungan khusus antara tinggi energi hulu dengan mercu sebagai acuan dan debit) lebih rendah jika dibandingkan dengan kehilangan tinggi energi untuk semua jenis bangunan yang lain. - Sudah ada teori hidrolika untuk menghitung kehilangan tinggi energi yang diperlukan ini, untuk kombinasi alat ukur dan saluran apa saja. - Karena peralihan penyempitannya yang bertahap (gradual), alat ukur ini mempunyai masalah sedikit saja dengan benda-benda hanyut. - Pembacaan debit di lapangan mudah, khususnya jika papan duga diberi satuan debit (misal m 3 /dt). - Pengamatan lapangan dan laboratorium menunjukkan bahwa alat ukur ini mengangkut sedimen, bahkan di saluran dengan aliran subkritis. - Asalkan mercu datar searah dengan aliran, maka tabel debit pada dimensi purnalaksana (as-built dimensions) dapat dibuat, bahkan jika terdapat kesalahan pada dimensi rencana selama pelaksanaan sekali pun. 3-71

95 - Kalibrasi purnalaksana demikian juga memungkinkan alat ukur untuk diperbaiki kembali, bila perlu. - Bangunan kuat, tidak mudah rusak. - Di bawah kondisi hidrolis dan batas yang serupa, ini adalah yang paling ekonomis dari semua jenis bangunan lain untuk pengukuran debit secara tepat. i). Kelebihan-kelebihan yang dimiliki alat ukur ambang lebar - Bentuk hidrolis luwes dan sederhana - Konstruksi kuat, sederhana dan tidak mahal - Benda-benda hanyut bisa dilewatkan dengan mudah - Eksploitasi mudah. j). Kelemahan-kelemahan yang dimiliki alat ukur ambang lebar - Bangunan ini hanya dapat dipakai sebagai bangunan pengukur saja - Agar pengukuran teliti, aliran tidak boleh tenggelam. k). Penggunaan alat ukur ambang lebar Alat ukur ambang lebar dan flum leher panjang adalah bangunan-bangunam pengukur debit yang dipakai di saluran dimana kehilangan tinggi energi merupakan hal pokok yang menjadi bahan pertimbangan. Bangunan ini biasanya ditempatkan di awal saluran primer, pada titik cabang saluran besar dan tepat di hilir pintu sorong pada titik masuk petak tersier. 3. Alat ukur romijn Pintu Romijn adalah alat ukur ambang lebar yang bisa digerakkan untuk mengatur dan mengukur debit di dalam jaringan saluran irigasi. Agar dapat bergerak, mercunya dibuat dari pelat baja dan dipasang di atas pintu sorong. Pintu ini dihubungkan dengan alat pengangkat. a). Tipe-tipe alat ukur Romijn Sejak pengenalannya pada tahun 1932, pintu Romijn telah dibuat dengan tiga bentuk mercu (Gambar 3.20), yaitu: (i) bentuk mercu datar dan lingkaran gabungan untuk peralihan penyempitan hulu (Gambar 3.20 A) (ii) bentuk mercu miring ke atas 1:25 dan lingkaran tunggal sebagai peralihan penyempitan (Gambar 3.20 B) 3-72

96 (iii) bentuk mercu datar dan lingkaran tunggal sebagai peralihan penyempitan (Gambar 3.20 C). Mercu horisontal & lingkaran gabungan: (lihat gambar 3.20 A) Dipandang dari segi hidrolis, ini merupakan perencanaan yang baik. Tetapi pembuatan kedua lingkaran gabungan sulit, padahal tanpa lingkaranlingkaran itu pengarahan air di atas mercu pintu bisa saja dilakukan tanpa pemisahan aliran. A B C Gambar 3.20 Perencanaan mercu alat ukur Romijn Mercu dengan kemiringan 1:25 & lingkaran tunggal: (lihat gambar 3.20 B) Vlugter (1941) menganjurkan penggunaan pintu Romijn dengan kemiringan mercu 1:25. Hasil penyelidikan model hidrolis di laboratorium mendasari rekomendasinya itu tidak bisa direproduksi lagi (B0S 1976). Tetapi dalam program riset terakhir mengenai mercu berkemiringan 1:25, kekurangankekurangan mercu ini mcnjadi jelas: - Bagian pengontrol tidak berada di alas mercu, melainkan di atas tepi tajam hilirnya, di mana garis-garis aliran benar-benar melengkung. kerusakan terhadap tepi ini menimbulkan perubahan pada debit alat ukur. - Karena garis-garis aliran ini, batas moduler menjadi 0,25: bukan 0.67 seperti anggapan umumnya. Pada aliran tenggelam H2/H1 = 0,67, pengurangan dalam aliran berkisar dari 3% untuk aliran rendah sampai 10% untuk aliran tinggi (rencana). 3-73

97 Karena mercu berkemiringan 1:25 juga lebih rumit pembuatannya dibandingkan dengan mercu datar, maka penggunaan mercu dengan kemiringan ini tidak dianjurkan. Mercu horisontal & lingkaran tunggal: (lihat Gambar 3.20 C) Ini adalah kombinasi yang bagus antara dimensi hidrolis yang benar dengan perencanaan konstruksi. Jika dilaksanakan pintu Romijn, maka sangat dianjurkan untuk menggunakan bentuk mercu ini. b). Perencanaan hidrolis Dilihat dari segi hidrolis, pintu Romijn dengan mercu horisontal dan peralihan penyempitan lingkaran tunggal adalah serupa dengan alat ukur ambang lebar yang telah dibicarakan. Untuk kedua bangunan tersebut, persamaan antara tinggi dan debitnya adalah: Q C C 2/ 3 d v 2/ 3g b c h dimana : Q = debit m 3 /dt Cd = koefesien debit Cv = koefesien kecepatan datang g = percepatan gravitasi, m/dt 2 ( 9,8) bc h1 = lebar meja, m = tinggi energi hulu di atas meja m dimana koefesien debit sama dengan Cd = 0,93 + 0,10 H1/L dengan : H1 = h1 + v1 2 /2g dimana : H1 = tinggi energi di atas meja, m v1 = kecepatan di hulu alat ukur, m/dt 3-74

98 Gambar 3.21 Sketsa isometris alat ukur Romijn 3-75

99 Gambar 3.22 Dimensi alat ukur Romijn dengan pintu bawah Koefesien kecepatan datang Cv dipakai untuk mengkoreksi penggunaan h1 dan bukan H1 di dalam persamaan tinggi energi-debit. c). Dimensi dan tabel debit standar Lebar standar untuk alat ukur Romijn adalah 0,50, 0,75, 1,00, 1,25 dan 1,50 m.untuk harga-harga lebar standar ini semua pintu, kecuali satu tipe, mempunyai panjang standar mercu 0,50 untuk mercu horisontal dan jari-jari 0,10 m untuk meja berujung bulat. Satu pintu lagi ditambahkan agar sesuai dengan bangunan sadap tersier yang debitnya kurang dari 160 l/dt. Lebar pintu ini 0,50 m, tapi mercu horisontalnya 0,33 m dan jari-jari 0,07 m untuk ujung meja. Kehilangan tinggi energi H yang diperlukan di atas alat ukur yang bisa digerakkan diberikan di bagian bawah Lampiran 1. Harga-harga ini dapat dipakai bila alat ukur mempunyai saluran hilir segi empat dengan potongan pendek, seperti ditunjukkan pada contoh Gambar Jika dipakai saluran hilir yang lebih lebar, maka kehilangan tinggi energi sebaiknya diambil 0,4 Hmaks. Harga-harga besaran debit yang dianjurkan untuk standar alat ukur Romijn diberikan pada Tabel

100 Tabel 3.18 Besaran yang dianjurkan untuk alat ukur Romijn Standar Lebar, m H 1 maks, m Besar debit, m 3 /dt 0,50 0,50 0,75 0,33 0,50 0,50 0 0,160 0,030 0,300 0,040 0,450 1,00 1,25 1,50 0,50 0,50 0,50 0,050 0,600 0,070 0,750 0,080 0,900 d). Papan duga Untuk pengukuran debit secara sederhana, ada tiga papan duga yang harus dipasang, yaitu: - papan duga muka air di saluran - skala sentimeter yang dipasang pada kerangka bangunan - skala liter yang ikut bergerak dengan meja pintu Romijn. Skala sentimeter dan liter dipasang pada posisi sedemikian rupa sehingga pada waktu bagian atas meja berada pada ketinggian yang sama dengan muka air di saluran (dan oleh sebab itu debit di atas meja nol). titik nol pada skala liter memberikan bacaan pada skala sentimeter yang sesuai dengan bacaan muka air pada papan duga di saluran (lihat Gambar 3.21). e). Karakteristik alat ukur Romijn - Kalau alat ukur Romijn dibuat dengan mercu datar dan peralihan penyempitan sesuai dengan Gambar 3.20 C, tabel debitnya sudah ada dengan kesalahan kurang dari 3%. - Debit yang masuk dapat diukur dan diatur dengan satu bangunan. - Kehilangan tinggi energi yang diperlukan untuk aliran moduler adalah di bawah 33% dari tinggi energi hulu dengan mercu sebagai acuannya, yang relatif kecil. - Karena alat ukur Romijn ini bisa disebut "berambang Iebar". Maka sudah ada teori hidrolika untuk merencanakan bangunan tersebut. - Alat ukur Romijn dengan pintu bawah bisa dieksploitasi oleh orang yang tak berwenang, yaitu melewatkan air lebih banyak dari yang diizinkan dengan cara mengangkat pintu bawah lebih tinggi iagi. 3-77

101 f). Kelebihan-kelebihan yang dimiliki alat ukur Romijn - Bangunan itu bisa mengukur dan mengatur sekaligus - dapat membilas endapan sedimen haius - kehilangan tinggi energi relatif kecil - ketelitian baik - eksploitasi mudah. g). Kekurangan-kekurangan yang dimiliki alat ukur Romijn - Pembuatannya rumit dan mahal - bangunan itu membutuhkan muka air yang tinggi di saluran - biaya pemeliharaan bangunan itu relatif mahal - bangunan itu dapat disalahgunakan dengan jalan membuka pintu bawah - bangunan itu peka terhadap fluktuasi muka air di saluran pengarah. h). Penggunaan alat ukur Romijn Alat ukur Romijn adalah bangunan pengukur dan pengatur serba bisa yang dipakai di Indonesia sebagai bangunan sadap tersier. Untuk ini tipe standard paling kecil (Iebar 0,50 m) adalah yang paling cocok. Tetapi, alat ukur Romijn dapat juga dipakai sebagai bangunan sadap sekunder. Eksploitasi bangunan itu sederhana dan kebanyakan juru pintu telah terbiasa dengannya. Bangunan ini dilengkapi dengan pintu bawah yang dapat disalahgunakan jika pengawasan kurang. 4. Alat ukur Crump de Gruyter Alat ukur Crump - de Gruyter yang dapat disetel adalah saluran ukur leher panjang yang dipasangi pintu gerak vertikal yang searah aliran (streamline). Pintu ini merupakan modifikasi/ penyempurnaan modul proporsi yang dapat disetel (adjustable proportional modul), yang diperkenalkan oleh Crump pada tahun De Gruyter (1926) menyempurnakan trase flum tersebut dan mengganti "blok - atap" (roof block) seperti yang direncana oleh Crump dengan pintu sorong yang dapat disetel. Bangunan yang dihasilkan dapat dipakai baik untuk mengukur maupun mengatur debit (Iihat Gambar 3.23). 3-78

102 Gambar 3.23 Perencanaan yang dianjurkan untuk alat ukur Crump-de Gruyter a). Perencanaan hidrolis Rumus debit untuk alat ukur Crump de Gruyter adalah : Q Cdb w 2g h1 w dimana : Q = debit m 3 /dt Cd = koefesien debit (=0,94) b = lebar bukaan w = bukaan pintu, m (w 0,63 h1) g = percepatan gravitasi, m/dt 2 ( 9,8) h1 = tinggi air di atas ambang, m Tabel debit diberikan dalam Lampiran 5a. Untuk harga-harga lebar standar alat ukur Crump-de Gruyter, di sini dilampirkan beberapa grafik dalam lampiran 6 sampai lampiran

103 Gambar 3.24 Karakteristik alat ukur Crump-de Gruyter Grafik pada Gambar 3.24 dapat digunakan untuk perencanaan alat ukur Crump-de Gruyter. Grafik tersebut memberikan karakteristik hidrolis orifis yang didasarkan pada dua nilai banding h dan h 1 K w h 1 Nilai banding Q maks dapat dicari dari gambar Q min b). Karakteristik alat ukur Crump-de Gruyter - h = h1 h2 cukup untuk menciptakan aliran kritis di bawah pintu. lni benar jika h = h1 - w, tetapi mungkin kurang bila peralihan pelebaran direncana sedemikian rupa sehingga sebagian dari tinggi kecepatan di dalam leher diperoleh kembali. Apabila terjadi aliran kritis, maka rencana peralihan pelebaran yang sebenarnya tidak berpengaruh pada kalibrasi tinggi energi-bukaan-debit dari bangunan tersebut. - Untuk menghindari lengkung garis aliran pada pancaran di bawah pintu, panjang leher L tidak boleh kurang dari h1. - Untuk mendapatkan aliran kritis di bawah pintu, dan untuk menghindari pusaran air di depan pintu, bukaan pintu harus kurang dari 0,63 h1. Untuk pengukuran yang teliti, bukaan pintu harus lebih dari 0,02 m. - Aliran harus diarahkan ke bukaan pintu sedemikian sehingga tidak terjadi pemisahan aliran. Dasar dan samping peralihan penyempitan tidak perlu melengkung. 3-80

104 - Bagian pintu-geraknya harus seperti yang diperlihatkan pada gambar Orifis/lubang yang dapat disetel dapat dikerjakan dengan teori hidrolika yang sudah ada. Asalkan aliran kritis terjadi di bawah pintu, tabel debitnya sudah ada dengan kesalahan kurang dari 3% (lampiran 5a). - Kehilangan tinggi energi yang diperlukan untuk aliran moduler kurang dari h1 - w. Kehilangan ini bisa diperkecil lagi jika peralihan pelebaran bertahap dipakai di belakang (hilir) leher. Sebagai contoh untuk peralihan pelebaran berkemiringan 1:6, tinggi energi yang diberlukan h diperkecil hingga 0,5 (h1- w). Kehilangan ini lebil kecil daripada kehilangan yang diperlukan untuk bukaan-bukaan yang lain. - Bangunan ini kuat, tidak mudah rusak. - Pada bangunan ini benda-benda hanyut cenderung tersangkut. c). Kelebihan-kelebihan yang dimiliki alat ukur Crump-de Gruyter - bangunan ini dapat mengukur dan mengatur sekaligus - bangunan ini tidak mempunyai masalah dengan sedimen - eksploitasi mudah dan pengukuran teliti - bangunan kuat. d). Kelemahan-kelemahan yang dimiliki alat ukur Crump-de Gruyter. - pembuatannya rumit dan mahal - biaya pemeliharaan mahal - kehilangan tinggi energi besar - bangunan ini mempunyai masalah dengan benda-benda hanyut e). Penggunaan alat ukur Crump-de Gruyter Alat ukur Crump-de Gruyter dapat dipakai dengan berhasil jika keadaan muka air di saluran selalu mengalami fluktuasi atau jika orifis harus bekerja pada keadaan muka air rendah di saluran. Alat ukur Crump-de Gruyter mempunyai kehilangan tinggi energi yang lebih besar daripada alat ukur Romijn. Bila tersedia kehilangan tinggi energi yang memadai, alat ukur Crump-de Gruyter mudah dioperasikan, pemeliharaannya tidak sulit dan lebih mudah dibanding bangunan-bangunan serupa lainnya. 3-81

105 5. Pipa Sadap Sederhana Pipa sadap sederhana berupa sebuah pipa dengan diameter standar 0,15, 0,20, 0,25, 0,30, 0,40, 0,50 atau 0,60 m yang bisa ditutur dengan pintu sorong (lihat Gambar 3.25). Aliran melalui bangunan ini tidak dapat diukur tapi dibatasi sampai debit maksimum yang bergantung kepada diameter pipa dan beda tinggi energi. Untuk bangunan-bangunan yang mengalirkan air ke saluran tanpa pasangan kecepatan maksimum di dalam pipa dibatasi sampai 1 m/dt. Jika bangunan itu mengalirkan air ke saluran pasangan kecepatan maksimum bisa mungkin sampai 1,5 m/dt. Pada lampiran 3 diberikan harga-harga debit untuk berbagai parameter pipa bagi keperluan-keperluan perencanaan. a). Penggunaan pipa sadap sederhana Pipa sadap sederhana dipakai sebagai bangunan sadap tersier apabila letak mengambil air dari saluran primer besar tanpa menimbulkan pengaruh apaapa terhadap tinggi muka air di saluran itu; karena jika debit di saluran berubah maka muka air akan mengalami fluktuasi besar. Mungkin terdapat beda tinggi energi yang besar, sehingga selama muka air di saluran primer rendah, air tetap bisa diambil, jadi diperlukan pengambilan dengan elevasi rendah. Guna mengatur muka air di saluran primer, diperlukan jumlah air yang akan dialirkan melalui bangunan sadap. 3-82

106 Gambar 3.25 Bangunan sadap pipa sederhana 6. Alat Ukur Cipoletti Alat ukur Cipoletti merupakan penyempurnaan alat ukur ambang tajam yang dikontraksi sepenuhnya. Alat ukur Cipoletti memiliki potongan pengontrol trapesium, mercunya horisontal dan sisi-sisinya miring ke samping dengan kemiringan 1 vertikal banding 1/4 horisontal (lihat Gambar 3.26). Gambar 3.26 Dimensi alat ukur Cipoletti 3-83

107 a). Perencanaan hidrolis Persamaan debit untuk alat ukur Cipoletti adalah: Q C C 2 / 3 d v 2 / 3g b h dimana : Q = debit m 3 /dt Cd = koefisien debit ( 0,63) Cv = koefisien kecepatan datang (lihat gambar 3.15) g = percepatan gravitasi, m/dt 2 ( 9,8) bc = lebar mercu, m (lihat gambar 3.26) h1 = tinggi energi hulu, m (lihat gambar 3.26) Pada tabel 3.19 diberikan tabel debit untuk q m 3 /dt.m. b). Karakteristik bangunan 1. Bangunan ini sederhana dan mudah dibuat. 2. Biaya pelaksanaannya tidak mahal. 3. Jika papan duga diberi skala liter, para petani pemakai air dapat mencek persediaan air mereka. 4. Sedimentasi terjadi di hulu bangunan, yang dapat mengganggu berfungsinya alat ukur; benda-benda yang hanyut tidak bisa lewat dengan mudah, ini dapat menyebabkan kerusakan dan mengganggu ketelitian pengukuran debit. 5. Pengukuran debit tidak mungkin dilakukan jika muka air hilir naik di atas elevasi ambang bangunan ukur tersebut. 6. Kehilangan tinggi energi besar sekali dan khususnya di daerah-daerah datar, di mana kehilangan tinggi energi yang tersedia kecil sekali, alat ukur tipe ini tidak dapat digunakan. c). Penggunaan Alat ukur Cipoletti yang dikombinasi dengan pintu sorong sering dipakai sebagai bangunan sadap tersier. Karena jarak antara pintu dan bangunan ukur jauh, eksploitasi pintu menjadi rumit. Oleh sebab itu, lebih dianjurkan untuk memakai bangunan kombinasi. Pemakaian alat ukur ini tidak lagi dianjurkan, kecuali di lingkungan laboratorium. 3-84

108 7. Alat Ukur Parshall Alat ukur Parshall adalah alat ukur yang sudah diuji secara laboratoris untuk mengukur aliran dalam saluran terbuka. Bangunan itu terdiri dari sebuah peralihan penyempitan dengan lantai yang datar, leher dengan lantai miring ke bawah, dan peralihan pelebaran dengan lantai miring keatas (lihat Gambar 3.27). Karena lereng-iereng lantai yang tidak konvensional ini, aliran tidak diukur dan diatur di dalam Ieher, melainkan di dekat ujung lantai datar peralihan penyempitan (mercu pada Gambar 3.27). Dengan adanya lengkung garis aliran tiga-dimensi pada bagian pengontrol ini, belum ada teori hidrolika untuk menerangkan aliran melalui alat ukur Parshall: Tabel debit hanya dapat diperoleh Iewat pengujian di laboratorium. Tabel ini hanya bisa digunakan oleh bangunan yang dieksploitasi di lapangan jika bangunan itu dibuat sesuai dengan dimensi talang yang telah diuji di laboratorium. Dimensi 22 alat ukur yang sudah diuji (dengan satuan milimeter) disajikan pada Tabel Harus diingat bahwa keenam bidang yang membentuk peralihan penyempitan dan potongan leher tersebut harus saling memotong pada garis yang benar-benar tajam. Pembulatan akan mengurangi lengkung garis aliran dan mengubah kalibrasi alat ukur. Juga kran piesometer yang dipakai untuk mengukur tekanan piesometris harus dipasang di lokasi yang tepat agar bisa mengukur debit Kesalahan pada tabel debit kurang dari 3%. Karena leher lantai yang miring ke bawah, air diarahkan ke lantai peralihan pelebaran. Peredaman energinya menghasilkan batas moduler yang lebih rendah dibandingkan dengan alat ukur ambang lebar (atau secara hidrolis berhubungan dengan panjang leher saluran). Untuk alat-alat ukur yang kecil batas moduler ini adalah 0,05, sedangkan untuk yang berukuran besar (lebarnya lebih dari 3 m) batas moduler itu naik hingga 0,

109 Gambar 3.27 Tata letak alat ukur Parshall (untuk dimensi-dimensinya lihat tabel 3.20) a). Karakteristik bangunan Alat ukur Parshall merupakan bangunan pengukur yang teliti dan andal serta memiliki kelebihan-kelebihan berikut: 1. mampu mengukur debit dengan kehilangan tinggi energi yang relatif kecil 2. mampu mengukur berbagai besaran debit aliran bebas, dengan air hilir yang relatif dalam dengan satu alat ukur kedalaman air. 3. pada dasarnya bangunan ini dapat bebas dengan sendirinya dari bendabenda yang hanyut. karena bentuk geometrinya dan kecepatan air pada bagian leher. 4. tak mudah diubah-ubah oleh petani untuk mendapatkan air di luar jatah, 5. tidak terpengaruh oleh kecepatan datang, yang dikontrol secara otomatis jika flum dibuat sesuai dengan dimensi standar serta hanya dipakai bila aliran masuk seragam, tersebar merata dan bebas turbulensi. 3-86

110 b). Kelemahan-kelemahan Alat Ukur Parshall 1. biaya pelaksanaannya lebih mahal dibanding alat-alat ukur lainnya, 2. tak dapat dikombinasi dengan baik dengan bangunan sadap karena aliran masuk harus seragam dan permukaan air relatif tenang 3. agar dapat berfungsi dengan memuaskan, alat ukur ini harus dibuat dengan teliti dan seksama. 4. terutama untuk alat ukur kecil, diperlukan kehilangan tinggi energi yang besar untuk pengukuran aliran moduler. Walaupun sudah ada kalibrasi tenggelam, tapi tidak dianjurkan untuk merencana alat ukur Parshall aliran nonmoduler karena diperlukan banyak waktu untuk menangani dua tinggi energi/ head, dan pengukuran menjadi tidak teliti. 8. Alat ukur orifis dengan tinggi energi tetap (CHO ) Alat ukur orifis dengan tinggi energi tetap (CHO = Constant Head Orifice) (lihat Gambar 3.27) adalah kombinasi pintu pengukur dan pengatur dalam satu bangunan. CHO dikembangkan oleh U.S. Bureau of Reclamation, dan disebut demikian karena eksploitasinya didasarkan pada penyetelan dan mempertahankan beda tinggi energi (biasanya h = 0,06 m untuk Q < 0,6 m 3 /dt dan h = 0,12 m untuk 0,6 < Q < 1,5 m 3 /dt) di seberang bukaan pintu orifis hulu dengan cara menyesuaikan pintu pengaturan sebelah hilir. a). Perencanaan hidrolis Untuk menyetel besar aliran tertentu bukaan pintu orifis A = b.w yang diperlukan untuk mengalirkan air tersebut ditentukan dari rumus berikut: Q CA 2g. h dimana : Q = debit m 3 /dt C = koefesien debit ( 0,66) A = luas bukaan pintu, m 2 (= bc w) w = tinggi bukaan pintu, m bc = lebar pintu, m g = percepatan gravitasi, m/dt 2 ( 9,8) h = kehilangan tinggi energi di atas pintu, m (0,06 m atau 0,12 m). 3-87

111 Substansi harga Cd = 0,66, h = 0,06 m dan g = 9,8 m/dt 2 ke dalam persamaan di atas menghasilkan : Q = 0,716 bc w Gambar 3.28 Contoh orifis dengan tinggi energi tetap (CHO) Pintu orifis itu sekarang disetel dengan lebar bukaan yang sudah diperhitungkan w. Selanjutnya pintu pengatur sebelah hilir disesuaikan sampai beda tinggi energi yang diukur di atas pintu orifis, sama dengan tinggi energi tetap (konstan) yang diperlukan. Kemudian besar debit kurang lebih sama dengan harga yang diperlukan. Beda tinggi energi yang agak kecil ( h = 0,66 m) merupakan salah satu faktor penyebab tidak tepatnya pengukuran debit yang dilakukan oleh CHO. Faktor-faktor yang lain ialah: 1. Terbentuknya olakan air di depan pintu orifis dengan kecepatan aliran dalam saluran. 3-88

112 2. Pusaran air yang besar di belakang pintu orifis akibat terjadinya pemisahan aliran di sepanjang pintu orifis dan kerangkanya. 3. Mudah tenggelamnya pintu pengatur ini, yang mengakibatkan berubahnya beda tinggi energi yang sudah disetel h = 0,06 m. 4. Kesalahan sekitar 7% pada koefesien (0,716). Di lapangan pernah dijumpai kesalahan besar. Karena pintu pengatur hanya berfungsi untuk menyetel beda tinggi energi pada h = 0,06 m, maka tipe, bentuk dan dimensinya tidak relevan. Bagian hilir pintu ini mungkin saluran terbuka atau gorong-gorong. Tetapi dalam hal yang terakhir ini, kantong udara di sebelah hilir pintu harus diaerasi (diisi udara) untuk menghindari kenaikan tekanan yang mendadak. Lebih disukai lagi jika permukaan air di dalam gorong-gorong tetap bebas. Kehilangan total tinggi energi di sebuah CHO yang dibutuhkan untuk mendapatkan aliran moduler terdiri dari tiga bagian: (i) beda tinggi energi konstan h = 0,06 m di atas pintu orifis (ii) kehilangan tinggi energi yang diperlukan untuk aliran kritis di bawah (atau di atas) pintu pengatur (iii) kehilangan pada peralihan dari pintu pengatur ke saluran (tersier) hilir Jumlah kehilangan tinggi energi ini biasanya lebih dari 0,25 m. b). Karakteristik bangunan (1) Pengukuran aliran tidak tepat. Kesalahan yang dibuat bisa mencapai 100% (2) Kehilangan tinggi energi yang diperlukan untuk menciptakan aiiran moduler besar sekali, selalu lebih dari 0,25 m. (3) Tepi bawah yang tajam dari pintu orifis bisa menjadi tumpul dan rnenyebabkan lebih banyak kesalahan dalam pengukuran debit (4) CHO menangkap benda-benda terapung. Karena tepi pintu yang tajam dan pemakaian dua pintu sekaligus, benda-benda terapung hampirhampir tidak mungkin bisa lewat (5) Bukaan pintu diukur dengan stang putar bersekrup (screw rod dan operation wrench), yang diberi tera sentimeter. Prosedur eksploitasi ini rumit. 3-89

113 c). Penggunaan CHO adalah bangunan sadap tersier. Eksploitasi dan fungsi hidrolis bangunan ini rumit dan penggunaannya di Indonesia tidak dianjurkan Tabel 3.19 Debit alat ukur Cipoletti standard dalam m 3 /dt/m Tinggi energi Debit m 3 /dt/m Tinggi energi Debit m 3 /dt/m 0,06 0,07 0,08 0,09 0,10 0,0273 0,0344 0,0421 0,0502 0,4088 0,36 0,37 0,38 0,39 0,40 0,402 0,418 0,435 0,453 0,470 0,11 0,12 0,13 0,14 0,15 0,0678 0,0773 0,0871 0,0974 0,108 0,41 0,42 0,43 0,44 0,45 0,488 0,506 0,524 0,543 0,561 0,16 0,17 0,18 0,19 0,20 0,119 0,130 0,142 0,154 0,166 0,46 0,47 0,48 0,49 0,50 0,580 0,599 0,618 0,638 0,657 0,21 0,22 0,23 0,24 0,25 0,179 0,192 0,205 0,219 0,232 0,51 0,52 0,53 0,54 0,55 0,677 0,697 0,717 0,738 0,758 0,26 0,27 0,28 0,29 0,30 0,247 0,261 0,275 0,290 0,306 0,56 0,57 0,58 0,59 0,60 0,779 0,800 0,821 0,843 0,864 0,31 0,32 0,33 0,34 0,35 0,321 0,337 0,352 0,369 0,385 Catatan : kecepatan datang tidak dihitung (Cv 1,00) 3-90

114 Tabel 3.20 Karakteristik dan dimensi debit alat ukur Parshall Lebar leher b, Dimensi dalam mm kaki b A a B C D E L G H K M N P R X Y Z atau inci 1" " " " " ' '6" ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' ' Tabel 3.20 Karakteristik dan dimensi debit alat ukur Parshall 3-91

115 Lebar Harga-antara debit Persamaan Harga-antara debit Batas leher b, u Q = K h a meter moduler kaki atau m 3 /dt x 10-3 Q dalam inci minimum maksimum m 3 /dt minimum maksimum h b / h a 1" h a " h a " h a " h a 9" h a 1' h a 1'6" h a 2' h a 3' h a 4' h a 5' h a 6' h a 7' h a 8' h a dalam m 3 /dt 10' h a 12' h a 15' h a 20' h a 25' h a 30' h a 40' h a 50' h a

116 B. Bangunan pengatur tinggi muka air 1. Umum Banyaknya jaringan saluran irigasi dieksploitasi sedemikian rupa sehingga muka air di saluran primer dan saluran cabang dapat diatur pada batas-batas tertentu oleh bangunan-bangunan pengatur yang dapat bergerak. Dengan keadaan eksploitasi demikian, maka air dalam hubungannya dengan bangunan sadap (tersier) tetap konstan. Apakah nantinya akan digunakan pintu sadap dengan permukaan air bebas (pintu Romijn) atau pintu bukaan bawah (alat ukur Crump-de Gruyter), hal ini bergantung kepada variasi tinggi muka air yang diperkirakan. Bagian ini akan membahas empat jenis bangunan pengatur muka air, yaitu pintu skot balok, pintu sorong, mercu tetap dan kontrol celah trapezium. Kedua bangunan pertama dapat dipakai sebagai bangunan pengontrol untuk mengendalikan tinggi muka air di saluran. Sedangkan kedua bangunan yang terakhir hanya mempengaruhi tinggi muka air, misalnya : - Skot balok dengan pintu bawah - Mercu tetap dengan pintu bawah - Mercu tetap dengan skot balok 2. Pintu skot balok Dilihat dari segi konstruksi, pintu skot balok merupakan peralatan yang sederhana. Balok-balok profil segi empat itu ditempatkan tegak lurus terhadap potongan segi empat saluran. Balok-balok tersebut disangga di dalam sponeng/ alur yang lebih lebar 0,03 m sampai 0,05 m dari tebal balok-balok itu sendiri. Dalam bangunan-bangunan saluran irigasi, dengan lebar bukaan pengontrol 2,0 m atau lebih kecil lagi, profil-profil balok seperti yang diperlihatkan pada gambar 3.29 biasanya dipakai. 3-93

117 Gambar 3.29 Koefesien debit untuk aliran di atas skot balok potongan segi empay (Cv 1,0) a). Perencanaan hidrolis Aliran pada skot balok dapat diperkirakan dengan menggunakan persamaan tinggi debit berikut : Q C C 2 / 3 d v 2 / 3g b h dimana : Q = debit m 3 /dt Cd = koefesien debit Cv = koefesien kecepatan datang g = percepatan gravitasi, m/dt 2 ( 9,8) b = lebar normal, m h1 = kedalaman air di atas skot balok, m Koefesien debit Cd untuk potongan segi empat dengan tepi hulu yang tajamnya 90 derajat, sudah diketahui untuk nilai banding H1/L kurang dari 1,5 (lihat gambar 3.29). Untuk harga-harga H1/L yang lebih tinggi, pancaran air yang melimpah bisa sama sekali terpisah dari mercu skot balok. Bila H1/L menjadi lebih besar dari 3-94

118 sekitar 1,5, maka pola alirannya akan menjadi tidak mantap dan sangat sensitif terhadap ketajaman tepi skot balok bagian hulu. Juga, besarnya airasi dalam kantong udara di bawah pancaran, dan tenggelamnya pancaran sangat mempengaruhi debit pada skot balok. Karena kecepatan datang yang menuju ke pelimpah skot balok biasanya rendah, h1/(h1 + p1) < 0,35, kesalahan yang timbul akibat tidak memperhatikan harga tinggi kecepatan rendah berkenaan dengan kesalahan dalam Cd. Jelaslah bahwa tinggi muka air hulu dapat diatur dengan cara menempatkan/ mengambil satu atau lebih skot balok. Pengaturan langkah demi langkah ini dipengaruhi oleh tinggi sebuah skot balok. Seperti yang sudah disebutkan dalam gambar 3.29, ketinggian yang cocok untuk balok dalam bangunan saluran irigasi adalah 0,20 m. Seorang operator yang berpengalaman akan mengatur tinggi muka air di antara papan balok 0,20 m dengan tetap membiarkan aliran sebagian di bawah balok atas. b). Kelebihan-kelebihan yang dimiliki pintu skot balok - Konstruksi ini sederhana dan kuat - Biaya pelaksanaannya kecil c). Kelemahan-kelemahan yang dimiliki pintu skot balok - Pemasangan dan pemindahan balok memerlukan sedikit-sedikitnya dua orang dan banyak menghabiskan waktu. - Tinggi muka air bisa diatur selangkah demi selangkah saja; setiap langkah sama dengan tinggi sebuah balok. - Ada kemungkinan dicuri orang - Skot balok bisa dioperasikan oleh orang yang tidak berwenang - Karakteristik tinggi-debit aliran pada balok belum diketahui secara pasti 3-95

119 3. Pintu sorong a). Perencanaan hidrolis Rumus debit yang dapat dipakai untuk pintu sorong adalah : Q K ab 2gh 1 dimana : Q = debit m 3 /dt K = faktor aliran tenggelam (lihat gambar 3.31) = koefesien debit (lihat gambar 3.32) a = bukaan pintu, m g = percepatan gravitasi, m/dt 2 ( 9,8) b = lebar pintu, m h1 = kedalaman air di depan pintu di atas ambang, m Lebar standar untuk pintu pembilas bawah (under sluice) adalah 0,50, 0,75, 1,00, 1,25 dan 1,50 m. kedua ukuran yang terakhir memerlukan dua stang pengangkat. Gambar 3.30 Aliran di bawah pintu sorong dengan dasar horisontal. b). Kelebihan-kelebihan yang dimiliki pintu pembilas bawah - Tinggi muka air hulu dapat dikontrol dengan tepat - Pintu bilas kuat dan sederhana - Sedimen yang diangkut oleh saluran hulu dapat melewati pintu bilas. 3-96

120 Gambar 3.31 koefesien K untuk debit tenggelam (dari Schmidt) c). Kelemahan-kelemahannya - Kebanyakan benda-benda hanyut bisa tersangkut di pintu - Kecepatan aliran dan muka air hulu dapat dikontrol dengan baik jika aliran moduler 4. Pintu radial Khusus dari pintu sorong adalah pintu radial. Pintu ini dapat dihitung dengan persamaan : Q K ab 2gh 1 dimana : Q = debit m 3 /dt K = faktor aliran tenggelam (lihat gambar 3.31) = koefesien debit (lihat gambar 3.32) a = bukaan pintu, m g = percepatan gravitasi, m/dt 2 ( 9,8) b = lebar pintu, m h1 = kedalaman air di depan pintu di atas ambang, m Harga koefesiennya diberikan pada gambar 3.32b. 3-97

121 Gambar 3.32 Koefesien debit masuk permukaan pintu datar atau lengkung a). Kelebihan-kelebihan yang dimiliki pintu radial - Hampir tidak ada gesekan pada pintu - Alat pengangkatnya ringan dan mudah dieksploitasi - Bangunan dapat dipasang di saluran yang lebar b). Kelemahan-kelemahan yang dimiliki pintu radial - Bangunan tidak kedap air - Biaya pembuatan bangunan mahal - Paksi (pivot) pintu memberi tekanan horisontal besar jauh di atas pondasi 5. Mercu tetap Mercu tetap dengan dua bentuk seperti pada gambar 3.33 sudah umum dipakai. Jika panjang mercu rencana seperti tampak pada gambar sebelah kanan adalah sedemikian rupa sehingga H1/L 1,0, maka bangunan tersebut dinamakan bangunan pengatur ambang lebar. Hubungan antara tinggi energi dan debit bangunan semacam ini sudah diketahui dengan baik. Gambar 3.33 Bentuk-bentuk mercu bangunan pengatur ambang tetap yang lazim dipakai 3-98

122 a). Perencanaan hidrolis Ada perbedaan pokok dalam hubungan antara tinggi energi dan debit untuk bangunan pengatur mercu bulat dan bangunan pengatur ambang lebar. Perbedaan itu dapat dijelaskan sebagai berikut: Tabel 3.21 Perbedaan antara bengunan pengatur mercu bulat dan ambang lebar Bangunan pengatur Mercu bulat Nilai banding H1/r = 5,0 Cd = 1,48 Bangunan pengatur Ambang lebar Nilai banding H1/L = 1,0 Cd = 1,03 Untuk mercu yang dipakai di saluran irigasi, nilai-nilai itu dapat dipakai dalam rumus berikut : Q C 1.50 d 2 / 3 2 / 3g bh 1 dimana : Q = debit m 3 /dt Cd = koefesien debit - alat ukur ambang lebar Cd = 1,03 - mercu bulat Cd = 1,48 g = percepatan gravitasi, m/dt 2 ( 9,8) b = lebar mercu, m H1 = tinggi air di atas mercu, m Dengan rumus ini, diandaikan bahwa koefesien kecepatan datang adalah 1,0 Gambar 3.34 memperhatikan potongan melintang mercu bulat 3-99

123 Gambar 3.34 Alat ukur mercu bulat Pembicaraan mendetail mengenai mercu bulat dapat dijumpai dalam buku KP 02 bangunan utama, pasal b). Kelebihan-kelebihan yang dimiliki mercu tetap - Karena peralihannya yang bertahap, bangunan pengatur ini tidak banyak mempunyai masalah dengan benda-benda terapung. - Bangunan pengatur ini dapat direncana untuk melewatkan sedimen yang terangkut oleh saluran peralihan - Bangunan ini kuat; tidak mudah rusak. c). Kelemahan-kelemahan yang dimiliki mercu tetap - Aliran pada bendung menjadi nonmoduler jika nilai banding tenggelam h2/h1 melampaui 0,33 - Hanya kemiringan permukaan hilir 1:1 saja yang bisa dipakai - Aliran tidak dapat disesuaikan. 6. Celah Kontrol Trapesium Seperti halnya mercu tetap, celah control trapesium juga dipakai untuk mengatur tinggi muka air di saluran. Pengaturan tinggi muka air dengan menggunakan kedua alat tersebut didasarkan pada pencegahan terjadinya fluktuasi yang besar yang mengakibatkan berubah-ubahnya debit. Hal ini dicapai dengan jalan menghubung-menghubungkan tinggi muka air dengan lengkung debit untuk saluran dan pengontrol atau bangunan pengatur (gambar 3.35)

124 Gambar 3.35 Penggabungan kurva muka air dan kurva debit Tinggi ambang bangunan pengatur dapat dibuat sedemikian rupa sehingga untuk 2 debit di saluran dan di pengontrol sama besar. Untuk debit-debit antara jarak nilai ini, tinggi muka air akan berbeda-beda dan akan menyebabkan tinggi muka air di saluran meninggi atau menurun. Dengan sebuah celah control trapesium tinggi muka air di saluran dan di pengontrol dapat dijaga agar tetap sama untuk berbagai besaran debit. Jika dipakai tanpa ambang, celah kontrol itu akan menimbulkan gangguan kecil pada aliran air dan pengangkutan sedimen. Untuk ukuran-ukuran sebuah celah lihat gambar Gambar 3.36 Sketsa dimensi untuk celah control 3-101

125 a). Perencanaan hidrolis Perencanaan celah control trapesium didasarkan pada rumus untuk flum trapezium : Q = Cd {bc yc + m yc 2 } {2g (H yc)} 0,5 dimana : Cd = koefesien debit ( 1,05) b = lebar dasar, m yc = kedalaman kritis pada pengontrol, m m = kemiringan dinding samping celah, m H = kedalam energi di saluran, m g = percepatan gravitasi, m/dt 2 ( 9,8) Persamaan ini dapat dipecahkan untuk b dan s yang ada. Grafik celah kontrol untuk berbagai b dan s ditunjukkan pada gambar lampiran 11 sampai lampiran 17. untuk membuat grafik-grafik ini Cd diambil 1,05. Kegunaan grafik-grafik tersebut dalam perencanaan celah kontrol trapesium adalah untuk: 1). Menentukan besaran debit agar pengontrol dapat bekerja (misalnya % dari Qrencana). 2). Memperhitungkan karakteristik saluran kedua debit ini. Untuk memperhitungkan h20 (kedalaman air pada 20% Qrencana), dapat dipakai rumus perkiraan debit dalam saluran irigasi : Q Ch 1,8 Q, Q h (h ) 1,8 1,8 h 1,8 Q 20 0,56 20 * h 0,2 * h Q 100 dan ,14h

126 3). Masukkan salah sau dari grafik-grafik tersebut dengan H100 (kedalaman energi dalam saluran untuk 100% debit rencana) dan Q100 lalu carilah harga s-nya. Lakukan hal yang sama untuk H20 dan Q20 jika didapat s yang sama, maka ini adalah celah kontrol yang harus dipilih, setelah itu grafik berikutnya harus diperiksa. Karena bentuknya yang demikian, celah kontrol cocok untuk besar debit yang berbeda-beda. b). Kelebihan-kelebihan yang dimiliki celah control trapesium - Bangunan ini tidak menaikkan atau menurunkan muka air di saluran untuk berbagai besaran debit. - Bangunan ini kuat dan memberikan panjang ekstra di sebelah hulu bangunan terjun dan dapat dengan mudah dilengkapi dengan pelimpah searah saluran. - Bangunan ini tidak memakai ambang dan oleh karena itu dapat melewatkan benda-benda terapung dan sedimen dengan baik. c). Kelemahan-kelemahan yang dimiliki celah control trapesium - Bangunan ini hanya baik untuk aliran tidak tenggelam melalui celah kontrol. 7. Penggunaan bangunan pengatur muka air Pintu skot balok dan pintu sorong adalah bangunan-bangunan yang cocok untuk mengatur tinggi muka air di saluran. Pintu harganya mahal tetapi bisa lebih ekonomis karena ketelitian berfungsinya bangunan ini. Kelebihan lain adalah bahwa pintu lebih mudah di eksploitasi, mengontrol muka air dengan lebih baik dan dapat dikunci di tempat agar setelannya tidak diubah oleh orang-orang yang tidak berwenang. Kelemahan utama yang dimiliki oleh pintu sorong adalah bahwa pintu ini kurang peka terhadap perubahan-perubahan tinggi muka air dan, jika dipakai bersamasama dengan bangunan pelimpah (alat ukur Romijn), bangunan ini memiliki kepekaan yang sama terhadap perubahan muka air. Jika dikombinasi demikian, bangunan ini sering memerlukan penyesuaian

127 Sebagai bangunan pengatur, tipe bangunan ini dianjurkan pemakaiannya karena tahan lama dan eksploitasinya mudah, walaupun punya kelemahan-kelemahan seperti yang telah disebutkan tadi. Bangunan pengontrol diperlukan di tempat-tempat dimana tinggi muka air saluran dipengaruhi oleh bangunan terjun atau got miring. Bangunan pengontrol, misalnya mercu tetap atau celah trapesium, akan mencegah naik-turunnya tinggi muka air di saluran untuk berbagai besaran debit. Bangunan pengontrol tidak memberikan kemungkinan untuk mengatur muka air lepas dari debit. Penggunaan celah trapesium lebih disukai apabila pintu sadap tidak akan dikombinasi dengan pengontrol. Jika bangunan sadap akan dikombinasi dengan pengontrol, maka bangunan pengatur tetap lebih disukai, karena dinding vertikal bangunan ini dapat dengan mudah dikombinasi dengan pintu sadap. C. Bangunan bagi dan sadap 1. Bangunan bagi Apabila air irigasi dibagi dari saluran primer ke sekunder, maka akan dibuat bangunan bagi. Bangunan bagi terdiri dari pintu-pintu yang dengan teliti mengukur dan mengatur air yang mengalir ke berbagai saluran. Salah satu dari pintu-pintu bangunan bagi berfungsi sebagai pintu pengatur muka air, sedangkan pintu-pintu sadap lainnya mengukur debit (lihat gambar 3.37) Adalah biasa untuk memasang pintu pengatur di saluran terbesar dan membuat alat-alat pengukur dan pengatur di bangunan-bangunan sadap yang lebih kecil (lihat gambar 3.39). Tabel 3.22 memberikan perbandingan bangunan-bangunan pengatur muka air. 2. Bangunan pengatur Bangunan pengatur akan mengatur muka air saluran di tempat-tempat dimana terletak bangunan sadap dan bagi. Khususnya di saluran-saluran yang kehilangan tinggi energinya harus kecil (misal di kebanyakan saluran garis tinggi), bangunan pengatur harus direncana sedemikan rupa sehingga tidak banyak rintangan sewaktu terjadi debit rencana. Misalnya pintu sorong harus dapat diangkat sepenuhnya dari dalam air selama 3-104

128 terjadi debit rencana, kehilangan energi harus kecil pada pintu skot balok jika semua balok dipindahkan. Di saluran-saluran sekunder dimana kehilangan tinggi energi tidak merupakan hambatan, bangunan pengatur dapat direncana tanpa menggunakan pertimbangan-pertimbangan di atas. Gambar 3.37 Saluran primer dengan bangunan pengatur dan sadap ke saluran sekunder 3-105

129 Tabel 3.22 Perbandingan antara bangunan-bangunan pengatur muka air Suatu aspek penting dalam perencanaan bangunan bagi adalah kepekaannya terhadap variasi muka air. Gambar 3.38 memberikan ilustrasi mengenai perubahan-perubahan debit dari variasi muka air untuk pintu-pintu tipe aliran atas dan aliran bawah. Gambar tersebut memperlihatkan bahwa alat ukur aliran atas lebih peka terhadap fluktuasi muka air dibandingkan dengan pintu aliran bawah. Kadang-kadang akan menguntungkan untuk menggabung beberapa tipe bangunan utama: mercu tetap dengan pintu aliran bawah atau skot balok dengan pintu. Kombinasi ini terutama antara bangunan yang mudah dieksploitasi dengan tipe yang tidak dapat atau sulit dieksploitasi. Oleh sebab itu, mercu tetap kadang-kadang dikombinasi dengan salah satu dari bangunanbangunan pengatur lainnya, misalnya sebuah pintu dapat dipasang di sebelah mercu tetap

130 Gambar 3.38 Perubahan debit dengan variasi muka air untuk pintu aliran atas dan aliran bawah Tetapi di saluran yang angkutan sedimennya tinggi, penggunaan bangunan dengan mercu tidak disarankan karena bangunan-bangunan ini akan menangkap sedimen. Lagipula, mercu memerlukan lebih banyak kehilangan tinggi energi. Khususnya bangunan-bangunan yang dibuat di saluran yang tinggi energinya harus dijaga agar tetap kecil, sebaiknya direncana tanpa mercu. Dengan demikian, sedimen bisa lewat tanpa hambatan dan kehilangan tinggi energi minimal. Lebar bangunan pengatur berkaitan dengan kehilangan tinggi energi yang diizinkan serta biaya pelaksanaan: bangunan yang lebar menyebabkan sedikit kehilangan tinggi energi dibanding bangunan yang sempit, tetapi bangunan yang lebar lebih mahal (diperlukan lebih banyak pintu). Untuk saluran primer garis tinggi, kehilangan tinggi energi harus tetap kecil : 5 sampai 10 cm. Akibatnya bangunan pengatur di saluran primer lebar. Saluran sekunder biasanya tegak lurus terhadap garis-garis kontur dan, oleh sebab itu, kehilangan tinggi energi lebih besar dan bangunan pengaturnya lebih sempit

131 Guna mengurangi kehilangan tinggi energi dan sekaligus mencegah penggerusan, disarankan untuk membatasi kecepatan di bangunan pengatur sampai kurang lebih 1,5 m/dt. Dalam merencanakan bangunan pengatur, kita hendaknya selalu menyadari kemungkinan terjadinya keadaan darurat seperti debit penuh sementara pintupintu tertutup. Bangunan sebaiknya dilindungi dari bahaya seperti itu dengan pelimpah samping di saluran hulu atau kapasitas yang memadai di atas pintu atau alat ukur tambahan dengan mercu setinggi debit rencana (lihat gambar 3.39 dan 3.40). Gambar 3.39 Saluran sekunder dengan bangunan pengatur dan sadap ke berbagai arah 3-108

132 Gambar 3.40 Bangunan pengatur : pintu aliran bawah dengan mercu tetap 3. Bangunan sadap a). Bangunan sadap sekunder Bangunan sadap sekunder akan memberi air ke saluran sekunder dan oleh sebab itu, melayani lebih dari satu petak tersier. Kapasitas bangunanbangunan sadap ini lebih dari sekitar 0,250 m 3 /dt. Ada tiga tipe bangunan yang dapat dipakai untuk bangunan sadap sekunder, yakni : - Alat ukur Romijn - Alat ukur Crump-de Gruyter - Pintu aliran bawah dengan alat ukur ambang lebar. Tipe mana yang akan dipilih bergantung pada ukuran saluran sekunder yang akan diberi air serta besarnya kehilangan tinggi energi yang diizinkan. Untuk kehilangan tinggi energi kecil, alat ukur Romijn dipakai hingga debit sebesar 2 m 3 /dt; dalam hal ini dua atau tiga pintu Romijn dipasang bersebelahan. Untuk debit-debit yang lebih besar, harus dipilih pintu sorong yang dilengkapi dengan alat ukur yang terpisah, yakni alat ukur ambang lebar. Bila tersedia kehilangan tinggi energi yang memadai, maka alat ukur Crumpde Gruyter merupakan bangunan yang bagus. Bangunan ini dapat direncanakan dengan pintu tunggal atau banyak pintu dengan debit sampai sebesar 0,9 m 3 /dt setiap pintu

133 b). Bangunan sadap tersier Bangunan sadap tersier akan memberi air kepada petak-petak tersier. Kapasitas bangunan sadap ini berkisar antara 50 l/dt sampai 250 l/dt. Bangunan sadap yang paling cocok adalah alat ukur Romijn, jika muka air hulu diatur dengan bangunan pengatur dan jika kehilangan tinggi energi merupakan masalah. Bila kehilangan tinggi energi tidak begitu menjadi masalah dan muka air banyak mengalami fluktuasi, maka dapat dipilih alat ukur crump-de Gruyter. Harga antara debit Qmaks/Qmin untuk alat ukur Crump-de Gruyter lebih kecil daripada harga antara debit untuk pintu Romijn. Di saluran irigasi yang harus tetap memberikan air selama debit sangat rendah, alat ukur Crump-de Gruyter lebih cocok karena elevasi pengambilannya lebih rendah daripada elevasi pengambilannya lebih rendah daripada elevasi pengambilan pintu Romijn. Sekaligus aturan umum, pemakaian beberapa tipe bangunan sadap tersier sekaligus di satu daerah irigasi tidak disarankan. Penggunaan satu tipe bangunan akan lebih mempermudah eksploitasi. Untuk bangunan sadap tersier yang mengambil air dari saluran primer yang besar, dimana pembuatan bangunan pengatur akan sangat mahal dan muka air yang diperlukan di petak tersier rendah dibanding elevasi air selama debit rendah di saluran, akan menguntungkan untuk memakai bangunan sadap pipa sederhana dengan pintu sorong sebagai bangunan penutup. Debit maksimum melalui pipa sebaiknya didasarkan pada muka air rencana di saluran primer dan petak tersier. Hal ini berarti bahwa air rencana di saluran primer dan petak tersier. Hal ini berarti bahwa walaupun mungkin debit terbatas sekali, petak tersier tetap bisa diairi bila tersedia air di saluran primer pada elevasi yang cukup tinggi untuk mengairi petak tersebut. D. Bangunan pembawa 1. Pendahuluan Dalam saluran terbuka, ada berbagai bangunan yang digunakan untuk membawa air dari satu ruas hulu ke ruas hilir. Bangunan-bangunan ini bisa dibagi menjadi dua kelompok, yaitu : 3-110

134 (i) bangunan-bangunan dengan aliran sub kritis, dan (ii) bangunan-bangunan dengan aliran super kritis Contoh untuk kelompok bangunan pertama adalah gorong-gorong (lihat gambar 3.41), flum (lihat gambar 3.42), talang (lihat gambar 3.43) dan sipon (lihat gambar 3.44). Contoh untuk kelompok kedua adalah bangunan-bangunan pengukur dan pengatur debit, bangunan terjun serta got miring. 2. Kelompok Subkritis a). Perencanaan hidrolika Kecepatan di bangunan pembawa Untuk membatasi biaya pelaksanaan bangunan pembawa subkritis, kecepatan aliran di bangunan tersebut dibuat lebih besar daripada kecepatan di ruas saluran hulu maupun hilir. Untuk menghindari terjadinya gelombang-gelombang tegak di permukaan air dan untuk mencegah agar aliran tidak menjadi kritis akibat berkurangnya kekasaran saluran atau gradien hidrolis yang lebih curam, maka bilangan Froude dari aliran yang dipercepat tidak boleh lebih dari 0,5. Dengan istilah lain Fr v a g A / B 0,5 dimana : Fr = bilangan Froude va = kecepatan rata-rata dalam bangunan, m/dt g = percepatan gravitasi, m/dt 2 ( 9,8) A = luas aliran, m 2 B = lebar permukaan air terbuka, m Kecepatan aliran rata-rata di saluran pembawa terbuka dapat dihitung dengan persamaan Strickler/ Manning. Untuk pipa sipon beraliran penuh, lebar permukaan air sama dengan nol, jadi bilangan Froude tidak bisa ditentukan. Kecepatan yang diizinkan di 3-111

135 dalam pipa diakibatkan oleh optimasi ekonomis bahan konstruksi, biaya, mutu konstruksi dan kehilangan tinggi energi yang ada. Untuk sipon yang relatif pendek, biasanya kecepatan alirannya kurang dari 2 m/dt. b). Kehilangan akibat gesekan Kehilangan energi akibat gesekan dapat dihitung dengan persamaan berikut: H f 2 2 v L 2gL v * 2 2 C R C R 2g dimana : Hf = kehilangan akibat gesekan, m v L R = kecepatan dalam bangunan, m/dt = panjang bangunan, m = jari-jari hidrolis, m (A/P) A = luas basah, m 2 P = keliling basah, m C = koefesien Chezy (= k R 1/6 ) k = koefesien kekasaran Strickler, m 1/3 /dt (lihat tabel 3.23) g = percepatan gravitasi, m/dt 2 ( 9,8) Tabel 3.23 Harga-harga k Baja beton Bahan k (m 1/3 /dt) 76 Beton, bentuk kayu, tidak selesai Baja Pasangan batu c). Kehilangan energi pada peralihan Untuk peralihan dalam saluran terbuka dimana bilangan Froude aliran yang dipercepat tidak melebihi 0,5, kehilangan energi pada peralihan masuk dan peralihan keluar Hmasuk atau Hkeluar dinyatakan dengan memakai rumusan Borda : H masuk masuk v a v 2g 1 2 dan 3-112

136 H keluar keluar v a v 2g 1 2 dimana : masuk, keluar Va V1,v2 = faktor kehilangan energi yang bergantung kepada bentuk hidrolis peralihan dan apakah kehilangan itu pada peralihan masuk atau keluar. = kecepatan rata-rata yang dipercepat dalam bangunan pembawa, m/dt = kecepatan rata-rata di saluran hulu (v1) atau hilir (v2), m/dt Harga-harga faktor kehilangan untuk peralihan yang biasa dipakai dengan permukaan air bebas diperlihatkan pada gambar Faktor-faktor yang diberikan untuk perencanaan-perencanaan ini tidak hanya berlaku untuk gorong-gorong, tetapi juga untuk peralihan talang dan saluran flum pembawa. Di sini ditunjukkan tipe-tipe peralihan yang dianjurkan. Anjuran ini didasarkan pada kekuatan peralihan, jika bangunan dibuat dari pasangan batu. Jika peralihan itu dibuat dari beton bertulang, maka akan lebih leluasa dalam memilih tipe yang dikehendaki, dan pertimbangan-pertimbangan hidrolik mungkin memainkan peranan penting. Bila permukaan air di sebelah hulu gorong-gorong sedemikian sehingga pipa gorong-gorong itu mengalirkan air secara penuh, maka bangunan ini biasa disebut sipon. Aliran penuh demikian sering diperoleh karena pipa sipon condong ke bawah di belakang peralihan masuk dan condong ke atas lagi menjelang sampai di peralihan keluar. Kehilangan peralihan masuk dan keluar untuk sipon seperti ini, atau saluran pipa pada umumnya, lain dengan kehilangan untuk peralihan aliran bebas. Harga-harga masuk, dan keluar untuk peralihan-peralihan yang biasa digunakan dari saluran trapesium ke pipa, dan sebaliknya, ditunjukkan pada gambar Alasan dianjurkannya penggunaan tipe-tipe tersebut adalah, karena dipandang dari segi konstruksi tipe-tipe itu mudah dibuat dan kuat

137 Gambar 3.41 Koefesien kehilangan tinggi energi untuk peralihan-peralihan dari bentuk trapesium ke segi empat dengan permukaan air bebas (dan sebaliknya) (dari Bos dan reinink, 1981; dan Idel cik, 1960) 3-114

138 Gambar 3.42 Koefesien kehilangan tinggi energi untuk peralihan-peralihan dari saluran trapesium ke pipa, dan sebaliknya (menurut simon, 1964 dan Idel cik, 1960) d). Bagian siku dan tikungan Bagian siku dan tikungan dalam sipon atau pipa menyebabkan perubahan arah aliran dan, sebagai akibatnya, perubahan pembagian kecepatan pada umumnya. Akibat perubahan dalam pembagian kecepatan ini, ada peningkatan tekanan piesometris di luar bagian siku dan tikungan, dan ada 3-115

139 penurunan tekanan di dalam. Penurunan ini bisa sedemikian sehingga aliran terpisah dari dinding padat (solid boundary), dan dengan demikian menyebabkan bertambahnya kehilangan tinggi energi akibat turbulensi/ olakan (lihat gambar 3.43). Gambar 3.43 Peralihan aliran pada bagian siku Kehilangan energi pada bagian siku dan tikungan, Hb, yang jumlahnya lebih besar dari kehilangan akibat gesekan (lihat persamaan berikut): H f 2 2 v L 2gL v * 2 2 C R C R 2g bisa dinyatakan sebagai fungsi tinggi kecepatan di dalam pipa itu : H b K b v 2 a 2g Dimana Kb adalah koefesien kehilangan energi, yang harga-harganya akan disajikan di bawah ini. Bagian siku Untuk perubahan arah aliran yang mendadak (pada bagian siku), koefesien kehilangan energi Kb ditunjukkan pada tabel seperti tampak pada tabel, harga-harga Kb untuk profil persegi ternyata lebih tinggi daripada untuk profil bulat. Hal ini disebabkan oleh pembagian kecepatan yang kurang baik dan turbulensi yang timbul di dalam potongan segi empat

140 Tabel 3.24 Harga-harga Kb untuk bagian siku sebagai fungsi sudut dan potongannya Potongan Bulat Sudut ,02 0,03 0,04 0,05 0,11 0,24 0,47 0,80 1,1 Segi empat 0,02 0,04 0,05 0,06 0,14 0,3 0,6 1,0 1,4 Tikungan Kehilangan energi pada tikungan di dalam saluran pipa tekan (conduit) yang mengalirkan air secara penuh, disamping kehilangan akibat gesekan, dapat sebagai fungsi nilai banding Rb/D, dimana Rb adalah jari-jari tikungan dan D adalah diameter pipa atau tinggi saluran segi empat pada tikungan tersebut. Gambar 3.44a menyajikan harga-harga Kb yang cocok untuk tikungan saluran berdiameter besar dengan tikungan Gambar tersebut menunjukkan bahwa jika nilai banding Rb/D melebihi 4, maka harga Kb menjadi hampir konstan pada 0,07, jadi, tikungan berjari-jari lebih besar tidak lebih menghemat energi. Untuk tikungan-tikungan yang tidak 90 0, harga Kb pada gambar 3.44a dikoreksi dengan sebuah faktor seperti yang disajikan pada gambar 3.44b. harga-harga faktor ini diberikan sebagai fungsi sudut. Gambar 3.44a Harga-harga Kb untuk tikungan 90 0 di saluran tekan (USBR, 1978) Gambar 3.44b Faktor koreksi untuk koefesien kehilangan di tikungan saluran tekan 3-117

141 3. Standar peralihan saluran Dinding bengkok sudah sering digunakan sebagai peralihan saluran dengan pertimbangan bahwa kehilangan masuk dan keluarnya kecil. Akan tetapi, dianjurkan untuk memakai peralihan dinding tegak, karena jelas ini lebih kuat dan pemeliharaannya mudah. Peralihan standar untuk saluran tekan adalah peralihan berdinding vertikal yang berbentuk kuadran silinder atau peralihan dinding melebar bulat dengan sudut dinding kurang dari 45 0 terhadap as saluran. Gambar 3.45 memperlihatkan standar peralihan-peralihan ini. Geometri peralihan-peralihan tersebut sama, baik untuk bangunan masuk maupun keluar, kecuali bahwa lindungan salurannya diperpanjang sampai ke sisi bangunan keluar untuk melindungi tanggul terhadap erosi. Panjang lindungan ini dan jari-jari peralihan dihubungkan dengan kedalaman air. Untuk kolam olak diberikan tipe peralihan pada gambar 3.45d. Kemungkinan-kemungkinan kombinasi adalah sebagai berikut : 3.45a dengan 3.45b 3.45a dengan 3.45d untuk bangunan terjun 3.45c dengan 3.45b 3.45c dengan 3.45d untuk bangunan terjun Faktor-faktor kehilangan energi untuk standar peralihan-peralihan ini adalah: masuk, =0,25 keluar =0,50, untuk 5.5d keluar =1,0 Umumnya dengan peralihan-peralihan tipe ini kehilangan tinggi energi menjadi begitu kecil hingga hampir boleh diabaikan. Akan tetapi, untuk menutup kehilangan-kehilangan kecil yang mungkin terjadi, seperti yang diakibatkan oleh gesekan pada bangunan, turbulensi akibat celah-celah pintu dan sebagainya, diambil kehilangan tinggi energi minimum 0,05 m di bangunan-bangunan saluran yang membutuhkan peralihan. Untuk jembatan-jembatan tanpa pilar tengah, kehilangan minimum tinggi energi ini dapat dikurangi sampai 0,03 m

142 4. Gorong-gorong a). Umum Gorong-gorong adalah bangunan yang dipakai untuk membawa aliran air (saluran irigasi atau pembuang) melewati bawah jalan air lainnya (biasanya saluran), bawah jalan, atau jalan kereta api. Gorong-gorong (lihat gambar 3.46) mempunyai potongan melintang yang lebih kecil daripada luas basah saluran hulu maupun hilir. Sebagian dari potongan melintang mungkin berada di atas muka air. Dalam hal ini goronggorong berfungsi sebagai saluran terbuka dengan aliran bebas. Pada gorong-gorong aliran bebas, benda-benda yang hanyut dapat lewat dengan mudah, tetapi biaya pembuatannya umumnya lebih mahal dibanding gorong-gorong tenggelam. Dalam hal gorong-gorong tenggelam, seluruh potongan melintang berada di bawah permukaan air. Biaya pelaksanaan lebih murah, tetapi hanya tersumbat lebih besar

143 Gambar 3.45 Standar peralihan saluran Karena alasan-alasan pelaksanaan, harus dibedakan antara gorong-gorong pembuang silang dan gorong-gorong jalan: - Pada gorong-gorong pembuang silang, semua bentuk kebocoran harus dicegah. Untuk ini diperlukan sarana-sarana khusus. - Gorong-gorong jalan harus mampu menahan berat beban kendaraan

144 b). Kecepatan aliran Kecepatan yang dipakai di dalam perencanaan gorong-gorong bergantung pada jumlah kehilangan energi yang ada geometri lubang masuk dan keluar. Untuk tujuan-tujuan perencanaan, kecepatan diambil: 1,5 m/dt untuk goronggorong di saluran irigasi dan 3 m/dt untuk gorong-gorong di saluran pembuang. c). Ukuran-ukuran standar Hanya diameter dan panjang standar saja yang mempunyai harga praktis. Diameter minimum pipa yang dipakai di saluran primer adalah 0,60 m. Gambar 3.47 menyajikan dimensi-dimensi dan detail untuk pipa beton standar. Gambar 3.46 Perlintasan dengan jalan kecil (gorong-gorong) 3-121

145 Gambar 3.47 Standar pipa beton d). Penutup minimum Penutup di atas gorong-gorong pipa di bawah jalan atau tanggul yang menahan berat kendaraan harus paling tidak sama dengan diameternya, dengan minimum 0,60 m

146 Gorong-gorong pembuang yang dipasang di bawah saluran irigasi harus memakai penyambung yang kedap air, yaitu dengan ring penyekat dari karet. Seandainya sekat penyambung ini tidak ada, maka semua goronggorong di bawah saluran harus disambung dengan beton tumbuk atau pasangan. e). Gorong-gorong segi empat Gorong-gorong segi empat dibuat dari beton bertulang atau dari pasangan batu dengan pelat beton bertulang sebagai penutup. Gorong-gorong tipe pertama terutama digunakan untuk debit yang besar atau bila yang dipentingkan adalah gorong-gorong yang kedap air. Gorong-gorong dari pasangan batu dengan pelat beton bertulang sangat kuat dan pembuatannya mudah. Khususnya untuk tempat-tempat terpencil, gorong-gorong ini sangat ideal. Gambar 3.48 menyajikan contoh tipe gorong-gorong yang telah dijelaskan di atas. Gambar 3.48 Gorong-gorong segi empat f). Kehilangan tinggi energi untuk gorong-gorong yang mengalir penuh Untuk gorong-gorong pendek (L < 20 m) seperti yang biasa direncana dalam jaringan irigasi, harga-harga seperti yang diberikan pada tabel 3.25 dapat dianggap sebagai mendekati benar untuk rumus : Q A 2gz 3-123

147 dimana : Q = debit, m 3 /det = koefesien debit (lihat tabel 3.25) A = luas pipa, m 2 g = percepatan gravitasi, m/dt 2 ( 9,8) z = kehilangan tinggi energi pada gorong-gorong, m Tabel 3.25 Harga-harga dalam gorong-gorong pendek Tinggi dasar bangunan sama dengan di saluran Tinggi dasar di bangunan lebih tinggi daripada di saluran Sisi Ambang Sisi Segi empat 0,80 Segi empat Segi empat 0,72 bulat 0,90 Bulat bulat Segi empat bulat 0,76 0,85 Untuk gorong-gorong yang lebih panjang dari 20 m atau di tempat-tempat dimana diperlukan perhitungan yang lebih teliti, kehilangan tinggi energi berikut dapat diambil: Kehilangan masuk : H masuk Kehilangan akibat gesekan : masuk v a v 2g v v L Cf 2g C R Hf 2 dimana : C = k R 1/6, k adalah koefesien kekasaran Strickler (k = 1/n = 70 untuk pipa beton) R = jari-jari hidrolis, m untuk pipa dengan diameter D : R = ¼ D L = panjang pipa, m v = kecepatan aliran dalam pipa, m/dt va = kecepatan aliran dalam saluran, m/dt Kehilangan keluar : H keluar keluar v a v Gambar 3.42 memberikan harga-harga untuk masuk dan keluar untuk berbagai bentuk geometri peralihan. 2g

148 5. Sipon a). Umum Sipon (gambar 3.49) adalah bangunan yang membawa air melewati bawah saluran lain (biasanya pembuang) atau jalan. Pada sipon air mengalir karena tekanan. Perencanaan hidrolis sipon harus mempertimbangkan kecepatan aliran, kehilangan pada peralihan masuk, kehilangan akibat gesekan, kehilangan pada bagian siku sipon serta kehilangan pada peralihan keluar. Karena sipon hanya memiliki sedikit fleksibilitas dalam mengangkut lebih banyak air daripada yang direncana, bangunan ini tidak akan dipakai dalam pembuang. Walaupun debit tidak diatur, ada kemungkinan bahwa pembuang mengangkut lebih banyak benda-benda hanyut. Agar pipa sipon tidak tersumbat dan tidak ada orang atau binatang yang masuk secara kebetulan, maka mulut pipa ditutup dengan kisi-kisi penyaring (trashrack). Biasanya pipa sipon dikombinasi dengan pelimpah tepat di sebelah hulu agar air tidak meluap di atas tanggul saluran hulu. Di saluran-saluran yang lebih besar, sipon dibuat dengan pipa rangkap (double barrels) guna menghindari kehilangan yang lebih besar di dalam sipon jika bangunan itu tidak mengalirkan air pada debit rencana. Pipa rangkap juga menguntungkan dari segi pemeliharaan dan mengurangi biaya pelaksanaan bangunan. Sipon yang panjangnya lebih dari 100 m harus dipasang dengan lubang periksa (manhole) dan pintu pembuang, jika situasi memungkinkan, khususnya untuk jembatan sipon. Pemasangan sipon (yang panjangnya lebih dari 100 m) memerlukan seorang ahli mekanik dan hidrolik

149 b). Kecepatan aliran Untuk mencegah sedimentasi kecepatan aliran dalam sipon harus tinggi. Tetapi, kecepatan yang tinggi menyebabkan bertambahnya kehilangan tinggi energi. Oleh sebab itu keseimbangan antara kecepatan yang tinggi dan kehilangan tinggi energi yang diizinkan harus tetap dijaga. Kecepatan aliran dalam sipon harus dua kali lebih tinggi dari kecepatan normal aliran dalam saluran, dan tidak boleh kurang dari 1 mm/dt, lebih disukai lagi kalau tidak kurang dari 1,5 m/dt. Kecepatan maksimum sebaiknya tidak melebihi 3 m/dt. c). Perapat pada lubang masuk pipa Bagian atas lubang pipa berada sedikit di bawah permukaan air normal. Ini akan mengurangi kemungkinan berkurangnya kapasitas sipon akibat masuknya udara ke dalam sipon. Kedalaman tenggelamnya bagian atas lubang sipon disebut air perapat (water seal). Tinggi air perapat bergantung kepada kemiringan dan ukuran sipon, pada umumnya: 1,1 hv < air perapat < 1,5 hv (sekitar 0,45 m, minimum 0,15 m) dimana : hv = beda tinggi kecepatan pada pemasukan. d). Kehilangan tinggi energi Kehilangan tinggi energi pada sipon terdiri dari: - Kehilangan masuk - Kehilangan akibat gesekan - Kehilangan pada siku - Kehilangan keluar 3-126

150 Gambar 3.49 Contoh sipon e). Kisi-kisi penyaring Kisi-kisi penyaring (lihat gambar 3.50) harus dipasang pada bukaan/ lubang masuk bangunan dimana benda-benda yang menyumbat menimbulkan akibat-akibat yang serius, misalnya pada sipon dan gorong-gorong yang panjang. Kisi-kisi penyaring dibuat dari jeruji-jeruji baja dan mencakup seluruh bukaan. Jeruji tegak dipilih agar bisa dibersihkan dengan penggaruk (rake). Kehilangan tinggi energi pada kisi-kisi penyaring dihitung dengan : 2 v hf c, dan 2g s c b 4 / 3 sin dimana : hf = kehilangan tinggi energi, m v = kecepatan melalui kisi-kisi, m/dt g = percepatan gravitasi, m/dt 2 ( 9,8) 3-127

151 c s b = keofesien berdasarkan = faktor bentuk (2,4 untuk segi empat, dan 1,8 untuk jeruji bulat) = tebal jeruji, m = jarak bersih antar jeruji, m = sudut kemiringan dari bidang horisontal. Gambar 3.50 Kisi-kisi penyaring f). Pelimpah Biasanya sipon dikombinasi dengan pelimpah tepat di hulu bangunan itu (lihat gambar 3.49). Pelimpah samping adalah tipe paling murah dan sangat cocok untuk ini. Debit rencana pelimpah sebaiknya diambil 60% atau 120% dari Qrencana. g). Sipon jembatan Kadang-kadang akan sangat menguntungkan untuk membuat apa yang disebut jembatan-sipon. Bangunan ini membentang di atas lembah yang lebar dan dalam. Mungkin juga (dan ekonomis) untuk membuat talang bertekanan. 6. Talang dan Flum Talang (gambar 3.51) dan Flum (gambar 3.52) adalah saluran-saluran buatan yang dibuat dari pasangan, beton, baja atau kayu. Di dalamnya air mengalir dengan permukaan bebas, dibuat melintas lembah, saluran pembuang, saluran irigasi, sungai, jalan atau rel kereta api, atau di sepanjang lereng bukit dan sebagainya

152 a). Potongan melintang Potongan melintang bangunan tersebut ditentukan oleh nilai banding b/h, dimana b adalah lebar bangunan dan h adalah kedalaman air. Nilai-nilai banding berkisar antara 1 sampai 3 yang menghasilkan potongan melintang hidrolis yang lebih ekonomis. b). Kemiringan dan kecepatan Kecepatan di dalam bangunan lebih tinggi daripada kecepatan di potongan saluran biasa. Tetapi, kemiringan dan kecepatan dipilih demikian rupa sehingga tidak akan terjadi kecepatan superkritis atau mendekati kritis, karena aliran cenderung sangat tidak stabil. Untuk nilai banding potongan melintang pada bagian a). di atas, memberikan kemiringan maksimum i = 0,002. c). Peralihan Peralihan masuk dan keluar dapat diperkirakan dengan gambar 3.41 dan persamaan : H masuk masuk v a v 2g 1 2 dan H keluar keluar v a v 2g

153 Gambar 3.51 Contoh talang d). Tinggi Jagaan Tinggi jagaan untuk air yang mengalir dalam talang atau flum didasarkan pada debit, kecepatan dan faktor-faktor lain. Untuk talang yang melintas sungai atau pembuang, harus dipakai hargaharga buang bebas berikut : Pembuang intern Q5 + 0,50 m Pembuang ekstern Q25 + 1,00 m Sungai: Q25 + ruang bebas bergantung kepada keputusan perencana, tapi tidak kurang dari 1,50 m. Perencana akan mendasarkan pilihannya pada karekteristik sungai yang akan dilintasi, seperti kemiringan, bendabenda hanyut, agradasi atau degradasi. e). Bahan Pipa-pipa baja sering digunakan untuk talang kecil karena mudah dipasang dan sangat kuat. Untuk debit kecil, pipa-pipa ini lebih ekonomis daripada tipe-tipe bangunan atau bahan lainnya. Tetapi baja memiliki satu ciri khas yang harus mendapat perhatian khusus: baja mengembang (eksponsi) jika kena panas. Ekspansi baja lebih besar dari bahan-bahan lainnya

154 Oleh sebab itu harus dibuat sambungan ekspansi. Sambungan ekspansi hanya dapat dibuat di satu sisi saja atau di tengah pipa, bergantung kepada bentang dan jumlah titik dukung (bearing point). Pipa-pipa terpendam tidak begitu memerlukan sarana-sarana semacam ini karena variasi temperatur lebih kecil dibanding untuk pipa-pipa di udara terbuka. Flum dibuat dari kayu, baja atau beton. Untuk menyeberangkan air lewat saluran pembuang atau irigasi yang lain, petani sering menggunakan flum kayu. Flum baja atau beton dipakai sebagai talang. Untuk debit-debit yang besar, lebih disukai flum beton. Kedua tipe bangunan tersebut dapat berfungsi ganda jika dipakai sebagai jembatan orang (baja) atau kendaraan (beton). Flum merupakan saluran tertutup jika dipakai sebagai jembatan jalan. 7. Bangunan Terjun a). Umum Bangunan terjun atau got miring diperlukan jika kemiringan permukaan tanah lebih curam daripada kemiringan maksimum saluran yang diizinkan. Bangunan semacam ini mempunyai empat bagian fungsional, masingmasing memiliki sifat-sifat perencanaan yang khas (lihat gambar 3.53). 1. bagian hulu pengontrol yaitu bagian di mana aliran menjadi superkritis 2. bagian di mana air dialirkan ke elevasi yang lebih rendah 3. bagian tepat di sebelah hilir potongan U dalam gambar 3.53 yaitu tempat dimana energi direndam. 4. bagian peralihan saluran memerlukan lindungan untuk mencegah erosi b). Bagian pengontrol Pada bagian pertama dari bangunan ini, aliran di atas ambang dikontrol. Hubungan tinggi energi yang memakai ambang sebagai acuan (h1) dengan debit (Q) pada pengontrol ini bergantung pada ketinggian ambang (p1), potongan memanjang mercu bangunan, kedalaman bagian pengontrol yang tegak lurus terhadap aliran dan lebar bagian pengontrol ini

155 Gambar 3.52 Contoh Flum tumpu Bangunan-bangunan pengontrol yang mungkin adalah alat ukur ambang lebar atau flum leher panjang, bangunan pengatur mercu bulat dan bangunan celah pengontrol trapesium. Pada waktu menentukan bagian pengontrol, kurva Q-h1 dapat diplot pada grafik. Pada grafik yang sama harus diberikan plot debit versus kedalaman air saluran hulu, seperti yang ditunjukkan pada gambar Dengan cara menganekaragamkan harga-harga pengontrol, kedua kurva dapat dibuat untuk bisa digabung dengan harga antara umum aliran di saluran tersebut. Keuntungan dari penggabungan semacam ini adalah bahwa bangunan pengontrol tidak menyebabkan kurva pengempangan (dan sedimentasi) atau menurunnya muka air (dan erosi) di saluran hulu

156 Gambar 3.53 Ilustrasi peristilahan yang berhubungan dengan bangunan peredam energi. Gambar 3.54 Penggabungan kurva Q y1 dan Q h1 sebuah bangunan c). Bangunan terjun tegak Bangunan terjun tegak menjadi lebih besar apabila ketinggiannya ditambah. Juga kemampuan hidrolisnya dapat berkurang akibat variasi di tempat jatuhnya pancaran di lantai kolam jika terjadi perubahan debit. Bangunan terjun tegak sebaiknya tidak dipakai apabila perubahan tinggi energi di atas bangunan melebihi 1,50 m. Dengan bangunan terjun tegak, luapan yang jatuh bebas akan mengenai lantai kolam dan bergerak ke hilir pada potongan U (lihat gambar 3.53)

157 Akibat luapan dan turbulensi (pusaran air) di dalam kolam di bawah tirai luapan, sebagian dari energi diredam di depan potongan U. Energi selebihnya akan diredam di belakang potongan U. Sisa tinggi energi hilir yang memakai dasar kolam sebagai bidang persamaan, Hd, tidak berbeda jauh dari perbandingan Z/H1, dan kurang lebih sama dengan 1,67H1. Harga Hd ini dapat dipakai untuk menentukan Z untuk sebuah bangunan terjun tegak. Perencanaan hidrolis bangunan dipengaruhi oleh besaran-besaran berikut : H1 = tinggi energi di muka ambang, m H = perubahan tinggi energi pada bangunan, m Hd = tinggi energi hilir pada kolam olak, m q = debit per satuan lebar ambang, m 2 /dt g = percepatan gravitas, m/dt 2 ( 9,8) n = tinggi ambang pada ujung kolam olak, m Besaran-besaran ini dapat digabung untuk membuat perkiraan awal tinggi bangunan terjun : Z = ( H + Hd) H1 Untuk perkiraan awal Hd, boleh diandaikan, bahwa : Hd 1,67 H1 Kemudian kecepatan aliran pada potongan U dapat diperkirakan dengan : Vu = 2 g Z dan selanjutnya : yu = q/vu aliran pada potongan U kemudian dapat dibedakan sifatnya dengan bilangan Froude tak berdiameter : Fru = v u gy u 3-134

158 Geometri bangunan terjun tegak dengan perbandingan panjang yd/ Z dan Lp/ Z kini dapat dihitung dari gambar Pada gambar 3.41 ditunjukkan yd dan Lp Gambar 3.55 Grafik tak berdimensi dari geometri bangunan terjun tegak (Bos, Replogle and Clemmens, 1984) d). Bangunan terjun miring Permukaan miring, yang menghantar air ke dasar kolam olak adalah praktek perencanan yang umum, khususnya jika tinggi jatuh melebihi 1,5 m. Pada bangunan terjun, kemiringan permukaan belakang dibuat securam mungkin dan relatif pendek. Jika peralihan ujung runcing dipakai di antara permukaan pengontrol dan permukaan belakang (hilir), disarankan untuk memakai kemiringan yang tidak lebih curam dari 1:2 (lihat gambar 3.56)

159 Gambar 3.56 Sketsa dimensi untuk Lampiran 10 Alasannya adalah untuk mencegah pemisahan aliran pada sudut miring. Jika diperlukan kemiringan yang lebih curam, sudut runcing harus diganti dengan kurva peralihan dengan jari-jarai r 0,5 H1maks (lihat gambar 3.56). Harga-harga yu dan Hd, yang dapat digunakan untuk perencanaan kolam di belakang potongan U, mungkin dapat ditentukan dengan menggunakan lampiran 10. Tinggi energi Hu pada luapan yang masuk kolam pada potongan U mempunyai harga yang jauh lebih tinggi jika digunakan permukaan hilir yang miring, dibandingkan apabila luapan jatuh bebas seperti terjun tegak, energi diredam karena terjadinya benturan, luapan dengan lantai kolam dan karena pusaran turbulensi air di dalam kolam di bawah tirai luapan. Dengan bangunan terjun miring, peredaman energi menjadi jauh berkurang akibat gesekan dan aliran turbulensi di atas permukaan yang miring. 8. Got Miring Aliran dalam got miring (lihat gambar 3.57) adalah superkritis dan bagian peralihannya harus licin dan berangsur agar tidak terjadi gelombang. Gelombang ini bisa menimbulkan masalah potongan got miring dan kolam olak karena gelombang sulit diredam. a). Peralihan USBR (1978) menganjurkan agar aturan-aturan berikut diikuti dalam perencanaan geometris bagian peralihan (masuk dan keluar): 3-136

160 (1). Kotangen sudut lentur permukaan ( ) tidak boleh kurang dari 3,375 kali bilangan Froude aliran (Bila kriteria ini tidak berhasil mengontrol pelenturan, maka pelenturan maksimum sebaiknya 30 0 pada peralihan masuk dan 25 0 pada peralihan keluar): Cot 3,375 x Fr dimana : Fr v 1 K gdcos Fr = bilangan Froude di pangkal dan ujung peralihan luas potongan luaspotongan D = dengan satuan m lebar atas potongan g = percepatan gravitasi, m/dt 2 ( 9,8) K = faktor kecepatan v = kecepatan aliran pada titik yang bersangkutan, m/dt = sudut kemiringan lantai pada titik yang bersangkutan. Faktor percepatan K dapat mempunyai harga-harga berikut, tergantung pada lengkung: K = 0, untuk lantai peralihan pada satu bidang (tidak perlu horisontal); - K v 2 gr cos, - untuk lantai peralihan pada kurva bulat; K tan L tan 0 L t 2 h v cos untuk lantai peralihan pada kurva parabola. 2 0 Dalam rumus di atas : hv = tinggi kecepatan pada pangkal (permulaan) kurva,m r = jari-jari lengkung lantai,m v = kecepatan pada titik yang bersangkutan, m/dt = kemiringan sudut lantai L = kemiringan sudut lantai di ujung (akhir) kurva 3-137

161 0 g Lt = kemiringan sudut lantai pada pangkal kurva = percepatan gravitasi, m/dt 2 ( 9,8) = panjang peralihan, m Gambar 3.57 Tipe-tipe got miring segi empat (dari USBR, 1978) USBR membatasi harga K sampai dengan maksimum 0,5 untuk menjamin agar tekanan positif pada lantai tetap ada. (2). Peralihan masuk nonsimetris dan perubahan-perubahan pada trase tepat di depan bangunan harus dihindari karena hal-hal tersebut bisa mengakibatkan terjadinya gelombang-gelombang silang di dalam got miring dan arus deras di dalam kolam olak. b). Bangunan pembawa Persamaan Bernoulli s dipakai untuk menghitung perubahan aliran di dasar got miring. Persamaan tersebut harus dicoba dulu : d1 + hv1 + Z1 = d2 + hv2 + hf + Z

162 dimana : d1 = kedalaman di ujung hulu kolam, m hv1 = tinggi kecepatan di ujung hulu, m d2 = kedalaman di ujung hilir kolam, m hv2 = tinggi kecepatan di ujung hilir, m hf Z1 Z2 = kehilangan energi akibat gesekan pada ruas, m = jarak bidang referensi, m = jarak bidang referensi, m Kehilangan energi karena gesekan hf sama dengan sudut gesekan rata-rata Sa pada ruas kali panjangnya L. Dengan rumus Manning/ Strickler, sudut gesekan tersebut adalah : v i f 2 k R 2 4 / 3 dimana : v = kecepatan, m/dt k = koefesien kekasaran, m 1/3 /dt R = jari-jari hidrolis, m Kehilangan energi akibat gesekan, hf, boleh diabaikan untuk got miring yang panjangnya kurang dari 10 m Potongan biasa untuk bagian miring bangunan ini adalah segi empat. Tetapi andaikata ada bahaya terjadinya aliran yang tidak stabil dan timbulnya gelombang, maka potongan dengan dasar berbentuk segitiga dan dinding vertikal dapat dipilih. Tinggi dinding got miring yang dianjurkan sama dengan kedalaman maksimum ditambah dengan tinggi jagaan (lihat tabel 3.26) atau 0,4 kali kedalaman kritis di dalam potongan got miring ditambah dengan tinggi jagaan, yang mana saja yang lebih besar

163 Tabel 3.26 Tinggi minimum untuk got miring (dari USBR, 1973) Kapasitas (m 3 /dt) Q < 3,5 3,5 < Q < 17,0 Q > 17,0 Tinggi Jagaan (m) 0,30 0,40 0,50 Bila kecepatan di dalam got miring lebih dari 9 m/dt, maka mungkin volume air tersebut bertambah akibat penghisapan udara oleh air. Peninggian dinding dalam situasi ini termasuk persyaratan yang harus dipenuhi, disamping persyaratan bahwa kedalaman air tidak boleh kurang dari 0,4 kali kedalaman kritis. Jika kemiringan got miring ini kurang dari 1:2, maka bagian potongan curam yang pendek harus dibuat untuk menghubungkannya dengan kolam olak. Kemiringan potongan curam ini sebaiknya antara 1:1 dan 1:2. Diperlukan kurva vertikal di antara potongan got miring dan potongan berkemiringan curam tersebut. USBR menganjurkan penggunaan kurva parabola untuk peralihan ini karena kurva ini akan menghasilkan harga K yang konstan. Persamaan berikut dapat menjelaskan kurva parabola yang dimaksud: Y X tan 0 tan L tan 2L dimana: X = jarak horisontal dari awal, m Y = jarak vertikal dari awal, m Lt = panjang horisontal dari awal sampai akhir/ ujung, m L 0 = sudut kemiringan pada ujung kurva = sudut kemiringan lantai pada awal kurva t 0 X 2 Panjang Lt harus dipilih dengan bantuan persamaan - K tan L tan untuk mana K=0,5 atau kurang. 0 L t 2 h v cos

164 c). Aliran tidak stabil Pada got miring yang panjang ada bahaya timbulnya ketidakstabilan dalam aliran yang disebut aliran getar (slug/ pulsating flow). Bila got miring itu panjangnya lebih dari 30 m, ini harus dicek dengan cara menghitung bilangan Vedernikov (V) : V 3P 2b v gdcos dan bilangan Montuori (M) : 2 v M gil cos dimana: b v = lebar dasar potongan got miring, m = kecepatan, m/dt P = keliling basah, m g = percepatan gravitasi, m/dt 2 ( 9,8) luas d = kedalaman air rata-rata =, m lebar atas I L = sudut gradien energi = kemiringan rata-rata gradien energi = tan = panjang yang dimaksud, m Harga-harga yang dihitung diplot pada gambar 3.58a. Jika titiknya terletak di daerah aliran getar, maka faktor bentuk d/p dihitung dan diplot pada gambar 3.58b. Gelombang akan timbul hanya apabila titik-titik itu terletak di dalam daerah getar di kedua gambar. Jika memang demikian halnya, maka kalau mungkin panjang, kemiringan atau lebarnya harus diubah. Apabila hal ini tidak mungkin, maka harus disediakan longgaran khusus untuk aliran deras di dalam kolam olak dengan menggunakan tinggi jagaan tambahan dan mungkin alat peredam gelombang (wave suppressor)

165 Gambar 3.58a Kriteria aliran getar (dari USBR, 1978) Gambar 3.58b Kriteria bentuk (dari USBR, 1978) E. Kolam Olak 1. Umum Tipe kolam olak yang akan direncanakan di sebelah hilir bangunan bergantung pada energi air yang masuk, yang dinyatakan dengan bilangan Froude, dan pada bahan konstruksi kolam olak. Berdasarkan bilangan Froude, dapat dibuat pengelompokan-pengelompokan berikut dalam perencanaan kolam: a). Untuk Fru 1,7 tidak diperlukan kolam olak; pada saluran tanah, bagian hilir harus dilindungi dari bahaya erosi; saluran pasangan batu atau beton tidak memerlukan lindungan khusus. b). Bila 1,7 < Fru < 2,5 maka kolam olak diperlukan untuk meredam energi secara efektif. Pada umumnya kolam olak dengan ambang ujung mampu bekerja dengan baik. Untuk penurunan muka air Z < 1,5 m dapat dipakai bangunan terjun tegak. c). Jika 2,5 < Fru 4,5 maka akan timbul situasi yang paling sulit dalam memilih kolam olak yang tepat. Loncatan air tidak terbentuk dengan baik dan menimbulkan gelombang sampai jarak yang jauh di saluran. Cara mengatasinya adalah mengusahakan agar kolam olak untuk bilangan Froude ini mampu menimbulkan olakan (turbulensi) yang tinggi dengan balok halangnya atau menambah intensitas pusaran dengan pemasangan blok depan kolam. Blok ini harus berukuran besar (USBR tipe IV). Tetapi pada prakteknya akan lebih baik untuk tidak merencanakan kolam olak jika 2,5 < Fru < 4,5. Sebaiknya geometrinya diubah untuk 3-142

166 memperbesar atau memperkecil bilangan Froude dan memakai kolam dari kategori lain. d). Kalau Fru 4,5 ini akan merupakan kolam yang paling ekonomis, karena kolam ini pendek. Tipe ini termasuk kolam olak USBR tipe III yang dilengkapi dengan blok depan dan blok halang. Kolam loncat air yang sama dengan tangga di bagian ujungnya akan jauh lebih panjang dan mungkin harus digunakan dengan pasangan batu. Gambar 3.59 menyajikan diagram untuk pemilihan bangunan peredam energi di saluran. Gambar 3.59 Diagram untuk memperkirakan tipe bangunan yang akan digunakan untuk perencanaan detail (disadur dari Bos, Replogle and Clemmens, 1984) 2. Kolam loncat air Panjang kolam loncat air di sebelah hilir potongan U (gambar 3.54 dan 3.55) kurang dari panjang loncatan tersebut akibat pemakaian ambang ujung (end sill). Ambang pemantap aliran ini ditempatkan pada jarak: Lj = 5 (n + y2) Di sebelah hilir potongan U. tinggi yang diperlukan untuk ambang ujung ini sebagai fungsi bilangan Froude (Fru), kedalaman air masuk (yu), dan fungsi kedalaman air hilir, dapat ditentukan dari gambar

167 Gambar 3.60 Hubungan percobaan antara Fru, y2/y1, dan n/y1 dan n/yu untuk ambang pendek (menurut Foster dan Skrinde, 1950) Pada waktu mengukur kolam, adalah penting untuk menyadari bahwa kedalaman air hilir, y2, disebabkan bukannya oleh bangunan terjun, tetapi oleh karakteristik aliran saluran hilir. Apabila karakteristik ini sedemikian sehingga dihasilkan y2 yang diperlukan, maka akan terjadi loncatan di dalam kolam jika tidak langkah-langkah tambahan, seperti misalnya menurunkan lantai kolam dan meninggikan ambang ujung, harus diambil untuk menjamin peredaman energi secara memadai. 3. Kolam olak untuk bilangan Froude antara 2,5 dan 4,5 Pendekatan yang dianjurkan dalam merencanakan kolam olak untuk besaran bilangan Froude di atas adalah menambah atau mengurangi (tetapi lebih baik menambah) bilangan Froude hingga melebihi besarnya besaran tersebut. Dari rumusnya, bilangan Froude dapat ditambah dengan cara sebagai berikut : Fr v gy q 3 gy Dengan menambah kecepatan v atau mengurangi kedalaman air, y. Keduanya dihubungkan lewat debit per satuan lebar q, yang bisa ditambah dengan cara mengurangi lebar bangunan (q = Q/B). Bila pendekatan di atas tidak mungkin, maka ada dua tipe kolam olak yang dapat dipakai, yaitu : 3-144

168 a). Bila kolam olak USBR tipe IV, dilengkapi dengan blok muka yang besar yang membantu memperkuat pusaran. Tipe kolam ini bersama-sama dengan dimensinya ditunjukkan pada gambar Panjang kolam, L, dapat diketemukan dari : 2 L 2 v 1 8Fr 1 u u Kedalaman minimum air hilir adalah 1,1 kali yd :y2 + n 1,1 yd menurut ISBR, Gambar 3.61 Dimensi Kolam Olak Tipe IV (USBR, 1973) b). Kolam olak tipe-blok-halang (baffle-block-type basin (Donnelly and Blaisdell, 1954), yang ukurannya ditunjukkan pada gambar Kelemahan besar kolam ini adalah bahwa pada bangunan ini semua benda yang mengapung dan melayang dapat tersangkut. Hal ini menyebabkan meluapnya kolam dan rusaknya blok-blok halang. Juga, pembuatan blok halang memerlukan beton tulangan

169 Gambar 3.62 Dimensi kolam olak tipe-blok-halang (Bos, Replogle and Clemmens, 1984) 4. Kolam olak untuk bilangan Froude > 4,5 Untuk bilangan-bilangan Froude di atas 4,5 loncatan airnya bisa mantap dan peredaman energi dapat dicapai dengan baik. Kolam olak USBR tipe III khusus dikembangkan untuk bilangan-bilangan itu. Pada gambar 3.63 ditunjukkan dimensi-dimensi dasar kolam olak USBR tipe III. Apabila penggunaan blok halang dan blok muka tidak layak (karena bangunan itu dibuat dari pasangan batu) kolam harus direncana sebagai kolam loncat air dengan ambang ujung. Kolam ini akan menjadi panjang tetapi dangkal

170 Gambar 3.63 Karakteristik kolam olak untuk dipakai dengan bilangan Froude di atas 4,5; kolam USBR tipe III (Bradley dan Peterka, 1957) 5. Kolam Vlugter Kolam olak pada gambar 3.64 khusus dikembangkan untuk bangunan terjun di saluran irigasi. Batas-batas yang diberikan untuk z/hc 0,5; 0,2 dan 15,0 dihubungkan dengan bilangan Froude 1,0; 2,8 dan 12,8. Bilangan-bilangan Froude itu diambil pada kedalaman z di bawah tinggi energi hulu, bukan pada lantai kolam seperti untuk kolam loncat air. Gambar 3.64 memberikan data-data perencanaan yang diperlukan untuk kolam Vlugter. Kolam Vlugter bisa dipakai sampai beda tinggi energi z tidak lebih dari 4,50 m Gambar 3.64 Kolam olak menurut Vlugter 3-147

171 6. Lindungan dari pasangan batu kosong Untuk mencegah terjadinya penggerusan saluran di sebelah hilir bangunan peredam energi, saluran sebaiknya dilindungi dengan pasangan batu kosong atau lining. Panjang lindungan harus dibuat sebagai berikut : a). Tidak kurang dari 4 kali kedalaman normal maksimum di saluran hilir, b). Tidak lebih pendek dari peralihan tanah yang terletak antara bangunan dan saluran c). Tidak kurang dari 1,50 m Jika dipakai pasangan batu kosong, maka diameter batu yang akan dipakai untuk pasangan ini dapat ditentukan dengan menggunakan gambar gambar ini dapat dimasukkan dengan kecepatan rata-rata di atas ambang kolam. Jika kolam olak tidak diperlukan karena Fru 1,7, maka gambar 3.65 harus menggunakan kecepatan benturan (impact velocity) vu : v u 2g Z Gambar 3.65 memberikan ukuran d40 campuran pasangan batu kosong. Ini berarti bahwa 60% dari pasangan batu tersebut harus terdiri campuran dari batu-batu yang berukuran sama, atau lebih besar. Gambar 3.65 Hubungan antara kecepatan rata-rata di atas ambang ujung bangunan dan ukuran butir yang stabil (Bos, 1978) 3-148

172 a). Perencanaan filter Semua pasangan batu kosong harus ditempatkan pada filter untuk mencegah hilangnya bahan dasar yang halus. Filter terdiri dari lapisanlapisan bahan khusus seperti ditunjukkan pada gambar 3.66, atau dapat juga dibuat dari ijuk atau kain sintetis. Gambar 3.66 Contoh filter diantara pasangan batu kosong dan bahan asli (tanah dasar) Lapisan-lapisan filter sebaiknya direncana menurut aturan-aturab berikut : 1). Permeabilitas (USBR, 1973) d d lapisan 3 lapisan 2 dan d d lapisan 2 lapisan1 dan d 15 d 15 lapisan1 tan ah dasar = 5 sampai 40 Nilai banding 5-40 dapat dirinci lagi menjadi (Bendegom, 1969): Butir bulat homogen (kerikil) 5 10 Butir bersudut runcing (pecahan kerikil, batu) 6 20 Butir halus Untuk mencegah tersumbatnya saringan, d5 0,75 mm 2). Kemantapan/ stabilitas, nilai banding d15/ d85 (Bertram, 1940) d d lapisan 3 lapisan 2 dan d d lapisan 2 lapisan1 dan d 85 d 15 lapisan1 tan ah dasar

173 Kemantapan, nilai banding d50/d50 (US Army Corps of Engineers, 1955) d d lapisan 3 lapisan 2 dan d d lapisan 2 lapisan1 dan d 50 d 50 lapisan1 tan ah dasar = 5 sampai 10 dengan Butir bulat homogen (kerikil) 5 10 Butir bersudut runcing homogen (pecahan kerikil, batu) Butir halus Untuk mencegah agar filter tidak tersumbat, d5 0,75 mm untuk semua lapisan filter. Ketebalan-ketebalan berikut harus dianggap minimum untuk sebuah konstruksi filter yang dibuat pada kondisi kering : Pasir, kerikil halus 0,05 sampai 0,10 m Kerikil 0,10 sampai 0,20 m Batu 1,5 sampai 2 kali diameter batu yang besar. F. Bangunan lindung 1. Umum Kelompok bangunan ini dipakai untuk melindungi saluran dan bangunan terhadap kerusakan yang diakibatkan oleh jumlah air yang berlebihan. Lindungan ini bisa dicapai dengan beberapa tipe bangunan yang memerlukan persyaratan yang berbeda-beda. (1) Saluran pelimpah (overflow spillway), bangunan yang relatif murah, dibangun di tanggul saluran untuk membuang air lebih. (2) Sipon pelimpah (siphon spillway) memiliki kapasitas yang besar untuk besaran muka air yang cukup konstan. (3) Pintu otomatis mempertahankan tinggi muka air tetap untuk debit yang bervariasi. (4) Bangunan pembuang silang untuk mengalirkan air buangan dengan aman lewat di atas, di bawah atau ke dalam saluran

174 Bangunan pelimpah harus direncana untuk tinggi muka air maksimum tertentu di saluran yang akan dilindungi, ditambah dengan debit maksimum yang dapat dilimpahkan.tinggi muka air yang merupakan dasar kerja bangunan pelimpah adalah faktor yang sudah tertentu di dalam perencanaan. Kapasitas bangunan pelimpah harus cukup untuk mengalirkan seluruh air lebih yang berasal dari banjir atau kesalahan eksploitasi tanpa menyebabkan naiknya tinggi muka air di saluran yang akan membahayakan tanggul (meluap). Kapasitas bangunan saluran dibatasi sampai sekitar 120% dari debit rencana. Debit rencana untuk bangunan pelimpah harus diperhitungkan dengan hati-hati berdasarkan keadaan dilapangan. Keadaan-keadaan darurat yang mungkin timbul harus dianalisis dan akibat-akibat tidak berfungsinya bangunan dan peluapan harus pula ditinjau. Debit rencana harus sebesar 50% dari kapasitas maksimum bangunan di sebelah hilir pelimpah tersebut. Jika bangunan dapat sepenuhnya diblokir, sebaiknya debit rencananya diambil 120% dari Q rencana. Bangunan penguras (wasteway) dipakai untuk mengosongkan seluruh ruas saluran, bilamana hal ini diperlukan. Kadang-kadang untuk menghemat biaya, bangunan ini digabung dengan bangunan pelimpah. Pada umumnya bangunan penguras berupa pintu yang dioperasikan dengan tangan, sedangkan bangunan pelimpah bekerja otomatis, digerakkan oleh tinggi muka air. 2. Saluran pelimpah Bangunan ini dapat dengan relatif mudah dibuat ditepi saluran dan selanjutnya disebut pelimpah samping. Bila bangunan ini dibuat ditengah saluran, kemudian dikombinasi dengan bangunan pembuang silang, maka bangunan ini disebut pelimpah corong / morning glory spillway (Gambar 3.67) Saluran pelimpah akan menguntungkan sekali jika jumlah air yang akan dilimpahkan tidak diketahui dengan pasti, karena pertambahan tinggi energi yang kecil saja di atas mercu panjang saluran pelimpah akan sangat memperbesar kapasitas debit

175 Gambar 3.67 Pelimpah corong dan pembuang a). Perencanaan panjang saluran Debit di saluran pelimpah samping tidak seragam dan oleh karena itu, persamaan untuk kontinyuitas untuk aliran mantap yang kontinyu (terusmenerus) tidak berlaku. Jenis aliran demikian disebut aliran tak tetap berubah berangsur (gradually varied flow). Pada dasarnya aliran dengan debit yang menurun dapat dianggap sebagai cabang aliran di mana air yang dibelokan tidak mempengaruhi tinggi energi. Hal ini telah dibuktikan kebenarannya baik dengan teori maupun eksperimen. Bergantung kondisi aliran di atau dekat lubang/ pintu masuk pelimpah, ada empat jenis aliran (Schmidt, 1954) seperti yang diperlihatkan pada Gambar Ada dua metode perencanaan pelimpah samping yang umum digunakan, yaitu : metode bilangan atau metode grafik. Keduanya akan dijelaskan di bawah ini

176 Gambar 3.68 Profil-profil aliran di sepanjang pelimpah samping b). Metode Bilangan Metode ini didasarkan pada pemecahan masalah secara analitis yang diberikan oleh De Marchi (lihat gambar 3.69). Dengan mengandaikan bahwa aliran adalah subkritis, panjang bangunan pelimpah dapat dihitung sebagai berikut : 1. Didekat ujung bangunan pelimpah, kedalaman aliran ho dan debit Qo sama dengan kedalaman dan debit potongan saluran di belakang 3-153

177 pelimpah. dengan Ho = ho + vo 2 /2g tinggi energi di ujung pelimpah dapat dihitung. Gambar 3.69 Sketsa definisi untuk saluran dengan pelimpah samping 2. Pada jarak x di ujung hulu dan hilir bangunan pelimpah tinggi energi juga HO, karena sudah diandaikan bahwa tinggi energi di sepanjang pelimpah adalah konstan. Hx = hx + vx 2 /2g = hx + Qx 2 /2g Ax², dimana Qx adalah debit Qo potongan hilir ditambah debit qx,yang mengalir pada potongan pelimpah dengan panjang x q x x Andaikan 2g 2 h c 3 / h c o 2 x 3 / 2 Ho = hx menghasilkan 3 / 2 dan Qx = Qo + q q x x 2g h o c dengan Qx ini kedalaman hx dapat dihitung dari hx = Hx Qx 2 /2g Ax 2 Koefisien µ untuk mercu pelimpah harus diambil 5% lebih kecil daripada koefisien serupa untuk mercu yang tegak lurus terhadap aliran

178 3. Setelah hx dan Qx ditentukan, kedalaman air h2x dan debit Q2x akan dihitung untuk suatu potongan pada jarak 2 x di depan ujung pelimpah dengan cara yang sama seperti yang dijelaskan pada no.(2). Qo dan ho harus digantikan dengan Qx dan hx dalam langkah kedua ini Qx dan hx menjadi Q2x, q2x dan h2x. 4. Perhitungan-perhitungan ini harus diteruskan sampai Qnx sama dengan debit banjir rencana potongan saluran dibagian hulu bangunan pelimpah samping. Panjang pelimpah adalah n x dan jumlah air lebih yang akan dilimpahkan adalah Qnx Qo. c). Catatan 1. Perhitungan yang diuraikan diatas hanya berlaku untuk kondisi aliran subkritis di sepanjang pelimpah samping. Untuk kondisi aliran superkritis, perhitungan harus dimulai dari ujung hulu pelimpah, menurun ke arah hilir. 2. Kondisi aliran superkritis tidak diizinkan dalam saluran pembawa dan pembuang yang rawan erosi. Kemiringan dasar saluran sebaiknya sedang-sedang saja dan lebih kecil dari kemiringan kritis. Kemiringan yang lebih besar dari pada kemiringan kritis akan menimbulkan aliran yang lebih cepat dari superkritis. Bahkan pada kemiringan yang lebih kecil dari kemiringan kritis, aliran superkritis pun dapat terjadi di sepanjang pelimpah samping, yaitu apabila air yang diambil dari saluran terlalu banyak, atau apabila mercu pelimpahnya rendah (c 2/3H). 3. Metode di atas dapat diterapkan hanya apabila perbedaan antara tinggi energi pada pangkal dan ujung pelimpah tidak terlalu besar. Kalau tidak, maka pengandaian tinggi energi konstan di sepanjang pelimpah tidak sahih/ valid. d). Metode Grafik Metode ini sudah diuraikan dalam De Ingenieaur in Ned. Indie (1937,12) untuk saluran potongan-potongan melintang saluran segi empat dan prisma. Metode ini bisa dipakai baik untuk kondisi aliran subkritis maupun superkritis (lihat gambar 3.70 dan 3.71)dan didasarkan pada rumus de Marchi. Untuk aliran subkritis dan tinggi mercu pelimpah diatas 2/3 dari tinggi energi di saluran, metode grafik ini juga mulai dari ujung hilir bangunan pelimpah

179 Gambar 3.70 Muka air disaluran di sepanjang pelimpah samping untuk aliran subkritis. Ada dua grafik yang harus dibuat dan diplot (lihat Gambar 3.71) (1) Q h A 2g H h 3 dimana : H3 = tinggi energi di ujung pelimpah (potongan melintang II-II); tinggi energi diandaikan konstan disepanjang pelimpah. A = luas potongan melintng basah saluran untuk kedalaman air h. Q f h AC RI atau k A R 3 1/ 2 (2) 2 / I yaitu lengkung debit saluran, dan di mana : C = koefisien Chezy = k R 1/6 k = koefisien kekasaran Strickler,m 1/3 /dt R = jari-jari hidrolis,m I = kemiringan saluran 3-156

180 Gambar 3.71 Dimensi pelimpah samping dengan metode grafik Titik potong/ interseksi kedua grafik memberikan kedalaman air di ujung pelimpah samping (bagian II II). Grafik ketiga yang harus diplot pada gambar 3.71 adalah persamaan debit untuk aliran pada pelimpah samping: q 2 h c 3 / 2g dimana : q = debit per satuan panjang, m 3 /dt = koefesien debit (95% dari koefesien untuk pelimpah tegak) c = tinggi mercu di atas dasar saluran, m h = kedalaman air di saluran, m g = percepatan gravitasi, m/dt 2 ( 9,8) Urutan grafiknya adalah sebagai berikut : a). Untuk kedalaman air h2 di bagian ujung, debit q dapat dibaca pada grafik untuk (h2 - c). Gambar ini menyajikan debit hingga meter terakhir pada pelimpah. b). Debit Q, pada potongan 1 m di pelimpah, adalah Q + q. Dalam grafik tersebut Q = (h), untuk Q harga h dapat dibaca. c). Untuk kedalaman air h ini, debit q bisa dicari pada grafik untuk q, dengan (h c)

181 Pada grafik itu q adalah aliran dua meter dari ujung hulu pelimpah. d). Dengan q ini, Q dapat dicari, dst Panjang pelimpah dapat ditemukan bila titik N pada grafik Q = (h) bisa dicapai (lihat gambar 3.71). Titik N berhubungan dengan Q1 dan merupakan debit banjir di saluran di hulu pelimpah (lihat gambar 3.70). Bila air mengalir di bawah kondisi superkritis di sepanjang pelimpah samping, maka metode ini dapat dipakai dengan memulainya dari ujung hulu pelimpah. 3. Sipon pelimpah Sipon adalah saluran tertutup yang di dalamnya, air mengalir dari saluran atau kolam ke saluran atau kolam lain yang lebih rendah dan di antara kedua ketinggian ini titik yang lebih tinggi harus dilalui. Di dalam saluran tersebut air akan mengalir berlawanan dengan gaya gravitasi ke suatu titik dimana tinggi tekan lebih rendah daripada tekanan atmosfir (lihat gambar 3.72). Kenyataan bahwa sipon bekerja di lingkungan subatmosfir berarti bahwa konstruksi pipa sipon harus kedap udara dan cukup kuat agar tidak retak. Gambar 3.72 Sipon pelimpah a). Penentuan dimensi (1). Metode pertama Pada waktu sipon mengalir penuh, ukurannya dapat ditentukan dengan persamaan berikut : Q A 2gH 3-158

182 dimana: Q = debit per satuan panjang, m 3 /dt = koefesien debit (95% dari koefesien untuk pelimpah tegak) A = luas pipa, m 2 H = kehilangan energi pada sipon (H2 pada gambar 3.72) m g = percepatan gravitasi, m/dt 2 ( 9,8) Jika kehilangan-kehilangan akibat gesekan ( ) dan tikungah ( ) diberikan sebagai faktor v 2, ini akan menghasilkan: 2g 2 Q H 2 2g A 2 2 v 2g 1 dan, 1 1 Kemiringan garis energi akibat gesekan adalah 2 v I, 2 4 / 3 k R dimana: k = koefesien kekasaran Strickler/ Manning, m 1/3 /dt R = jari-jari hidrolis, m dengan v 2 I. L 2g 2g 2gL menghasilkan : I.L / 3 v k R Untuk perkiraan pertama: = 0,20 = 0,10 Ini menghasilkan = 0,88 (2). Metode kedua Kemungkinan cara eksploitasi terbaik untuk debit yang berubah-ubah, didasarkan pada pemakaian hubungan berikut (lihat Valembois, 1962): = 1,

183 dimana: = 1 + L/R0 = Ra/R0 L = tinggi bukaan pipa, m R0 = jari-jari mercu, m Ra = jari-jari tudung, m R 0 q 2gH 0 ln dimana: q = debit rencana untuk sipon, m 3 /dt H0 = tekanan subatmosfir pada mercu, m Dalam hal ini perencanaan didasarkan pada gradien tekanann (pressure, gradient) pada lebar sipon yang semakin besar ke arah atas (dari mercu ke tudung). Keuntungan dari gradien tekanan semacam ini adalah bahwa gelembung udara akan dipaksa turun dan, oleh sebab itu, tidak sampai terkumpul di bagian atas sipon. Ini akan memperlancar eksploitasi sipon. Contoh (lihat gambar 3.73) Debit rencana q = 7,2 m 3 /dt.m H0 = 8,5 m Pemecahan : eksploitasi terbaik untuk = 1,4 atau ln = 0,3365 R0 0 q/ 2gH ln 1,66 H0/R0 = 5,13 = Ra/R0 = 1,4 Ra = 2,32 m L = 2,32 1,66 = 0,66 m b). Kavitasi Karena tinggi energi di bagian atas sipon lebih rendah dari tekanan atmosfir, kavitasi bangunan harus dicek

184 Gambar 3.73 Jari-jari mercu Debit maksimum yang diizinkan melewati potongan mercu sipon adalah (menurut Valembois, 1962): 2 / 3 max 0,522 2g H 0 q Dimana H0 adalah tekanan subatmosfir minimum dalam (m) tekanan air. Untuk beda tinggi energi lebih dari 10 m (tekanan atmosfir pada ketinggian laut) akan dihasilkan hampa udara total di atas mercu (lihat gambar 3.74). Untuk beton, tekanan subatmosfir maksimum harus kurang dari -4 m tekanan air, mengurangi beda tinggi energi maksimum sampai sekitar 6 m. Apabila sipon harus direncana untuk beda tinggi energi yang lebih besar, maka aerasi harus dipasang 6 m dari muka air hulu. Pada mercu sipon terjadi penurunan tekanan sebagai akibat dari bertambahnya kecepatan. Untuk mercu dan tudung (hood) konsentris, bertambahnya kecepatan ini dapat diperkirakan sebagai nilai banding antara kecepatan pada mercu, v1, dengan kecepatan rata-rata (untuk notasinya lihat gambar 3.75): r2 1 v 1 r1 v r2 ln r

185 Gambar 3.74 Tekanan subatmosfir dalam sipon dengan beda tinggi energi Z lebih kecil (1) dan lebih besar (2) dari 10 m (tekanan atmosfir pada ketinggian laut). Gambar 3.75 Jaringan aliran pada mercu sipon Tinggi kecepatan v1 2 /2g yang termasuk ke dalam v1 harus tidak lebih dari 8 m. Kalau tidak, maka jari-jari mercu harus diperbesar untuk mencegah kavitasi mercu. c). Tipe-tipe sipon pelimpah Tipe-tipe tata letak dan potongan melintang sipon ditunjukkan pada gambar 3.76 dan

186 Gambar 3.77 adalah contoh sipon yang dipakai dengan pondasi yang terbuat dari pasangan batu dan pipanya sendiri dibuat dari beton. Bentuk/ konfigurasi aliran masuknya juga berbeda dari gambar 3.76, karena tipe ini tidak memakai pipa pemisah sipon. Detail rencana aliran masuk pada gambar 3.77 menunjukkan metode yang dipakai untuk mencampur udara dengan air yang mengalir masuk di ujung sipon yang membuat eksploitasi dan pengaliran awal lebih mulus/ tenang. Pembuatan ambang awal adalah juga perencanaan lain lagi (lihat gambar 3.77). Potongan aliran masuk harus direncana secara hati-hati dengan lengkung yang halus pada denah untuk mengurangi kehilangan pada pemasukan. Gambar 3.76 Tipe potongan sipon pelimpah (USBR, 1978) 3-163

187 Gambar 3.77 Sipon dalam pasangan batu dikombinasi dengan beton 3-164

188 Gambar 3.78 Tipe-tipe pintu otomatis 4. Pintu pelimpah otomatis Ada banyak tipe pintu otomatis yang dapat dipakai sebagai pelimpah darurat. Dari tipe-tipe yang umum dipakai di Indonesia, beberapa diantaranya ditunjukkan pada gambar

189 Tipe yang dengan berhasil digunakan di Semarang memiliki bentuk seperti yang ditunjukkan pada gambar Gambar itu menyajikan hasil-hasil penyelidikan model hidrolis yang diadakan di Semarang untuk tipe pintu ini (Vlugter, 1940b). Hasil-hasil penyelidikan dengan model seperti diberikan pada gambar 3.79 dapat dipakai untuk merencana tipe pintu yang sama dengan dimensi-dimensi yang lain. Untuk ini dapat digunakan rumus berikut : dimana: Q 2 Q 1 B B 2 1 H H / 2 Q2 = debit pintu yang menggunakan dimensi lain, m 3 /dt Q1 = debit pintu yang diselidiki, m 3 /dt B2 = lebar pintu baru, m B1 = lebar pintu yang diselidiki, m H2 = tinggi energi pintu baru di sebelah hulu, m H1 = tinggi energi pintu yang diselidiki, m Debit rencana untuk pintu adalah debit dimana tinggi muka air hilir sama elevasinya dengan tinggi muka air rencana di sebelah hulu. Untuk debit-debit yang lebih besar dari debit rencana, pintu tidak akan terbuka lebih besar lagi dan kehilangan tinggi energi akan bertambah akibat kondisi aliran yang berubah serta koefesien debit yang lebih besar

190 Gambar 3.79 Pintu Vlugter otomatis, karakteristik debit model 5. Bangunan penguras a). Pemerian (Deskripsi) Bangunan penguras (wasteway) dipakai untuk mengosongkan saluran untuk keperluan-keperluan inspeksi, pemeliharaan, pengeringan berkala atau darurat, misalnya pada waktu terjadi keruntuhan tanggul saluran. Bangunan penguras akhir, yang terletak di ujung saluran, mengalirkan air yang tidak terpakai ke saluran pembuang. Bangunan penguras sering dikombinasi dengan pelimpah samping untuk mengurangi biaya pelaksanaan serta memberikan berbagai kondisi eksploitasi saluran. Untuk cara-cara pemecahan yang mungkin, lihat gambar 3.44 dan b). Kapasitas Kapasitas pintu penguras sebaiknya sama atau melebihi kapasitas rencana saluran guna mengelakkan seluruh air saluran dalam keadaan darurat

191 c). Perencanaan pintu penguras Pintu penguras harus dapat mengalirkan debit rencana saluran sedemikian ehingga pintu pengatur atau pelimpah samping di sebelah hilir tidak tenggelam karenanya. Karena debit rencana saluran jarang dialirkan melalui pintu penguras, maka kecepatan aliran melalui pintu itu diambil 3 m/dt. Ini akan memerlukan banyak kehilangan tinggi energi pada pintu. Tetapi, untuk membatasi biaya pembuatan bangunan dan untuk menghindari masalah-masalah pembuangan sedimen, maka bagian tengah bukaan pintu sebaiknya tidak direncana di bawah elevasi dasar saluran. 6. Bangunan Pembuang Silang a). Umum Bangunan pembuang silang dibutuhkan karena adanya aliran air buangan atau air hujan dari saluran atas ke saluran bawah. Untuk melindungi saluran dari bahaya aliran semacam ini, dibuatlah bangunan pembuang silang. Karena trase saluran biasanya mengikuti garis-garis kontur tanah, maka atas dasar pertimbangan-pertimbangan ekonomis, sering perlu untuk membuat pintasan pada saluran pembuang alamiah atau melalui punggung medan. Bila memintas saluran pembuang alamiah, aliran saluran bisa dilewatkan di bawah saluran pembuang itudengan sipon, atau aliran saluran pembuang dapat dilewatkan di bawah saluran dengan menggunakan gorong-gorong. Jika tak terdapat saluran alamiah, atau karena pertimbangan ekonomis, maka aliran buangan dapat diseberangkan melalui saluran dengan overchute atau aliran-aliran kecil dapat dibiarkan masuk ke saluran melalui lubang-lubang pembuang. Air buangan silang kadang-kadang ditampung di saluran pembuang terbuka yang mengalir sejajar dengan saluran irigasi di sisi atas. Saluran-saluran pembuang ini bisa membawa air ke suatu saluran alamiah, melewati bawah saluran tersebut dengan gorong-gorong; atau ke suatu titik penampungan dimana air diseberangkan lewat saluran dengan overchute, atau ke saluran melalui lubang pembuang; atau diseberangkan dengan sipon. b). Sipon Apabila saluran irigasi kecil harus melintas saluran pembuang yang besar, maka kadang-kadang lebih ekonomis untuk mengalirkan air saluran tersebut 3-168

192 lewat di bawah saluran pembuang dengan menggunakan sipon, daripada mengalirkan air buangan lewat di bawah saluran irigasi dengan goronggorong. Sipon memberikan keamanan yang lebih besar kepada saluran karena sipon tidak begitu tergantung pada prakira yang akurat mengenai debit pembuang di dalam saluran pembuang yang melintas. Tetapi, sipon membutuhkan banyak kehilangan tinggi energi dan jika saluran pembuang itu lebar dan dalam, maka biayanya tinggi. c). Gorong-gorong Apabila potongan saluran terutama dibangun di dalam timbunan karena potongan itu melintas saluran pembuang, maka gorong-gorong merupakan bangunan yang baik untuk mengalirkan air buangan lewat di bawah saluran itu. Gorong-gorong kecil mudah tersumbat sampah, terutama jika daerah pembuang ditumbuhi semak belukar. Untuk mengatasi masalah ini dapat digunakan kisi-kisi penyaring. Tetapi kisi-kisi semacam ini kadang-kadang lebih memperburuk penyumbatan. Aturan dasar dalam menentukan lokasi gorong-gorong adalah memanfaatkan saluran alamiah yang pola limpasan air (runoff) aslinya hanya sedikit terganggu. Jadi, bila saluran irigasi melintas pembuang alamiah pada bagian asimetris/ tidak tegak lurus (skew), maka biasanya akan lebih baik untuk menempatkan gorong-gorong pada bagian yang asimetris dengan saluran, daripada mengubah garis saluran masuk atau keluar. Jika saluran alamiah berubah arahnya antara lubang masuk dan lubang keluar goronggorong, mungkin diperlukan tikungan horisontal dalam saluran tekan goronggorong. Apabila saluran tekan berada pada gradasi seragam, maka kemiringan saluran itu sebaiknya cukup curam guna mencegah sedimentasi di dalam saluran tekan tersebut, tetapi tidak terlalu curam supaya tidak perlu dibuat bangunan peredam energi. Dalam praktek, ternyata sudah memuaskan untuk mengambil kemiringan minimum 0,005 serta kemiringan maksimum yang sedikit lebih curam daripada kemiringan kritis

193 Jika kemiringan seragam jauh melampaui kemiringan kritis, dan dengan demikian memerlukan peredam energi, biasanya lebih disukai untuk memakai sebuah tikungan vertikal dan dua kemiringan, i1 dan i2, seperti diperlihatkan pada gambar kemiringan hulu, i, sebaiknya jauh lebih curam daripada kemiringan kritis. Gambar 3.80 Tipe profil gorong-gorong Gorong-gorong sebaiknya melewati bawah saluran dengan bebas (clearance) 0,60 m untuk saluran tanah atau 0,30 m untuk saluran pasangan. Berikut ini adalah beberapa tipe gorong-gorong : - Pipa beton bertulang - Pipa beton tumbuk diberi alas beton - Pasangan batu dengan dek beton bertulang - Bentuk boks segi empat dari beton bertulang yang dicor di tempat. Bila dipakai tipe pipa beton, maka harus dipasang sambungan paking (gasket) karet untuk mencegah kebocoran; kalau tidak pipa itu sebaiknya diberi koperan pada setiap bagian sambungan. Rembesan dari saluran ke pipa gorong-gorong adalah salah satu sebab utama kegagalan. Pemberian perapat (collar) pipa untuk menghindari rembesan di sepanjang bagian luar pipa sangat dianjurkan. Letak perapat ini ditunjukkan pada gambar biasanya satu perapat ditempatkan di bawah as tanggul/ saluran hulu dan dua perapat di bawah tanggul hilir: sebuah di bawah tepi dalam dan sebuah lagi 0,60 m di hilir tepi luar. Gorong-gorong hendaknya direncana untuk kecepatan maksimum, sebesar 3 m/dt pada waktu mengalir penuh, jika pada lubang masuk dipakai 3-170

194 peralihan yang baik. Jika lubang keluar tidak perlu dipertimbangkan, maka kecepatan maksimum dibatasi sampai 1,5 m/dt. Diameter minimum pipa adalah 0,60 m. d). Overchute Overchute dipakai untuk membawa air buangan lewat di atas saluran. Bangunan ini berupa potongan flum beton segi empat yang disangga dengan tiang-tiang pancang (lihat gambar 3.81), atau berupa saluran tertutup, seperti pipa baja. Potongan flum beton terutama dipakai untuk aliran pembuang silang yang besar, atau untuk dipakai di daerah-daerah dimana penggunaan pipa terancam bahaya tersumbat oleh sampah yang hanyut. Bagian keluar (outlet) mungkin berupa peralihan standar, tetapi kadangkadang berupa peredam energi, seperti misalnya kolam olak. Bagian keluar mungkin juga terdiri dari potongan boks beton melalui tanggul saluran sisi bawah (downhill) kendaraan yang lalu lalang di jalan inspeksi. Fasilitas yang sama bisa dibuat di tanggul sisi atas jika diperlukan. Gambar 3.81 Tipe denah dan potongan overchute 3-171

195 Biasanya trase overchute mengikuti saluran pembuang alamiah. Biasanya trase saluran dibuat pendek dan ekonomis, tetapi kadang-kadang dibuat trase yang asimetris/ tidak tegak lurus karena trase saluran alamiah tidak boleh banyak terganggu. Overchute mungkin juga dibuat di ujung saluran pembuang yang sejajar dengan saluran irigasi sebagai sarana penyeberangan di atas saluran. Jika di tempat itu tidak ada saluran alamiah, maka harus dibuat saluran hilir. Agar saluran masuk dan bangunannya dapat dikeringkan samasekali, kemiringan overchute paling cocok digunakan apabila saluran seluruhnya dibuat dalam galian, atau apabila permukaan tanah di sisi atas berada di atas muka air saluran. Ruang bebas minimum sebesar 0,5 kali tinggi normal jagaan harus tetap dijaga antara permukaan air saluran dan potongan overchute, yang juga harus diberi pasangan. Bila permukaan tanah di sisi atas saluran tidak cukup tinggi dari permukaan air saluran, maka gorong-gorong harus dipakai di bawah saluran sebagai pengganti overchute. e). Alur pembuang Alur pembuang (lihat gambar 3.82) adalah bangunan yang dipakai untuk membawa air buangan dalam jumlah kecil ke saluran. Untuk aliran yang lebih besar, biasanya lebih disukai untuk menyeberangkan air lewat di atas atau di bawah saluran dengan overchute atau gorong-gorong, yang selanjutnya dibuang jauh di luar saluran. Hal ini baik sekali, khususnya apabila aliran air diperkirakan mengangkut cukup banyak lanau, pasir atau benda-benda hanyut. Akan tetapi, kadang-kadang lebih ekonomis untuk membawa air bersih ke dalam saluran daripada membelokkannya ke luar saluran. Alur pembuang bisa dibuat di saluran pembuang alamiah, atau di ujung saluran pembuang yang sejajar dengan saluran irigasi. Karena ujung alur pembuang harus berada di atas permukaan air, maka alur pembuang paling cocok digunakan jika saluran seluruhnya berada di bawah permukaan tanah asli. Bila suatu ruas saluran tidak diberi fasilitas pelimpah, maka jumlah kapasitas rencana alur pembuang pada ruas itu harus dibatasi sampai jumlah 10 persen dari kapasitas rencana normal saluran tersebut

196 Jika tersedia fasilitas pelimpah untuk tiap ruas saluran, maka jumlah kapasitas rencana masing-masing alur pembuang tidak boleh melebihi 10 persen dari kapasitas rencana normal saluran. Jumlah aliran yang masuk dari alur pembuang pada ruas tersebut tidak boleh melebihi 20 persen dari kapasitas rencana normal saluran tersebut. Gambar 3.82 Potongan dan denah alur pembuang pipa 3-173

RC MODUL 2 KEBUTUHAN AIR IRIGASI

RC MODUL 2 KEBUTUHAN AIR IRIGASI RC14-1361 MODUL 2 KEBUTUHAN AIR IRIGASI SISTEM PENGAMBILAN AIR Irigasi mempergunakan air yang diambil dari sumber yang berupa asal air irigasi dengan menggunakan cara pengangkutan yang paling memungkinkan

Lebih terperinci

RC MODUL 1 TEKNIK IRIGASI

RC MODUL 1 TEKNIK IRIGASI RC14-1361 MODUL 1 TEKNIK IRIGASI PENDAHULUAN PENGERTIAN DAN MAKSUD IRIGASI Irigasi: Berasal dari istilah Irrigatie (Bhs. Belanda) atau Irrigation (Bahasa Inggris) diartikan sebagai suatu usaha yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB VII PERENCANAAN JARINGAN UTAMA

BAB VII PERENCANAAN JARINGAN UTAMA BAB VII PERENCANAAN JARINGAN UTAMA 7.1 UMUM Untuk dapat mengalirkan air dari bendung ke areal lahan irigasi maka diperlukan suatu jaringan utama yang terdiri dari saluran dan bangunan pelengkap di jaringan

Lebih terperinci

Gambar 7. Peta Ikhtisar Irigasi

Gambar 7. Peta Ikhtisar Irigasi GEOMETRIK IRIGASI Komponen-komponen sebuah jaringan irigasi teknis dapat dibedakan berdasarkan fungsinya. Untuk mengetahui komponen-komponen suatu jaringan irigasi dapat dilihat pada peta ikhtisar. Peta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kriteria Perencanaan Jaringan Irigasi Teknis Kriteria perencanaan jaringan irigasi teknis berisi instruksi standard dan prosedur bagi perencana dalam merencanakan irigasi teknis.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. secara alamiah. Mulai dari bentuk kecil di bagian hulu sampai besar di bagian

TINJAUAN PUSTAKA. secara alamiah. Mulai dari bentuk kecil di bagian hulu sampai besar di bagian TINJAUAN PUSTAKA Daerah Aliran Sungai Sungai merupakan jaringan alur-alur pada permukaan bumi yang terbentuk secara alamiah. Mulai dari bentuk kecil di bagian hulu sampai besar di bagian hilir. Air hujan

Lebih terperinci

Ada empat unsur fungsional pokok dalam suatu jaringan irigasi, yaitu :

Ada empat unsur fungsional pokok dalam suatu jaringan irigasi, yaitu : RANGKUMAN KP 01 BAGIAN PERENCANAAN Unsur dan Tingkatan Jaringan Irigasi Ada empat unsur fungsional pokok dalam suatu jaringan irigasi, yaitu : Bangunan-bangunan utama ( headworks ) di mana air diambil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 UMUM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 UMUM BAB I PENDAHULUAN 1.1 UMUM Air merupakan elemen yang sangat mempengaruhi kehidupan di alam. Semua makhluk hidup sangat memerlukan air dalam perkembangan dan pertumbuhannya. Siklus hidrologi yang terjadi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Dalam pengumpulan data untuk mengevaluasi bendungan Ketro, dilakukan wawancara dengan pihak-pihak yang terkait, antara lain :

BAB III METODOLOGI. Dalam pengumpulan data untuk mengevaluasi bendungan Ketro, dilakukan wawancara dengan pihak-pihak yang terkait, antara lain : BAB III METODOLOGI 45 3.1. URAIAN UMUM Di dalam melaksanakan suatu penyelidikan maka, diperlukan data-data lapangan yang cukup lengkap. Data tersebut diperoleh dari hasil survey dan investigasi dari daerah

Lebih terperinci

PERENCANAAN SALURAN. Rencana pendahuluan dari saluran irigasi harus menunjukkan antara lain :

PERENCANAAN SALURAN. Rencana pendahuluan dari saluran irigasi harus menunjukkan antara lain : PERENCANAAN SALURAN Perencanaan Pendahuluan. Rencana pendahuluan dari saluran irigasi harus menunjukkan antara lain : - Trase jalur saluran pada peta tata letak pendahuluan. - Ketinggian tanah pada jalar

Lebih terperinci

tidak ditetapkan air bawah tanah, karena permukaan air tanah selalu berubah sesuai dengan musim dan tingkat pemakaian (Sri Harto, 1993).

tidak ditetapkan air bawah tanah, karena permukaan air tanah selalu berubah sesuai dengan musim dan tingkat pemakaian (Sri Harto, 1993). batas topografi yang berarti ditetapkan berdasarkan aliran air permukaan. Batas ini tidak ditetapkan air bawah tanah, karena permukaan air tanah selalu berubah sesuai dengan musim dan tingkat pemakaian

Lebih terperinci

RC TEKNIK IRIGASI PETAK TERSIER

RC TEKNIK IRIGASI PETAK TERSIER RC14-1361 TEKNIK IRIGASI PETAK TERSIER SEJARAH IRIGASI Keberadaan sistem irigasi di Indonesia telah dikenal sejak zaman Hindu, pada zaman tersebut telah dilakukan usaha pembangunan prasarana irigasi sederhana.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Bendung Kaligending terletak melintang di Sungai Luk Ulo, dimana sungai ini merupakan salah satu sungai yang cukup besar potensinya dan perlu dikembangkan untuk dimanfaatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Umum. Bendung adalah suatu bangunan yang dibangun melintang sungai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Umum. Bendung adalah suatu bangunan yang dibangun melintang sungai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum Bendung adalah suatu bangunan yang dibangun melintang sungai untuk meninggikan taraf muka air sungai dan membendung aliran sungai sehingga aliran sungai bisa bisa disadap dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PELAKSANAAN

BAB III METODE PELAKSANAAN BAB III METODE PELAKSANAAN 3.1 Pekerjaan Persiapan dan pengumpulan Data 3.1.1 Pekerjaan Persiapan Pekerjaan yang harus dipersiapkan guna memperlancar jalannya pelaksanaan pekerjaan Perencanaan Teknis dan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI Uraian Umum

BAB III METODOLOGI Uraian Umum BAB III METODOLOGI 3.1. Uraian Umum Metodologi adalah suatu cara atau langkah yang ditempuh dalam memecahkan suatu persoalan dengan mempelajari, mengumpulkan, mencatat dan menganalisa semua data-data yang

Lebih terperinci

DESAIN BANGUNAN IRIGASI

DESAIN BANGUNAN IRIGASI DESAIN BANGUNAN IRIGASI 1. JENIS JENIS BANGUNAN IRIGASI Keberadaan bangunan irigasi diperlukan untuk menunjang pengambilan dan pengaturan air irigasi. Beberapa jenis bangunan irigasi yang sering dijumpai

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Bab Metodologi III TINJAUAN UMUM

BAB III METODOLOGI. Bab Metodologi III TINJAUAN UMUM III 1 BAB III METODOLOGI 3.1 TINJAUAN UMUM Metodologi adalah suatu cara atau langkah yang ditempuh dalam memecahkan suatu persoalan dengan mempelajari, mengumpulkan, mencatat dan menganalisa semua data-data

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Daerah Irigasi Lambunu Daerah irigasi (D.I.) Lambunu merupakan salah satu daerah irigasi yang diunggulkan Propinsi Sulawesi Tengah dalam rangka mencapai target mengkontribusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan penguapan suhu tanaman akan relatif tetap terjaga. Daerah Irigasi di Sumatera Utara adalah Daerah Irigasi Sungai Ular.

BAB I PENDAHULUAN. dengan penguapan suhu tanaman akan relatif tetap terjaga. Daerah Irigasi di Sumatera Utara adalah Daerah Irigasi Sungai Ular. BAB I PENDAHULUAN I. Umum Air mempunyai arti yang penting dalam kehidupan, salah satunya adalah dalam usaha pertanian. Di samping sebagai alat transportasi zat makanan untuk pertumbuhan, air memegang peranan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab Pendahuluan I 1

BAB I PENDAHULUAN. Bab Pendahuluan I 1 I 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. TINJAUAN UMUM Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 menyatakan bahwa Sumber Daya Air dengan luas areal irigasi lebih dari 3.000 Ha atau yang mempunyai wilayah lintas propinsi menjadi

Lebih terperinci

JARINGAN IRIGASI DAN BANGUNAN AIR

JARINGAN IRIGASI DAN BANGUNAN AIR Definisi Irigasi Irigasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Daring (Dalam Jaringan/Online) Edisi III, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Indonesia Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Daftar Isi... 1

DAFTAR ISI. Daftar Isi... 1 DAFTAR ISI Daftar Isi... 1 BAB I STANDAR KOMPETENSI... 2 1.1 Kode Unit... 2 1.2 Judul Unit... 2 1.3 Deskripsi Unit... 2 1.4 Elemen Kompetensi dan Kriteria Unjuk Kerja... 2 1.5 Batasan Variabel... 3 1.6

Lebih terperinci

KAJIAN HIDROLIK PADA BENDUNG SUMUR WATU, DAERAH IRIGASI SUMUR WATU INDRAMAYU

KAJIAN HIDROLIK PADA BENDUNG SUMUR WATU, DAERAH IRIGASI SUMUR WATU INDRAMAYU KAJIAN HIDROLIK PADA BENDUNG SUMUR WATU, DAERAH IRIGASI SUMUR WATU INDRAMAYU Sih Andayani 1, Arif Andri Prasetyo 2, Dwi Yunita 3, Soekrasno 4 1 Dosen Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,

Lebih terperinci

STANDAR PERENCANAAN IRIGASI

STANDAR PERENCANAAN IRIGASI R E P U B L I K I N D O N E S I A DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR STANDAR PERENCANAAN IRIGASI KRITERIA PERENCANAAN BAGIAN SALURAN KP 03 DAFTAR ISI DAFTAR ISI Hal 1. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 URAIAN UMUM

BAB III METODOLOGI 3.1 URAIAN UMUM BAB III METODOLOGI 3.1 URAIAN UMUM Metodologi adalah suatu cara atau langkah yang ditempuh dalam memecahkan suatu persoalan dengan mempelajari, mengumpulkan, mencatat dan menganalisa semua data-data yang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2009

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2009 PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2009 DRAFT-4 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, Menimbang : a. bahwa pertanian mempunyai

Lebih terperinci

Penyusunan laporan dari pengumpulan data sampai pengambilan kesimpulan beserta saran diwujudkan dalam bagan alir sebagai berikut :

Penyusunan laporan dari pengumpulan data sampai pengambilan kesimpulan beserta saran diwujudkan dalam bagan alir sebagai berikut : III-1 BAB III 3.1 URAIAN UMUM Sebagai langkah awal sebelum menyusun Tugas Akhir terlebih dahulu harus disusun metodologi pelaksanaannya, untuk mengatur urutan pelaksanaan penyusunan Tugas Akhir itu sendiri.

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK)

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) KEGIATAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN JARINGAN IRIGASI PEKERJAAN DETAIL ENGGINERING DESAIN (DED) JARINGAN IRIGASI LOKASI : IRIGASI DESA TUVA (Kec.Gumbasa),IRIGASI DESA PULU (Kec.Dolo

Lebih terperinci

PERENCANAAN BENDUNGAN PAMUTIH KECAMATAN KAJEN KABUPATEN PEKALONGAN BAB III METODOLOGI

PERENCANAAN BENDUNGAN PAMUTIH KECAMATAN KAJEN KABUPATEN PEKALONGAN BAB III METODOLOGI BAB III METODOLOGI 3.1 TINJAUAN UMUM Dalam suatu perencanaan bendungan, terlebih dahulu harus dilakukan survey dan investigasi dari lokasi yang bersangkutan guna memperoleh data perencanaan yang lengkap

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Daftar Isi... 1

DAFTAR ISI. Daftar Isi... 1 DAFTAR ISI Daftar Isi... 1 BAB I STANDAR KOMPETENSI... 2 1.1 Kode Unit... 2 1.2 Judul Unit... 2 1.3 Deskripsi Unit... 2 1.4 Elemen Kompetensi dan Kriteria Unjuk Kerja... 2 1.5 Batasan Variabel... 3 1.6

Lebih terperinci

PERENCANAAN IRIGASI DAN BANGUNAN AIR YOGI OKTOPIANTO

PERENCANAAN IRIGASI DAN BANGUNAN AIR YOGI OKTOPIANTO PERENCANAAN IRIGASI DAN BANGUNAN AIR YOGI OKTOPIANTO 6309875 FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS GUNADARMA DEPOK 20 BAB I PENDAHULUAN.. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan

Lebih terperinci

DINAS PENGAIRAN Kabupaten Malang Latar Belakang

DINAS PENGAIRAN Kabupaten Malang Latar Belakang 1.1. Latar Belakang yang terletak sekitar 120 km sebelah selatan Kota Surabaya merupakan dataran alluvial Kali Brantas. Penduduk di Kabupaten ini berjumlah sekitar 1.101.853 juta jiwa pada tahun 2001 yang

Lebih terperinci

BAB-2 JARINGAN IRIGASI

BAB-2 JARINGAN IRIGASI 1 BAB-2 JARINGAN IRIGASI Jaringan irigasi adalah satu kesatuan saluran dan bangunan yang diperlukan untuk pengaturan air irigasi, mulai dari penyediaan, pengambilan, pembagian, pemberian dan penggunaannya.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Gambar 3.1 Diagram Alir Penyusunan Tugas Akhir

BAB III METODOLOGI. Gambar 3.1 Diagram Alir Penyusunan Tugas Akhir III-1 BAB III METODOLOGI 3.1. Tinjauan Umum Metodologi yang digunakan dalam penyusunan Tugas Akhir dapat dilihat pada Gambar 3.1. Gambar 3.1 Diagram Alir Penyusunan Tugas Akhir III-2 Metodologi dalam perencanaan

Lebih terperinci

BAB IV OLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV OLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN BAB IV OLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisa Sungai Cisadane 4.1.1 Letak Geografis Sungai Cisadane yang berada di provinsi Banten secara geografis terletak antara 106 0 5 dan 106 0 9 Bujur Timur serta

Lebih terperinci

A. KOMPETENSI Mahasiswa memahami tentang tahapan perencanaan Daerah Irigasi.

A. KOMPETENSI Mahasiswa memahami tentang tahapan perencanaan Daerah Irigasi. A. KOMPETENSI Mahasiswa memahami tentang tahapan perencanaan Daerah Irigasi. B. INDIKATOR Setelah mengikuti pembelajaran ini, mahasiswa mampu menjelaskan dengan baik dan benar akan: 1. Syarat-syarat perencanaan

Lebih terperinci

RANCANGAN TEKNIS RINCI (DED) BANGUNAN UTAMA BENDUNG DAN JARINGAN IRIGASI D.I. SIDEY KABUPATEN MANOKWARI PAPUA TUGAS AKHIR

RANCANGAN TEKNIS RINCI (DED) BANGUNAN UTAMA BENDUNG DAN JARINGAN IRIGASI D.I. SIDEY KABUPATEN MANOKWARI PAPUA TUGAS AKHIR RANCANGAN TEKNIS RINCI (DED) BANGUNAN UTAMA BENDUNG DAN JARINGAN IRIGASI D.I. SIDEY KABUPATEN MANOKWARI PAPUA TUGAS AKHIR SEBAGAI SALAH SATU SYARAT UNTUK MENYELESAIKAN PENDIDIKAN SARJANA TEKNIK DI PROGRAM

Lebih terperinci

METODOLOGI BAB III III Tinjauan Umum

METODOLOGI BAB III III Tinjauan Umum III - 1 BAB III METODOLOGI 3.1 Tinjauan Umum Dalam suatu perencanaan embung, terlebih dahulu harus dilakukan survey dan investigasi dari derah atau lokasi yang bersangkutan guna memperoleh data yang berhubungan

Lebih terperinci

2 sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu membangun bendungan; d. bahwa untuk membangun bendungan sebagaimana dimaksud pada huruf c, yang

2 sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu membangun bendungan; d. bahwa untuk membangun bendungan sebagaimana dimaksud pada huruf c, yang No.771, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN PU-PR. Bendungan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2015 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2011 PELAKSANA LAPANGAN PEKERJAAN SALURAN IRIGASI

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2011 PELAKSANA LAPANGAN PEKERJAAN SALURAN IRIGASI MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2011 PELAKSANA LAPANGAN PEKERJAAN SALURAN IRIGASI BIMBINGAN TEKNIS PADA MITRA KERJA NO. KODE : BUKU INFORMASI DAFTAR ISI DAFTAR

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2015 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2015 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2015 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

IRIGASI DAN BANGUNAN AIR SURVEY SELOKAN MATARAM YOGYAKARTA

IRIGASI DAN BANGUNAN AIR SURVEY SELOKAN MATARAM YOGYAKARTA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR SURVEY SELOKAN MATARAM YOGYAKARTA Dosen Pengampu : Adwiyah Asyifa, S.T., M.Eng. Disusun oleh : RIZA RIZKIA (5140811023) HERIN AFRILIYANTI (5140811051) MADORA ARUM KAHANI (5140811097)

Lebih terperinci

FAKULTAS TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG

FAKULTAS TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG LAPORAN PENELITIAN PENGGERUSAN DI HILIR BENDUNG DENGAN MERCU TYPE VLUGTER PENELITI / TIM PENELITI Ketua : Ir.Maria Christine Sutandi.,MSc 210010-0419125901 Anggota : Ir.KanjaliaTjandrapuspa T.,MT 21008-0424084901

Lebih terperinci

Mengenalkan kepada Peserta beberapa contoh bangunan irigasi, khususnya bangunan sadap, bangunan pembawa, serta bangunan pembagi.

Mengenalkan kepada Peserta beberapa contoh bangunan irigasi, khususnya bangunan sadap, bangunan pembawa, serta bangunan pembagi. Yogyakarta, Kamis 5 April 2012 Mengenalkan kepada Peserta beberapa contoh bangunan irigasi, khususnya bangunan sadap, bangunan pembawa, serta bangunan pembagi. 1. Peserta mengenali fungsi bangunan sadap,

Lebih terperinci

PELATIHAN AHLI SUPERVISI KONSTRUKSI JARINGAN IRIGASI

PELATIHAN AHLI SUPERVISI KONSTRUKSI JARINGAN IRIGASI ICSE 05 : PENGENALAN MANUAL O & P PELATIHAN AHLI SUPERVISI KONSTRUKSI JARINGAN IRIGASI DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSAT PEMBINAAN KOMPETENSI DAN PELATIHAN

Lebih terperinci

BAB 1 KATA PENGANTAR

BAB 1 KATA PENGANTAR BAB 1 KATA PENGANTAR Sebagai negara agraria tidaklah heran jika pemerintah senantiasa memberikan perhatian serius pada pembangunan di sector pertanian. Dalam hal ini meningkatkan produksi pertanian guna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kondisi aliran sungai pada saat musim hujan mempunyai debit yang sangat besar. Besaran debit yang lewat tersebut tidak ada manfaatnya bahkan sering sekali menjadi masalah

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Perhitungan Hidrologi Curah hujan rata-rata DAS

BAB II DASAR TEORI 2.1 Perhitungan Hidrologi Curah hujan rata-rata DAS BAB II DASAR TEORI 2.1 Perhitungan Hidrologi 2.1.1 Curah hujan rata-rata DAS Beberapa cara perhitungan untuk mencari curah hujan rata-rata daerah aliran, yaitu : 1. Arithmatic Mean Method perhitungan curah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 METODE ANALISIS DAN PENGOLAHAN DATA

BAB III METODOLOGI 3.1 METODE ANALISIS DAN PENGOLAHAN DATA 4 BAB III METODOLOGI 3.1 METODE ANALISIS DAN PENGOLAHAN DATA Dalam penyusunan Tugas Akhir ini ada beberapa langkah untuk menganalisis dan mengolah data dari awal perencanaan sampai selesai. 3.1.1 Permasalahan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN» KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN ABSTRAK. 1.

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN» KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN ABSTRAK. 1. DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL l HALAMAN PENGESAHAN» KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN ABSTRAK jl1 v v111 x xi xu BAB I PENDAHULUAN1 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Rumusan Masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meninggikan taraf muka air sungai dan membendung aliran sungai sehingga aliran

BAB I PENDAHULUAN. meninggikan taraf muka air sungai dan membendung aliran sungai sehingga aliran BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Bendung adalah suatu bangunan yang dibangun melintang sungai untuk meninggikan taraf muka air sungai dan membendung aliran sungai sehingga aliran sungai bisa bisa

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Instalasi Pengolahan Air Minum (IPA) Bojong Renged Cabang Teluknaga Kabupaten Tangerang. Pemilihan tempat penelitian ini

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 4 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 4 SERI E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 4 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

SISTEM PEMBERIAN AIR IRIGASI

SISTEM PEMBERIAN AIR IRIGASI SISTEM PEMBERIAN AIR IRIGASI 1) Kebutuhan Air Irigasi Kebutuhan air disawah untuk tanaman padi ditentukan oleh beberapa faktor antara lain a. Penyiapan lahan b. Penggunaan konsumtif c. Perkolasi dan rembesan

Lebih terperinci

PELATIHAN AHLI DESAIN TEROWONGAN SDA

PELATIHAN AHLI DESAIN TEROWONGAN SDA TDE 03 : PENGENALAN SURVAI DAN INVESTIGASI PELATIHAN AHLI DESAIN TEROWONGAN SDA DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSAT PEMBINAAN KOMPETENSI DAN PELATIHAN KONSTRUKSI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambaran Umum Daerah Irigasi Ular Kabupaten Serdang Bedagai

TINJAUAN PUSTAKA. Gambaran Umum Daerah Irigasi Ular Kabupaten Serdang Bedagai TINJAUAN PUSTAKA Gambaran Umum Daerah Irigasi Ular Kabupaten Serdang Bedagai Kabupaten Deli Serdang memiliki iklim tropis yang kondisi iklimnya hampir sama dengan kabupaten Serdang Bedagai. Pengamatan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI BAB III METODOLOGI

BAB III METODOLOGI BAB III METODOLOGI Contents BAB III... 48 METODOLOGI... 48 3.1 Lingkup Perencanaan... 48 3.2 Metode Pengumpulan Data... 49 3.3 Uraian Kegiatan... 50 3.4 Metode Perencanaan... 51 BAB III METODOLOGI 3.1 Lingkup Perencanaan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG, PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mencapai keberlanjutan sistem irigasi serta untuk

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Daftar Isi... 1

DAFTAR ISI. Daftar Isi... 1 DAFTAR ISI Daftar Isi... 1 BAB I STANDAR KOMPETENSI... 2 1.1 Kode Unit... 2 1.2 Judul Unit... 2 1.3 Deskripsi Unit... 2 1.4 Elemen Kompetensi dan Kriteria Unjuk Kerja... 2 1.5 Batasan Variabel... 3 1.6

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI Tinjauan Umum

BAB III METODOLOGI Tinjauan Umum BAB III METODOLOGI 3.1. Tinjauan Umum Sebelum memulai perencanaan suatu waduk diperlukan adanya metodologi sebagai acuan untuk menentukan langkah-langkah dalam perencanaan. Adapun metodelogi penyusunan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BREBES Nomor : 21 Tahun : 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BREBES, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERTEMUAN ke-5 A. Kompetensi Mahasiswa memahami proses pembuatan peta petak untuk keperluan irigasi

PERTEMUAN ke-5 A. Kompetensi Mahasiswa memahami proses pembuatan peta petak untuk keperluan irigasi PERTEMUAN ke-5 A. Kompetensi Mahasiswa memahami proses pembuatan peta petak untuk keperluan irigasi B. Indikator Mahasiswa mampu membuat peta petak irigasi serta memberi warna dan menghitung luasnya. C.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 22 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 22 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU, PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 22 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU, Menimbang : a. bahwa dalam rangka usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KERJA DATABASE PERENCANAAN JALAN KECAMATAN SAMPANG KABUPATEN SAMPANG

KERANGKA ACUAN KERJA DATABASE PERENCANAAN JALAN KECAMATAN SAMPANG KABUPATEN SAMPANG KERANGKA ACUAN KERJA DATABASE PERENCANAAN JALAN KECAMATAN SAMPANG KABUPATEN SAMPANG I. LATAR BELAKANG Transportasi merupakan pendukung perekonomian suatu daerah. Tersedianya suatu jaringan dan sistem transportasi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI III-1

BAB III METODOLOGI III-1 BAB III METODOLOGI 3.1 Tinjauan Umum Pekerjaan pembangunan embung teknis (waduk kecil), diawali dengan survei dan investigasi secara lengkap, teliti dan aktual di lapangan, sehingga diperoleh data - data

Lebih terperinci

Berfungsi mengendalikan limpasan air di permukaan jalan dan dari daerah. - Membawa air dari permukaan ke pembuangan air.

Berfungsi mengendalikan limpasan air di permukaan jalan dan dari daerah. - Membawa air dari permukaan ke pembuangan air. 4.4 Perhitungan Saluran Samping Jalan Fungsi Saluran Jalan Berfungsi mengendalikan limpasan air di permukaan jalan dan dari daerah sekitarnya agar tidak merusak konstruksi jalan. Fungsi utama : - Membawa

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI III UMUM

BAB III METODOLOGI III UMUM III-1 BAB III METODOLOGI 3.1. UMUM Sebagai langkah awal sebelum menyusun Tugas Akhir secara lengkap, terlebih dahulu disusun metodologi untuk mengatur urutan pelaksanaan penyusunan Tugas Akhir. Metodologi

Lebih terperinci

KEHILANGAN AIR AKIBAT REMBESAN KE DALAM TANAH, BESERTA PERHITUNGAN EFFISIENSINYA PADA SALURAN IRIGASI SEKUNDER REJOAGUNG I DAN II

KEHILANGAN AIR AKIBAT REMBESAN KE DALAM TANAH, BESERTA PERHITUNGAN EFFISIENSINYA PADA SALURAN IRIGASI SEKUNDER REJOAGUNG I DAN II KEHILANGAN AIR AKIBAT REMBESAN KE DALAM TANAH, BESERTA PERHITUNGAN EFFISIENSINYA PADA SALURAN IRIGASI SEKUNDER REJOAGUNG I DAN II Oleh : Iswinarti Iswinarti59@gmail.com Program Studi Teknik Sipil Undar

Lebih terperinci

MODUL STEBC 07 : PERMASALAHAN PELAKSANAAN JEMBATAN

MODUL STEBC 07 : PERMASALAHAN PELAKSANAAN JEMBATAN PELATIHAN STRUCTURE ENGINEER OF BRIDGE CONSTRUCTION PEKERJAAN (AHLI STRUKTUR PEKERJAAN JEMBATAN) MODUL STEBC 07 : PERMASALAHAN PELAKSANAAN JEMBATAN 2006 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI

Lebih terperinci

BAB VIII. KERANGKA ACUAN KERJA

BAB VIII. KERANGKA ACUAN KERJA 114 BAB VIII. KERANGKA ACUAN KERJA LATAR BELAKANG Sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang keberadaannya sering dimanfaatkan oleh manusia untuk berbagai keperluan, antara lain untuk penyediaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air permukaan (water surface) sangat potensial untuk kepentingan kehidupan. Potensi sumber daya air sangat tergantung/berhubungan erat dengan kebutuhan, misalnya untuk

Lebih terperinci

MODUL SIB 10 : PEMELIHARAAN JALAN DARURAT DAN PEMELIHARAAN LALU LINTAS

MODUL SIB 10 : PEMELIHARAAN JALAN DARURAT DAN PEMELIHARAAN LALU LINTAS PELATIHAN SITE INSPECTOR OF BRIDGE (INSPEKTUR PEKERJAAN LAPANGAN PEKERJAAN JEMBATAN) MODUL SIB 10 : PEMELIHARAAN JALAN DARURAT DAN PEMELIHARAAN LALU LINTAS 2006 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan yang berkelanjutan seperti yang dikehendaki oleh pemerintah

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan yang berkelanjutan seperti yang dikehendaki oleh pemerintah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang berkelanjutan seperti yang dikehendaki oleh pemerintah maupun masyarakat mengandung pengertian yang mendalam, bukan hanya berarti penambahan pembangunan

Lebih terperinci

METODOLOGI Tinjauan Umum 3. BAB 3

METODOLOGI Tinjauan Umum 3. BAB 3 3. BAB 3 METODOLOGI 3.1. Tinjauan Umum Dalam suatu perencanaan konstruksi dan rencana pelaksanaan perlu adanya metodologi yang baik dan benar karena metodologi merupakan acuan untuk menentukan langkah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 )

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 ) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Hidrologi Pada umumnya ketersediaan air terpenuhi dari hujan. Hujan merupakan hasil dari proses penguapan. Proses-proses yang terjadi pada peralihan uap air dari laut ke

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa sektor pertanian mempunyai peran yang sangat strategis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan nasional dan meminimalkan perbedaan distribusi pengembangan sumber daya air di daerahdaerah, maka Pemerintah Indonesia telah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menyimpan air yang berlebih pada

Lebih terperinci

IRIGASI AIR. Bangunan-bangunan Irigasi PROGRAM STUDI S-I TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI

IRIGASI AIR. Bangunan-bangunan Irigasi PROGRAM STUDI S-I TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI IRIGASI DAN BANGUNAN AIR Bangunan-bangunan Irigasi PROGRAM STUDI S-I TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2013 PENGERTIAN TENTANG IRIGASI Sejak ratusan tahun lalu atau bahkan ribuan

Lebih terperinci

Perencanaan Bangunan Air. 1. Umum

Perencanaan Bangunan Air. 1. Umum . Umum Pada saat memilih suatu bangunan air, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan, baik dari segi kriteria tujuan, tinjauan hidraulika, adanya sedimentasi, ketersediaan material pembuatnya, maupun

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menyimpan air yang berlebih pada

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Setiap perencanaan akan membutuhkan data-data pendukung baik data primer maupun data sekunder (Soedibyo, 1993).

BAB III METODOLOGI. Setiap perencanaan akan membutuhkan data-data pendukung baik data primer maupun data sekunder (Soedibyo, 1993). BAB III METODOLOGI 3.1 Tinjauan Umum Dalam suatu perencanaan embung, terlebih dahulu harus dilakukan survey dan investigasi dari lokasi yang bersangkutan guna memperoleh data yang berhubungan dengan perencanaan

Lebih terperinci

1.5. Potensi Sumber Air Tawar

1.5. Potensi Sumber Air Tawar Potensi Sumber Air Tawar 1 1.5. Potensi Sumber Air Tawar Air tawar atau setidaknya air yang salinitasnya sesuai untuk irigasi tanaman amat diperlukan untuk budidaya pertanian di musim kemarau. Survei potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pengembangan sumber daya air merupakan salah satu faktor penting dalam menunjang berbagai sektor pembangunan seperti pertanian, industri, penyediaan sumber energi disamping

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Evaluasi Ketersediaan dan Kebutuhan Air Daerah Irigasi Namu Sira-sira.

BAB I PENDAHULUAN. Evaluasi Ketersediaan dan Kebutuhan Air Daerah Irigasi Namu Sira-sira. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketersediaan air (dependable flow) suatu Daerah Pengaliran Sungai (DPS) relatif konstan, sebaliknya kebutuhan air bagi kepentingan manusia semakin meningkat, sehingga

Lebih terperinci

PELATIHAN AHLI DESAIN TEROWONGAN SDA

PELATIHAN AHLI DESAIN TEROWONGAN SDA TDE 05 : PENGENALAN MANUAL O & P PELATIHAN AHLI DESAIN TEROWONGAN SDA DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSAT PEMBINAAN KOMPETENSI DAN PELATIHAN KONSTRUKSI KATA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Azwar Wahirudin, 2013

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Azwar Wahirudin, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kebutuhan air untuk pertanian di Indonesia merupakan hal yang sangat penting, untuk tercapainya hasil panen yang di inginkan, yang merupakan salah satu program pemerintah

Lebih terperinci

BAB IV KAJIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV KAJIAN DAN PEMBAHASAN 36 BAB IV KAJIAN DAN PEMBAHASAN A. DAERAH LAYANAN Daerah Irigasi Cipuspa memiliki area seluas 130 Ha, dengan sumber air irigasi berasal dari Sungai Cibeber yang melalui pintu Intake bendung Cipuspa. Jaringan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air mempunyai arti yang penting dalam kehidupan, salah satunya adalah sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Air mempunyai arti yang penting dalam kehidupan, salah satunya adalah sebagai BAB I Bab I-Pendahuluan PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air mempunyai arti yang penting dalam kehidupan, salah satunya adalah sebagai sumber air baku yaitu air yang dapat berasal dari sumber air

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 SISTEM IRIGASI Irigasi secara umum didefinisikan sebagai kegiatan yang bertalian dengan usaha untuk mendapatkan air guna menunjang kegiatan pertanian seperti sawah, ladang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1991 TENTANG SUNGAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1991 TENTANG SUNGAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1991 TENTANG SUNGAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sungai sebagai sumber air sangat penting fungsinya dalam pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendukung keberhasilan pembangunan pertanian yang

Lebih terperinci

SLK (STANDAR LATIH KOMPETENSI)

SLK (STANDAR LATIH KOMPETENSI) SLK (STANDAR LATIH KOMPETENSI) Judul Pelatihan : AHLI DESAIN HIDRO MEKANIK (HYDRO MECHANICAL DESIGN ENGINEER) Kode Jabatan Kerja : INA. 5220.112.09 Kode Pelatihan :... DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1. UMUM

BAB III METODOLOGI 3.1. UMUM BAB III METODOLOGI 3.1. UMUM Dalam rangka perencanaan suatu konstruksi bendung, langkah awal yang perlu dilakukan adalah meliputi berbagai kegiatan antara lain survey lapangan. Pengumpulan data-data serta

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang Tujuan Lokasi proyek Analisis Curali Hujan Rata-rata Rerata Aljabar 12

1.1 Latar Belakang Tujuan Lokasi proyek Analisis Curali Hujan Rata-rata Rerata Aljabar 12 DAI TAR ISI HALAMAN JUDUL i HALAMAN PENGESAHAN ii KATA PENGANTAR iii DAFTAR ISI v DAFTAR GAMBAR x DAFTAR TABEL xii DAFTAR LAMPIRAN xiv BAB I PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang 2 1.2 Tujuan 2 1.3 Manfaat

Lebih terperinci

PERTEMUAN KE 6 A. Kompetensi Mahasiswa memahami proses pembuatan peta petak untuk keperluan irigasi

PERTEMUAN KE 6 A. Kompetensi Mahasiswa memahami proses pembuatan peta petak untuk keperluan irigasi PERTEMUAN KE 6 A. Kompetensi Mahasiswa memahami proses pembuatan peta petak untuk keperluan irigasi Bangunan Bangunan Utama (headworks) merupakan kompleks bangunan yang direncanakan di dan sepanjang sungai

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR KAJIAN PERENCANAAN EMBUNG UNTUK KEPERLUAN IRIGASI DI DAERAH BATU BETUMPANG KABUPATEN BANGKA SELATAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

TUGAS AKHIR KAJIAN PERENCANAAN EMBUNG UNTUK KEPERLUAN IRIGASI DI DAERAH BATU BETUMPANG KABUPATEN BANGKA SELATAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TUGAS AKHIR KAJIAN PERENCANAAN EMBUNG UNTUK KEPERLUAN IRIGASI DI DAERAH BATU BETUMPANG KABUPATEN BANGKA SELATAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknik

Lebih terperinci

STANDAR LATIHAN KERJA

STANDAR LATIHAN KERJA 1 STANDAR KERJA (S L K) Keahlian Nama Jabatan : Pengawasan Jalan / Jembatan : Kepala Supervisi Pekerjaan Jalan/Jembatan (Chief Supervision Engineer of Roads/Bridges) Kode SKKNI : DEPARTEMEN PEMUKIMAN DAN

Lebih terperinci