BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengujian CBR (California Bearing Ratio) 1. Uji Penetrasi CBR Jumlah total benda uji dalam penelitian ini berjumlah 20 benda uji dalam kondisi tanpa rendaman dan dengan rendaman. Hasil dari uji penetrasi CBR pada tanah asli tanpa campuran semen tanpa rendaman didapat nilai CBR 5,43% dan benda uji dengan rendaman didapat nilai CBR 5,18%. Tabel 4. 1 Hasil pengujian CBR dan konversi modulus. No Hari Kadar CBR Rencana Semen (%) Tanpa rendaman (%) modulus (E) Dengan rendaman (%) swell modulus (E) 1 0 0 5.43 54.3 5.18 0.46 51.8 2 1 3 15.17 151.7 16.77 0.03 167.7 3 5 17.50 175.0 19.44 0.03 194.4 4 8 17.53 175.3 23.17 0.03 231.7 5 3 3 15.93 159.3 10.50 0.01 105.0 6 5 19.53 195.3 15.60 0.01 156.0 7 8 21.96 219.6 27.17 0.02 271.7 8 28 3 13.83 138.3 15.71 0.01 157.1 9 5 24.50 245.0 20.83 0.01 208.3 10 8 25.83 258.3 30.83 0.01 308.3 30
Nilai CBR Nilai CBR Nilai CBR 31 25% 30% 20% 15% 20% 10% 5% 10% 0% 0 5 10 Kadar Semen (%) Tanpa rendaman Dengan rendaman 0% 0% 2% 4% 6% 8% 10% Kadar Semen (%) Tanpa rendaman Dengan rendaman (a) (b) 40% 30% 20% 10% 0% 0% 2% 4% 6% 8% 10% Kadar Semen (%) Tanpa rendaman Dengan rendaman (c) Gambar 4. 1 Nilai CBR (a) umur 1 hari, (b) umur 3 hari (c) umur 28 hari.
32 Nilai CBR yang didapat dari benda uji yang diperamkan selama 1 hari terus meningkat secara signifikan, dibandingkan dengan tanah yang tidak dicampur semen atau tanah asli yang tidak di peramkan lihat Gambar 4. 1a. Nilai CBR yang didapat yang pada kondisi 1 hari pemeraman dengan rendaman lebih besar dibandingkan dengan nilai CBR tanpa rendaman, sedangkan nilai CBR di umur 3 hari pemeraman nilai CBR terus meningkat dimana benda uji dengan kadar semen 3% tanpa rendaman lebih besar dibandingkan dengan nilai CBR 3% dengan rendaman, lihat Gambar 4. 1b, tetapi dikadar semen 8% justru sebaliknya, nilai CBR tanpa rendama lebih kecil dibandingkan dengan nilai CBR dengan rendaman. Keadaan tersebut juga terjadi pada nilai CBR dengan waktu pemeraman 28 hari lihat Gambar 4.3c, nilai CBR terus meningkat secara signifikan hingga mencapai nilai 30.83% dalam keadaan CBR terendaman, lihat Tabel 4. 1. Di kurva CBR 3 dan 28 hari terjadi kesamaan yaitu di keadaan CBR terendam lebih kecil nilainya dibandingkan nilai CBR tanpa rendaman dikadar semen 5% tetapi, di kadar semen 8% terjadi sebaliknya yaitu nilai CBR dengan rendaman lebih besar dibandingkan dengan nilai CBR tanpa rendaman. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya adalah akibat proses sementasi pada benda uji saat direndam dengan air di dalam bak rendaman. Proses reaksi kimia dengan air ini disebut dengan hidrasi (Muntohar, 2014), Sedangkan faktor teknis lainnya yang mempengaruhi nilai CBR adalah kurang meratanya campuran semen dangan tanah sehingga proses sementasi tidak maksimal dan kesalahan membaca arloji penetrasi ketika pengujian sedang berlangsung. Lama waktu pemeraman CBR berperan penuh terhadap reaksi sementasi pada benda uji. Muntohar (2014) menjelaskan bahwa dalam waktu jangka panjang, reaksi pozzolanik membantu perbaikan sifat-sifat tanah. Reaksi pozzolanik berjalan dengan lambat, selama beberapa bulan bahkan tahun menghasilkan peningkatan kekuatan tanah dan mengurangi plastisitas serta memperbaiki gradasi.
33 2. Pengembangan (swelling) Setelah direndam selama 96 jam (4 hari) dengan waktu pemeraman 1 hari didapat nilai pengembangannya untuk masing-masing kadar semen sebesar 0,03%, pada umur 3 hari pemeraman pengembangan yang didapat sebesar 0,01% untuk kadar semen 3% dan 5% dan untuk kadar semen 8% didapat nilai pengembangan 0,02%, untuk umur 28 hari didapat nilai pengembangan untuk setiap kadar semen sebesar 0,01%, bisa di lihat pada Gambar 4. 2. Nilai pengembangan tanah menjadi lebih kecil setelah di lakukan pemeraman dan nilai pengembangan (swell) semakin kecil seiring lamanya waktu pemeraman benda uji. Nilai pengembangan yang terkecil adalah 0.1% yaitu setelah melalui proses pemeraman selama 28 hari. Pemeraman berpengaruh dalam memperkecil nilai pengembangan dikarenakan selama proses pemeraman, reaksi pozzolanic menjadi lebih sempurna sehingga membentuk ikatan antar butiran tanah yang semekin kuat. Dalam keadaan tersebut, presentasi air yang dapat masuk ke rongga pori tanah semakin kecil sehingga pengembangan yang terjadi semakin kecil.
Swelling, DH/H (%) Swelling, DH/H (%) Swelling, DH/H (%) 34 Swelling 1 hari pemeraman swelling 3 hari pemeraman 0.045 0.030 0.040 0.035 0.025 0.030 0.020 0.025 0.020 0.015 0.015 0.010 0.010 0.005 0.005 0.000 0 50 100 Elapsed Time (hours) 0.000 0 50 100 Elapsed Time (hours) 3% 5% 8% 3% 5% 8% (a) (b) 0.012 0.010 Swelling 28 hari pemeraman 0.008 0.006 0.004 0.002 0.000 0 20 40 60 80 100 Elapsed Time (hours) 3% 5% 8% (c) Gambar 4. 2 Kurva pengembangan (swell) (a) umur 1 hari, (b) umur 3 hari dan (c) umur 28 hari.
35 B. Tebal perkerasan jalan Pada penelitian ini, material stabilisasi tanah colluvium dengan semen diaplikasikan pada ruas jalan Siluk-Kretek, Bantul sebagai lapis pondasi bawah (subbase course) dari struktur perkerasan jalan seperti yang diperlihatkan pada Gambar 4.3. Adapun data perencanaan jalan yang meliputi data geometrik, data lingkungan, dan data lalu lintas dari ruas jalan Siluk-Kretek, Bantul yang digunakan dalam perhitungan desain perkerasan jalan adalah sebagai berikut: Tabel 4. 2 Data geometrik jalan Ruas Jalan Siluk-Kretek, Bantul, Nama Jalan D.I. Yogyakarta Status Jalan Jalan Provinsi Fungsi Jalan Kolektor Kelas Jalan II Tipe Jalan 2 Lajur 2 Arah Sumber: Muyasyaroh (2014). Tabel 4. 3 Data lingkungaan CBR Tanah Dasar 5,23% Umur Rencana, P 10 Tahun Pertumbuhan Lalu Lintas, R 3,5% per Tahun Distribusi Arah, DF 50% Reliability 90% Sumber: Muyasyaroh (2014). Tabel 4. 4 Data lalu lintas Jenis Kendaraan LHR Mobil Penumpang 2809 Bus Kecil 105 Bus Besar 20 Truk Sedang 2 As 89 Truk Besar 2 As 116 Total 3139 Sumber: Muyasyaroh (2014).
36 a. Perhitungan Lalu Lintas Desain 1) Menghitung faktor pertumbuhan kumulatif, CGF Faktor pertumbuhan kumulatif dihitung berdasarkan angka pertumbuhan lalu lintas (R) yaitu sebesar 3,5% dan umur rencana (P) 10 tahun, dengan menggunakan persamaan 2. 3. CGF = (1+0,01R)P 1 0,01R untuk R > 0 CGF = P untuk R = 0 Karena nilai R = 3,5%, maka nilai CGF = (1+0,01 3,5)P 1 0,01 3,5 2) Menghitung persentase kendaraan berat, %HV = 11,73 Berdasakan Tabel 2. 1, yang dikategorikan sebagai kendaraan berat ialah kendaraan kelas 3 hingga kelas 12. Sehingga dalam menghitung persentase kendaraan berat dibutuhkan jumlah total kendaraan (AADT) dan jumlah kendaraan berat (HV) yang terdapat pada data lalu lintas (lihat tabel 4.4). HV %HV = 100% AADT 330 %HV = 100% 3139 = 10,51% 3) Menentukan angka kelompok gandar per kendaraan berat, NHVAG Penentuan angka kelompok gandar per kendaraan berat didasarkan pada jenis jalan (urban roads atau rural roads) dengan cara asumsi sesuai Tabel 2. 3. Karena ruas jalan Siluk-Kretek termasuk rural roads, maka nilai NHVAG = 2,8. 4) Menentukan faktor distribusi arah, LDF Faktor distribusi arah ditentukan dengan cara asumsi sesuai Tabel 2. 2. berdasarkan jumlah lajur yang terdapat pada ruas jalan Siluk-Kretek yaitu 2 lajur. Sehingga didapatkan nilai LDF = 1,00. 5) Menghitung kelompok gandar kendaraan berat kumulatif, NDT
37 NDT = % HV 365 ( AADT DF) LDF CGF 100 10,51 = 365 (3139 0,5) 111,73 2, 8 100 = 1.978.265 HVAG = 1,978 10 6 HVAG 6) Menentukan ESA/HVAG dan SAR/ESA NHVAG Nilai ESA/HVAG dibutuhkan untuk menentukan angka desain ekivalen beban gandar standar (DESA). Sedangkan nilai SAR/ESA dibutuhkan untuk menentukan angka desain beban repetisi gandar standar (DSAR) untuk masing-masing jenis kerusakan (distress mode). Nilai ESA/HVAG dan SAR/ESA didapatkan berdasarkan asumsi sesuai pada Tabel 2. 4. Karena ruas jalan Siluk-Kretek, Bantul termasuk jalan rural, maka nilai ESA/HVAG dan SAR/ESA untuk setiap jenis kerusakan adalah sebagai berikut: Tabel 4. 5 Karakteristik TLD untuk jalan rural Indeks Tipe Perkerasan Tipe Kerusakan Kerusakan Nilai Rural TLD Perkerasan granuler dengan lapis permukaan aspal tipis Semua jenis kerusakan ESA/HVAG 0,9 ESA/HV 2,5 Perkerasan dengan satu atau lebih lapisan terikat Kelelahan Aspal SARa/ESA 1,1 Rutting SARs/ESA 1,6 Kelelahan material bersemen SARc/ESA 12 Sumber: Austroads (2004), Tabel 7.8
38 7) Menghitung angka desain ekivalen beban gandar standar, DESA DESA = ESA/HVAG NDT = 0,9 1,978 10 6 ESA = 1,78 10 6 ESA 8) Menghitung desain repetisi sumbu standar, DSAR DSARasc = SARasc/ESA DESA a) Kelelahan Aspal DSARa = 1,1 1,78 10 6 = 1,958 10 6 SAR b) Rutting dan Shape Loss DSARs = 1,6 1,78 10 6 = 2,848 10 6 SAR c) Kelelahan Material Bersemen DSARc = 12 1,78 10 6 = 2,136 10 7 SAR Hasil perhitungan tebal perkerasan jalan pada penelitian kali ini bisa dilihat pada Gambar 4. 3 Gambar 4. 3 Hasil desain tebal lapis perkerasan jalan
39 Struktur lapis perkerasan jalan tersusun atas material beton aspal 3000 MPa (asphalt concrete) sebagai lapis permukaan (wearing course) dengan ketebalan 175 mm, dibawah lapis permukaan dipilih material granuler 1000 MPa sebagai lapis pondasi atas (base course) dengan ketebalan 100 mm, dan pada lapis pondasi bawah (subbase course) adalah material tanah colluvium yang distabilisasi menggunakan semen dengan ketebalan 275 mm. b. Perhitungan Tebal Perkerasan 1) Asumsi komposisi perkerasan Tipe Material E Ketebalan Asphalt Concreate 3000 MPa 175 Granular Material 1000 MPa 100 Soil Cement 105 MPa 250 Subgrade, CBR = 5.18% 51.8 MPa 2) Parameter Elastis Material a) Tanah Dasar (Subgrade) CBR = 5.18% Modulus vertikal (EV) = 10 CBR = 10 5.18 = 51.8 MPa Modulus horizontal (EH) = 0,5 EV = 0,5 51.8 = 25,9 MPa Angka poisson (VV=VH) = 0,45 Modulus geser (f) = EV 1V V
40 = 51.8 1 0,45 = 35.7 Mpa b) Soil Cement Modulus lentur (E) = 105 MPa Angka poisson (VV) = 0,2 c) Material Berbutir (Granular Material) Modulus vertikal (EV) Modulus horizontal (EH) = 1000 MPa = 0,5 EV = 0,5 1000 = 500 MPa Angka poisson (VV=VH) = 0,35 Modulus geser (f) = EV 1V V 500 = 1 0,35 = 370,37 MPa d) Beton Aspal (Asphalt Concrete) Modulus vertikal (EV) = 3000 MPa Angka poisson (VV) = 0,4 3) Menentukan Regangan Vertikal (Vertical Strain) Parameter-parameter yang sebelumnya telah dihitung dan diasumsikan, dimasukkan ke dalam program CIRCLY untuk mendapatkan regangan kritis pada area dasar lapis aspal, dasar lapis material bersemen, dan diatas tanah dasar. Program CIRCLY yang digunakan pada analisis ini adalah versi 6.0 trial. Regangan kritis dari hasil running program CIRCLY dapat dilihat pada Gambar 4. 5.
41 Gambar 4. 4 Output program CIRCLY 4) Menghitung repetisi beban yang diizinkan (Allowable Loading) Nilai repetisi beban yang diizinkan dihitung untuk masing-masing tipe kerusakan. a) Deformasi permanen tanah dasar yang diizinkan NS = = 9300 9300 341 = 2,72 10 9 SAR 7 7 b) Kelelahan material bersemen yang diizinkan NC = 113000 E RF 191 0,804 12
42 = 113000 191 0,804 105 2 155 = 3.25 10 15 SAR c) Kelelahan aspal yang diizinkan NA = 6918 RF 12 0,856 V 1.08 5 B S 0,36 MIX 6918 0,856 14,08 1.08 = 1,5 0,36 2000 187 = 4,64 10 7 SAR 5 Tabel 4. 6 Hasil analisis repetisi beban izin dan repetisi beban rencana lalu lintas Tipe Kerusakan (Distress Mode) Beban yang diizinkan (SAR) Lalu Lintas Desain/Rencana (SAR) Deformasi Permanen Tanah Dasar (Permanent Deformation of Subgrade) 2,72 10 9 2,848 10 6 Kelelahan Material Bersemen (Cemented Material Fatigue) Kelelahan Aspal (Asphalt Fatigue) 3.25 10 15 2,136 10 7 4,64 10 7 1,958 10 6 Dari hasil analisis repetisi beban lalu lintas rencana dan repetisi beban yang diizinkan untuk masing-masing jenis kerusakan seperti yang ditunjukkan pada Tabel, diperoleh nilai repetisi beban yang dizinkan lebih besar daripada nilai beban lalu lintas rencana (N>DSAR). Sehingga dapat disimpulkan bahwa asumsi komposisi atau susunan lapis perkerasan dapat diterima.