BAB 1 PENDAHULUAN. Jalan merupakan bagian dari infrastruktur transportasi darat yang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 1 PENDAHULUAN. Jalan merupakan bagian dari infrastruktur transportasi darat yang"

Transkripsi

1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jalan merupakan bagian dari infrastruktur transportasi darat yang mempunyai peranan penting dalam kehidupan sehari-hari untuk menghubungkan suatu daerah dengan daerah lain, sehingga pada hakikatnya menyangkut hajat hidup orang banyak. Seiring meningkatnya kebutuhan kelayakan jalan, maka beban yang diterima oleh struktur perkerasaan jalan semakin bervariasi baik itu beban dari kendaraan berat maupun beban dari kendaraan ringan dengan klasifikasi tertentu. Metoda yang tepat untuk merencanakan tebal perkerasan sangat diperlukan agar dapat menghasilkan perkerasan jalan yang dapat mendukung beban dan lalu lintas kendaraan serta memberikan pelayanan sampai akhir umur rencana. Saat ini banyak metode yang digunakan untuk merencanakan tebal perkerasan jalan antara lain AASTHO, Metode The Asphalt Istitute, Austroads, dan Analisa Komponen. Saat ini, perkerasan lentur di Indonesia banyak mengadopsi dari metode AASHTO 93. Oleh karena hal tersebut, penelitian ini akan membandingkan metode dalam perhitungan tebal lapis perkerasan lentur. Adapun metode yang akan dibahas adalah AASTHO 1993 dan Austroads Pengkajian kedua metode ini dimaksudkan untuk mengetahui perbedaan tebal lapis perkerasan lentur dan parameter-parameter yang digunakan dengan mengambil data asumsi sebagai data perencanaan tebal perkerasan. 1

2 2 1.2 Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan tebal lapis perkerasan lentur dan parameter-parameter yang digunakan dalam perencanaan dengan menggunakan metode AASTHO 1993 dan Austroads Ruang Lingkup Pembahasan Tugas akhir ini membahas perbedaan yang terjadi dalam merencanakan tebal perkerasan lentur jalan dengan menggunakan dua metode yaitu American Association of State Highway and Transportation Officials (AASTHO 1993) dengan A Guide to the Structural of Road Pavement Austroads Pada penelitian ini data yang digunakan adalah data asumsi berupa data lalu lintas, data tanah dan data geometrik jalan sedangkan data regangan vertikal tanah dasar dan vertikal tanah aspal menggunakan hasil dari tugas akhir Adi Sutrisno. 1.4 Sistematika Penulisan Tugas Akhir ini dibagi dengan sistematika sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN; menjelaskan latar belakang, tujuan, ruang lingkup pembahasan, dan sistematika penulisan tugas akhir. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA; berisi suatu tinjauan pustaka yang menjelaskan konstruksi perkerasan lentur, jenis lapisan, tahap perencanaan tebal perkerasan lentur dengan metode AASTHO 1993 dan Austroads 1992.

3 3 BAB III : METODE PENELITIAN; berisikan metode yang digunakan dalam perencanaan tebal perkerasan lentur. BAB IV : DATA PERENCANAAN DAN ANALISIS; berisikan mengenai data seluruh perencanaan yang diperlukan. Dilanjutkan dengan melalukan analisis perhitungan tebal perkerasan lentur dengan menggunakan kedua metode tersebut serta pembahasan, BAB V : KESIMPULAN dan SARAN; berisi kesimpulan dari penelitian yang telah dilaksanakan dan saran-saran yang disajikan berdasarkan hasil penelitian.

4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Jalan merupakan bagian dari infrastruktur yang mempunyai peranan penting dalam kehidupan sehari-hari untuk mengantarkan kesuatu tempat serta hakikatnya menyangkut hajad hidup orang banyak. Seiring meningkatnya kebutuhan kelayakan jalan, maka beban yang diterima oleh struktur perkerasaan jalan semakin bervariasi baik itu beban dari kendaraan berat maupun beban dari kendaraan ringan dengan klasifikasi tertentu. 2.1 Jenis Konstruksi Perkerasan Perkerasan jalan sebagai prasarana transportasi perlu kokoh selama masa pelayanan sesuai yang ditetapkan oleh pengelolah jalan, memberi rasa nyaman dan aman kepada pengguna jalan. Berdasarkan bahan pengikat yang digunakan sebagai lapisan atas, konstruksi jalan dapat dibedakan menjadi 3 macam yaitu: a. Konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement), yaitu perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikatnya. Lapisan-lapisan perkerasannya bersifat memikul dan menyebarkan beban ke tanah dasar. b. Kostruksi perkerasan kaku (rigid pavement), yaitu perkerasan yang menggunakan semen sebagai bahan pengikatnya. Perkerasan ini baik digunakan pada volume kendaraan yang tinggi dan didominasi kendaraan berat. c. Kostruksi perkerasan komposit, yaitu perkerasan kaku yang dikombinasikan dengan perkerasan lentur, dapat berupa perkerasan lentur diatas perkerasan kaku. 4

5 5 2.2 Susunan Lapisan Perkerasan Lentur Kostruksi perkerasan lentur terdiri dari lapisan-lapisan yang diletakkan di atas tanah dasar yang telah dipadatkan yang berfungsi untuk menerima beban lalu lintas dan menyebarkannya ke lapisan di bawahnya seperti pada Gambar 2.1. Gambar 2.1 Penerimaan Beban Roda pada Lapis Perkerasan Lentur Kostruksi perkerasan lentur terdiri dari: a. Lapisan Permukaan (Surface Course) b. Lapisan Pondasi (Bese Course) c. Lapisan Pondasi Bawah (Subbase Course) d. Lapisan Tanah Dasar (Subgrade) Beban kendaraan yang dilimpahkan ke perkerasan jalan melalui kontak roda dengan muka jalan terdiri atas berat kendaraan sebagai gaya vertikal, gaya rem kendaraan sebagai gaya horizontal, dan gerakan kendaraan sebagai getaran. Lapisan pada kontruksi perkerasan lentur semakin ke bawah semakin kecil gaya yang diterima oleh lapisan dibawahnya karena ada sifat penyebaran gaya. Lapisan

6 6 permukaan harus mampu menerima seluruh gaya yang bekerja, lapis pondasi menerima gaya vertikal dan getaran, sedangkan tanah dasar menerima gaya vertikal saja. Oleh karena itu, ada perbedaan syarat-syarat harus dipenuhi masingmasing jenis lapisan Lapis Permukaan (Surface Course) Lapisan permukaan adalah lapisan yang bersentuhan langsung dengan beban roda kendaraan. Lapisan permukaan ini berfungsi sebagai: a. Lapisan yang langsung menahan beban roda kendaraan. b. Lapisan yang langsung menahan gesekan akibat rem kendaraan. c. Lapisan yang mencegah air hujan yang jatuh di atasnya tidak meresap ke lapisan bawahnya dan melemahkan lapisan dibawahnya. d. Lapisan yang menyebarkan beban ke lapisan bawah, sehingga dapat dipikul oleh lapisan di bawahnya. Apabila diperlukan, dapat juga dipasang suatu lapis penutup / lapis aus (wearing course) di atas lapis permukaan tersebut. Fungsi lapis aus adalah sebagai lapis pelindung bagi lapis permukaan untuk mencegah masuknya air dan memberikan kekesatan (skid resistance) pada permukaan jalan. Lapis aus tidak diperhitungkan ikut memikul beban lalu lintas Lapis Pondasi (Base Course) Lapisan pondasi atas adalah lapisan perkerasan yang terletak di antara lapis pondasi bawah dan lapis permukaan. Lapis pondasi atas ini berfungsi sebagai: a. Bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda dan menyebarkan beban ke lapisan di bawahnya. b. Bantalan terhadap lapisan permukaan.

7 Lapis Pondasi Bawah (Subbase Course) Lapis pondasi bawah adalah lapisan perkerasan yang terletak di atas lapisan tanah dasar dan di bawah lapis pondasi atas. Lapis pondasi bawah ini berfungsi sebagai; a. Lapis peresapan, agar air tanah tidak berkumpul di pondasi b. Lapisan untuk mencegah partikel-partikel halus dari tanah dasar naik ke lapis pondasi atas c. Lapis pelindung lapisan tanah dasar dari beban roda-roda alat berat (akibat lemahnya daya dukung tanah dasar) pada awal-awal pelaksanaan pekerjaan d. Lapis pelindung lapisan tanah dasar dari pengaruh cuaca terutama hujan Lapisan Tanah Dasar (Subgrade) Lapis tanah setebal yang terletak pada bagian dasar dari suatu lapisan perkerasan dibawah lapis pondasi bawah dinamakan lapisan tanah dasar atau lapisan subgrade. Mutu persiapan lapisan tanah dasar sebagai perletakan struktur perkerasan jalan, sangan menentukan ketahanan struktur menahan beban selama masa pelayanan. Berdasarkan elevasi muka tanah dimana kostruksi perkerasan jalan akan diletakkan, lapisan tanah dasar dikelompokkan menjadi: a. Permukaan tanah asli adalah lapisan tanah dasar yang merupakan muka tanah asli di lokasi jalan tersebut b. Permukaan tanah timbunan adalah lapisan tanah dasar yang lokasinya di atas muka tanah asli c. Permukaan tanah galian adalah lapis tanah dasar yang lokasinya di bawah muka tanah asli.

8 8 2.3 Parameter Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Perkerasan jalan dibangun untuk memberi keamanan dan kenyamanan dalam berkendara. Dengan demikian harus memperhatikan dan mempertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhi dalam penentuan tebal lapisan perkerasan seperti beban lalu lintas, daya dukung tanah dasar, fungsi jalan, faktor pertumbuhan serta kondisi lingkungan dimana lokasi jalan tersebut berada Faktor Lalu Lintas Beban lalu lintas adalah beban kendaraan yang dilimpahkan ke perkerasan jalan melalui kontak antara ban dan muka jalan, beban tersebut merupakan beban dinamis yang terjadi secara berulang. Tebal dari lapis perkerasan lentur ditentukan dari beban yang akan terjadi pada permukaan perkerasan lentur tersebut. Besarnya beban yang akan bekerja ditentukan dari beban lalu lintas yang berupa repetasi beban kendaraan yang akan menggunakan selama masa pelayanan tersebut. Volume lalu lintas didefinisikan sebagai jumlah kendaraan yang melewati suatu titik pengamatan selama satu satuan waktu. Untuk perencanaan tebal lapis perkerasan, volume lalu lintas dinyatakan dalam kendaraan/hari/2 arah untuk jalan 2 arah tidak terpisah dan kendaraan /hari/1 arah untuk 1 arah atau 2 arah terpisah. Untuk menentukan volume kendaraan yang akan menggunakan jalan digunakan survei lalu lintas Daya Dukung Tanah Di atas lapisan tanah dasar bertumpu struktur perkerasa struktur perkerasan lainya. Oleh karena itu, daya dukung tanah mempengaruhi mutu jalan secara keseluruhan. Daya dukung tanah dasar dipengaruhi oleh jenis tanah, tingkat kepadatan, kadar air, dan kondisi drainase dari jalan tersebut. Tanah dasar yang

9 9 dipadatkan sampai tingkat kepadatan tertentu mempunyai daya dukung yang baik serta mampu mempertahankan perubahan volume selama masa pelayanan terhadap perubahan kondisi lingkungan. Saat ini terdapat beberapa parameter daya dukung tanah dasar seperti Califonia Bearing Ratio (CBR), CBR segmen dan Modulus Resilien (MR). CBR merupakan parameter penunjuk daya dukung tanah dasar yang paling umum digunakan di Indonesia saat ini. CBR adalah perbandingan antara beban yang dibutuhkan untuk penetrasi contoh tanah sebesar 0,1 inch dan 0,2 inch dengan beban yang ditahan batu pecah standar. Nilai CBR dinyatakan dengan persen. Sedangakan CBR segmen adalah bagian dari ruas jalan yang dengan CBR titik pengamatan yang relatif sama. Modulus resilient adalah pernbandingan antara nilai deviator stress yang menggambarkan repetisi beban roda dan recoverable strain. Nilai MR dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti kadar air, derajat kejenuhan, kepadatan, tempratur, jumlah butir halus, dan gradasi Faktor Pertumbuhan Perkerasan jalan dirancang untuk menahan beban kumulatif lalu lintas selama waktu tertentu. Umur perkerasan dirancang dalam satuan waktu yang dinamakan umur rencana. Faktor pertumbuhan untuk setiap jenis kendaraan nilainya konstan setiap tahunnya Kondisi Lingkungan Kondisi lingkungan sangat mempengaruhi daya tahan dan mutu pelayanan struktur perkerasan jalan yang terletak di lokasi tersebut. Pelapukan material tidak hanya disebabkan oleh beban lalu lintas, tetapi juga oleh cuaca dan air yang ada di

10 10 dalam sekitar struktur perkerasan jalan. Perubahan temperatur yang terjadi menyebabkan mutu struktur perkerasan jalan berkurang sehingga perkerasan menjadi aus dan rusak. Di indonesia perubahan tempratur dapat terjadi karena perubahan musim dari musim penghujan ke musim kemarau atau karena pergantian siang dan malam, tetapi perubahan yang terjadi tidak sebesar di daerah yang memiliki 4 musim. 2.4 Perencanaan Tebal Perkerasan Metode AASHTO 1993 Salah satu metode perencanaan untuk tebal perkerasan jalan yang sering digunakan adalah metode AASHTO Metode ini sudah dipakai secara umum diberbagai negara untuk perencanaan tebal perkerasan dan di adopsi sebagai standar perencanaan. Metode AASHTO 1993 ini pada dasarnya adalah metode perencanaan yang didasarkan pada metode empiris. Terdapat beberapa parameter diantaranya adalah daya dukung tanah dasar, beban lalu lintas, indeks permukaan, reabilitas, koefisien drainase dan Structural Number Modulus Resilient (M R ) Sejak 1986, AASHTO menggunakan modulus resilient sebagai parameter penunjuk daya dukung lapisan tanah dasar / subgrade, dan petunjuk daya dukung dari lapis tanah dasar, pondasi bawah, pondasi ataupun lapis permukaan menggantikan CBR yang selama ini digunakan. Nilai MR untuk lapisan tanah dasar diperoleh dari hasil korelasi dari nilai CBR dengan menggunakan Rumus 2.1 dan Rumus 2.2. Rumus 2.1 berlaku untuk tanah berbutir halus dan Rumus 2.2 dipergunakan untuk rentang nilai CBR yang lebih luas.

11 11 MR = 1500(CBR)...(2.1) MR = 2555(CBR) 0,64...(2.2) Indeks Permukaan Berdasarkan Jenis Permukaan Jalan Tebal perkerasan dipengaruhi oleh nilai kinerja struktur perkerasan yang diharapkan pada saat jalan dibuka untuk melayani arus lalu lintas selama umur rencana dan diakhir umur rencana. Kenerja struktur perkerasan dinyatakan dengan Indeks Permukaan (IP) yang memiliki pengertian sama dengan serviceability index. IP di awal umur rencana atau awal masa pelayanan jalan ( IPi) ditentukan dari jenis perkerasan yang digunakan untuk lapis permukaan. IP di akhir umur rencana (IPt) ditentukan berdasarkan kinerja struktur perkerasan yang diharapkan pada akhir umur rencana. Tingkat pelayanan awal berdasarkan AASHTO 1993 diharuskan sama atau lebih dari 4,0. Nilai tingkat pelayanan awal (IP i ) yang direkomendasikan oleh AASHTO 93 adalah 4,2. Sedangkan untuk IP t dipengaruhi oleh volume lalu lintas pada saat akhir Tabel 2.1 menunjukan Indeks permukaan pada akhir umur rencana. Tabel 2.1 Indeks Permukaan pada Akhir Umur Rencana (IPt) Volume Lalu Lintas ADT Terminal Serviceability (IP t) Lalu lintas tinggi > ,0 3,5 Lalu lintas sedang ,5 3,0 Lalu lintas rendah < ,0 2,5 Sumber : AASHTO Beban Lalu Lintas a. Angka Ekivalen Beban Sumbu Angka ekivalen (E) menunjukan jumlah lintasan sumbu standar sumbu tunggal roda ganda dengan beban pon yang mengakibatkan kerusakan

12 12 yang sama pada struktur perkerasan jalan jika dilintasi oleh jenis dan beban sumbu tertentu atau jenis dan beban kendaraan tertentu. Angka ekivalen untuk roda tunggal, tandem, dan tridem ditentukan pada lampiran I-1, I-2, dan I-3. b. Lalu Lintas pada Lajur Rencana Rumus 2.3 digunakan untuk memperoleh lalu lintas pada lajur rencana (W18) adalah: W18= DD x DL xw18...(2.3) dengan :DD = faktor distribusi arah DL = faktor distribusi lajur W18 = beban gandar standar kumulatif untuk dua arah Faktor distribusi arah (DD) digunakan untuk menunjukan distribusi kendaraan ke masing-masing arah. Pada umumnya nilai (DD) diambil 0,5, walaupun nilainya berada pada bentang 0,3-0,7. Pemilihan nilai lebih besar atau lebih kecil dari 0,5 ditentukan oleh analisis yang dilakukan terhadap arus lalu lintas yang akan menggunakan jalan tersebut. Faktor distribusi lajur (DL) digunakan untuk menunjukan distribusi kendaraan ke lajur rencana. Tabel 2.2 menunjukan faktor distribusi kendaraan ke lajur rencana Tabel 2.2 Faktor Distribusi Lajur Junlah Lajur setiap arah DL (%) Sumber : AASHTO 1993

13 13 Lalu lintas yang digunakan adalah jumlah lalu lintas selama umur rencana. Rumus 2.4 untuk menentukan lalu lintas selama umur rencana. Wt = W 18 x...(2.4) dengan : Wt = jumlah beban gandar standar kumulatif selama umur rencana W18 n g = beban gandar kumulatif selama 1 tahun = umur rencana, tahun = pertumbuhan lalu lintas Reabilitas Reliabilitas adalah tingkat kepastian atau probabilitas bahwa struktur perkerasan mampu melayani arus lalu lintas selama umur rencana sesuai dengan proses penurunan kinerja struktur perkerasan yang dinyatakan dengan servicebility yang direncanakan. Tabel 2.3 memperlihatkan nilai reliabilitas sesuai fungsi jalan. Tabel 2.3 Nilai Reliabilitas Sesuai Fungsi Jalan Fungsi Jalan Rekomendasi tingkat reliabilitas Urban Rural Bebas Hambatan 85 99, ,9 Arteri Kolektor Lokal Sumber: AASHTO 93 Dalam persamaan desain perkerasan lentur, tingkatan dari nilai reliabilitas dialokasikan dengan parameter penyimpangan normal standar (standard normal deviative, ZR). Tabel 2.4 menunjukan nilai Standard Normal Deviative (ZR) untuk tngkat reliabilitas tertentu.

14 14 Tabel 2.4 Nilai Standard Normal Deviative (ZR) untuk Tingkat Reliabilitas Tertentu Reliabilitas, R, % Standard Normal Reliabilitas, R, Standard Normal Deviative (ZR) % Deviative (ZR) , , , , , , , , , , , , , ,340 99,9-3, ,405 99,99-3,750 Sumber : AASHTO Koefisien Drainase Ketahana kinerja struktur perkerasan dalam melayani arus lalu lintas sangat dipengaruhi oleh kondisi drainase dari struktur perkerasan tersebut. Pengaruh kondisi drainase ini ditentukan berdasarkan 2 hal yaitu kualitas drainase sesuai kemampuan mengalihkan air dari struktur perkerasan. Untuk perencanaan tebal perkerasan jalan kualitas drainase ditentukan berdasarkan kemampuan menghilangkan air dari striktur perkerasan. Tabel 2.5 menunjukan kelompok kualitas drainase berdasarkan AASHTO Pengaruh kualitas drainase dalam proses perencanaan tebal lapis perkerasan dinyatakan dengan menggunakan koefisien drainase (m). Tabel 2.6 menunjukkan nilai koefisien drainase.

15 15 Tabel 2.5 Kelompok Kualitas Drainase Kualitas Drainase Baik sekali Baik Sedang Jelek Jelek sekali Sumber: AASHTO 1993 Air hilang dalam 2 jam 1 hari 1 minggu 1 bulan Air tidak mengalir Tabel 2.6 Koefisien Drainase persen waktu struktur perkerasan dipengaruhi oleh kadar Kualitas Drainase air yang mendekati jenuh < 1 % 1-5 % 5-25 % > 25 % Baik sekali 1,40-1,35 1,35-1,30 1,30-1,20 1,20 Baik 1,35-1,25 1,25-1,15 1,15 1 1,00 Sedang 1,25-1, ,05 1-0,8 0,80 Jelek 1,15-1,05 1,05-0,80 0,8-0,6 0,60 Jelek sekali 1,05-0,95 0,95-0,75 0,75-0,4 0,40 Sumber: AASHTO Koefisien Kekuatan Relatif Metode ini memperkenalkan kerelasi antara koefisien kekuatan relatif (a) dengan modulus resilien (MR). Berdasarkan fungsi dan jenis material lapisan perkerasan, perhitungan ini dikelompokan menjadi tiga katagori yaitu : a. Lapis Permukaan Benton Aspal (asphalt concrete surface course) Pada Lampiran II-1 memperlihatkan grafik yang dipergunakan untuk memperkirakan koefisien kekuatan relatif lapis permukaan beton aspal (a 1 ). b. Lapis Pondasi Granular (granular base layer) Koefisien ini (a2) didapat dengan menggunakan Lampiran II-2 atau Rumus 2.5.

16 16 a 2 = 0,249 (loge BS ) 0,977...(2.5) dengan: a 2 = koefisien relatif lapis pondasi berbutir E BS = modulus elastisitas lapis pondasi, psi. c. Lapis Pondasi Bawah (granular sub base layer) Koefisien ini (a3) didapat dengan menggunakan Lampiran II-3 atau Rumus 2.6. a 3 = 0,227 ( loge SB ) 0,839...(2.6) dengan: a 3 E SB = koefisien relatif lapis pondasi bawah berbutir = modulus elastisitas lapis pondasi bawah, psi Rumus Dasar Tebal Lapis Perkerasan Rumus dasar AASHTO 1993 mengalami perubahan sesuai hasil penelitian sejak 1972 yaitu seperti pada Rumus 2.7 dan (2.7) dengan : W 18 = ESAL yang diperkirakan Z R = simpangan baku normal, sesuai Tabel 2.6 S 0 = deviasi standar keseluruhan, bernilai 0,4-0,5 SN = Structural Number, angka struktural relatif perkerasan, inci PSI = perbedaan serviceability index di awal dan akhir umur rencana

17 17 M R = modulus resilient tanah dasar (psi) Struktural Number (SN) dengan : SN = a 1 x D 1 + a 2 x m 2 x D 2 + a 3 x m 3 x D 3... (2.8) a 1, a 2, a 3 = koefisien kekuatan relatif tiap lapisan m 2, m 3 = koefisien drainase D 1, D 2, D 3 = tebal masing-masing lapisan (inci) Gambar 2.2 Tebal perkerasan lentur Tebal minimum untuk masing-masing lapisan dihitung dengan menggunakan rumus: D 1 *...(2.9) SN 1 = a 1 x D 1 * SN 1...(2.10)...(2.11)...(2.12)...(2.13)...(2.14) * menunjukan tebal minimal yang digunakan untuk lapis permukaan (D 1 * ), lapis pondasi (D 2 * ), lapis pandasi bawah (D 3 * )

18 Batas-Batas Minimum Lapis Perkerasan Pada saat menentukan tebal lapis perkerasan, perlu dipertimbangkan keefektifannya dari segi biaya, pelaksanaan konstruksi, dan batasan pemeliharaan untuk menghindari kemungkinan dihasilkan perencanaan yang tidak praktis. Tabel minimum lapis permukaan dari beton aspal dan lapis pondasi batu pecah ditentukan juga berdasarkan Tabel 2.7. Tabel 2.7 Tebal Minimum Lapis Permukaan dan Lapis Pondasi ESAL Tebal Minimum Lapisan (Inch) Beton aspal Pondasi batu pecah < ,0 4, ,0 4, ,5 4, ,0 6, ,5 6,0 > ,0 6,0 Sumber AASHTO Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode Austroads 1992 Metode Austroads merupakan metode mekanistik yang dikembangkan berdasarkan teori matematis dari regangan pada setiap lapisan perkerasan akibat beban berulang dari lalu lintas. Metode mekanistik yang banyak digunakan biasanya berdasarkan teori elastik yang membutuhkan modulus elastis dan rasio poisson dari setiap bahan lapis perkerasan. Parameter yang digunakan pada perencanaan perkerasan menggunakan metode Austroads 1992 ini daya dukung tanah dasar, suhu, faktor lalu lintas, dan jenis material.

19 Faktor Equivalent Standard Axle (ESA) Dalam perencanaan perkerasan menggunakan metode Austroads faktor ESA yang didapat ada 2 faktor ESA yaitu tanah dasar (Fsij) dan aspal (Fcij). Rumus 2.16 menunjukan cara perhitungannya. Faij (atau Fcij atau Fsij) =...(2.16) dengan : L j = beban roda gandar pada sumbu j (kn) L i EXP = beban standar pada roda gandar tipe i dilihat pada Tabel 2.8 (kn) = pangkat yang terdapat dalam hubungan antara batasan regangan dan regangan repetisi yang menjelaskan kinerja aspal, bahan bersemen, atau tanah dasar saat digunakan. Nilai pangkat 5 (aspal), 18 (bahan bersemen), dan 7,14 (tanah dasar) didapat dari kriteria kinerja. Tabel 2.8. Beban Sumbu yang Mengakibatkan Kerusakan Sama Konfigurasi sumbu Tunggal Tunggal Tunggal Ganda Tandem Ganda Tripel Ganda Beban (kn) Sumber AASHTO Lalu Lintas Rencana (Design Traffic) Lalu lintas rencana adalah volume lalu lintas harian yang diperoleh dari nilai ratarata jumlah kendaraan selama satu tahun dan telah dikalikan dengan faktor ESA dan faktor pertumbuhan lalu lintas. Lalu lintas harian rata-rata pada awal jalan dibuka dapat dihitung menggunakan Rumus 2.18 dan lalu lintas rencana dapat dihitung menggunakan Rumus N Si = LHR jalan dibuka x faktor ESA...(2.18)

20 20 Nilai Rencana ESA S = N Si x 365 x GF...(2.19) dengan :ESA S = nilai ESA rencana pada (kendaraan rencana/umur rencana/jalur rencana) N Si = lalu lintas harian rata-rata tahun awal pada nilai ESA i ( ken/hari/2 arah GF = faktor pertumbuhan kumulatif Lalu Lintas Rencana Disesuaikan (Modifide Disign Traffic) Pengali usia perkerasan atau pavement life multipliers (PLM) digunakan untuk memperhitungkan pengaruh rentang suhu berdasarkan lokasi spesifik pada kinerja perkerasan aspal. Rumus 2.19 menunjukan cara untuk mendapatkan PLM. Harus diingat bahwa PLM tidak dapat digunakan pada perkerasan yang terdiri dari bahan bersemen. PLM dibagi menjadi dua bagian yaitu PLM N dan PLM D. PLM N adalah faktor pengali pada malam hari sedangkan PLM D faktor pengali pada malam hari. Faktor PLM N dan PML D ditetapkan dari data di wilayah New Zealand yang terdapat pada Tabel 2.9. Tabel 2.9 Nilai Faktor Ketebalan Aspal untuk Wilayah NEW ZEALAND Kota 50mm Tebal Aspal 75mm 100mm PLMD PLMN PLMD PLMN PLMD PLMN Whangarei 0,83 0,11 1,13 0,49 1,44 1 Auckland 0,73 0,14 1,05 0,53 1,38 1 Hamilton 0,58 0,07 0,99 0,45 1,36 1 Tauranga 0,63 0,11 0,98 0,5 1,32 1 Rotorua 0,39 0,07 0,83 0,46 1,23 1 Sumber : AUSTROADS 1992

21 21...(2.19) dengan: PLM = pavement life multipliers lalu lintas total P D = % ESA selama siang (pukul ) PLM D PLM N = faktor PLM untuk siang hari = faktor PLM untuk malam hari Nilai lalu lintas rencana yang sudah disesuaikan dapat dihitung menggunakan Rumus (2.20) dengan : N N A PLM = beban lalu lintas normal = beban lalu lintas disesuaikan = pavement life multiplier total Daya Dukung Lapisan Perkerasan Daya dukung lapis perkerasan pada metode Austroads 1992 menggunakan CBR dan parameter elastis. Parameter elastis pada perencanaan tebal perkerasan menggunakan Austroads 1992 adalah modulus vertikal (E v ), modulus horizontal (E H ), angka poisson, dan modulus geser. Angka poisson rasio adalah rasio kontraksi terhadap ekstensi atau rasio dari tegangan yang terjadi tegak lurus dengan beban terhadap tegangan aksial. Angka poisson rasio didapat dari Tabel Modulus vertikal dan modulus horizontal dapat ditentukan dari pengujian labolatorium sepesimen atau menggunakan Rumus empiris yang terdapat pada

22 22 Rumus 2.21 untuk modulus vertikal sedangkan untuk modulus horizontal menggunakan Rumus Modulus geser dapat dicari menggunakan Rumus Tabel 2.11 Nilai Dugaan untuk Karakterisasi Elastis Material Berbutir Bawah Lapisan Permukaan Aspal Tipis Sumber: Austroads 1992 E V = 10 x CBR...(2.21) E H = 0,5 x E V...(2.22) dengan: E V E H f v v = modulus vertikal (MPa) = modulus horizontal (MPa) = modulus geser (MPa) = rasio poisson vertikal CBR = nilai CBR rencana (%) Regangan Vertikal Parameter-parameter untuk mencari regangan vertikal seperti modulus vertikal, modulus horizontal, modulus geser, dan poisson rasio dan tebal perkerasan harus

23 23 ditentukan dengan trial and error. Setelah semua data didapat maka dimasukkan kedalam program CIRCLY 5.0 agar mendapatkan με dari aspal dan tanah dasar. Batasan standar regangan untuk tanah dasar ditunjukan oleh Rumus (2.25) dengan : N = jumlah repetisi yang diijinkan sebelum tingkat yang tidak dapat diterima dari kerusakan alur terbentuk ε = vertical compressive strain (microstrain) didapat dari hasil program CIRCLY Faktor kerusakan didapat dari ESA rencana dibagi dengan ESA yang diijinkan seperti Rumus 2.26 Faktor kerusakan = N/N ijin... (2.26) Persen volume bitumen perlu diperkirakan dahulu sebelum menentukan batasan repetisi pada aspal. Untuk itu menggunakan nomogram Van der Poer dan Bonnaure yang ditunjukkan pada Lampiran III-2 dan Lampiran III-3. Jumlah repetisi yang diijinkan dari beban tersebut. Rumus 2.27 adalah sebagai berikut: dengan: N με V B S mix = jumlah repetisi yang diijinkan (ESA) = vertical compressive strain (micristrain) didapat dari program CIRCLY = persentase volume bitumen di aspal = kekakuan campuran (modulus) dalam MPa

24 Parameter Sublapisan Lain pada Bahan Berbutir Sub lapisan tidak diperlukan dan modulus dapat ditentukan secara langsung untuk bahan butiran yang diletakkan langsung pada fondasi dasar bersemen kaku. Namun untuk bahan butiran yang diletakkan langsung pada tanah dasar diperlukan sub lapisan. Pokok permasalahannya yaitu ketebalan lapisan harus berada pada kisaran antara mm. Rasio modular (R) sub lapisan yang berbatasan tidak boleh mencapai 2. Rasio modular (R) dapat didapat dengan menggunakan Rumus Jumlah dari sublapisan bahan berbutir dapat dilihat dari Tabel 2.14 Tabel 2.14 Jumlah Sub Lapisan Bahan Berbutir Sumber : AUSTROADS, 1992 dengan : R E Top of base E subgrade = rasio modular = modulus vertikal fondasi (MPa) = modulus fertikal tanah dasar (MPa)

25 25 D 1 D B = tebal lapisan ke-n (mm) = tebal total fondasi material (mm)

26 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Penelitian Penelitian yang dilakukan berdasarkan studi litelatur dengan membandingkan 2 metode yaitu American Association of State Highway and Transportation Officials (AASHTO) 1993 dan A Guide to the Structural of Road Pavement, Austroads Data yang digunakan adalah data asumsi berupa data lalu lintas, data tanah dan data geometrik jalan. Pada Gambar 3.1 menunjukan bagan alir penelitian. Gambar 3.1 Bagan alir penelitian 26

27 Identifikasi Masalah dan Penentuan Topik Penelitian Semakin bertambah banyak pengguna jalan dan beban yang diterima oleh perkerasan semakin besar, sehingga dibutuhkan metode untuk menghitung tebal perkerasan yang dapat menghasilkan tebal perkerasan yang dapat menanggung beban lalilintas tersebut. Banyaknya metode-metode yang digunakan untuk menghitung tebal perkerasan lentur di dunia. Salah satunya adalah AASHTO, Austroads dan Analisa Komponen. Saat ini di Indonesia mengadopsi metode untuk perkerasan lentur memakai metode AASTHO 1993 sedangkan untuk perkerasan kaku memakan Austroad Maka dari pada itu tugas akhir ini ingin membandingkan perencanaan tebal perkerasan lentur menggunakan metode AASHTO 1993 dan Austroads 1992 untuk perkerasan lentur. 3.3 Studi Literatur Studi literatur yaitu tahapan pengumpulan bahan-bahan kepustakaan sebagai referensi persiapan dalam langkah selanjutnya. Sumber referensi yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini berasal dari buku-buku, internet, dan tugas akhir mengenai bahasan sesuai tema yang diajukan. 3.4 Pengumpulan Data Sekunder Setelah mengetahui data-data yang diperlukan dari studi litelatur, penulis akan mengumpulkan data-data tersebut untuk diolah. Data yang digunakan pada tugas akhir ini menggunakan data asumsi dan data skunder dari tugas akhir ADI SUTRISNO (2011).

28 Prosedur Perencanaa dengan Metode AASHTO 1993 Langkah-langkah perencanaan tebal lapisan perkerasan dengan menggunakan metode AASHTO 1993 adalah sebagai berikut: a. menentukan lamanya umur rencana; b. menentukan Indeks permukaan IP i di awal umur rencana menggunakan Tabel 2.2; c. menentukan Indeks Permukaan IP t di akhir umur rencana menggunakan Tabel 2.3; d. nilai SN diasumsikan untuk menentukan angka ekivalen untuk masingmasing jenis kendaraan; e. nilai W t dihitung, dengan menggunakan Rumus 2.5; f. nilai Reliabilitas sesuai dengan Tabel 2.6; g. nilai deviasi standar S 0, sesuai kondisi lingkungan dan tingkat kepercayaan akan data yang dimiliki; h. nilai M R dari segmen jalan tertentu dengan menggunakan Rumus 2.1 atau Rumus 2.2 M R dalam psi; i. nilai SN dihitung dengan menggunakan Rumus 2.8 atau menggunakan monogram seperti pada Lampiran 1; j. koefisien drainase (m) didapat dengan menggunakan Tabel 2.8; k. koefisien relatif (a 1 ) didapat dari lapis permukaan menggunakan grafik pada Lampiran II-1; l. koefisien relatif (a 2 ) didapat dari lapis pondasi dengan menggunakan grafik pada Lampiran II-2;

29 29 m. koefisien relatif (a 3 ) didapat dari lapis pondasi bawah menggunakan grafik pada Lampiran II-3; n. D 1, D 2, dan D 3 ditentukan dengan menggunakan Rumus 2.9; dan o. menentukan SN berdasarkan hasil langkah 14. Jika nilai SN mendekati nilai SN yang diasumsikan untuk menghitung angka ekivalen, maka perencanaan tebal lapis perkerasan telah sesuai dengan asumsi pada langkah 4. Namun, jika berbeda jauh maka perhitungan harus diulangi dari langkah 4. Gambar 3.2 menunjukan bagan alir dari metode AASHTO Prosedur Perencanaan dengan Metode AUSTROADS 1992 Langkah-langkah perencanaan tebal lapisan perkerasan dengan menggunakan metode AASHTO 1993 adalah sebagai berikut: a. menentukan lamanya umur rencana; b. menghitung nilai foktor ESA aspal dan tanah dasar menggunakan Rumus 2.16; c. menghitung besar faktor pertumbuhan menggunakan Rumus 2.17; d. menghitung lalu lintas rencanan aspal dan tanah dasar menggunakan Rumus 2.18; e. menghitung lalu lintas rencanan yang telah disesuaikan menggunakan Rumus 2.20; f. menentukan nilai parameter elastis :

30 Gambar 3.2 Bagan alir metode AASHTO

31 3-31 1) menentukan nilai parameter elastis tanah dasar : a) nilai modulus vertikal dihitung menggunakan Rumus 2.21; b) nilai modulus horizontal dihitung menggunakan Rumus 2.22; c) nilai modulus geser dihitung menggunakan Rumus ) menentukan nilai parameter elastis bahan butiran: a) nilai modulus vertikal dihitung menggunakan Tabel 2.13; b) nilai modulus horizontal dihitung menggunakan Rumus 2.22; c) nilai modulus geser dihitung menggunakan Rumus g. parameter-parameter yang sudah dihitung seperti mosulus vertikal, modulus horizontal, modulus geser, poisson rasio, tebal perkerasan di masukkan ke program CIRCLY versi 5.0; h. menentukan nilai sumbu standar yang diijinkan : 1) jumlah repetisi yang diijinkan untuk tanah dasar dihitung menggunakan Rumus 2.25; 2) faktor kerusakan untuk tanah dasar dihitung menggunakan Rumus 2.24; 3) jumlah repetisi yang diijinkan untuk aspal dihitung menggunakan Rumus 2.26; 4) faktor kerusakan untuk aspal dihitung menggunakan Rumus i. jika ESA ijin lebih besar dari nilai repetisi ESA rencanan maka perkerasan dapat diterima, jika tidak dapat di terima maka perhitungan harus diulangi dari langkah 6;

32 3-32 j. menentukan banyak lapisan butiran menggunakan Tabel 2.14; dan k. nilai rasio modular setiap lapisan dapat dihitung menggunakan Rumus Gambar 3.3 menunjukan bagan alir dari metode AUSTROAD Gambar 3.3 Bagan alir metode Austroads 1992

33 Analisis Perencanaan tebal perkerasan menggunakan metode AASTHO 1993 dan metode Austroad 1992 dibandingkan sehingga didapat perbandingan parameter dan tebal perkerasan dari kedua metode tersebut. Sehingga bisa diambil kesimpulan dan saran dari kajian ini. Kesimpulan yang berisi material yang digunakan pada perencanaan, parameter yang digunakan pada kedua metode, dan tebal perkerasan dari setiap metode. Sedangkan saran berisi saran-saran yang disajikan berdasarkan hasil kajian.

34 BAB 4 DATA PERENCANAAN DAN ANALISIS 4.1 Data Perencanaan Pada bab ini diberikan data perencaan tebal perencanaan tebal perkerasan lentur yang menggunakan data asumsi dan dari tugas akhir berupa data lalu lintas, data tanah, dan geometrik jalan. Perhitungan ini menggunakan lebar jalan yang akan digunakan 2 x 7 meter dan umur rencana 10 tahun. a. Data Lalu Lintas Tabel 4.1 Data Lalu Lintas Kendaraan Jumlah Jenis Kendaraan Kendaraan Berat Kendaraan (kend/hari/2 (ton) Beban Tiap arah) Sumbu Mobil Penumpang (1.1) ,13 0,8t + 1,33t Bus (1.2) ,15 4,18t + 6,97t Truk 2 As (1.2) ,005 4,875t + 8,13 Truk 3 As (1.22) 12 15,47 5,8t + 9,67 Lalu lintas Harian Rata-rata 2416 b. Data Geometri Panjang ruas jalan = 5 km Lebar badan jalan = 2 x 7 meter (4 lajur 2 arah) Fungsi jalan = arteri 34

35 35 c. Data Tanah CBR tanah dasar = 3,59% με tanah dasar = 946,29 microstrain με aspal = 439,07 microstrain d. Umur Rencana = 10 tahun e. Pertumbuhan Lalu Lintas = 6% 4.2 Perhitungan Tebal Perkerasan Lentur Menggunakan Metode AASHTO 1993 a. Tingkat Pelayanan Nilai yang tingkat pelayanan awal umur rencana (Pi) 4,2 Nilai Pt berdasarkan volume lalu lintas ditunjukan pada Tabel 2.1 sebesar 2. PSI = Pi Pt = 4,2 2 = 2,2 b. Perhitungan Anggka Ekivalen Untuk menentukan faktor ESA, nilai G dihitung dengan nilai P t yang telah ditentukan sebelumnya yaitu sebesar 2. Nilai G dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: dengan : G = faktor perbandingan kehilangan tingkat pelayanan

36 36 P t = indeks pelayanan akhir (P t ) Nilai SN yang sudah disesuaikan dengan hasil perhitungan adalah 3,2636. Nilai SN digunakan untuk menghitung β x dan β 18. Contoh perhitungan β x dengan menggunakan SN 3,2636 untuk kendaraan ringan yang memiliki berat sumbu depan 1,76368 kips: Hasil perhitungan nilai β 18 dengan SN 3,2636 adalah sebagai berikut: Contoh perhitungan W x /W 18 untuk kendaraan ringan adalah sebagai berikut:

37 37 Dengan: β W G SN L x L 18 L 2x = faktor desain dan variasi beban sumbu = ekivalen beban sumbu standar = faktor perbandingan kehilangan tingkat pelayanan = structural number = beban sumbu yang akan di evaluasi (kips) = beban sumbu standar (18 kips) = notasi konfigurasi sumbu (1 = sumbu tunggal, 2 = sumbu ganda, 3 = sumbu tripel) Nilai faktor ESAL (LEF) untuk kendaraan ringan adalah sebagai berikut: dengan: LEF = faktor ESAL = perbandingan ekivalen sumbu x terhadap sumbu standar Hasil perhitungan faktor ESAL (LEF) untuk sumbu depan dapat dilihat pada Tabel 4.2 dan untuk sumbu belakang pada Tabel 4.3.

38 38 Tabel 4.2 Faktor ESAL untuk Sumbu Depan kelas kendaraan Beban Depan Lx ton kips β18 βx = = wx/w18 LEF Mobil Penumpang (1.1) 0,8 1, ,9893 0,4012-0, , ,1203 0, Bus (1.2) 4,18 9, ,9893 0,4794-0, , ,6787 0, Truk 2 As (1.2) 4,875 10, ,9893 0,5247-0, , ,3291 0,12006 Truk 3 As (1.22) 5,8 12, ,9893 0,6091-0,1460-0, ,0842 0, Tabel 4.3 Faktor ESAL untuk Sumbu Belakang Beban belakang kelas kendaraan ton kips Lx β18 βx = = wx/w18 LEF Mobil Penumpang (1.1) 1,33 2, ,9893 0, , , ,2766 0, Bus (1.2) 6,97 15, ,9893 0,7639-0, , ,9227 0, Truk 2 As (1.2) 8,13 17, ,9893 0, ,0906-0, ,0179 0, Truk 3 As (1.22) 9,67 21, ,9893 1, , , ,8754 0, Nilai faktor ESAL yang telah dididapat kemudian dijumlah untuk mendapat faktor ESAL total dari setiap kelas kendaraan. Contoh perhitungan faktor ESAL (LEF) untuk kendaraan ringan sebagai berikut; Total LEF = LEF depan + LEF belakang Total LEF = 0, , = 0, Hasil dari perhitungan faktor ESAL (LEF) setiap kendaraan dapat dilihat pada Tabel 4.4

39 39 Tabel 4.4. Hasil Perhitungan Total Faktor ESAL (LEF) kelas kendaraan GVW LEF Depan Belakang Total LEF Mobil Penumpang (1.1) 2,13 0, , , Bus (1.2) 11,15 0, , , Truk 2 As (1.2) 13,005 0, , , Truk 3 As (1.22) 15,47 0, , , c. Lalu Lintas Rencana ESAL Faktor pertumbuhan mengunakan rumus: Lalu lintas rencana = LHR 2014 x GF x 365 Lalu lintas rencana = 2102 x 13,2 x 365 = kend/umur rencana/2 arah Lalu lintas rencana ESAL Lalu lintas rencana ESAL = Lalu lintas rencana x LEF = x 0, = 8553,20 Iss/umur rencana/2 arah Hasil dari perhitungan lalu lintas Rencana ESAL dapat dilihat pada Tabel 4.5

40 40 kelas kendaraan Tabel 4.5. Hasil Perhitungan Total ESAL (LEF) LHR 2014 GF Lalu Lintas Rencana Faktor ESAL Lalu Lintas Rencana ESAL Mobil Penumpang (1.1) , , ,20 Bus (1.2) , ,06 0, ,48 Truk 2 As (1.2) , ,38 1, ,20 Truk 3 As (1.22) 12 13, ,338 0, ,77 Total ,65 Distribusi lajur (D L ) didapat pada Tabel 2.2 sebesar 0,9 Distribusi arah (D A ) ditentukan sebesar 0,5 W 18 = D A x D L x lalu lintas rencana ESAL W 18 = 0,5 x 0,9 x ,65 = Iss/umur rencana/jalur rencana d. Reabilitas Direncanakan tingkat reabilitas 85% (Tabel 2.3) Deviasi standar (S 0 ) = 0,4 Maka diperoleh Z R = -1,037 e. Modulus Resilient (M R ) M R tanah dasar = 1500 x CBR (koreksi M R dari Rumus 2.1) M R = 1500 x 3,59 = 5385 psi M R pondasi atas = 1500 x 70 = psi

41 41 f. Koefisien Drainase Diasumsikan jalan memiliki kualitas drainase baik dengan nilai m 2 = m 3 = 1 (Tabel 2.6) g. indeks tebal perkerasan SN yang sebelumnya digunakan untuk menentukan faktor ESAL (LEF) dimasukan pada persamaan dasar AASHTO untuk menentukan SN rencana. Apabila tidak memenuhi maka nilai SN ditentukan ulang dari SN yang digunakan untuk menentukan faktor ESAL (LEF). Pembuktian nilai SN memenuhi persamaan dasar AASHTO dengan memasukan nilai dan asumsi yang telah ditentukan sebelumnya adalah sebagai berikut PSI = Pi Pt = 4,2 2 = 2,2 Log w 18 = Log (530254) = 5,7245 5,7245 = 5,7245 maka saumsi benar SN 2 = 3,263.

42 42 Dengan cara trial and error diperoleh SN 1 0,99868 h. Koefisien Kekuatan Relatif Didapatnya mengunakan nomogram pada lampiran diperoleh: lapis permukaan aspal beton (Laston MS 590) mempunyai nilai a 1 sebesar 0,35. lapis pondasi granular (batu pecah CBR 80%) mempuyai nilai a 2 sebesar 0,13, i. Tebal Perkerasan (tebal minimum lapis permukaan = 3 inci dari Tabel 2.7) (tebal minimum lapis pondasi = 6 inci dari Tabel 2.7)

43 43 Sehingga diperoleh tebal D 1 = 3 =7,6 cm dan D 2 = 17,5 = 44,45 cm. Susunan perkerasan hasil perhitungan tebal perkerasan lentur menggunakan Metode AASHTO 1993 dapat dilihat pada Gambar 4.1. Lapis Permukaan Laston Lapis Pondasi Batu Pecah CBR 80% 3 in 17,5 in Gambar 4.1 Tebal Lapis Perkerasan pada Metode AASHTO Perhitungan Tebal Perkerasan Menggunakan Metode Ausroads 1992 a) Faktor ESA Cintoh perhitungan faktor ESA aspal ( dan ESA tanah dasar ( pada sumbu depan dan belakang kendaraan ringan menggunakan Rumus 2.16.

44 44 dengan: F cij = faktor ESA aspal F sij L ij L si EXP = faktor ESA tanah dasar = beban roda gandar pada sumbu j (ton) = beban standar roda gandar pada sumbu i (ton) = pangkat yang terdapat dalam hubungan antara batasan regangan dan regangan repetisi yang menjelaskan kinerja aspal, bahan bersemen, atau tanah dasar saat digunakan. Nilai pangkat 5 (aspal), 18 (bahan bersemen), dan 7,14 (tanah dasar) didapat dari kriteria kinerja. Faktor ESA sumbu depan dan bekakang yang telah dihitung, selanjutnya dijumlahkan untuk mendapat faktor ESA setiap kendaraan. Berikut hasil perhitungan faktor ESA dimana untuk ESA aspal terdapat pada Tabel 4.6 dan ESA tanah dasar terdapat pada Tabel 4.7. Tabel 4.6 Perhitungan ESA Aspal Kelas Kendaraan Konfigurasi Beban Faktor ESA Depan Belakang Depan Belakang Total Mobil Penumpang (1.1) 0,8 1,33 7,83557E-05 0, , Bus (1.2) 4,18 6,97 0, , , Truk 2 As (1.2) 4,875 8,13 0, , , Truk 3 As (1.22) 5,8 9,67 0, , ,

45 45 Tabel 4.7 Perhitungan ESA Tanah Dasar Kelas Kendaraan Konfigurasi Beban Faktor ESA Depan Belakang Depan Belakang Total Mobil Penumpang (1.1) 0,8 1,33 1,37004E-06 5,16382E-05 5,3008E-05 Bus (1.2) 4,18 6,97 0, , , Truk 2 As (1.2) 4,875 8,13 0, , , Truk 3 As (1.22) 5,8 9,67 0, , , b) Lalu Lintas Rencana Faktor pertumbuhan 13,18 dihitung dengan menggunakan Rumus 2.17 Contoh perhitungan nilai ESA untuk aspal (N SA ) dan nilai ESA tanah dasar (N SS) pada jenis kendaraan mobil penumpang. LHR yang dipakai pada saat jalan dibuka adalah LHR N SA = LHR jalan dibuka x faktor ESA N SA = 2102 x 0, = 2, ken/hari/2 arah N SS = LHR jalan dibuka x faktor ESA N SA = 2102 x 0, = 0, ken/hari/2 arah Berikut adalah hasil perhitungan nilai ESA aspal dan ESA tanah dasar yang di sajikan pada Tabel 4.8. Tabel 4.8 Hasil Perhitungan Nilai ESA Kelas Kendaraan LHR 2014 Faktor ESA Faktor ESA Aspal Tanah Dasar NSA NSS Mobil Penumpang (1.1) , ,30082E-05 2, , Bus (1.2) 181 0, , , , Truk 2 As (1.2) 121 1, , , , Truk 3 As (1.22) 12 2, , , , Total 274, ,624827

46 46 Kedua lajur diasumsikan memiliki lalu lintas yang sama 50%-50%. Maka berikut contoh perhitungan lalu lintas rencana menggunakan Rumus Nilai rencana ESA aspal = N SA x 365 x GF x 0,5 Nilai rencana ESA aspal = 274,946 x 365 x 13,18 x 0,5 Nilai rencana ESA aspal = ,361 (kendaraan rencana/umur Rencana/jalur Rencana) Nilai Rencana ESA tanah dasar = 256,625 x 356 x 13,18 x 0,5 Nilai Rencana ESA tanah dasar = ,515 (kendaraan Rencana/umur Rencana/jalur Rencana) c) Lalu Lintas Rencana yang Disesuaikan Faktor PLM N dan PLM D ditetapkan pada wilayah New Zealand (Auckland) yang terdapat pada Tabel 2.9. Tebal perkerasan diasumsikan 100 mm Contoh perhitungan PLM dengan tebal 100 mm sebagai berikut: Perhitungan lalu lintas rencana yang sudah disesuaikan menggunakan Rumus 2.20 (kendaraan rencana/umur rencana/jalur rencana)

47 47 (kendaraan rencana/umur rencana/jalur rencana) d) Parameter Pelastis 1) Tanah Dasar CBR Rencana yang digunakan adalah sebesar 3,59. Nilai parameter-parameter elastis E V = 35,9 MPa didapat menggunakan Rumus 2.21 E H = 17,95 MPa didapat menggunakan Rumus 2.22 V v = V H = 0,45 f = 24,764 MPa didapat menggunakan Rumus ) Material Berbutir Ev = 190 MPa E H = 95 MPa didapat menggunakan Rumus 2.22 V V = V H = 0,35 didapat menggunakan Tabel 2.11 f = 140,741 MPa didapat menggunakan Rumus ) Aspal Ev = 2000 MPa Vv = 0,4

48 48 e) Regangan Vertikal Tebal lapis permukaan diasumsikan 110 mm dan tebal lapis berbutir 350 mm didapat dari lampiran III-1. με tanah dasar didapat dari Tugas Akhir Adi Sutrisno, 2011 sebesar 946,29 microstrain με tanah aspal didapat dari Tugas Akhir Adi Sutrisno, 2011 sebesar 439,07 microstrain f) Nilai Sumbu Standar yang Ijin N ijin Tanah Dasar = ,64 didapat menggunakan Rumus 2.25 Faktor kerusakan = 0, didapat menggunakan Rumus 2.26 N ijin Aspal = ,476 didapat menggunakan Rumus 2.27 Faktor kerusakan = 0, didapat menggunakan Rumus 2.26 Nilai N ijin lebih besar dari N rencana maka asumsi tebal lapis permuakaan benar sehingga banyak tebal lapis lapis berbutir bisa dihitung dengan menggunakan Tabel 2.14 dengan menggunakan data sebagai berikut: E top E tanah dasar = 190 MPa = 35,9 MPa Tebal bahan berbutir ditetapkan sebesar 350 mm. Sesuai dengan tabel 2.14 maka jumlah sub lapisan berbutir 3 sub lapisan.setelah didapat banyak sub lapisan,

49 49 nilai rasio modular setiap lapisan dan parameter elastis setiap lapisan dapat dihitung menggunakan Rumus contoh perhitungan V V = V H = 0,35 dari Tabel 2.11 E V1 = E V subbase x R 1 = 35,9 x 1,7705 = 63,561 MPa E H1 = E V1 x 0,5 = 63,561 x 0,5 = 31,781 MPa Berikut hasil perhitungan nilai rasio modular setiap lapisan dan parameter elastis yang dapat dilihat pada Tabel 4.9 Tabel 4.9 Angka Posion Rasio dan Parameter Elastis Setiap Sub Lapisan Lapisan Tebal Lapisan R Vv=Vh=0,35 Ev Eh Lapisan , ,35 63, , Lapisan , ,35 112, , Lapisan , , Tebal masing masing lapis perkerasan berdasarkan hasil perhitungan tebal masing-masing lapisan sebagai berikut: 1. Lapis permukaan menggunakan aspal dengan modulus vertikal/horizontal 2000MPa, V B 15%, angka posion rasio 0,4, dan tebal 11 cm 2. Lapis pondasi menggunakan bahan butiran yang dibagi 3 sub lapisan masingmasing setebal 12 cm, 12 cm, dan 11 cm dengan modulus vertikal puncak 190 MPa dengan angka posion rasio 0,35 serta tebal total 35 cm.

50 50 Berikut adalah tebal lapis peerkerasan menggunakan metode Austroads 1992 Dapat dilihat pada gambar Lapis Permukaan Lapis Pondasi Aspal 2000 MPa Sub Lapisan 3 dengan kekuatan 190 Mpa Sub Lapisan 2 dengan kekuatan 112,550 MPa Sub Lapisan 1 dengan kekuatan 63,572 MPa 11 cm 11 cm 12 cm 12 cm Gambar 4.2 Tebal Lapis Perkerasan menggunakan Metote Austroads Pembahasan Dari contoh perhitungan yang telah dilakukan dapat dilihat hasil tebal dan parameter-parameter perkerasan lentur yang digunakan pada metode AASHTO 1993 dan metode Austroads 1992 dengan menggunakan data yang sama pada Tabel 4.11 Tabel 4.10 Parameter Perencanaan dan Hasil Perencanaan Metode AASHTO 1993 dan Austroads 1992 No Keterangan Metode AASHTo 1993 Metode Austroads Parameter Perencanaan - Daya dukung tanah dasar - Indeks permukaan - Beban lalu lintas rencana - Jenis material - Koefisien Drainase - Reabilitas - Daya dukung tanah dasar - Beban lalu lintas rencana - Jenis material - Suhu

51 51 2 Daya dukung tanah 3 Beban lalu lintas 4 Angka ekivalen 5 Tebal perkerasan Dinyatakan dengan M R Dinyatakan dengan lalu lintas rencana ESAL dipengaruhi oleh; - Jumlah kendaraan - Distribusi lajur (D L ) - Distribusi arah (D A ) - Angka ekivalen (E) - Faktor pertumbuhan Dihitung untuk setiap sumbu berbagai jenis kendaraan Lapis permukan laston = 3 in Lapis pondasi berbutir CBR 80% = 17,5 in Dinyatakan dengan Modulus Elastis Dinyatakan dengan Nilai Rencana ESA dipengaruhi oleh: - Jumlah kendaraan - Angka ekivalen - Faktor pertumbuhan - Jenis material Dibedakan menjadi dua angka ekivalen yaitu aspal dan tanah dasar dab dihitung setiap sumbu berbagai jenis kendaraan - Lapis permukaan aspal 2000MPa = 11 cm Tebal total pondasi berbutir 350 cm Dapat dilihat dari Tabel 4.11 bawasannya dengan menggunakan data perencanaan yang sama untuk kedua metode mendapatkan hasil tebal perkerasan yang berbeda. Lapis permukaan menggunakan metode Austroads 1992 lebih tebal dibandingkan dengan AASHTO 1993 sedangkan untuk tebal lapisan berbutir metode AAHTO 1993 lebih tebal dibandingkan dengan Metode Austroads Hal ini diakibatkan adanya perbedaan metode dalam mencari

52 52 faktor beban sumbu pada setiap kendaraan, pada metode Austroads faktor beban sumbu dibedakan menjadi dua dan metode AASHTO 1993 tidak dibedakan. Pada metode Austroads 1992 dipengaruhi oleh suhu lingkungan sekitar sedangkan pada metode AASHTO tidak.

53 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN Setelah melakukan analisis terhadap tebal perkerasan lentur menggunakan metode AASHTO 1993 dan Austroads 1992 dengan data perencanaan yang sama maka dapat diambil kesimpulan dan saran sebagai berikut: 5.1 Kesimpulan a. Tebal untuk lapis permukaan aspal beton dengan menggunakan metode Austroads 1992 bernilai 11 cm, lebih tebal dibandingkan dengan AASHTO 1993 yang bernilai 7,5 cm. b. Tebal untuk lapis pondasi berbutir dengan menggunakan metode Austroads 1992 bernilai 350 cm, lebih tipis dibandingkan dengan AASHTO 1993 yang bernilai 444 cm c. Faktor beban sumbu dalam metode Austroads 1992 dibagi menjadi dua sedangkan pada metode AASHTO 1993 faktor beban sumbunya tidak dibagi menjadi dua. d. Perencanaan menggunakan Austroad menggunakan software CIRCILY untuk mendapatkan regangan vertikal pada lapis tanah dasar dan aspal. 5.2 Saran a. Perencanaan tebal perkerasan menggunakan metode Austroads 1992 untuk menentukan volume bitumen dirasa membutuhkan ketelitian yang besar karna menggunakan metode grafis sehingga disarankan supaya dibuat rumus yang bisa mengetahui nilai volume bitumen dalam campuran aspal. 53

54 54 b. Untuk perencanaan sebaiknya menggunakan program CIRLY supaya mendapatkan regangan vertikal yang lebih akurat

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Menggunakan Metode Austroads 1992

Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Menggunakan Metode Austroads 1992 Reka Racana Jurusan Teknik Sipil Itenas I No.x I Vol.xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Agustus 201 Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Menggunakan Metode Austroads 1992 RAJA BINTON SIMANJUNTAK

Lebih terperinci

Teknik Sipil Itenas No. x Vol. xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Agustus 2015

Teknik Sipil Itenas No. x Vol. xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Agustus 2015 Reka Racana Teknik Sipil Itenas No. x Vol. xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Agustus 2015 PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR MENGGUNAKAN MANUAL DESAIN PERKERASAN JALAN Nomor 02/M/BM/2013 FAHRIZAL,

Lebih terperinci

STUDI KASUS: JALAN RUAS KM. 35 PULANG PISAU. Adi Sutrisno 06/198150/TK/32229

STUDI KASUS: JALAN RUAS KM. 35 PULANG PISAU. Adi Sutrisno 06/198150/TK/32229 STUDI KASUS: JALAN RUAS KM. 35 PULANG PISAU Adi Sutrisno 06/198150/TK/32229 Jalan Raya Flexible Pergerakan bebas Jarak Dekat Penelitian Metode Lokasi Kerusakan = Kerugian Materi Korban Batasan Masalah

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Jalan Jalan merupakan suatu akses penghubung asal tujuan, untuk mengangkut atau memindahkan orang atau barang dari suatu tempat ke tempat lain. Infrastrukur jalan di Indonesia

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perhitungan Tebal Perkerasan dengan Metode Analisa Komponen dari Bina Marga 1987 1. Data Perencanaan Tebal Perkerasan Data perencanaan tebal perkerasan yang digunakan dapat

Lebih terperinci

STUDI BANDING DESAIN TEBAL PERKERASAN LENTUR MENGGUNAKAN METODE SNI F DAN Pt T B

STUDI BANDING DESAIN TEBAL PERKERASAN LENTUR MENGGUNAKAN METODE SNI F DAN Pt T B STUDI BANDING DESAIN TEBAL PERKERASAN LENTUR MENGGUNAKAN METODE SNI 1732-1989-F DAN Pt T-01-2002-B Pradithya Chandra Kusuma NRP : 0621023 Pembimbing : Ir. Silvia Sukirman FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK

Lebih terperinci

Studi Pengaruh Pengurangan Tebal Perkerasan Kaku Terhadap Umur Rencana Menggunakan Metode AASHTO 1993

Studi Pengaruh Pengurangan Tebal Perkerasan Kaku Terhadap Umur Rencana Menggunakan Metode AASHTO 1993 Rekaracana Teknik Sipil Itenas No.x Vol.xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Januari 2015 Studi Pengaruh Pengurangan Tebal Perkerasan Kaku Terhadap Umur Rencana Menggunakan Metode AASHTO 1993 PRATAMA,

Lebih terperinci

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR PADA RUAS JALAN CIJELAG - CIKAMURANG DENGAN MENGGUNAKAN METODE AASTHO 93

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR PADA RUAS JALAN CIJELAG - CIKAMURANG DENGAN MENGGUNAKAN METODE AASTHO 93 PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR PADA RUAS JALAN CIJELAG - CIKAMURANG DENGAN MENGGUNAKAN METODE AASTHO 93 DANIEL SARAGIH NRP : 0021114 Pembimbing :Ir. SILVIA SUKIRMAN FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian B. Rumusan Masalah

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian B. Rumusan Masalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin maju, pertumbuhan ekonomi di suatu daerah juga semakin meningkat. Hal ini menuntut adanya infrastruktur yang cukup memadai

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Perhitungan Tebal Perkerasan Menggunakan Metode Manual Desain Perkerasan Jalan 2013 1. Perencanaan Tebal Lapis Perkerasan Baru a. Umur Rencana Penentuan umur rencana

Lebih terperinci

Jurnal J-ENSITEC, 01 (2014)

Jurnal J-ENSITEC, 01 (2014) Jurnal J-ENSITEC, 01 (2014) PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR JALAN RAYA ANTARA BINA MARGA DAN AASHTO 93 (STUDI KASUS: JALAN LINGKAR UTARA PANYI NG KI RA N- B ARI BIS AJ AL E NGKA) Abdul Kholiq, S.T.,

Lebih terperinci

Perbandingan Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode Bina Marga 2011 Dengan Metode Jabatan Kerja Raya Malaysia 2013

Perbandingan Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode Bina Marga 2011 Dengan Metode Jabatan Kerja Raya Malaysia 2013 Reka Racana Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Teknik Sipil Itenas No.x Vol. xx Agustus 2014 Perbandingan Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode Bina Marga 2011 Dengan Metode Jabatan Kerja Raya

Lebih terperinci

B. Metode AASHTO 1993 LHR 2016

B. Metode AASHTO 1993 LHR 2016 70 B. Metode AASHTO 1993 1. LHR 2016 dan LHR 2026 Tipe Kendaraan Tabel 5.9 LHR 2016 dan LHR 2026 LHR 2016 (Smp/2Arah/Hari) Pertumbuhan Lalulintas % LHR 2026 Smp/2arah/hari Mobil Penumpang (2 Ton) 195 17,3

Lebih terperinci

STUDI PENGARUH BEBAN BELEBIH (OVERLOAD) TERHADAP PENGURANGAN UMUR RENCANA PERKERASAN JALAN

STUDI PENGARUH BEBAN BELEBIH (OVERLOAD) TERHADAP PENGURANGAN UMUR RENCANA PERKERASAN JALAN STUDI PENGARUH BEBAN BELEBIH (OVERLOAD) TERHADAP PENGURANGAN UMUR RENCANA PERKERASAN JALAN TUGAS AKHIR Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat Menempuh Ujian Sarjana Teknik Sipil RINTO

Lebih terperinci

DESKRIPSI PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN JALAN MENGGUNAKAN METODE AASHTO

DESKRIPSI PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN JALAN MENGGUNAKAN METODE AASHTO DESKRIPSI PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN JALAN MENGGUNAKAN METODE AASHTO 199 1 Siegfried 2 & Sri Atmaja P. Rosyidi 1. Metoda AASHTO 9 Salah satu metoda perencanaan untuk tebal perkerasan jalan yang sering

Lebih terperinci

DR. EVA RITA UNIVERSITAS BUNG HATTA

DR. EVA RITA UNIVERSITAS BUNG HATTA PERKERASAN JALAN BY DR. EVA RITA UNIVERSITAS BUNG HATTA Perkerasan Jalan Pada umumnya, perkerasan jalan terdiri dari beberapa jenis lapisan perkerasan yang tersusun dari bawah ke atas,sebagai berikut :

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Parameter Desain

BAB III LANDASAN TEORI. A. Parameter Desain BAB III LANDASAN TEORI A. Parameter Desain Dalam perencanaan perkerasan jalan ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan yaitu berdasarkan fungsi jalan, umur rencana, lalu lintas, sifat tanah dasar, kondisi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Jalan adalah seluruh bagian Jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalulintas umum,yang berada pada permukaan tanah, diatas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan jumlah penduduk dan kemajuan teknologi pada zaman sekarang,

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan jumlah penduduk dan kemajuan teknologi pada zaman sekarang, BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum Peningkatan jumlah penduduk dan kemajuan teknologi pada zaman sekarang, terutama di daerah perkotaan terus memacu pertumbuhan aktivitas penduduk. Dengan demikian, ketersediaan

Lebih terperinci

STUDI KORELASI DAYA DUKUNG TANAH DENGAN INDEK TEBAL PERKERASAN JALAN MENGGUNAKAN METODE BINA MARGA

STUDI KORELASI DAYA DUKUNG TANAH DENGAN INDEK TEBAL PERKERASAN JALAN MENGGUNAKAN METODE BINA MARGA STUDI KORELASI DAYA DUKUNG TANAH DENGAN INDEK TEBAL PERKERASAN JALAN MENGGUNAKAN METODE BINA MARGA Said Jalalul Akbar 1), Wesli 2) Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Malikussaleh Email:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Sebelum tahun 1920-an, desain perkerasan pada dasarnya adalah penentuan ketebalan bahan berlapis yang akan memberikan kekuatan dan perlindungan untuk tanah dasar

Lebih terperinci

ANALISIS TEBAL PERKERASAN LENTUR JALAN BARU MENGGUNAKAN MANUAL DESAIN PERKERASAN JALAN (MDP) 2013

ANALISIS TEBAL PERKERASAN LENTUR JALAN BARU MENGGUNAKAN MANUAL DESAIN PERKERASAN JALAN (MDP) 2013 ANALISIS TEBAL PERKERASAN LENTUR JALAN BARU MENGGUNAKAN MANUAL DESAIN PERKERASAN JALAN (MDP) 2013 Ricky Theo K. Sendow, Freddy Jansen Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sam Ratulangi Email:

Lebih terperinci

ANALISIS TEBAL PERKERASAN LENTUR DENGAN METODE ANALISA KOMPONEN SKBI 1987 BINA MARGA DAN METODE AASHTO

ANALISIS TEBAL PERKERASAN LENTUR DENGAN METODE ANALISA KOMPONEN SKBI 1987 BINA MARGA DAN METODE AASHTO ANALISIS TEBAL PERKERASAN LENTUR DENGAN METODE ANALISA KOMPONEN SKBI 1987 BINA MARGA DAN METODE AASHTO 1993 1 (Studi Kasus Paket Peningkatan Ruas Jalan Siluk Kretek, Bantul, DIY) Sisqa Laylatu Muyasyaroh

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Tinjauan Umum Menurut Sukirman (1999), perencanaan tebal perkerasan lentur jalan baru umumnya dapat dibedakan atas 2 metode yaitu : 1. Metode Empiris Metode ini dikembangkan berdasarkan

Lebih terperinci

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR RUAS JALAN PARINGIN- MUARA PITAP KABUPATEN BALANGAN. Yasruddin¹)

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR RUAS JALAN PARINGIN- MUARA PITAP KABUPATEN BALANGAN. Yasruddin¹) 73 INFO TEKNIK, Volume 12 No. 1, Juli 2011 PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR RUAS JALAN PARINGIN- MUARA PITAP KABUPATEN BALANGAN Yasruddin¹) Abstrak Jalan raya merupakan prasarana transportasi yang sangat

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Halaman Judul i Pengesahan ii ABSTRAK iii KATA PENGANTAR v DAFTAR ISI vii DAFTAR TABEL xi DAFTAR GAMBAR vii DAFTAR LAMPIRAN viii DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN ix BAB I PENDAHULUAN 1 1.1 LATAR

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Pengujian Sifat-Sifat Fisis dan Indeks Tanah Colluvium Pengujian sifat-sifat fisis dan indeks tanah dilakukan untuk mengetahui jenis atau klasifikasi

Lebih terperinci

Parameter perhitungan

Parameter perhitungan Parameter perhitungan Lapisan konstruksi jalan Faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi pelayanan konstruksi jalan Fungsi dan kelas jalan Kinerja Perkerasan Umur Rencana Beban Lalu lintas Sifat dan daya

Lebih terperinci

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN TAMBAHAN MENGGUNAKAN METODE BENKELMAN BEAM PADA RUAS JALAN SOEKARNO HATTA, BANDUNG

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN TAMBAHAN MENGGUNAKAN METODE BENKELMAN BEAM PADA RUAS JALAN SOEKARNO HATTA, BANDUNG PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN TAMBAHAN MENGGUNAKAN METODE BENKELMAN BEAM PADA RUAS JALAN SOEKARNO HATTA, BANDUNG Reza Wandes Aviantara NRP : 0721058 Pembimbing : Ir. Silvia Sukirman FAKULTAS TEKNIK JURUSAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perkerasan Jalan Perkerasan jalan adalah campuran antara agregat dan bahan pengikat yang digunakan untuk melayani beban lalu lintas. Agregat yang digunakan berupa batu pecah

Lebih terperinci

Bab V Analisa Data. Analisis Kumulatif ESAL

Bab V Analisa Data. Analisis Kumulatif ESAL 63 Bab V Analisa Data V.1. Pendahuluan Dengan melihat kepada data data yang didapatkan dari data sekunder dan primer baik dari PT. Jasa Marga maupun dari berbagai sumber dan data-data hasil olahan pada

Lebih terperinci

EVALUASI PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR METODE BINA MARGA Pt T B DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM KENPAVE TUGAS AKHIR

EVALUASI PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR METODE BINA MARGA Pt T B DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM KENPAVE TUGAS AKHIR EVALUASI PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR METODE BINA MARGA Pt T-01-2002-B DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM KENPAVE TUGAS AKHIR Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat Menempuh Ujian Sarjana

Lebih terperinci

B. Metode AASHTO 1993 LHR 2016

B. Metode AASHTO 1993 LHR 2016 70 B. Metode AASHTO 1993 1. LHR 2016 dan LHR 2026 Tipe Kendaraan Tabel 5.9 LHR 2016 dan LHR 2026 LHR 2016 (Smp/2Arah/Hari) Pertumbuhan Lalulintas % LHR 2026 Smp/2arah/hari Mobil Penumpang (2 Ton) 195 17,3

Lebih terperinci

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR AKIBAT MENINGKATNYA BEBAN LALU LINTAS PADA JALAN SINGKAWANG-SAGATANI KECAMATAN SINGKAWANG SELATAN

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR AKIBAT MENINGKATNYA BEBAN LALU LINTAS PADA JALAN SINGKAWANG-SAGATANI KECAMATAN SINGKAWANG SELATAN PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR AKIBAT MENINGKATNYA BEBAN LALU LINTAS PADA JALAN SINGKAWANG-SAGATANI KECAMATAN SINGKAWANG SELATAN Eka Prasetia 1)., Sutarto YM 2)., Eti Sulandari 2) ABSTRAK Jalan merupakan

Lebih terperinci

BINA MARGA PT T B

BINA MARGA PT T B BINA MARGA PT T- 01-2002-B SUSUNAN LAPISAN PERKERASAN 2 KRITERIA PERENCANAAN Beban Lalu lintas Klasifikasi Jalan Realibilitas Kekuatan bahan Daya Dukung Tanah Faktor Lingkungan 3 RUMUS DASAR Rumus AASHTO

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Metode Analisa Komponen

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Metode Analisa Komponen BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Metode Analisa Komponen Untuk merencanakan tebal perkerasan jalan ruas jalan Palbapang Barongan diperlukan data sebagai berikut: 1. Data Lalu-lintas Harian Rata rata (LHR)

Lebih terperinci

PENGARUH KELEBIHAN BEBAN TERHADAP UMUR RENCANA JALAN

PENGARUH KELEBIHAN BEBAN TERHADAP UMUR RENCANA JALAN PENGARUH KELEBIHAN BEBAN TERHADAP UMUR RENCANA JALAN Citra Andansari NRP : 0221077 Pembimbing Utama : Ir. Silvia Sukirman Pembimbing Pendamping : Ir. Samun Haris, MT. FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah umum Jalan sesuai dalam Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 38 Tahun 2004 tentang JALAN, sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah umum Jalan sesuai dalam Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 38 Tahun 2004 tentang JALAN, sebagai berikut : BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Jalan 2.1.1 Istilah Istilah umum Jalan sesuai dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 tentang JALAN, sebagai berikut : 1. Jalan adalah prasarana

Lebih terperinci

PERENCANAAN DAN ESTIMASI BIAYA PELAKSANAAN UNTUK JALAN PENGHUBUNG DI KAWASAN SURABAYA TIMUR

PERENCANAAN DAN ESTIMASI BIAYA PELAKSANAAN UNTUK JALAN PENGHUBUNG DI KAWASAN SURABAYA TIMUR PERENCANAAN DAN ESTIMASI BIAYA PELAKSANAAN UNTUK JALAN PENGHUBUNG DI KAWASAN SURABAYA TIMUR Bryan Widarno 1, Irvian Dinata 2, Indriani Santoso 3, Johanes Indrojono Suwono 4 ABSTRAK : Pesatnya pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sampai saat ini ada 3 (tiga) jenis perkerasan jalan yang sering digunakan, yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sampai saat ini ada 3 (tiga) jenis perkerasan jalan yang sering digunakan, yaitu : BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Perkerasan Jalan Sampai saat ini ada 3 (tiga) jenis perkerasan jalan yang sering digunakan, yaitu : perkerasan lentur, perkerasan kaku dan gabungan dari keduanya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konstruksi Perkerasan Lentur Konstruksi perkerasan lentur terdiri dari lapisan-lapisan yang diletakkan di atas tanah yang telah dipadatkan. Lapisan-lapisan itu berfungsi untuk

Lebih terperinci

PERANCANGAN PERKERASAN CONCRETE BLOCK DAN ESTIMASI BIAYA

PERANCANGAN PERKERASAN CONCRETE BLOCK DAN ESTIMASI BIAYA PERANCANGAN PERKERASAN CONCRETE BLOCK DAN ESTIMASI BIAYA Patrisius Tinton Kefie 1, Arthur Suryadharma 2, Indriani Santoso 3 dan Budiman Proboyo 4 ABSTRAK : Concrete Block merupakan salah satu alternatif

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Berdasarkan pada penelitian penulis yang berjudul Perbandingan Tebal Perkerasan Lentur Metode Manual Desain Perkerasan 2013 dengan Metode AASHTO 1993 (Studi Kasus: Jalur JLS Ruas

Lebih terperinci

Perbandingan Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Baru Menggunakan Metode Jabatan Kerja Raya Malaysia 2013 Dengan Metode Road Note 31

Perbandingan Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Baru Menggunakan Metode Jabatan Kerja Raya Malaysia 2013 Dengan Metode Road Note 31 Rekaracana Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Jurusan Teknik Sipil Itenas No.x Vol. Xx Desember 2015 Perbandingan Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Baru Menggunakan Metode Jabatan Kerja

Lebih terperinci

PERANCANGAN STRUKTURAL PERKERASAN BANDAR UDARA

PERANCANGAN STRUKTURAL PERKERASAN BANDAR UDARA PERANCANGAN STRUKTURAL PERKERASAN BANDAR UDARA PERKERASAN Struktur yang terdiri dari satu lapisan atau lebih dari bahan 2 yang diproses Perkerasan dibedakan menjadi : Perkerasan lentur Campuran beraspal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Perencanaan dan perancangan secara umum adalah kegiatan awal dari rangkaian fungsi manajemen. Inti dari sebuah perencanaan dan perancangan adalah penyatuan pandangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jalan merupakan infrastruktur dasar dan utama dalam menggerakan roda perekonomian nasional dan daerah, mengingat penting dan strategisnya fungsi jalan untuk mendorong

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Tinjauan Umum 2.2 Dasar Teori Oglesby, C.H Hicks, R.G

BAB II DASAR TEORI 2.1 Tinjauan Umum 2.2 Dasar Teori Oglesby, C.H Hicks, R.G 9 BAB II DASAR TEORI 2.1 Tinjauan Umum Perkerasan jalan adalah konstruksi yang dibangun diatas lapisan tanah dasar (subgrade), yang berfungsi untuk menopang beban lalu-lintas. Jenis konstruksi perkerasan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA PERENCANAAN MEKANISTIK EMPIRIS OVERLAY PERKERASAN LENTUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA PERENCANAAN MEKANISTIK EMPIRIS OVERLAY PERKERASAN LENTUR BAB II TINJAUAN PUSTAKA PERENCANAAN MEKANISTIK EMPIRIS OVERLAY PERKERASAN LENTUR 1.1 Umum Overlay merupakan lapis perkerasan tambahan yang dipasang di ataskonstruksi perkerasan yang ada dengan tujuan meningkatkan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. jalan, diperlukan pelapisan ulang (overlay) pada daerah - daerah yang mengalami

BAB III LANDASAN TEORI. jalan, diperlukan pelapisan ulang (overlay) pada daerah - daerah yang mengalami BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Perencanaan Tebal Perkerasan Dalam usaha melakukan pemeliharaan dan peningkatan pelayanan jalan, diperlukan pelapisan ulang (overlay) pada daerah daerah yang mengalami kerusakan

Lebih terperinci

PENGARUH BEBAN BERLEBIH TRUK BATUBARA TERHADAP UMUR SISA DAN UMUR RENCANA PERKERASAN LENTUR ABSTRAK

PENGARUH BEBAN BERLEBIH TRUK BATUBARA TERHADAP UMUR SISA DAN UMUR RENCANA PERKERASAN LENTUR ABSTRAK PENGARUH BEBAN BERLEBIH TRUK BATUBARA TERHADAP UMUR SISA DAN UMUR RENCANA PERKERASAN LENTUR Niko Aditia NRP : 1021049 Pembimbing : Santoso Urip Gunawan, Ir.,MT. ABSTRAK Hampir semua truk batubara yang

Lebih terperinci

BAB III METODA PERENCANAAN

BAB III METODA PERENCANAAN BAB III METODA PERENCANAAN START PENGUMPULAN DATA METODA PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN LENTUR JALAN BARU JALAN LAMA METODE BINA MARGA METODE AASHTO ANALISA PERBANDINGAN ANALISA BIAYA KESIMPULAN DAN SARAN

Lebih terperinci

gambar 3.1. teriihat bahwa beban kendaraan dilimpahkan ke perkerasan jalan

gambar 3.1. teriihat bahwa beban kendaraan dilimpahkan ke perkerasan jalan BAB HI LANDASAN TEORI 3.1 Konstruksi Perkerasan Konstruksi perkerasan lentur terdiri dan lapisan-lapisan yang diletakkan di atas tanah dasar yang telah dipadatkan. Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk

Lebih terperinci

1 FERRY ANDRI, 2 EDUARDI PRAHARA

1 FERRY ANDRI, 2 EDUARDI PRAHARA ANALISIS PERENCANAAN PELAPISAN TAMBAH PADA PERKERASAN LENTUR BERDASARKAN METODE SNI 1732-1989-F DAN AASHTO 1993 STUDI KASUS : RUAS CIASEM- PAMANUKAN (PANTURA) 1 FERRY ANDRI, 2 EDUARDI PRAHARA 1 Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permukaan tanah pada umumnya tidak mampu menahan beban kendaraan

BAB I PENDAHULUAN. Permukaan tanah pada umumnya tidak mampu menahan beban kendaraan BAB I PENDAHULUAN 1.1 UMUM Permukaan tanah pada umumnya tidak mampu menahan beban kendaraan diatasnya sehingga diperlukan suatu konstruksi yang dapat menahan dan mendistribusikan beban lalu lintas yang

Lebih terperinci

KOMPARASI TEBAL PERKERASAN LENTUR METODE AASHTO 1993 DENGAN METODE BINA MARGA

KOMPARASI TEBAL PERKERASAN LENTUR METODE AASHTO 1993 DENGAN METODE BINA MARGA KOMPARASI TEBAL PERKERASAN LENTUR METODE AASHTO 1993 DENGAN METODE BINA MARGA Wesli 1), Said Jalalul Akbar 2) Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Malikussaleh email: 1) ir_wesli@yahoo.co.id,

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Mulai. Identifikasi Masalah. Studi Literatur. Pengumpulan Data Sekunder. Rekapitulasi Data. Pengolahan Data.

BAB IV METODE PENELITIAN. Mulai. Identifikasi Masalah. Studi Literatur. Pengumpulan Data Sekunder. Rekapitulasi Data. Pengolahan Data. BAB IV METODE PENELITIAN A. Tahapan Penelitian Secara umum, tahapan-tahapan dalam penelitian ini dapat dilihat dalam bagan alir dibawah ini. Identifikasi Masalah Studi Literatur Pengumpulan Data Sekunder

Lebih terperinci

Analisis Desain Perkerasan Kaku Berdasarkan AASHTO Rigid Pavement ARI SURYAWAN (hal. 213)

Analisis Desain Perkerasan Kaku Berdasarkan AASHTO Rigid Pavement ARI SURYAWAN (hal. 213) Analisis Desain Perkerasan Kaku Berdasarkan AASHTO 1993 + Rigid Pavement ARI SURYAWAN (hal. 213) Data - Data yang diperlukan : Umur rencana = 20 tahun CBR tanah dasar = 6 % Kuat tarik lentur (fcf) = 4.0

Lebih terperinci

Studi Penanganan Ruas Jalan Bulu Batas Kota Tuban Provinsi Jawa Timur Menggunakan Data FWD dan Data Mata Garuda

Studi Penanganan Ruas Jalan Bulu Batas Kota Tuban Provinsi Jawa Timur Menggunakan Data FWD dan Data Mata Garuda Jurnal Rekayasa Hijau No.1 Vol. I ISSN 2550-1070 Maret 2017 Studi Penanganan Ruas Jalan Bulu Batas Kota Tuban Provinsi Jawa Timur Menggunakan Data FWD dan Data Mata Garuda Rahmi Zurni, Welly Pradipta,

Lebih terperinci

1. Kontruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)

1. Kontruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement) 1 LAPIISAN DAN MATERIIAL PERKERASAN JALAN (Sonya Sulistyono, ST., MT.) A. Jenis dan Fungsi Lapis Perkerasan 1. Kontruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement) Kontruksi perkerasan lentur (flexible Pavement)

Lebih terperinci

Agus Surandono, Putri Maha Suci

Agus Surandono, Putri Maha Suci ANALISA TEKNIS PERBAIKAN PERKERASAN LENTUR DENGAN METODE AASHTO (Studi Kasus : Pada Ruas Jalan Ki Hajar Dewantara Kecamatan BatanghariKabupaten Lampung Timur) Agus Surandono, Putri Maha Suci Jurusan Teknik

Lebih terperinci

KONSTRUKSI JALAN ANGKUT

KONSTRUKSI JALAN ANGKUT KONSTRUKSI JALAN ANGKUT Tujuan utama perkerasan jalan angkut adalah untuk membangun dasar jalan yang mampu menahan beban pada poros roda yang diteruskan melalui lapisan fondasi, sehingga tidak melampaui

Lebih terperinci

PERBANDINGAN TEBAL LAPIS PERKERASAN DENGAN METODE ANALISA KOMPONEN DAN ASPHALT INSTITUTE

PERBANDINGAN TEBAL LAPIS PERKERASAN DENGAN METODE ANALISA KOMPONEN DAN ASPHALT INSTITUTE PERBANDINGAN TEBAL LAPIS PERKERASAN DENGAN METODE ANALISA KOMPONEN DAN ASPHALT INSTITUTE Rifki Zamzam Staf Perencanaan dan Sistem Informasi Politeknik Negeri Bengkalis E-mail : rifkizamzam@polbeng.ac.id

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Pada dasarnya jalan memiliki umur pelayanan dan umur rencana. Dengan berjalannya waktu tingkat pelayanan jalan akan berkurang, oleh karena itu untuk menjaga tingkat

Lebih terperinci

PROGRAM KOMPUTER UNTUK DESAIN PERKERASAN LENTUR JALAN RAYA

PROGRAM KOMPUTER UNTUK DESAIN PERKERASAN LENTUR JALAN RAYA PROGRAM KOMPUTER UNTUK DESAIN PERKERASAN LENTUR JALAN RAYA Vinda Widyanti Hatmosarojo 0021070 Pembimbing : Wimpy Santosa, ST., M.Eng., MSCE., Ph.D FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Perkerasan jalan adalah bagian konstruksi jalan yang terdiri dari beberapa susunan atau lapisan, terletak pada suatu landasan atau tanah dasar yang diperuntukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu atau beberapa lapis perkerasan dari bahan-bahan yang diproses, dimana

BAB I PENDAHULUAN. satu atau beberapa lapis perkerasan dari bahan-bahan yang diproses, dimana BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Perkerasan dan struktur perkerasan merupakan struktur yang terdiri dari satu atau beberapa lapis perkerasan dari bahan-bahan yang diproses, dimana fungsinya untuk

Lebih terperinci

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN RUAS JALAN DI STA S/D PADA AREAL PERKEBUNAN SAWIT PT. JABONTARA EKA KARSA

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN RUAS JALAN DI STA S/D PADA AREAL PERKEBUNAN SAWIT PT. JABONTARA EKA KARSA PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN RUAS JALAN DI STA 0+000 S/D 4+000 PADA AREAL PERKEBUNAN SAWIT PT. JABONTARA EKA KARSA Bina Jaya Simamora, A.Md 1 ) Arie Syahruddin S, ST 2) Bambang Edison, S.Pd, MT 3) Email

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Paramater Perencanaan Tebal Lapisan Konstruksi Perkerasan Menurut Alamsyah (2001), lapisan perkerasan berfungsi untuk menerima dan menyebarkan beban lalu lintas tanpa menimbulkan

Lebih terperinci

ANALISIS TEBAL LAPISAN PERKERASAN LENTUR JALAN LINGKAR MAJALAYA DENGAN MENGGUNAKAN METODE ANALISIS KOMPONEN SNI

ANALISIS TEBAL LAPISAN PERKERASAN LENTUR JALAN LINGKAR MAJALAYA DENGAN MENGGUNAKAN METODE ANALISIS KOMPONEN SNI ANALISIS TEBAL LAPISAN PERKERASAN LENTUR JALAN LINGKAR MAJALAYA DENGAN MENGGUNAKAN METODE ANALISIS KOMPONEN SNI 03-1732-1989 Irwan Setiawan NRP : 0021067 Pembimbing : Ir. Silvia Sukirman FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lalu lintas jalan raya terdiri dari dua angkutan, yaitu angkutan penumpang dan angkutan barang. Angkutan penumpang adalah moda transportasi yang berfungsi untuk mengangkut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Perkerasan jalan adalah bagian konstruksi jalan yang terdiri dari beberapa susunan atau lapisan, terletak pada suatu landasan atau tanah dasar yang diperuntukkan

Lebih terperinci

BAB V EVALUASI V-1 BAB V EVALUASI

BAB V EVALUASI V-1 BAB V EVALUASI V-1 BAB V EVALUASI V.1 TINJAUAN UMUM Dalam Bab ini, akan dievaluasi tanah dasar, lalu lintas, struktur perkerasan, dan bangunan pelengkap yang ada di sepanjang ruas jalan Semarang-Godong. Hasil evaluasi

Lebih terperinci

konfigurasi sumbu, bidang kontak antara roda perkerasan. Dengan demikian

konfigurasi sumbu, bidang kontak antara roda perkerasan. Dengan demikian BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beban Lalu lintas Konstruksi perkerasan jalan menerima beban lalu lintas yang dilimpahkan melalui roda-roda kendaraan. Besarnya tergantung dari berat total kendaraan, konfigurasi

Lebih terperinci

PERBANDINGAN HASIL PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN JALAN TIPE PERKERASAN KAKU ANTARA METODE AASHTO 1993 DENGAN METODE

PERBANDINGAN HASIL PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN JALAN TIPE PERKERASAN KAKU ANTARA METODE AASHTO 1993 DENGAN METODE Jurnal Talenta Sipil, Vol.1 No.1, Februari 2018 e-issn 2615-1634 PERBANDINGAN HASIL PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN JALAN TIPE PERKERASAN KAKU ANTARA METODE AASHTO 1993 DENGAN METODE Pd.T.14-2003 PADA PERENCANAAN

Lebih terperinci

Perkerasan kaku Beton semen

Perkerasan kaku Beton semen Perkerasan kaku Beton semen 1 Concrete pavement profile 2 Tahapan Perencanaan Perkerasan Kaku (Rigid Pavement) 3 Parameter perencanaan tebal perkerasan kaku Beban lalu lintas Kekuatan tanah dasar Kekuatan

Lebih terperinci

Wita Meutia Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil S1 Fakultas Teknik Universitas Riau Tel , Pekanbaru Riau,

Wita Meutia Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil S1 Fakultas Teknik Universitas Riau Tel , Pekanbaru Riau, EVALUASI STRUKTUR PERKERASAN JALAN MENGGUNAKAN DATA BERAT BEBAN KENDARAAN DARI JEMBATAN TIMBANG (Studi Kasus pada Ruas Jalan Siberida-Batas Jambi km 255+150 s/d km 256+150) Wita Meutia Mahasiswa Jurusan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Tahapan Penelitian

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Tahapan Penelitian BAB IV METODE PENELITIAN A. Tahapan Penelitian Penelitian ini disusun dalam lima tahap penelitian utama Gambar 4.1. Awalnya perencanaan tebal perkerasan jalan menggunakan Metode Analisa Komponen dari Bina

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR - RC

TUGAS AKHIR - RC TUGAS AKHIR RC09 1380 EVALUASI PARAMETER KOEFISIEN DISTRIBUSI KENDARAAN (C) UNTUK JALAN TIPE 4/2UD UNTUK PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN LENTUR CARA BINA MARGA (Studi Kasus : Jl. Yogyakarta Magelang Km 21

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melebihi daya dukung tanah yang diijinkan (Sukirman, 1992).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melebihi daya dukung tanah yang diijinkan (Sukirman, 1992). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkerasan Jalan Perkerasan jalan adalah suatu lapisan yang berada di atas tanah dasar yang sudah dipadatkan, dimana fungsi dari lapisan ini adalah memikul beban lalu lintas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pekerasan Jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pekerasan Jalan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pekerasan Jalan Perkerasan jalan merupakan konstruksi yang berfungsi untuk melindungi tanah dasar (subgrade) dan lapisan-lapisan pembentuk perkerasan lainnya supaya tidak mengalami

Lebih terperinci

BAB IV PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN LENTUR. perumahan Puri Botanical Residence di jl. Joglo Jakarta barat. ditanah seluas 4058

BAB IV PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN LENTUR. perumahan Puri Botanical Residence di jl. Joglo Jakarta barat. ditanah seluas 4058 BAB IV PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN LENTUR Proyek pembangunan areal parkir Rukan ini terdapat di areal wilayah perumahan Puri Botanical Residence di jl. Joglo Jakarta barat. ditanah seluas 4058 m2. Berikut

Lebih terperinci

KOMPARASI HASIL PERENCANAAN RIGID PAVEMENT MENGGUNAKAN METODE AASHTO '93 DAN METODE Pd T PADA RUAS JALAN W. J. LALAMENTIK KOTA KUPANG

KOMPARASI HASIL PERENCANAAN RIGID PAVEMENT MENGGUNAKAN METODE AASHTO '93 DAN METODE Pd T PADA RUAS JALAN W. J. LALAMENTIK KOTA KUPANG KOMPARASI HASIL PERENCANAAN RIGID PAVEMENT MENGGUNAKAN METODE AASHTO '9 DAN METODE Pd T-- PADA RUAS JALAN W. J. LALAMENTIK KOTA KUPANG Lodofikus Dumin, Ferdinan Nikson Liem, Andreas S. S. Maridi Abstrak

Lebih terperinci

ANALISIS BEBAN BERLEBIH (OVERLOAD) TERHADAP UMUR PELAYANAN JALAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE ANALITIS (STUDI KASUS RUAS JALAN TOL SEMARANG)

ANALISIS BEBAN BERLEBIH (OVERLOAD) TERHADAP UMUR PELAYANAN JALAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE ANALITIS (STUDI KASUS RUAS JALAN TOL SEMARANG) ANALISIS BEBAN BERLEBIH (OVERLOAD) TERHADAP UMUR PELAYANAN JALAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE ANALITIS (STUDI KASUS RUAS JALAN TOL SEMARANG) Tugas Akhir untuk memenuhi persyaratan mencapai derajat S-1 Teknik

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Metode Pengumpulan Data

BAB III METODOLOGI 3.1 Metode Pengumpulan Data 30 BAB III METODOLOGI 3.1 Metode Pengumpulan Data Di dalam mencari dan mengumpulkan data yang diperlukan, difokuskan pada pokok-pokok permasalahan yang ada, sehingga tidak terjadi penyimpangan dan kekaburan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Manual Desain Perkerasan Jalan (MDP) 2013 1. Metode Manual Desain Perkerasan Jalan (MDP) 2013 Metode Manual Desain Perkerasan Jalan (MDP) 2013 adalah salah satu metode terbaru

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Perkerasan jalan adalah bagian konstruksi jalan yang terdiri dari beberapa susunan atau lapisan, terletak pada suatu landasan atau tanah dasar yang diperuntukkan

Lebih terperinci

ASPEK GEOTEKNIK PADA PEMBANGUNAN PERKERASAN JALAN

ASPEK GEOTEKNIK PADA PEMBANGUNAN PERKERASAN JALAN ASPEK GEOTEKNIK PADA PEMBANGUNAN PERKERASAN JALAN Prof. Dr.Ir.Hary Christady Hardiyatmo, M.Eng.,DEA Workshop Continuing Profesional Development (CPD) Ahli Geoteknik Hotel Ambara - Jakarta 3-4 Oktober 2016

Lebih terperinci

2.3 Dasar - Dasar Perancangan Tebal Lapis Keras Lentur Kapasitas Lalulintas Udara 20

2.3 Dasar - Dasar Perancangan Tebal Lapis Keras Lentur Kapasitas Lalulintas Udara 20 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR NOTASI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN INTISARI i m v vii ^ x ^ BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Tujuan Analisis 5 1.3 Batasan Masalah 5

Lebih terperinci

BAB II KERUSAKAN DAN REHABILITASI JALAN

BAB II KERUSAKAN DAN REHABILITASI JALAN BAB II KERUSAKAN DAN REHABILITASI JALAN II. 1. Konstruksi Perkerasan Jalan Perkerasan jalan adalah suatu konstruksi yang terdiri dari lapisan yang diletakkan diatas lapisan tanah dasar yang berfungsi untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari bahan khusus yang mempunyai kualitas yang lebih baik dan dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari bahan khusus yang mempunyai kualitas yang lebih baik dan dapat BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Perkerasan Tanah saja biasanya tidak cukup dan menahan deformasi akibat beban roda berulang, untuk itu perlu adanya lapisan tambahan yang terletak antara tanah dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Aspal Aspal didefinisikan sebagai material berwarna hitam atau coklat tua, pada temperatur ruang berbentuk padat sampai agak padat. Jika dipanaskan sampai suatu temperatur tertentu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Perkerasan Jalan Sampai saat ini ada 3 (tiga) jenis perkerasan jalan yang sering digunakan yaitu : perkerasan lentur, perkerasan kaku dan gabungan dari keduanya

Lebih terperinci

ANALISA PERBANDINGAN PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE BINA MARGA, ASPHALT INSTITUTE DAN AASHTO 1993

ANALISA PERBANDINGAN PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE BINA MARGA, ASPHALT INSTITUTE DAN AASHTO 1993 ANALISA PERBANDINGAN PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE BINA MARGA, ASPHALT INSTITUTE DAN AASHTO 1993 Donatul Mario, Mufti Warman, Hendri Warman Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik

Lebih terperinci

ANALISA KERUSAKAN PERKERASAN JALAN DITINJAU DARI DAYA DUKUNG TANAH DAN VOLUME LALU LINTAS

ANALISA KERUSAKAN PERKERASAN JALAN DITINJAU DARI DAYA DUKUNG TANAH DAN VOLUME LALU LINTAS ANALISA KERUSAKAN PERKERASAN JALAN DITINJAU DARI DAYA DUKUNG TANAH DAN VOLUME LALU LINTAS (Studi Kasus : Ruas Jalan Metro Tanjung Kari di Kecamatan Sekampung Lampung Timur STA 10+600 s/d 11+600) Ida Hadijah

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH KONDISI PONDASI MATERIAL BERBUTIR TERHADAP UMUR PELAYANAN JALAN DENGAN METODE ANALITIS

ANALISIS PENGARUH KONDISI PONDASI MATERIAL BERBUTIR TERHADAP UMUR PELAYANAN JALAN DENGAN METODE ANALITIS ANALISIS PENGARUH KONDISI PONDASI MATERIAL BERBUTIR TERHADAP UMUR PELAYANAN JALAN DENGAN METODE ANALITIS (STUDI KASUS JALAN PANTURA RUAS REMBANG BULU) Naskah Publikasi Ilmiah Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi dan Klasifikasi Jalan Menurut Peraturan Pemerintah (UU No. 22 Tahun 2009) Jalan adalah seluruh bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR. Ditulis untuk Menyelesaikan Mata Kuliah Tugas Akhir Semester VI Pendidikan Program Diploma III. oleh:

LAPORAN TUGAS AKHIR. Ditulis untuk Menyelesaikan Mata Kuliah Tugas Akhir Semester VI Pendidikan Program Diploma III. oleh: EVALUASI PERHITUNGAN TEBAL LAPIS PERKERASAN LENTUR DENGAN MENGGUNAKAN METODE SNI 2002 PT T-01-2002-B DAN ANALISA KOMPONEN SNI 1732-1989 F PADA RUAS JALAN RUNDING ( SIDIKALANG ) SECTION 1 LAPORAN TUGAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang terletak pada lapis paling atas dari bahan jalan dan terbuat dari bahan khusus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang terletak pada lapis paling atas dari bahan jalan dan terbuat dari bahan khusus BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkerasan Jalan Menurut Totomihardjo (1995), perkerasan adalah suatu lapis tambahan yang terletak pada lapis paling atas dari bahan jalan dan terbuat dari bahan khusus yang

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PERKERASAN LENTUR DAN PERKERASAN KAKU TERHADAP BEBAN OPERASIONAL LALU LINTAS DENGAN METODE AASHTO PADA RUAS

PERBANDINGAN PERKERASAN LENTUR DAN PERKERASAN KAKU TERHADAP BEBAN OPERASIONAL LALU LINTAS DENGAN METODE AASHTO PADA RUAS PERBANDINGAN PERKERASAN LENTUR DAN PERKERASAN KAKU TERHADAP BEBAN OPERASIONAL LALU LINTAS DENGAN METODE AASHTO PADA RUAS JALAN KALIANAK STA 0+000 5+350 SURABAYA TUGAS AKHIR Diajukan oleh : M.SULTHONUL

Lebih terperinci