KLASTERISASI INDUSTRI HILIR PRODUK OLAHAN BERBAHAN BAKU KARET DI PROVINSI JAMBI

dokumen-dokumen yang mirip
AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005

VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN

8 BANGUNAN TEORI INTEGRASI AGROINDUSTRI

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2014

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jambi

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN INDUSTRI UNGGULAN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Pengembangan Sektor Agro dan Wisata Berbasis One Sub-District One Misi Misi pengembangan Produk Unggulan Daerah Kab.

Abstrak Pembicara Utama

NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas

I. PENDAHULUAN. terjadinya krisis moneter, yaitu tahun 1996, sumbangan industri non-migas

Tabel 14 Kebutuhan aktor dalam agroindustri biodiesel

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

BAB I PENDAHULUAN. Investasi adalah merupakan langkah awal kegiatan produksi sehingga

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU)

KAJIAN KEMAMPUAN EKONOMI PETANI DALAM PELAKSANAAN PEREMAJAAN KEBUN KELAPA SAWIT DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR KABUPATEN MUARO JAMBI

PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT DALAM KONSEP MINAPOLITAN

Written by Danang Prihastomo Friday, 06 February :22 - Last Updated Wednesday, 11 February :46

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN INDUSTRI PERIKANAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan Badan Usaha Milik Negara ( BUMN) memiliki peran, dan fungsi

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

VII. FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT PENGEMBANGAN PERKEBUNAN KARET

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN PRODUK UNGGULAN DAERAH

HASIL SURVEI KREDIT KONSUMSI A. Karakteristik Bank

BAB VI KESIMPULAN DAN IMPLIKASI. 6.1 Kesimpulan. sektor kehutanan yang relatif besar. Simulasi model menunjukkan bahwa perubahan

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

POLICY BRIEF DINAMIKA SOSIAL EKONOMI PERDESAAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

Boks 2. PERINGKAT DAYA SAING INVESTASI DAERAH PROVINSI JAMBI

GUBERNUR SULAWESI TENGAH

RINGKASAN EKSEKUTIF Muhammad Syahroni, E. Gumbira Sa id dan Kirbrandoko.

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di era otonomi daerah menghadapi berbagai

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. daya yang dimiliki daerah, baik sumber daya alam maupun sumber daya

IV.C.6. Urusan Pilihan Perindustrian

I. PENDAHULUAN. besar penduduk, memberikan sumbangan terhadap pendapatan nasional yang

PENYUSUNAN MASTERPLAN MINAPOLITAN KABUPATEN BONDOWOSO. Endang Siswati

I. PENDAHULUAN. sesuai dengan rencana Pembangunan Jangka Menengah sampai tahun 2009 sebesar

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 18 TAHUN 2017

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN INDUSTRI UNGGULAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Revitalisasi Pertanian

Analisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian

5Kebijakan Terpadu. Perkembangan perekonomian Indonesia secara sektoral menunjukkan. Pengembangan Agribisnis. Pengertian Agribisnis

Boks 1 PELUANG DAN HAMBATAN INVESTASI DI PROPINSI RIAU. I. Latar Belakang

Peneliti Utama Anggota

STRATEGI DAN KEBIJAKAN INOVASI PENGEMBANAGAN AGROINDUSTRI ROTAN DI KALIMANTAN TENGAH

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah dengan sistem desentralisasi diimplementasikan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

DUKUNGAN SUB SEKTOR PERKEBUNAN TERHADAP PELAKSANAAN KEBIJAKAN

PENGELOLAAN KAWASAN ANDALAN YANG MENDUKUNG PENGEMBANGAN INVESTASI DUNIA USAHA DI KTI

SARAN / MASUKAN DARI KADIN KALBAR PADA RANCANGAN TEKNOKRATIK RPJMN

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI SETIADI DJOHAR IDQAN FAHMI

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR: P. 1 /V-SET/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 23/PER/M.KUKM/XI/2005 T E N T A N G

Isu Strategis Kota Surakarta

DISAMPAIKAN OLEH : DIREKTUR JENDERAL INDUSTRI AGRO PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2013 JAKARTA, FEBRUARI 2013 DAFTAR ISI

PENATAAN WILAYAH PERTANIAN INDUSTRIAL Kawasan Pertanian Industrial unggul berkelanjutan

4.2 Strategi dan Kebijakan Pembangunan Daerah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang UMKM merupakan unit usaha yang sedang berkembang di Indonesia dan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PARIWISATA & PERKEBUNAN DI KABUPATEN KAPUAS HULU

PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UKM PROVINSI JAMBI TAHUN Presented by : Drs. Harmen Rusdi, ME (Kepala Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Jambi)

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN Pada Acara SEMINAR DAMPAK PENURUNAN HARGA MINYAK BUMI TERHADAP INDUSTRI PETROKIMIA 2015 Jakarta, 5 Maret 2014

PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PERLUASAN KREDIT USAHA RAKYAT DENPASAR, 20 APRIL 2011

Untuk mewujudkan Visi Daerah Kabupaten Temanggung di. atas, pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan dilakukan dalam 6

Analisis ekspor karet dan pengaruhnya terhadap PDRB di Provinsi Jambi

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN KILANG MINYAK DI DALAM NEGERI

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN INDUSTRI UNGGULAN PROVINSI SUMATERA SELATAN

INTERVENSI PROGRAM UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS UKM

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013

VIII SKENARIO ALTERNATIF KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SISTEM AGROINDUSTRI KAKAO

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi

1.1 LATAR BELAKANG. Pendahuluan Masterplan Jambi Agro Industrial Park

KEMBALI KE PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI RIAU (Upaya Mengembalikan Kemandirian Masyarakat Pedesaan)

INDIKATOR KINERJA MINAPOLITAN, INDUSTRIALISASI KP DAN BLUE ECONOMY SUNOTO, MES, PHD PENASEHAT MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN BATAM, 22 SEPTEMBER 2014

diwujudkan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, yaitu suatu kondisi pelaksanaan pemerintahan yang

2 seluruh pemangku kepentingan, secara sendiri-sendiri maupun bersama dan bersinergi dengan cara memberikan berbagai kemudahan agar Peternak dapat men

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDUHULUAN Latar Belakang

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011

Menteri Perindustrian Republik Indonesia SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2016

PROSPEK AGRIBISNIS INDONESIA DAN PELUANG PERBANKAN 1 )

Transkripsi:

KLASTERISASI INDUSTRI HILIR PRODUK OLAHAN BERBAHAN BAKU KARET DI PROVINSI JAMBI BALITBANGDA PROVINSI JAMBI TAHUN 2017

TIM PENELITI KETUA : DR. NOVITA ERLINDA, SE, MAP ANGGOTA : DR. MIRAWATI YANITA, SP, M.SI WENI LESTARI, SP IR. ITA NELFIDA JONI MARTIN, SH, MH M. RIYALDI SYAHPUTRA, SE, ME balitbangda@jambiprov.go.id (0741) 669352 1

I. Hilirisasi Karet sebagai Salah Satu Pendekatan dalam Meningkatkan Pendapatan Petani Subsektor perkebunan di Provinsi Jambi merupakan salah satu sub sektor yang berperan penting dalam perekonomian Jambi dimana kontribusi subsektor ini mencapai lebih dari 50% terhadap PDRB Jambi. Selain itu subsektor perkebunan juga merupakan subsektor yang mampu memberikan pendapatan dan penyerapan tenaga kerja di daerah. Salah satu produk unggulan perkebunan di Provinsi Jambi adalah komoditas karet yang memiliki keterkaitan ekonomi yang kuat antara sektor hulu dan hilir. Namun demikian penguatan hilirisasi akan lebih memberikan nilai tambah yang tinggi bagi produk karet di Provinsi Jambi. Dengan demikian hilirisasi menjadi suatu keniscayaan bagi pengembangan produk karet Jambi. Selain akan m e m b e r i k a n i l a i t a m b a h y a n g t i n g i d a n m e m p e r l u a s l a p a n g a n p e k e r j a n s e r t a memberikan dampak pengganda di sektor lain, hilirisasi karet juga diyakini akan meningkatkan pendapatan pelaku usaha khususnya petani karet di Provinsi Jambi. Dalam konteks ini Provinsi Jambi masih memerlukan upaya yang lebih keras untuk pengembangan hilirisasi produk karet dibanding dengan daerah lainya. Oleh karenanya sangat urgent dan sangat bermanfaat untuk dilakukan kajian terkait dengan hilirisasi produk olahan karet melalui klasterisasi industri hilir berbasis bahan baku karet di Provinsi Jambi. 7. Belum mampunya pasar lelang karet meningkatkan posisi tawar petani dalam pemasaran bokar 8. Keterikatan Petani dengan Tengkulak 9. Adanya upaya sistematis yang di lak- ukan oleh pedagang perantara (teng- kulak) untuk tetap mempertahankan bokar dengan kualitas rendah III. Isu-Isu Strategis Isu strategis terkait dengan hilirisasi karet berupa isu internal dan isu eksternal. Faktor Internal dihadapi dengan volatilitas harga yang dilihat dari permasalahan pendapatan petani sangat rendah (nilai tukar 1 kg karet mentah setara dengan 0,25 kg beras),harga di tingkat petani cukup rendah, yaitu sekitar 60% FOB ( b i a y a p r o s e s i n g t i n gg i d a n r a n t a i p e m a s a r a n y a n g c u k u p a n j a n g ), produktivitas rendah disebabkan oleh benih tanaman yang digunakan banyak yang tidak unggul, kurang perawatan dan banyak tanaman tua. Sedangkan Faktor Eksternal dihadapi dengan kenyataan bahwa harga karet dipengaruhi oleh harga k a r e t s e c a r a g l o b a l, a d a n y a e f e k protecsionism ekonomi, dan perlambatan ekonomi secara global. II. Permasalahan yang Dihadapi Meski merupakan salah satu produk unggulan pengembangan produk olahan karet di Provinsi Jambi masih menghadapi berbagai permasalahan di antaranya: 1. Produktivitas karet masih rendah. 2. Bahan baku yang dihasilkan umumnya belum bermutu tinggi. 3. SDM Petani belum mampu berkompetitif. 4. Belum efisiennya sistem pemasaran Bahan Olah Karet (panjangnya rantai pemasaran). 5. Fasilitas pembiayaan belum mendukung secara Maksimal. 6. Tidak transparannya penetapan harga bokar di tingkat petani (tidak ada standar harga yang jelas di tingkat petani) 2

IV. Hasil penelitian 1a. Provinsi Jambi memiliki luasan kebun karet yang berpotensi untuk mendukung kegiatan hilirisasi karet. Namun masih dibutuhkan penguatan di hulu untuk meningkatkan produktivitas karet alam sebagai bahan baku utama hilirisasi karet. Pembenahan di hulu berupa pengunaan bibit karet yang bersertifikat untuk kebun baru, replanting karet tua yang kurang produktif, pendampingan terhadap petani dalam melakukan hal-hal teknis dalam pemeliharaan, proses menyadap karet dan pelatihan perlakuan terhadap karet yang berkualitas, serta memberikan pelatihan enterpreneur dan manajemen pemasaran hasil karet. Pada kontek proses dan hilir perlu pendampingan teknologi, regulasi pemerintah daerah dan jaminan pasar. b. Kondisi eksisting hilirisasi karet menunjukan bahwa berbagai usaha telah dilakukan untuk menggiatkan hilirisasi karet di Provinsi Jambi. Sejak tahun 2012 bantuan hilirisasi karet berupa mesin pengolahan karet bergulir diberikan dari kementerian perindustrian perdagangan RI. Pada beberapa kabupaten di Provinsi Jambi telah melaksanakan hilirisasi karet secara masif, namun proses hilirisasi itu belum berjalan dengan optimal. Berdasarkan temuan dilapangan dalam pelaksaannya hilirisasi karet masih menemui masalah krusial yakni : volatilitas harga karet, kesiapan sumber daya manusia dalam melaksanakan hilirisasi karet atau perlunya peningkatan pelatihan sumber daya manusia, terbatasnya jangkauan pemasaran produk karet, profitabilitas produk olahan karet, masih perlunya peningkatan kemitran dalam meraih modal dalam memproduksi produk karet, perlu dukungan regulasi pemerintah dalam mengatasi risiko yang akan dihadapi para pelaku hilirisasi karet, dan perlunya standarisasi produk karet. D i s a m p i n g i t u h a r g a k a r e t y a n g s e l a l u berfluktuasi dan tidak memihak kepada petani, berdampak pada konversi lahan karet kepada lahan sawit. Sehingga untuk hilirisasi perlu diintegrasikan antara hulu, proses, dan hilir. 2. Faktor kunci dalam melaksanakan opsi kebijakan hilirisasi karet di Provinsi Jambi yaitu : pengembangan mekanisme insentif melalui insentif fiskal yang kondusif untuk memberikan akses pasar yang luas. Di samping pengembangan di sisi penawaran berupa regulasi melalui d e - r e g u l a s i aturan yang tidak kondusif serta mengembangkan regulasi yang mendorong investasi produk hilir perlu dikembangkan. 3. Stakeholder yang terlibat dalam melaksanakan hilirisasi karet di Pro vinsi Jambi yaitu petani, pemerintah dan swasta. Kekuatan (relative strength) antar aktor (stakeholder) dalam melaksanakan kebijakan klasterisasi industri hilir produk olahan berbahan baku karet di Provinsi Jambi berdasarkan analisis MACTOR menunjukkan bahwa Dinas Koperasi dan Dinas Perindag provinsi berada pada pengaruh tinggi dan ketergantungan rendah. Sebaliknya petani memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi dan pengaruh yang sangat kecil. Selanjutnya tengkulak memiliki pengaruh namun memiliki ketergantungan yang sangat kecil. 3

Tipe B yakni kombinasi antara nilai ekonomi dan pasar. Tipe C yakni kombinasi antara nilai ekonomi dan dampak pengganda. Gambar Konvergensi antara aktor 4. a.tipologi Klasterisasi industri hilir produk olahan berbahan baku karet di Provinsi Jambi dapat digambarkan dalam empat klaster, yaitu : Tipolagi Tipe A yakni kombinasi antara nilai dan volume. 4

b. Strategi dalam melaksanakan kebijakan hilirisasi keret di Provinsi Jambi dapat dibagi dalam empat kuadran yaitu : Strategi 1 (S1) atau Strategi Pengungkit (leverage), Strategi 2 (S2) atau Strategi Penguatan (strengthening), Strategi 3 (S3) atau Strategi Pengendalian (Retrechment), dan Strategi 4 (S4) atau Strategi Percepatan (acceleration). c. Model Integrasi Hulu dan Hilir pengembangan hilirisasi Karet Jambi idealnya dapat diimplementasikan, karena mengakomodir isu strategis yang berkembang di lapangan. 5

V. Implikasi kebijakan hilirisasi karet di Provinsi Jambi tergabar dalam logical framework (Logframe) berikut ini 6

Selain itu strategi kebijakan juga dapat dilihat dari siapa melakukan apa sebagaimana terlihat dari Matrik WIDOW (Who is Doing What) berikut ini. VI. Rekomendasi dan Implikasi Kebijakan untuk Hilirisasi Karet di Provinsi Jambi Beberapa rekomendasi kebijakan yang diturunkan dari hasil penelitian : 1. Hasil analisis menunjukkan bahwa entry point dari hilirisasi adalah skema insentif dan dukungan regulasi, oleh karenanya disarankan segera dikembangkannya skema insentif berupa instrument-instrumen fiskal yang mendukung melalui kerja sama antar Lembaga. Pengembangan suku bunga pinjaman yang rendah, pengenduran (relaksasi) pajak bagi investasi di hilir dan subsidi bagi petani di hulu me r u p a k a n b e b e r a p a m e k a n i s m e i n s e n t i f tersebut. 2. Aspek regulasi pendukung merupakan salah satu entry point bagi hilirisasi karet, oleh karenanya disarankan dibuatnya peraturan daerah yang mendukung percepatan hilirisasi karet di Jambi disertai perampingan birokrasi perizinan dalam investasi di hilir. 3. Perlu dibentuk Tim Kelompok Kerja Hilirisasi Karet Jambi (KKHKJ) yang bersinergi dalam kesatuan aksi dalam mewujudkan rencana aksi hilirisasi karet di Provinsi Jambi, sebagai road map jangka pendek. Tim ini terdiri dari Organisasi Perangkat Daerah yang bersentuhan dengan kebijakan hilirisasi karet, yaitu Dinas Perkebunan, Dinas Perindag, Dinas Koperasi dan UMKM, Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah, Bappeda,Badan Penanaman Modal, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Perguruan Tinggi, Kelompok Tani, Unit Pengolaha dan Pemasaran Bokar, Gabungan Pengusaha Karet. 7

4. Road map jangka menengah dan panjang disarankan membuat perencanaan kawasan agroindustri karet pada wilayah yang memiliki ketersediaan bahan baku, SDM yang pernah memproduksi dan memasarkan produk hilirisasi karet. Pada penelitian ini t e r d a p a t t i g a d a e r a h y a n g memil i k i faktor p e n d u k u n g y a n g k u a t untuk pengembangan hilirisasi karet, dengan beberapa pertimbangan : a. Dekat dengan ketersediaan bahan baku; b. SDM petani telah melakukan pengolahan dan pemasaran hasil produk hilirisasi; c. Telah eksis dalam penetrasi pasar serta telah memiliki konektivitas pasarnya sendiri. Namun demikian masih perlu pendampingan, revitalisasi mesin dan peralatan, infrastruktur termasuk ketersediaan listrik, serta permodalan. Berdasarkan FGD dan wa wancara serta survey lapangan tiga kabupaten y a n g l e b i h s i a p d i j a d i k a n K a w a s a n a g r o i n d u s t r y k a r e t, dalam p e n g e m b a n g a n klaster hilirisasi k a r e t d i P r o v i n s i J a m b i y a k n i : K a b u p a t e n Sarolangun dan Kabupaten Bungo, karena dukungan bahan baku dan infrastruktur. Kabupaten Sarolangun dan Kabupaten Bungo berpotensi untuk pengembangan produk turunan dari kompon padat. Kemudian K a b u p a t e n Muaro Jambi berpotensi untuk pengembangan latek pekat dan p r o d u k turunanya atau berbasis kompon cair. Kedepannya, besar harapan agar semua daerah sentra karet di Provinsi Jambi bisa bersinerji dalam memproduksi dan captive market produk olahan berbahan baku karet secara masif dan memiliki daya saing yang tinggi dalam meningkatkan perekonomian petani. - CSR Perusahaan dalam menggerakkan perekonomian masyarakat, yang dikordinir oleh Bappeda dan Forum CSR. - Membantu sertifikat lahan karet petani, agar dapat dijadikan agunan modal usaha kepada pihak perbankan, yang dikordinir oleh Dinas Perkebunan 6. Dalam rangka percepatan hilirisasi karet dan lahirnya enterpreuner yang menguasai secara teknis untuk mendukung hilirisasi karet di Provinsi perlu didirikan sekolah kejuruan yang berbasis hilirisasi karet. Tentunya h a l ini perlu koordinasi lebih lanjut antara Dinas Pendidikan Provinsi Jambi dengan Kemenristekdikti. 5. Membentuk Unit Pelayanan Terpadu Daerah (UPTD) Percepatan, Pembinaan dan Pengawasan Hilirisasi Karet (P3HK) pada Dinas Perindag Provinsi Jambi. 7. Membantu kemudahan modal usaha petani enterpreneur produk karet yang akan mendirikan usaha baru dan mengembangkan usaha yang telah ada, melalui kelembagaan : - Koperasi, penguatan modal koperasi yang telah ada bahkan mendirikan koperasi baru khusus penanganan hilirisasi karet dibawah kordinator Dinas Koperasi dan UMKM P r o v i n s i d a n kabupaten. - BUMdes, perlu pendampingan dalam pengerahan dana BUMdes selain untuk infrastruktur seyogyanya dapat diarahkan dalam mengerakkan perekonomian masyarakat. Tugas ini tentunya dikordinir oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk. 8