BAB 1 M alam musim semi yang sejuk dengan rintikan hujan mengisi malam Jun Hee yang terasa... biasa saja. Bahkan terlalu biasa karena lagi-lagi ia harus menikmati makan malam sendirian. Setelah makan malam, Jun Hee langsung menuju perpustakaan untuk menyusun materi pelajaran besok. Ia tidak tahu harus melakukan apa selain bekerja. Rumah ini terlalu besar dan memiliki banyak fasilitas, tapi Jun Hee sama sekali tidak tertarik. Jun Hee meletakkan barang-barangnya di meja kerja Sang Won, sebelum akhirnya duduk di kursinya. Ini juga menjadi alasan kenapa hanya saat Sang Won tidak ada di rumah ia bisa menggunakan perpustakaan sesukanya. Kapan lagi bisa duduk di kursi bos seperti ini? Jun Hee melirik jam digitalnya, lalu menerawang ke luar jendela perpustakaan di dalam rumah itu. Pasalnya, meski jendela itu tidak tertutup gorden, yang terlihat dari tempat Jun Hee hanyalah pohon pine yang berjejer rapi. Ia menghela nafas
kemudian. Sang Won pasti pulang telat lagi hari ini, dia kan manusia paling sibuk. Baiklah... kita lihat apa yang harus dikerjakan terlebih dulu... Ia menyalakan laptop, membuka buku, lalu mengeluarkan pulpen dari tempat pensilnya. Selagi menunggu laptopnya booting, Jun Hee membolak-balik halaman buku yang dibukanya untuk mencari materi yang akan ia ajarkan besok sambil memainkan pulpen mekanik. Jun Hee mengalihkan pandangannya saat layar laptopnya menampilkan desktop, dan itu membuatnya menekan pulpen mekaniknya terlalu keras sampai terpental. Ia mendengus dan terpaksa membungkukkan punggungnya untuk mengambil pulpen yang terjatuh di kolong meja itu. Seolah belum cukup menyiksa, saat Jun Hee ingin menegakkan tubuhnya, kepalanya terbentur meja lalu pulpennya kembali jatuh. Jun Hee mengaduh sambil setengah mengutuk pulpen dan meja dan apapun yang menyulitkannya, sampai akhirnya ia terpaku sendiri saat melihat selembar kertas yang tergeletak tak jauh dari pulpennya.
Ternyata bukan sekadar kertas, melainkan selembar foto tua. Mengabaikan punggungnya yang mulai sakit, Jun Hee tetap bertahan dengan posisinya. Ia memperhatikan foto itu dengan dahi berkerut. Foto itu berisi seorang wanita bersama anak laki-laki yang berumur sekitar sepuluh tahunan. Jun Hee tidak tahu siapa wanita itu, tapi ia cukup yakin kalau Sang Won-lah anak laki-lakinya. Ibu Sang Won? Tidak, Jun Hee mengenal wajah mertuanya. Dan wanita itu bukan noona 1 -nya Sang Won. Apa cinta pertama Sang Won? Wah, kalau begitu Sang Won memiliki selera yang buruk dalam percintaan. Sedang apa kau? Duk! Aw! Suara berat Sang Won yang tiba-tiba masuk ke indra pendengaran Jun Hee, membuat wanita itu lagi-lagi terantuk meja. Sambil mengusap kepalanya, Jun Hee pun menegakkan tubuhnya. Ia mendapati Sang Won berdiri di depan meja masih dengan pakaian kerjanya. 1 Noona: Panggilan kakak, dari laki-laki ke perempuan yang lebih tua
Bekerja. Jawab Jun Hee setengah jengkel, ia meletakkan pulpen sialan itu di atas meja. Di bawah meja? Jun Hee mendelik ke arah Sang Won. Berbeda dengan ucapannya, wajah Sang Won sama sekali tidak sedang mengejek dan itu membuat Jun Hee makin sebal! Sudah satu bulan lebih Jun Hee tinggal bersama dengan pria ini, ia menjadi lebih paham kalau Sang Won bukan hanya pelit soal urusan berbicara. Hidupnya jauh lebih parah daripada katak yang tidak pernah tertawa. Jun Hee bahkan takjub sendiri melihat Sang Won bisa hidup sehat sampai sekarang dengan pola hidup membosankan seperti ini. Tadi ada masalah sedikit ah, sudahlah. Jun Hee mengibaskan tangannya. Omong-omong, tumben kau pulang cepat. Aku hanya pulang untuk mengambil beberapa dokumen. Setelah itu Sang Won memutari meja, dan membuka laci meja yang ditempati Jun Hee, membuat wanita itu harus menggeser kursinya sedikit. Jun Hee sedikit meringis mendengarnya. Kau sudah makan?
Gerakkan Sang Won terhenti beberapa detik. Dan sebelum Jun Hee menyadarinya, pria itu sudah bersikap seperti biasa. Belum. Makanlah dulu. Aku akan meminta Yoon Ahjumma 2 menyiapkannya. Tidak perlu. Ucapan Sang Won membuat Jun Hee kembali duduk di kursinya. Aku akan makan di kantor. Final. Jun Hee tidak bisa membantah lagi. Pembicaraan mereka selalu berakhir seperti itu Sang Won yang mengakhirinya. Namun kali ini, karena Sang Won tidak kunjung selesai mencari dokumen yang ia butuhkan (itu membuat Jun Hee tidak bisa segera menyelesaikan pekerjaannya), Jun Hee pun memberanikan diri untuk bertanya tentang foto yang masih dipegangnya kepada Sang Won. Sang Won-ssi 3, ini fotomu, kan? Lalu siapa wanita ini? 2 Bibi. Sebutan untuk wanita paruh baya yang sudah menikah 3 Bentuk panggilan formal
Sang Won menoleh, dan seketika itu pula bola matanya membesar ketika melihat foto apa yang Jun Hee maksud. Ini bukan eommeoni 4, kan? Sang Won menyambar lembar foto itu dari tangan Jun Hee dan langsung meremasnya. Rasa penasaran Jun Hee makin besar, dan ia tidak percaya dengan reaksi Sang Won itu. Jun Hee bisa melihat begitu banyak amarah yang terkumpul di manik mata Sang Won. Rahang pria itu mengatup rapat. Meski biasanya Sang Won memang pelit bicara dan datar, tapi Jun Hee tidak pernah merasa setakut ini. Sang Won yang sekarang seolah ingin mengeluarkan monster mengerikan yang bisa mengoyaknya sampai tulang. Tidak bisakah kau tidak mengacau?! lambat-lambat, Sang Won mengatakan itu. Jun Hee menelan air liurnya sendiri mendengar kalimat dingin Sang Won. A-Aku... aku hanya tidak sengaja menemukannya... 4 Eommeoni: ibu (mertua)
Tidak saling mencampuri urusan pribadi masingmasing, kau tidak ingat? Aku tahu..., Jun Hee menggigit bibirnya, menahan air mata. Maaf. Tidak bisa. Sang Won tidak bisa menyalahkan Jun Hee begitu saja karena tidak sengaja membuka luka lamanya. Luka yang belum kering sampai sekarang. Perlahan, Sang Won mengembuskan nafasnya. Amarahnya mulai menurun, namun tangannya masih meremas kuat lembar foto itu. A-Aku akan bekerja di kamar saja, Jun Hee bangun dari kursi dan merapikan barang-barangnya. Selamat malam. Ia memberi salam, lalu keluar dari perpustakaan. Setelah Jun Hee keluar, barulah Sang Won bisa membuka tangannya dan melihat lembar foto yang sudah berkerut. 12 Desember 1998 begitulah yang tertulis di pojok kanan foto itu. Dua orang tampak bahagia di sana, meski hanya seulas senyum yang terlihat. Sang Won ingat itu adalah hari terakhir ia bertemu dengan wanita itu.