BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari peran karyawannya. Karyawan dalam suatu perusahaan bukan semata-mata

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari peran karyawannya. Karyawan dalam suatu perusahaan bukan semata-mata

BAB I PENDAHULUAN. dan antar negara saling berinteraksi, bergantung, terkait, dan mempengaruhi satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peran karyawannya. Karyawan dalam suatu perusahaan bukan semata-mata obyek

BAB I PENDAHULUAN. untuk memusatkan perhatian pada pengembangan SDM. soft skill yang di dalamnya terdapat unsur behavior dan attitude.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. zaman. Oleh karena itu sumber daya manusia harus diperhatikan, dijaga dan

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP LINGKUNGAN PSIKOSOSIAL KERJA DAN ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR (OCB) DENGAN PRESTASI KERJA.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masyarakat dan zaman. Oleh karena itu sumber daya manusia harus selalu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. akan menghadapi masalah dalam pencapaian tujuan organisasi. Untuk mengurangi

BAB I PENDAHULUAN. banyak hal, selain kualitas SDM, sistem dalam organisasi, prosedur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perubahan zaman yang semakin berkembang menuntut manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia (SDM) merupakan aset yang penting dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dinamika kerja di lingkungan industri dan organisasi akhir-akhir ini selalu

BAB I PENDAHULUAN. Setiap organisasi memiliki berbagai tujuan. Untuk mencapai tujuannya,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Organisasi yang berhasil mewujudkan perubahan memiliki ciri-ciri mampu

II. TINJAUAN PUSTAKA Modal Sosial

I. PENGANTAR Latar Belakang. Kualitas sumber daya manusia yang tinggi sangat dibutuhkan agar manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk mengembangkan kemampuan yang dimilikinya dalam melakukan tugastugas

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat penting. Menurut Mangkunegara (2005:67) mengatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Organizational Citizenship Behavior (OCB) 1. Definisi Organizational Citizenship Behavior

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian OCB dan DOCB

TINJAUAN PUSTAKA Organizational Citizenship Behavior

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi yang selalu ditandai dengan terjadinya perubahan. perubahan pesat pada kondisi ekonomi secara keseluruhan, telah

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan antara job..., Putriani Pradipta Utami Setiawan, FISIP Universitas UI, 2010 Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dalam menyelesaikan tugas yang diberikan oleh perusahaan.

BAB I PENDAHULUAN. berjalan dengan sangat efektif dan efisien. Efektifitas dan efisiensi proses kerja

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Organisasi ataupun perusahaan tidak akan dapat bertahan tanpa

BAB 1 PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang melanda dunia mengharuskan perusahaan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Organizational Citizenship Behavior. Menurut Organ, Podsakoff, & MacKinzie (2006), organizational

semua individu dapat bekerja dalam tim. Penilaian yang diberikan kepada Perilaku sosial dalam organisasi atau Organizational Citizenship Behaviour

BAB II URAIAN TEORITIS. Pembahasan mengenai Organizational Citizenship Behavior (OCB)

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori pertukaran sosial menurut Staley dan Magner (2003) menyatakan

BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. SDM merupakan aset penting dalam suatu organisasi, karena merupakan sumber

BAB II TINJAUAN TEORI. A. Organizational Citizenship Behavior (OCB) 1. Pengertian Organizational Citizenship Behavior (OCB)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era globalisasi yang selalu ditandai dengan terjadinya perubahanperubahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. yang tidak berorientasi untuk mencari keuntungan semata. Bahkan reward hampir

telekomunikasi dan informasi kepada masyarakat luas sampai kepelosok daerah di seluruh Indonesia. PT Telkom memiliki 25,011 orang karyawan per

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan akan sumberdaya manusia yang berkualitas saat ini semakin

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia sangat berperan dalam usaha organisasi dalam mencapai

BAB I PENDAHULUAN. manusia memegang peranan penting dalam melakukan aktivitas untuk

BAB II LANDASAN TEORI. Cascio (2003) mengungkapkan OCB sebagai perilaku kebijaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Dalam sebuah organisasi, khususnya organisasi perbankan, semestinya

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Udayana (Unud) sebagai sebuah lembaga pemerintah yang

BAB I PENDAHULUAN. tujuan organisasi dan terdapat orang-orang yang dapat berkomunikasi satu sama

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Era globalisasi yang selalu ditandai dengan terjadinya perubahan-perubahan pesat

PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Abstrak. Kata Kunci: Kepemimpinan Transformasional, Kepuasan Kerja, Komitmen Organisasi dan Organizational Citizenship Behavior.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dalam kinerja, kesuksesan, dan kefektifan organisasi. Perusahaan harus

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Ulrich dalam Novliadin (2007) mengungkapkan bahwa, Kunci sukses

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut Stephen P. (2002:135) Dalam suatu organisasi kepemimpinan

BAB I PENDAHULUAN. itu sendiri, Sebagaimana diketahui sebuah organisasi atau perusahaan,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Organisasi merupakan sekumpulan orang-orang yang saling bekerja sama

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumber daya manusia merupakan komponen utama suatu organisasi

BAB I PENDAHULUAN. dengan organisasi lain sehingga dapat terus mengembangkan organisasi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Organizational Citizenship Behavior (OCB) Schultz (Prihatsanti, 2010) menyatakan bahwa OCB melibatkan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan sebagai perusahaan terdiri atas sekumpulan orang-orang yang

BAB I PENDAHULUAN. menjual suatu barang atau komoditas dari negara satu kenegara lain. Proses

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Universitas Kristen Maranatha

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. pandangan karyawan ketika mereka telah diperlakukan dengan baik oleh

Judul : Pengaruh Keadilan Organisasional, Komitmen Organisasional, Dan Kepuasan Kerja Terhadap Organizational Citizenship Behavior

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS. diperlukan, maka individu dalam organisasi memerlukan perilaku untuk

BAB I PENDAHULUAN. peran yang sangat penting disamping sumber-sumber daya lain yang dimiliki

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam menghadapi persaingan usaha, perusahaan dituntut untuk dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Tinggi Swasta terkemuka di Bandung. UTama secara konsisten berkomitmen untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Organizational Citizenship Behavior (OCB) Organizational Citizenship Behavior (OCB) pertama kali dipopulerkan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Sumber Daya Manusia yang baik (SDM), berkualitas dan potensial merupakan

PENDAHULUAN. mampu untuk bekerja sama dan membantu rekan kerja serta melakukan. Orgnizational Citizenship Behavior (OCB) (Steve dan Thomas, 2014)

BAB I PENDAHULUAN. dalam sebuah organisasi, adalah perilaku extra-role atau perilaku baik warga

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. memiliki peran vital guna mencapai tujuan kesuksesan organisasi. Dalam organisasi,

Materi Konsep Dasar Perilaku Oganisasi

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan aset penting dalam suatu organisasi, karena

I. PENDAHULUAN. Setiap organisasi tentunya membutuhkan sumber daya manusia yang memiliki

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Organizational Citizenship Behavior (OCB) merupakan bagian dari ilmu perilaku

BAB 1 PENDAHULUAN. dan sasaran melalui sumber daya manusia atau manajemen bakat lainnya. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. dan sistem-sistem organisasi yang menghasilkan output yang menurutkan tingkat

Rena Marliana F

DAFTAR PUSTAKA. Azwar, S Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Sigma Alpha.

Judul : Pengaruh Komitmen Organisasional dan Kepuasan Kerja terhadap Organizational Citizenship Behavior

BAB I PENDAHULUAN. sebuah kebutuhan yang cukup penting. Hal ini menjadikan industri jual beli

BAB I PENDAHULUAN. habisnya. Didalam UU No.20/2003 tentang sistem pendidikan Nasional,

BAB I PENDAHULUAN. perubahan di semua aspek kehidupan manusia karena berbagai permasalahan

BAB2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Pengertian Organizational Citizenship Behavior (OCB) adalah perilaku individu yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS PENELITIAN. melakukan balas budi terhadap organisasi dengan bersikap dan berprilaku lebih

BAB I PENDAHULUAN. Jawa Barat dan Banten Area Pelayanan dan Jaringan Bandung yang bergerak

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

2 nasional dengan baik, maka diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap kemajuan di bidang-bidang lain. Sumber daya manusia merupakan aset yang p

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia merupakan aset paling penting dalam suatu organisasi karena merupakan sumber yang mengarahkan organisasi serta mempertahankan dan mengembangkan organisasi dalam berbagai tuntutan masyarakat dan zaman. Oleh karena itu sumber daya manusia harus selalu diperhatikan, dijaga, dan dikembangkan. Keberhasilan perusahaan dalam mencapai tujuan tidak dapat dilepaskan dari peran karyawannya. Karyawan dalam suatu perusahaan bukan semata-mata obyek dalam pencapaian tujuan saja tetapi lebih dari itu, karyawan sekaligus menjadi obyek pelaku. Tanpa karyawan, perusahaan dan organisasi tidak dapat mewujudkan semua rencana yang telah dibuatnya, karena ditangan karyawanlah semua itu akan dapat berkembang. Bila seorang karyawan dalam melakukan segala sesuatu, tidak selalu digerakan oleh hal-hal yang menguntungkan bagi dirinya, namun dikarenakan karyawan tersebut akan mempunyai perasaan puas jika dapat membantu atau mengerjakan sesuatu yang lebih dari perannya, maka kondisi tersebut bisa disebut sebagai perilaku kewarganegaraan organisasi atau juga disebut organizational citizenship behavior (OCB). OCB merupakan perilaku yang terekspresikan dalam bentuk kesediaan secara sadar dan sukarela untuk bekerja, memberikan kontribusi pada organisasi lebih dari pada apa yang dituntut secara formal oleh organisasi. OCB merupakan 1

2 ekspresi kecintaan, loyalitas, dan rasa memiliki yang tinggi dari anggota organisasi. Jika organisasi memiliki orang-orang yang memiliki OCB tinggi, maka dapat diharapkan organisasi tersebut akan mampu menghadapi tantangan yang muncul dari perubahan lingkungan, baik internal maupun eksternal (Sofyandi, 2007). Organizational Citizenship Behavior (OCB) merupakan istilah yang digunakan untuk mengidentifikasikan perilaku karyawan sehingga dia disebut sebagai anggota atau karyawan yang baik. Perilaku ini cenderung melihat seseorang (karyawan) sebagai makhluk sosial dibandingkan sebagai makhluk individu yang mementingkan diri sendiri. Sebagai makhluk sosial manusia mempunyai kemampuan berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan kerjanya. Ditambahkan oleh Organ (dalam Seniati, 2004), bahwa OCB merupakan bentuk perilaku yang merupakan pilihan dan inisiatif individual, tidak berkaitan dengan sistem reward formal organisasi tetapi secara bersamaan dapat meningkatkan efektivitas organisasi. Katz (Seniati, 2004) menyatakan bahwa setiap sistem sosial yang hanya mengandalkan diri pada rancangan baku suatu bentuk perilaku tertentu akan menjadi sangat rentan, dan Katz (Seniati, 2004) menyarankan perlunya suatu perilaku ekstra untuk menjamin kemampuan bertahan dan keberhasilan sistem sosial tersebut yang disebut dengan OCB. Ditambahkan oleh Pareke (2004), OCB dapat mempengaruhi keefektifan organisasi karena beberapa alasan. Pertama, OCB dapat membantu meningkatkan produktivitas rekan kerja. Kedua, OCB dapat membantu meningkatkan

3 produktivitas manajerial. Ketiga, OCB dapat membantu mengefisienkan penggunaan sumberdaya organisasional untuk tujuan-tujuan produktif. Keempat, OCB dapat menurunkan tingkat kebutuhan akan penyediaan sumberdaya organisasional untuk tujuan-tujuan pemeliharaan karyawan. Kelima, OCB dapat dijadikan sebagai dasar yang efektif untuk aktivitas-aktivitas koordinasi antara anggota-anggota tim dan antar kelompok-kelompok kerja. Keenam, OCB dapat meningkatkan kemampuan organisasi untuk mendapatkan dan mempertahankan SDM-SDM handal dengan memberikan kesan bahwa organisasi merupakan tempat bekerja yang lebih menarik. Ketujuh, OCB dapat meningkatkan stabilitas kinerja organisasi. Dan terakhir, OCB dapat meningkatkan kemampuan organisasi untuk beradaptasi terhadap perubahan-perubahan lingkungan bisnisnya. Dengan demikian, penting kiranya sebuah organisasi dapat merangsang terbentuknya OCB, karena tanpa OCB sebuah organisasi akan berjalan kurang sempurna dalam mencapai visi dan misi organisasi atau bahkan dapat mengganggu kelancaran jalannya perusahaan. Maka sangat diharapkan bahwa OCB di kalangan karyawan dapat tinggi sebab seorang karyawan yang OCB nya tinggi akan bersedia membantu rekanrekan kerjanya yang sedang menemui kesulitan maupun bersedia melakukan pekerjaan di luar perannya demi tujuan perusahaan, namun apabila OCB rendah maka seorang karyawan tidak akan peduli dengan kesulitan rekan kerjanya dan tidak bersedia melakukan pekerjaan di luar perannya. Dengan demikian suatu perusahaan akan sangat mengharapkan perilaku kewargaan ini muncul di kalangan karyawan.

4 Akibat lain apabila OCB kurang maka di saat perusahaan benar-benar memerlukan tenaga dan pikiran karyawan di luar perannya, perusahaan akan menemui kesulitan, yang pada akhirnya tujuan organisasi tidak dapat tercapai. Namun pada kenyataannya bahwa masih banyak yang rendah yang terjadi di beberapa perusahaan. Sebagai contoh, OCB yang rendah terjadi di sejumlah besar pegawai di wilayah Sragen, yakni sesudah jam istirahat, sholat, dan makan siang kadang mereka pulang kerumah setelah izin menjemput anak dan sebagian lagi tidak kembali ke kantor, disamping itu juga sikap kurang disiplin waktu, etos kerja tanggung jawab yang rendah terhadap pekerjaan (http://www.suaramerdeka.com). Hal-hal tersebut menggambarkan bahwa karyawan kurang memenuhi aspek OCB yang berupa Conscientiousness, yakni dengan indikatornya adalah perilaku yang melebihi prasyarat minimum seperti: kehadiran, kepatuhan terhadap aturan, dan sebagainya (Hayati, 2008). Demikian pula fenomena lain rendahnya OCB dari aspek Conscientiousness juga terjadi di PT. Timatex Salatiga, yakni banyak karyawan yang tidak tepat waktu atau kalau datang tepat waktu namun di ruangan kerja mereka mengobrol dengan teman kerja di luar tema pekerjaan atau bahkan juga ada yang hanya bersantai-santai saja (Hapsari, 2007). Fenomena dengan skala lebih luas tentang rendahnya OCB yakni terjadi di kalangan anggota DPR bahwa telah banyak terjadi tradisi mangkir kerja. Menurut Batoegana (dalam Putri, 2009) bahwa lima puluh persen hingga 80 persen anggota dewan mangkir kerja dan hanya titip tanda tangan ketika ada rapat anggota. Hal tersebut menunjukkan dimensi OCB Conscientiousness yang rendah.

5 Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu karyawan PT. DMST diperoleh pula gambaran bahwa para karyawan bagian produksi di waktu senggang tidak bersedia menolong rekan kerjanya yang membutuhkan bantuan, bahkan beberapa diantaranya merasa keberatan apabila disuruh oleh atasannya untuk melakukan pekerjaan yang bukan perannya, yang mana hal tersebut menggambarkan kurangnya OCB pada dimensi altruism, Sehingga kondisi seperti itu agak menyulitkan perusahaan dalam mencapai target organisasi. Melihat banyaknya fenomena terhadap rendahnya OCB tersebut maka perlu kiranya dicari akar permasalahan penyebab rendahnya tingkat OCB di suatu perusahaan, karena rendahnya OCB menyebabkan perusahaan tidak dapat meningkatkan efektivitasnya. Khususnya yang terjadi di PT. DMST, peneliti berasumsi bahwa salah satu faktor yang yang mempengaruhi OCB adalah persepsi terhadap kualitas interaksi atasan bawahan. Hal tersebut berdasarkan pengamatan dan wawancara yang lebih mendalam bahwa para karyawan bagian produksi bahwa karyawan enggan melakukan pekerjaan di luar perannya karena mereka merasakan ketidaknyamanan dalam bekerja dan merasakan bahwa pimpinan mereka angkuh, tidak mau membaur dan jarang terbuka dengan para karyawan mengenai permasalahan yang tengah dihadapi oleh perusahaan. Fenomena tersebut menggambarkan bahwa teori tentang suatu organisasi secara formal akan menentukan bagaimana cara seorang karyawan bertindak dalam pekerjaannya melalui deskripsi jabatan yang sudah ada. Namun dalam kenyataannya, yang terjadi seseorang melakukan pekerjaannya bukan hanya

6 berdasarkan deskripsi jabatan (job desc), melainkan juga melalui suatu proses pembentukan peran (role-making process). Seorang karyawan baru yang masuk ke dalam suatu organisasi haruslah terlibat dalam proses pembentukan peran ini yang selanjutnya akan mengatur cara ia bertindak dalam hubungannya dengan pekerjaan di organisasi (Graen,1976). Menurut Graen (1976) adanya proses pembentukan peran tersebut menyebabkan bervariasinya kualitas interaksi (quality of exchange relationship) antara seorang karyawan dengan atasannya. Asumsi peneliti didukung oleh pendapat Riggio (1990) yang menyatakan bahwa apabila interaksi atasan-bawahan berkualitas tinggi maka seorang atasan akan berpandangan positif terhadap bawahannya sehingga bawahannya akan merasakan bahwa atasannya banyak memberikan dukungan dan motivasi. Hal ini meningkatkan rasa percaya dan hormat bawahan pada atasannya sehingga mereka termotivasi untuk melakukan lebih dari yang diharapkan oleh atasan mereka. Kualitas interaksi atasan bawahan merupakan hal yang penting karena Kualitas interaksi atasan-bawahan (Leader-Member Exchange/LMX) juga diyakini sebagai prediktor organizational citizenship behavior (OCB). Fenomena lain yang ditemukan pada PT. DMST yakni sebagian dari karyawan merasa bahwa atasan mereka kurang berlaku adil dalam hal pembagian kerja dan pelibatan kerja serta pemberian promosi jabatan, sehingga sebagian karyawan tersebut mempersepsikan secara negatif atasan mereka, walau ada sebagian kecil juga merasa bahwa atasan mereka cukup adil kepada anak buahnya.

7 Demikian itulah dapat disimpulkan bahwa dalam hubungan sosial, baik itu dalam pergaulan masyarakat maupun di tempat kerja, persepsi satu orang dengan orang lainnya akan berbeda-beda. Untuk satu individu mungkin dipersepsikan baik tapi tidak baik bagi orang lain. Oleh karena itu, interaksi yang terjadi di tempat kerja juga akan sangat dipengaruhi oleh persepsi individu tersebut. Persepsi adalah pengalaman tentang subyek, peristiwa, atau hubungan yang diperoleh dengan mengumpulkan informasi dan menafsirkan pesan (Rahmat, 1985). Gibson, dkk (1992) menyatakan bahwa persepsi merupakan penafsiran terhadap stimulus yang terorganisir yang mampu mempengaruhi sikap dan perilaku. Proses terjadinya persepsi akan melalui proses fisik, proses fisiologik, dan proses psikologis. Secara umum proses persepsi dimulai dengan adanya berbagai stimulus dari lingkungan di luar individu yang mengenai alat indera, proses ini adalah proses fisik, lalu stimulus yang diterima alat indera dilanjutkan oleh syaraf sensoris ke otak, proses ini disebut proses fisiologik. Di otak akan terjadi reaksi lagi sehingga individu menyadari tentang apa yang diterimanya, yang mana hal ini disebut sebagai proses psikologis (Walgito, 1991). Lebih jauh Walgito (1991) mengatakan bahwa terjadinya persepsi pada individu melalui tiga proses, yaitu: proses fisik, proses fisiologik, dan proses psikologis. Secara umum proses persepsi dimulai dengan adanya berbagai stimulus dari lingkungan di luar individu yang mengenai alat indera, proses ini adalah proses fisik. Lalu stimulus yang diterima alat indera dilanjutkan oleh syaraf sensoris ke otak, proses ini disebut proses fisiologik. Di otak terjadi reaksi

8 sehingga individu menyadari tentang apa yang diterimanya, ini disebut proses psikologis. Individu satu dengan yang lainnya akan bereaksi berbeda walaupun stimulusnya sama, demikian juga stimulus yang berupa lingkungan fisik kerja, mungkin sudah cukup nyaman bagi satu individu tapi kurang nyaman bagi individu yang lainnya. Demikian pula pada kualitas interaksi antara atasan dan bawahan, bahwa di antara para karyawan akan berbeda dalam menanggapi atau mempersepsikan kualitas interaksi kepada atasannya sehingga hal itu juga akan mempengaruhi OCB. Hal tersebut didukung oleh penelitian yang telah dilakukan oleh Novliadi (2007) bahwa persepsi terhadap kualitas interaksi atasan bawahan mempengaruhi OCB. Penelitian juga tentang OCB dalam perspektif pertukaran sosial juga telah dilakukan oleh Konovsky dan Pugh (1994), yang mana mereka mengemukakan bahwa atasan yang baik akan dapat mendorong perilaku citizenship, sebab sebuah hubungan pertukaran sosial dikembangkan antara karyawan dan atasan mereka. Ketika seorang atasan memperlakukan karyawan dengan adil, maka atas dasar konsep pertukaran sosial dan norma timbal-balik (reciprocity), karyawan pasti akan membalasnya dengan perilaku citizenship yang seimbang. Melihat fenomena yang ada PT. DMST tersebut, maka muncul permasalahan Apakah ada hubungan antara persepsi terhadap kualitas atasanbawahan dengan OCB?

9 Sehingga berdasarkan latar belakang permasalahan di atas peneliti mengambil judul Hubungan Antara Persepsi Terhadap Kualitas Interaksi Atasan Bawahan Dengan Organizational Citizenzhip Behavior (OCB). B. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan diatas, penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui hubungan antara persepsi terhadap kualitas interaksi atasan bawahan dengan OCB pada karyawan PT. DMST, Sragen. 2. Mengetahui peranan persepsi terhadap kualitas interaksi atasan bawahan terhadap OCB pada karyawan PT. DMST, Sragen. 3. Mengetahui seberapa positif persepsi karyawan terhadap kualitas interaksi atasan bawahan di PT. DMST, Sragen. 4. Mengetahui seberapa tinggi tingkat OCB pada karyawan PT. DMST, Sragen. C. Manfaat penelitian Penulis berharap dari hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai berikut: a. Manfaat teoritis Sebagai masukan bagi para ilmuwan dalam usaha mengembangkan ilmu-ilmu psikologi khususnya psikologi industri. b. Manfaat praktis Sebagai masukan bagi perusahaan untuk lebih merangsang karyawan agar mempunyai persepsi yang positif terhadap atasannya.

10

11 OCB yang tinggi di kalangan perusahaan akan tergambar pada perilaku karyawannya yang berupa membantu orang lain yang pekerjaannya overload yang mana perilaku tersebut termasuk dalam dimensi altruism, (Graham dalam Sofyandi, 2007). OCB yang tinggi seperti itu terjadi di RSUD Dr. Moewardi Surakarta di bagian Diklat, baik pada karyawannya yang berstatus kontrak maupun yang berstatus karyawan tetap yakni mereka sering membantu pekerjaan rekannya disaat mereka sudah tidak punya pekerjaan yang harus diselesaikan.