BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-undang No.10 tahun 1998 Pasal 1 tentang perbankan, yang dimaksud dengan Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Dari banyaknya jenis bank yang ada di Indonesia, Bank Usaha Milik Negara (BUMN) lebih banyak diminati oleh masyarakat sebagai tempat untuk penyimpanan atau menginvestasikan dana yang mereka miliki karena dianggap lebih aman karena bank BUMN dimiliki oleh negara. Hal ini terbukti dari sebanyak 48% jumlah rekening tabungan masyarakat adalah rekening di bank BUMN (www.bi.go.id). Hal ini tidak terlepas dari landasan kepercayaan masyarakat bahwa uangnya tidak akan disalahgunakan dan dikelola dengan baik oleh bank BUMN. Meskipun banyak bank-bank swasta di Indonesia yang muncul dengan menawarkan fasilitas dan jasa perbankan yang menarik tidak mengurangi minat masyarakat untuk menyimpan dan menginvestasikan uangnya di bank BUMN. Alasan yang sangat kuat ialah masyarakat merasa aman dengan dana yang mereka simpan di bank BUMN, dimana kita mengetahui bahwa tidak sedikit juga bank-bank swasta yang mengalami masalah likuiditas sehingga harus dinyatakan bangkrut sehingga merugikan 1
nasabah yang sudah menyimpan dan menginvestasikan dananya pada bank tersebut. Operasi Bank BUMN tidak berbeda dengan bank umum lainnya, yaitu tetap menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya dalam bentuk kredit. Dalam penyaluran dan penghimpunan dana, bank BUMN harus bersaing dengan bank swasta, sehingga untuk dapat bertahan dalam persaingan dengan bank swasta, bank BUMN harus mampu menjaga likuiditas banknya dengan tetap memelihara kinerja keuangan bank. Bank BUMN juga perlu mengukur tingkat kesehatannya meskipun merupakan lembaga keuangan yang sebagian atau keseluruhan sahamnya dimiliki oleh negara. Saat ini terdapat empat bank yang termasuk dalam daftar Bank BUMN yaitu Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Rakyat Indonesi (BRI), Bank Tabungan Negara (BTN), dan Bank Mandiri. Penilaian tingkat kesehatan bank digunakan untuk mengetahui apakah bank tersebut dalam kondisi yang sangat sehat, sehat, cukup sehat, kurang sehat, atau tidak sehat. Dari hasil penilaian tingkat kesehatan bank tersebut, dapat digunakan sebagai dasar untuk mengambil kebijakan yang berhubungan dengan kinerja bank dimasa yang akan datang. Menurut Permana (2012:2) bank yang sehat adalah bank yang dapat menjalankan fungsi-fungsinya dengan baik. Dengan kata lain, bank yang sehat adalah bank yang dapat menjaga dan memelihara kepercayaan masyarakat, dapat menjalankan fungsi intermediasi, dapat membantu kelancaran lalu lintas pembayaran serta dapat digunakan oleh pemerintah 2
dalam melaksanakan berbagai kebijakannya, terutama kebijakan moneter. Kesehatan suatu bank merupakan kepentingan semua pihak yang terkait, yaitu pemilik dan pengelola bank, masyarakat pengguna jasa bank dan Bank Indonesia selaku pembina dan pengawas bank. Salah satu indikator yang digunakan dalam menilai tingkat kesehatan bank adalah laporan keuangan bank. Kasmir (2012) menjelaskan bahwa laporan keuangan bank menunjukkan kondisi keuangan bank secara keseluruhan. Bank-bank diharuskan membuat laporan baik yang bersifat rutin maupun secara berkala mengenai seluruh aktivitasnya dalam suatu periode tertentu. Dari laporan keuangan kita dapat membaca kondisi keuangan bank yang sesungguhnya, termasuk kekuatan dan kelemahan yang dimiliki bank. Dari laporan keuangan tersebut dapat dihitung rasio-rasio yang terkait dalam menilai tingkat kesehatan bank. Sesuai dengan perkembangan usaha bank yang senantiasa bersifat dinamis dan berpengaruh pada tingkat risiko yang dihadapi, maka metodologi penilaian tingkat kesehatan bank perlu disempurnakan agar dapat lebih mencerminkan kondisi bank saat ini dan di waktu yang akan datang. Penyesuaian tersebut perlu dilakukan agar penilaian tingkat kesehatan bank dapat lebih efektif digunakan sebagai alat untuk mengevaluasi kinerja bank. Bank Indonesia selaku bank sentral mempunyai peranan yang penting dalam penyehatan perbankan. Untuk itu Bank Indonesia menetapkan suatu ketentuan yang harus dipenuhi dan dilaksanakan oleh lembaga perbankan, yaitu berdasarkan surat keputusan direksi Bank Indonesia nomor 3
30/12/KEP/DIR dan surat edaran Bank Indonesia No. 30/3/UPPB tanggal 30 April 1997 yaitu tentang Tata Cara Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Indonesia. Pelaksanaan penilaian dilakukan dengan cara mengkualifikasikan beberapa komponen dari masing- masing faktor yaitu komponen Capital, Assets, Management, Earnings, Liquidity atau disingkat dengan istilah CAMEL. Namun, seiring dengan semakin meningkatnya kompleksitas usaha dan profil risiko, bank perlu mengidentifikasi permasalahan yang mungkin timbul dari operasional bank. Maka terdapat tambahan komponen dalam metode penilaian bank yaitu sensitivity of market atau disingkat dengan istilah CAMELS berdasarkan surat edaran Bank Indonesia nomor 6/ 23 /DPNP tahun 2004. Krisis keuangan global yang terjadi beberapa tahun terakhir memberi pelajaran berharga bahwa inovasi dalam produk, jasa, dan aktivitas perbankan yang tidak diimbangi dengan penerapan manajemen risiko yang memadai dapat menimbulkan berbagai permasalahan mendasar pada bank maupun terhadap sistem keuangan secara keseluruhan. Pengalaman dari krisis keuangan global telah mendorong perlunya peningkatan efektivitas penerapan manajemen risiko dan good corporate governance. Tujuannya adalah agar bank mampu mengidentifikasi permasalahan secara lebih dini, melakukan tindak lanjut perbaikan yang sesuai dan lebih cepat, serta menerapkan good corporate governance dan manajemen risiko yang lebih baik sehingga bank lebih tahan dalam menghadapi krisis. Sejalan dengan perkembangan tersebut, 4
Bank Indonesia menyempurnakan metode penilaian tingkat kesehatan bank umum. Bank Indonesia menyempurnakan metode penilaian tingkat kesehatan bank umum dari CAMELS menjadi RGEC sesuai dengan SE BI Nomor 13/ 24 /DPNP tanggal 25 oktober 2011 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum tersebut merupakan petunjuk pelaksanaan dari Peraturan Bank Indonesia No.13/1/PBI/2011. Peraturan ini efektif digunakan oleh seluruh Bank umum sejak 1 Januari 2012. Penilaian tingkat kesehatan bank dengan metode RGEC mencakup faktorfaktor Risk Profile, Good Coorporate Governance, Earning, dan Capital. Di dalam metode ini bank wajib melakukan penilaian sendiri (self assesment) atas Tingkat Kesehatan Bank sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia. Metode RGEC merupakan pengembangan dari metode terdahulu yaitu CAMELS. Dalam metode RGEC terdapat risiko inheren dan penerapan kualitas manajemen risiko dalam operasional bank yang dilakukan terhadap 8 faktor yaitu: risiko kredit, risiko pasar, risiko likuiditas, risiko operasional, risiko hukum, risiko stratejik, risiko kepatuhan, dan risiko reputasi. Manajemen dalam metode CAMELS diubah menjadi Good Coorporate Governance. Penelitian yang dilakukan oleh Santi Budi Utami (2015) mengenai perbandingan analisis CAMEL dan RGEC dalam menilai tingkat kesehatan bank dalam unit usaha syariah, mendapatkan hasil bahwa terdapat perbedaan analisis pada periode Maret 2013, jika menggunakan metode CAMELS laporan 5
keuangan BNI Syariah dikategorikan Sangat Sehat tetapi jika menggunakan metode RGEC laporan keuangan BNI Syariah dikategorikan Sehat. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Melia Kusumawati mendapatkan hasil bahwa tidak ada perbedaan signifikan antara hasil analisis kinerja keuangan Bank Mandiri yang dilakukan dengan menggunakan metode CAMELS dan RGEC. Secara umum nilai rasio CAR, KAP, ROA, BOPO, LDR dan MR pada metode CAMELS menunjukkan bahwa kinerja Bank Mandiri rata-rata dinilai sangat baik. Hal demikian juga ditunjukkan pada penilaian dengan metode RGEC yang nilai rasio NPL, Likuiditas, ROA dan CAR mengalami peningkatan selama tahun 2010-2012. Adanya perbedaan penilaian tingkat kesehatan bank dengan menggunakan metode CAMELS dan RGEC, serta adanya hasil penelitian yang berbeda dari penelitian-penelitian terdahulu, maka penelitian ini mengangkat judul: Perbandingan Analisis Metode Capital, Assets Quality, Management, Earning, Liquidity, Sensitivity to Market Risk (CAMELS) dan Risk Profile, Good Corporate Governance, Earning, Capital (RGEC) Dalam Menilai Tingkat Kesehatan Bank Pada Bank BUMN yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2015. 6
1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, permasalahan yang dapat diangkat dalam penelitian ini adalah Apakah terdapat perbedaan antara Analisis Metode Capital, Assets Quality, Management, Earning, Liquidity, Sensitivity to Market Risk (CAMELS) dan Risk Profile, Good Corporate Governance, Earning, Capital (RGEC) Dalam Menilai Tingkat Kesehatan Bank Pada Bank BUMN yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2015 1.3 Tujuan Penelitian Adapun dari tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan antara Analisis Metode Capital, Assets Quality, Management, Earning, Liquidity, Sensitivity to Market Risk (CAMELS) dan Risk Profile, Good Corporate Governance, Earning, Capital (RGEC) Dalam Menilai Tingkat Kesehatan Bank Pada Bank BUMN yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2015 1.4 Manfaat Penelitian 1. Bagi Bank Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk menerapkan strategi yang lebih baik bagi bank dimasa depan dan dapat dijadikan evaluasi bagi bank untuk meningkatkan kinerja bank tersebut. 7
2. Peneliti Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pemahaman dan penembahan wawasan ilmu pengetahuan peneliti tentang Perbandingan analisis metode Capital, Assets Quality, Management, Earning, Liquidity, Sensitivity to Market Risk (CAMELS) dan Risk Profile, Good Corporate Governance, Earning, Capital (RGEC) dalam menilai tingkat kesehatan Bank BUMN. 3. Peneliti Selanjutnya Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai referensi atau perbandingan untuk penelitian-penelitian yang selanjutnya dalam melakukan penelitian terutama yang berkaitan dengan topik penelitian ini. 4. Bagi Pengguna Jasa Perbankan Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi dan pengetahuan kepada Pengguna Jasa Perbankan sebagai pertimbangan dalam menentukan bank yang tepat untuk menyimpan dan menginvestasikan dana yang dimiliki. 8