Status Kesehatan Periodontal dan Tingkat Kebutuhan Perawatan Periodontal pada Pasien RSGM Universitas Jember Oktober-November Tahun 2015 (Periodontal Health Status and Level of Periodontal Treatment Needs of Patient in Dental Hospital University of Jember October-November 2015) Balqis Fildzah Badzlina, Peni Pujiastuti, Depi Praharani Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember Korespondensi: Balqis Fildzah Badzlina. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember. Email.: balqisfildzah@yahoo.com ABSTRACT Background: Periodontal disease is an oral disease with the second highest prevalence after caries. The further development of periodontal disease can give bad impact on quality of human s life. Therefore, preventive action is required to prevent this disease. Purpose: Determine the periodontal health status and level of periodontal treatment needs of patient in Dental Hospital University of Jember October-November 2015. Method: This study was an observational descriptive research with cross sectional survey design. Samples consisted of 132 respondents and were taken by using purposive sampling technique. Periodontal health status and level of periodontal treatment needs were evaluated by CPITN. The data were grouped according to gender and age. Results: The most common periodontal condition was supra or subgingival calculus founded in 52,3% respondents and the highest periodontal treatment needed was oral hygiene instruction, scaling, and root planning in 55,3% respondents. Keywords: CPITN, health status, periodontal treatment Pendahuluan Penyakit periodontal merupakan salah satu penyakit gigi dan mulut dengan angka kejadian yang tinggi di masyarakat. Di Indonesia, berdasarkan Survei Kesehatan Nasional (Surkesnas) tahun 2010, penyakit periodontal memiliki prevalensi tertinggi kedua setelah karies dengan jumlah penderita 42,8%. 1 Penyakit periodontal adalah suatu keadaan patologis yang mengenai jaringan pendukung gigi. Faktor utama penyebab penyakit periodontal adalah bakteri plak dan dapat didukung dengan faktor predisposisi lokal lainnya, seperti kalkulus, faktor iatrogenik, dan sebagainya. Perkembangan penyakit ini terjadi secara bertahap, yakni diawali dari gingivitis dan apabila tidak segera diberikan tindakan perawatan, maka dapat berlanjut menjadi periodontitis. 2 Terjadinya perkembangan penyakit periodontal lebih lanjut akan memberikan dampak yang buruk terhadap kualitas hidup seseorang. Oleh karena itu, diperlukan suatu tindakan preventif untuk mencegah terjadinya penyakit ini, baik oleh diri sendiri maupun tindakan perawatan oleh tenaga profesional. 3 Salah satu indeks yang dapat membantu mengukur tingkat kesehatan jaringan periodontal adalah Community Periodontal Index of Treatment Needs (CPITN), melalui pengukuran kedalaman poket, ada atau tidaknya kalkulus, dan perdarahan. Selain itu, untuk 29 PROSIDING THE 3 th DENTISTRY SCIENTIFIC MEETING OF JEMBER
mengukur tingkat kebutuhan akan perawatan penyakit periodontal dan kemudian merekomendasikan jenis perawatan yang tepat nantinya. 4 Berdasarkan data kunjungan pasien di RSGM Universitas Jember pada tahun 2014, kasus penyakit periodontal merupakan kasus tertinggi kedua yang banyak ditangani. Akan tetapi belum diketahui data secara pasti mengenai seberapa buruk status kesehatan periodontal dan tinggi tingkat kebutuhan perawatan periodontal. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui status kesehatan periodontal dan tingkat kebutuhan perawatan penyakit periodontal pada pasien RSGM Universitas Jember Oktober- November tahun 2015. Metode Penelitian Penelitian ini deskriptif observasional dengan pendekatan cross sectional di RSGM Universitas Jember bagian Oral Diagnosa mulai bulan Oktober-November tahun 2015. Pengambilan responden penelitian dilakukan dengan metode purposive sampling. Kriteria penelitian adalah usia responden minimal 20 tahun dan bersedia untuk menjadi responden. Sebelumnya, responden diminta untuk mengisi surat persetujuan untuk menjadi responden penelitian. Kemudian jaringan periodontal dievaluasi menggunakan bantuan indeks CPITN. Pemeriksaan dilakukan pada 6 sextan dan gigi indeks yang diperiksa adalah gigi 17, 16, 11, 26, 27, 36, 37, 31, 46, dan 47. Setiap gigi pada masingmasing sextan dilakukan identifikasi ada tidaknya kalkulus, ada tidaknya perdarahan (bleeding on probing), dan diukur kedalaman sulkusnya (probing depth). Kondisi terparah yang ditemukan pada gigi indeks digunakan sebagai nilai atau skor pada gigi tersebut. Skor 0 berarti kondisi jaringan periodontal sehat, skor 1 berarti terjadi perdarahan setelah dilakukan probing, skor 2 terdapat kalkulus supra atau subgingiva dan tidak ada poket patologis, skor 3 berarti terdapat poket patologis dengan kedalaman 4-5 mm, dan skor 4 berarti terdapat poket patologis dengan kedalaman lebih dari 6 mm. Selanjutnya, dari skor yang diperoleh di atas maka dapat dilakukan identifikasi kategori kebutuhan perawatan berdasarkan skor yang diperoleh masing-masing responden tersebut. Apabila responden memperoleh skor 0 maka artinya tidak membutuhkan perawatan periodontal, apabila memperoleh skor 1 maka membutuhkan pelayanan tipe I yakni berupa edukasi instruksi kesehatan mulut, apabila memperoleh skor 2 atau skor 3 maka sama-sama membutuhkan pelayanan tipe II yakni berupa edukasi instruksi kesehatan mulut dan scaling root planning, dan apabila memperoleh skor 4 maka membutuhkan pelayanan tipe III yakni perawatan yang kompleks untuk menghilangkan jaringan yang terinfeksi. Data yang diperoleh dikelompokkan berdasarkan faktor individu, yaitu usia dan jenis kelamin. Selanjutnya data pada masingmasing kelompok faktor dikelompokkan kembali berdasarkan status kesehatan jaringan periodontal dan tingkat kebutuhan perawatan periodontal. Penghitungan data dilakukan secara manual dan hasil yang diperoleh disajikan dalam bentuk narasi dan kemudian ditampilkan dalam bentuk tabel. 30 PROSIDING THE 3 th DENTISTRY SCIENTIFIC MEETING OF JEMBER
Hasil Penelitian Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Universitas Jember, pada tanggal 23 Oktober hingga 20 November 2015 dan didapatkan 132 responden, terdiri atas 59 laki-laki dan 73 perempuan (Tabel 1). Berdasarkan kelompok usia didapatkan bahwa jumlah terbanyak pada kisaran usia remaja (20-25 tahun), yakni 87 responden dan jumlah terendah pada kisaran usia lansia yakni 13 responden (Tabel 2). Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Jumlah (N) Persentase (%) Laki-laki 59 44,7 Perempuan 73 55,3 Total 132 100 Tabel 2. Distribusi responden berdasarkan usia Usia Jumlah (N) Persentase (%) Remaja 87 66 Dewasa 32 24,2 Lanjut usia 13 9,8 Total 132 100 Tabel 3. Status kesehatan periodontal pasien RSGM Universitas Jember bulan Oktober-November tahun 2015 Skor CPITN Jumlah (N) Persentase (%) 0 7 5,3 1 51 38,6 2 69 52,3 3 4 3 4 1 0,8 Total 132 100 Tabel 4. Tingkat kebutuhan perawatan periodontal pasien RSGM Universitas Jember bulan Oktober-November tahun 2015 Tipe pelayanan Jumlah (N) Persentase (%) 0 7 5,3 I 51 38,6 II 73 55,3 III 1 0,8 Total 132 100 Keterangan : Tipe Pelayanan 0 Tipe Pelayanan I Tipe pelayanan II Tipe pelayanan III : tidak membutuhkan perawatan periodontal : edukasi instruksi kesehatan mulut : edukasi instruksi kesehatan mulut dan scaling root planning : perawatan yang kompleks untuk menghilangkan jaringan yang terinfeksi 31 PROSIDING THE 3 th DENTISTRY SCIENTIFIC MEETING OF JEMBER
Tabel 5. Distribusi status kesehatan periodontal berdasarkan jenis kelamin Jenis Kelamin Skor CPITN 0 1 2 3 4 Total Laki-laki 3 18 37 0 1 59 Perempuan 4 33 32 4 0 73 Total 7 51 69 4 1 132 Tabel 6. Distribusi tingkat kebutuhan perawatan periodontal berdasarkan jenis kelamin Jenis Kelamin Tipe Pelayanan 0 I II III Total Laki-laki 3 18 37 1 59 Perempuan 4 33 36 0 73 Total 7 51 73 1 132 Keterangan : Tipe Pelayanan 0 Tipe Pelayanan I Tipe pelayanan II Tipe pelayanan III : tidak membutuhkan perawatan periodontal : edukasi instruksi kesehatan mulut : edukasi instruksi kesehatan mulut dan scaling root planning : perawatan yang kompleks untuk menghilangkan jaringan yang terinfeksi Tabel 7. Distribusi status kesehatan periodontal berdasarkan usia Usia Skor CPITN 0 1 2 3 4 Total Remaja akhir 6 41 39 1 0 87 Dewasa 1 7 23 1 0 32 Lanjut usia 0 3 7 2 1 13 Total 7 51 69 4 1 132 Tabel 8. Distribusi tingkat kebutuhan perawatan periodontal berdasarkan jenis kelamin Usia Tipe Pelayanan 0 I II III Total Remaja akhir 6 41 40 0 87 Dewasa 1 7 24 0 32 Lanjut usia 0 3 9 1 13 Total 7 51 73 1 132 Keterangan : Tipe Pelayanan 0 Tipe Pelayanan I Tipe pelayanan II Tipe pelayanan III : tidak membutuhkan perawatan periodontal : edukasi instruksi kesehatan mulut : edukasi instruksi kesehatan mulut dan scaling root planning : perawatan yang kompleks untuk menghilangkan jaringan yang terinfeksi Hasil pemeriksaan CPITN yang diperoleh pada 132 responden tersebut menunjukkan bahwa terbanyak memiliki skor 2 yaitu 69 (52,3%) dan paling sedikit memiliki skor 4 yakni 1 (0,8%) (Tabel 3). Sementara untuk tingkat kebutuhan perawatan jaringan periodontal juga menunjukkan bahwa tipe pelayanan yang memiliki jumlah 32 PROSIDING THE 3 th DENTISTRY SCIENTIFIC MEETING OF JEMBER
responden terbanyak adalah pelayanan tipe II yakni 73 (55,3%) dan tipe pelayanan dengan jumlah responden terendah adalah pelayanan tipe III yakni 1 (0,8%) (Tabel 4). Distribusi status kesehatan periodontal berdasarkan jenis kelamin menunjukkan bahwa skor CPITN dengan jumlah responden terbanyak pada laki-laki adalah skor 2 sebesar 37 (62,7%) responden, sedangkan skor dengan jumlah responden terendah adalah skor 4 yakni sebesar 1 (1,7%) responden. Sedangkan pada perempuan skor dengan jumlah responden terbanyak adalah skor 1 sebesar 33 (45,2%) responden dan skor dengan jumlah responden terendah adalah skor 0 dan skor 3 yang keduanya sama-sama memiliki jumlah sebesar 4 (5,5%) responden (Tabel 5). Distribusi tingkat kebutuhan perawatan periodontal berdasarkan jenis kelamin menunjukkan bahwa pada laki-laki kebutuhan perawatan tipe II memiliki jumlah responden yang paling banyak yakni 37 (62,7%) dan kebutuhan perawatan tipe III memiliki jumlah responden paling rendah yakni 1 (1,7%). Begitu pula pada perempuan, kebutuhan perawatan tipe II memiliki jumlah responden yang paling banyak yakni 36 (49,3%) dan kebutuhan perawatan tipe 0 memiliki jumlah responden terendah sebesar 4 (5,5%) (Tabel 6). Distribusi status kesehatan periodontal maupun tingkat kebutuhan perawatan periodontal berdasarkan usia dikelompokkan menjadi kelompok usia remaja, dewasa, dan lansia awal. Skor CPITN dengan jumlah responden terbanyak pada kelompok usia remaja akhir adalah skor 1 sebesar 41 (47,1%), sedangkan skor yang memiliki jumlah responden terendah adalah skor 3 yakni sebesar 1 (1,2%). Sementara pada kelompok usia dewasa, terbanyak memiliki skor 2 sebesar 23 (71,9%) dan skor 0 serta skor 3 memiliki jumlah responden terendah sebesar 1 (3,1%). Begitu pula dengan kelompok lansia, terbanyak memiliki skor 2 sebesar 7 (53,8%) dan responden terendah adalah skor 4 sebesar 1 (7,7%) (Tabel 7). Distribusi tingkat kebutuhan perawatan periodontal berdasarkan usia menunjukkan bahwa pada kelompok usia remaja akhir kebutuhan perawatan tipe I memiliki jumlah responden yang paling banyak yaitu 41 (47,1%) dan kebutuhan perawatan tipe 0 memiliki jumlah responden paling rendah yakni sebesar 6 (6,9%). Sedangkan pada kelompok usia dewasa kebutuhan perawatan tipe II memiliki jumlah responden paling banyak yaitu 24 (75%) dan kebutuhan perawatan tipe 0 memiliki jumlah responden paling rendah yaitu 1 (3,1%). Kelompok lanjut usia kebutuhan perawatan tipe II juga memiliki jumlah responden paling banyak yaitu 9 (69,2%), sementara kebutuhan perawatan tipe III memiliki jumlah responden paling rendah yaitu 1 (7,7%) (Tabel 8). Pembahasan Penyakit periodontal didefinisikan sebagai penyakit yang mengenai jaringan penyangga gigi seperti gingiva, sementum, ligamen periodontal, serta tulang alveolar. Penyebab utama penyakit periodontal adalah iritasi bakteri yang terjadi karena adanya akumulasi plak. Walaupun akumulasi dan maturasi plak bakteri gigi tersebut menyebabkan perkembangan inflamasi jaringan gingiva terdekat, tetapi durasi, onset, dan intensitas proses inflamasi sangat bervariasi antar individu. 5 Berdasarkan hasil penelitian di Rumah Sakit Gigi dan Mulut 33 PROSIDING THE 3 th DENTISTRY SCIENTIFIC MEETING OF JEMBER
Universitas Jember sejak 23 Oktober 2015 hingga 20 November 2015, didapatkan data bahwa frekuensi tertinggi terdapat pada skor 2, yaitu sebanyak 69 dari 132 responden memiliki kalkulus supra maupun subgingiva. Banyaknya responden yang memiliki kalkulus diakibatkan dari terjadinya penumpukan plak dalam waktu yang lama sehingga mengalami kalsifikasi dan melekat pada jaringan keras gigi. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan beberapa penelitian epidemiologi yang pernah dilakukan. Salah satunya adalah di Inggris yang menyebutkan bahwa kondisi yang paling sering ditemukan pada pemeriksaan CPITN adalah adanya kalkulus supra maupun subgingiva (skor 2), yakni sebanyak 73% dari populasi. 6 Hasil yang diperoleh tersebut kemudian didistribusikan berdasarkan jenis kelamin. Kondisi yang paling banyak ditemukan pada perempuan adalah skor 1, yakni terjadi perdarahan pada probing marginal tanpa ada kalkulus dan poket patologis. Sedangkan pada laki-laki, kondisi yang paling banyak ditemukan adalah skor 2, yaitu terdapat kalkulus supra atau sub gingiva dengan atau tanpa perdarahan dan tidak terdapat poket patologis. Hal ini menunjukkan bahwa status kesehatan periodontal pada perempuan lebih baik dibandingkan laki-laki. Sementara untuk tingkat kebutuhan perawatan periodontal, pada laki-laki yang paling banyak diperlukan adalah kebutuhan pelayanan tipe II, yakni edukasi instruksi kesehatan mulut serta scaling dan root planing. Demikian juga pada perempuan yang menunjukkan tingkat kebutuhan perawatan yang sama, dikarenakan dari hasil pemeriksaan yang dilakukan ternyata juga banyak ditemukan adanya kalkulus (skor 2) dan pembentukan poket patologis sedalam 4-5 mm (skor 3). Sehingga perawatan yang lebih tepat diberikan untuk sebagian besar responden perempuan adalah pelayanan tipe II. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara umum laki-laki memiliki prevalensi dan keparahan penyakit periodontal lebih tinggi daripada perempuan. Buruknya status kesehatan periodontal pada sebagian besar laki-laki kemungkinan dapat berhubungan dengan faktor perilaku dan kebiasaan yang kurang baik. Laki-laki cenderung untuk melakukan kebiasaan buruk seperti merokok dan mengkonsumsi alkohol dibandingkan perempuan. 7 Berbagai macam rokok dan intensitas kebiasaan merokok diketahui berhubungan erat dengan kerusakan jaringan periodontal. Zatzat yang terdapat dalam asap rokok dapat mengubah respon inflamasi jaringan dan respon imun tubuh. 2 Nikotin yang terkandung di dalam rokok juga diduga dapat menyebabkan penyempitan pembuluh darah, termasuk pembuluh darah di dalam jaringan sekitar gigi. Hal ini menyebabkan penurunan oksigen di dalam jaringan periodontal sehingga membentuk suatu lingkungan yang menguntungkan bagi pertumbuhan berbagai macam bakteri penyebab penyakit periodontal. 8 Usia juga dipertimbangkan sebagai salah satu faktor resiko bagi penyakit periodontal. Nield-Gehrig (2008) menyatakan, bahwa kerusakan jaringan periodontal dapat bersifat akumulatif seiring bertambahnya usia, sehingga dapat mencapai kondisi irreversible kronis yang disebut dengan periodontitis. Kriteria usia yang digunakan pada penelitian ini adalah minimal kelompok remaja akhir dengan usia 20 tahun. Hal ini dikarenakan untuk mencegah tercatatnya false pocket 34 PROSIDING THE 3 th DENTISTRY SCIENTIFIC MEETING OF JEMBER
pada usia 19 tahun ke bawah sehubungan dengan gigi molar ke dua yang belum erupsi sempurna. 9 Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa pada kelompok remaja akhir (20-25 tahun), kondisi yang paling banyak ditemukan adalah skor 1, yakni terjadi perdarahan pada probing marginal tanpa ada kalkulus dan poket patologis. Sedangkan pada kelompok usia dewasa (26-45 tahun), kondisi yang paling banyak ditemukan adalah skor 2, yaitu adanya kalkulus baik supra maupun sub gingiva dengan atau tanpa perdarahan. Begitu pula pada kelompok lanjut usia (46-55 tahun), banyak dijumpai adanya kalkulus supra maupun sub gingiva. Hal ini menunjukkan bahwa kelompok remaja akhir memiliki status kesehatan periodontal yang lebih baik dibandingkan kelompok dewasa dan lanjut usia. Sehingga kebutuhan akan perawatan penyakit periodontal berdasarkan kondisi tersebut adalah edukasi instruksi kesehatan mulut (pelayanan tipe I) untuk remaja akhir, sementara pada kelompok usia dewasa dan lanjut usia, tingkat kebutuhan perawatan yang diperlukan lebih tinggi yaitu edukasi instruksi kesehatan mulut serta scaling dan root planing (pelayanan tipe II). Salah satu studi epidemiologi yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa sebagian besar orang pasti akan mengalami kerusakan jaringan periodontal. 10 Tahapan awal dari penyakit periodontal adalah gingivitis. Gingivitis dikategorikan dalam penyakit rongga mulut yang terjadi pada lebih dari 75% populasi dan dapat dimulai pada awal masa kanak-kanak. Prevalensi gingivitis yang terjadi pada anak usia 3 tahun dibawah 5%, sedangkan pada usia 6 tahun meningkat hingga 50%, dan angka yang tertinggi adalah pada masa pubertas kurang lebih pada usia 11 tahun dengan prevalensi sebesar 90%. 11 Hal ini disebabkan pada masa pubertas jaringan akan lebih reaktif terhadap banyaknya bakteri plak yang menempel di permukaan gigi akibat pengaruh dari perubahan hormonal. Sehingga dapat dikatakan bahwa perubahan hormonal merupakan faktor sekunder yang bertanggung jawab atas respon inflamasi yang berlebihan terhadap iritan lokal, yaitu plak. Faktor lain yang juga diduga berpengaruh terhadap peningkatan pembentukan plak sehingga memicu terjadinya gingivitis adalah faktor iatrogenik, penggunaan alat ortodontik, dan kebiasaan merokok. 2 Plak gigi dapat mengalami mineralisasi dan berkembang menjadi kalkulus apabila tidak terangkat dengan baik. Rata-rata membutuhkan waktu 12 hari untuk plak mengalami mineralisasi sempurna. 2 Kalkulus akan menyebabkan permukaan gigi menjadi kasar sehingga dapat digunakan sebagai retensi dan akumulasi dari bakteri plak untuk terus berlanjut. Oleh karena itu, kalkulus berperan penting dalam mempertahankan terjadinya penyakit periodontal dengan menjaga plak untuk tetap berkontak dekat dengan jaringan gingiva. Sehingga bakteri dapat menginvasi ke jaringan periodontal lebih dalam dan menyebabkan kerusakan lebih lanjut. 10 Salah satu akibat yang dapat ditimbulkan apabila kalkulus tidak segera dihilangkan adalah terbentuknya poket periodontal. Penelitian epidemiologi yang dilakukan David dan Seymour tahun 2006 di Amerika Serikat menunjukkan bahwa pada kelompok lansia juga merupakan kelompok usia yang paling banyak memiliki indeks skor CPITN 2 dan mulai menunjukkan 35 PROSIDING THE 3 th DENTISTRY SCIENTIFIC MEETING OF JEMBER
pembentukan poket. 6 Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang diperoleh. Adanya poket patologis sedalam 4-5 mm dengan atau tanpa kalkulus dan perdarahan ditemukan pada kelompok lanjut usia dengan jumlah responden lebih banyak dibandingkan kelompok usia remaja dan dewasa. Nield-Gehrig (2008) menyatakan bahwa pada individu yang lebih tua tingkat ketangkasan dan keterampilan melakukan self-care atau perawatan terhadap diri sendiri setiap harinya menjadi berkurang. Sehingga hal ini akan menyebabkan oral hygiene pada usia lanjut menjadi kurang baik. Kondisi ini juga dapat diperparah dengan terjadinya proses penuaan. Proses penuaan akan menyebabkan terjadinya perubahan anatomi, morfologi, dan fungsional jaringan periodontal seperti berkurangnya proses keratinisasi dan penipisan jaringan epithelium, perubahan lokasi junctional epithelium ke arah apikal sehingga membentuk poket periodontal, penurunan proliferasi sel, dan perubahan lebar ligamen periodontal. 2 Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat diketahui bahwa bukan usia yang secara langsung dapat meningkatkan prevalensi dan keparahan penyakit periodontal, melainkan durasi serta intensitas jaringan periodontal oleh akumulasi kronik dari plak dan pajanan faktor resiko pada masing-masing individu selama hidupnya. Semakin lama seseorang hidup, maka kesempatan faktor resiko (seperti faktor sistemik, obatobatan, stress, penurunan fungsi imun, serta faktor resiko lainnya) yang dapat memberikan perubahan pada jaringan akan semakin besar, sehingga kerentanan terhadap penyakit periodontal juga semakin meningkat. 12 Oleh karena itu, oral hygiene atau kebersihan rongga mulut merupakan hal utama yang perlu dijaga sebagai upaya preventif terhadap penyakit periodontal. Salah satu caranya adalah dengan diberikannya edukasi instruksi kesehatan mulut untuk mengubah sikap dan tingkah laku individu atau sekelompok orang meliputi kontrol plak, petunjuk menyikat gigi, maupun penyuluhan diet. Tindakan tersebut dapat membantu memelihara kesehatan gigi dan mulut dari faktor lokal yang berpotensi menyebabkan penyakit periodontal. 13 Namun apabila plak sudah mengendap menjadi kalkulus dan poket sudah terbentuk, maka harus diberikan tindakan perawatan berupa scaling dan root planing untuk memulihkan kesehatan jaringan periodontal dengan menghilangkan faktor lokal penyebab inflamasi dari permukaan gigi sampai daerah junctional epithelium dan kemudian menghaluskan bagian permukaan akar sehingga dinding poket dapat menyusut dan inflamasi yang ditimbulkan dapat mereda. 14 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, dapat disimpulkan bahwa status kesehatan periodontal pada pasien RSGM Universitas Jember yang paling banyak memiliki skor 2 yakni terdapat kalkulus supra maupun subgingiva sebanyak 52,3 % dan kebutuhan perawatan periodontal yang paling banyak diperlukan adalah perawatan tipe II yaitu edukasi instruksi kesehatan mulut serta scaling dan root planning sebanyak 55,3%. Saran dari penelitian ini adalah perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang status kesehatan periodontal dan tingkat kebutuhan perawatan periodontal dengan jangka waktu yang lebih lama dan populasi yang lebih besar, sehingga hasilnya dapat digunakan 36 PROSIDING THE 3 th DENTISTRY SCIENTIFIC MEETING OF JEMBER
secara umum untuk meningkatkan derajat kesehatan gigi dan mulut, khususnya yang berhubungan dengan penyakit periodontal. Selain itu, juga perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai hubungan antara faktor individu lainnya, seperti tingkat pendidikan, pekerjaan, dan penghasilan terhadap status kesehatan periodontal dan tingkat kebutuhan perawatan periodontal. Daftar Pustaka 1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Survei Kesehatan Nasional (Surkesnas) Tahun 2010. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. 2011. 2. Newman MG, Takei HH, Klokkevold PR, Caranza FA. Carranza s Clinical Periodontology. 11 th Edition. Philadelphia: W.B. 2012. 3. Tampubolon, Nurmala Situmorang. Dampak Karies Gigi dan Penyakit Periodontal terhadap Kualitas Hidup [online].http://www.library.usu.a c.id. [11 Juni 2015]. 4. Klaus H, Rateeitschak EM, Wolf HF, Hassell TM. Color Atlas of Periodontology. 3rd ed. Georg Thieme Verlag Stuttgart New York: Thieme Inc. 2005. 5. Gani A, Taufiqurrahman. Kebutuhan Perawatan Periodontal Remaja di Kabupaten Sinjai Tahun 2007. J. Dentofasial 2008; 7(2):132-138. 6. Saptorini KK. Poket Periodontal pada Lanjut Usia di Posyandu Lansia Kelurahan Wonosari Kota Semarang. Prosiding Semnas Peran Kesehatan Masyarakat dalam Pencapaian MDG s di Indonesia 2011; 4(1): 261-266. 7. Sanei AS, Nasrabadi AN. Periodontal Health Status and Treatments Needs in Iranian Adolescent Population. Arch Iranian Med 2005; 8(1): 290-291. 8. Zein RP, Rachmadi P, Putri DK. Tingkat Kebutuhan Perawatan Periodontal pada Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Sejahtera Banjarbaru. J. Kedokteran Gigi 2014; 2(2):189-195. 9. World Health Organization (WHO). Oral Health Surveys: Basic Methods. 5 th Edition. England: WHO Press. 2013. 10. Eley BM and Manson JD. Periodontics. Philadelphia: Wright Elsevier. 2004. 11. Finn SB. Clinical Pedodontic. 4 th Edition. Philadelphia: Saunders Company. 2003. 12. Wangsarahardja K, Olly VD, Eddy K. Hubungan antara Status Kesehatan Mulut dan Kualitas Hidup pada Lanjut Usia. Universa Medicina 2007; 26: 186-194. 13. Yati R, Taqwa D, Octiara E. Pedodonsia Terapan. Medan: FKG USU. 2009. 14. Bakar Abu. Kedokteran Gigi Klinis. Edisi 2. Yogyakarta: Quantum. 2014. 37 PROSIDING THE 3 th DENTISTRY SCIENTIFIC MEETING OF JEMBER