BAB III METODE PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODA PENELITIAN. yang umum digunakan di laboratorium kimia, set alat refluks (labu leher tiga,

III METODOLOGI PENELITIAN. Bab ini menguraikan mengenai (1) Bahan dan Alat Penelitian, (2) Metode

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: ( Print) F-234

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014.

I. Judul: Isolasi Minyak Jahe Dari Rimpang Jahe (Zinger Officinale) II. Tanggal Percobaan: 6 Maret 2013 III. Tanggal selesai Percobaan: 6 Maret 2013

BAB V METODELOGI. 5.1 Pengujian Kinerja Alat. Produk yang dihasilkan dari alat pres hidrolik, dilakukan analisa kualitas hasil meliputi:

BAB V METODOLOGI. 5.1 Alat yang digunakan: Tabel 3. Alat yang digunakan pada penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2014) ISSN: ( Print) 1

III. METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan yaitu pengering kabinet, corong saring, beaker glass,

III. METODOLOGI PENELITIAN

r = pengulangan/replikasi 15 faktor nilai derajat kebebasan Penurunan bilangan peroksida pada minyak jelantah.

III. METODE PENELITIAN

LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA Isolasi Trimiristin dan Asam Miristat dari Biji Buah Pala Penyabunan Trimiristin Untuk Mendapatkan Asam Miristat

II. METODOLOGI PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB V METODOLOGI. Pada tahap ini, dilakukan pengupasan kulit biji dibersihkan, penghancuran biji karet kemudian

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Erlenmeyer 250 ml Pyrex. Kondensor kolom hempel

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli sampai bulan November 2009

BAB IV METODE PENELITIAN. 4.1 Sampel. Sampel yang digunakan adalah tanaman nilam yang berasal dari Dusun

BAB III PERALATAN DAN METODE

BAB V METODOLOGI. Tahap pelaksanaan percobaan dilakukan dalam tiga tahap, yaitu : memanaskannya pada oven berdasarkan suhu dan waktu sesuai variabel.

BAB V METODOLOGI. 5.1 Alat dan Bahan yang Digunakan Alat yang Digunakan

Direndam dalam aquades selama sehari semalam Dicuci sampai air cucian cukup bersih

1.Penentuan Kadar Air. Cara Pemanasan (Sudarmadji,1984). sebanyak 1-2 g dalam botol timbang yang telah diketahui beratnya.

Penelitian ini akan dilakukan dengan dua tahap, yaitu : Tahap I: Tahap perlakuan awal (pretreatment step)

METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku b. Bahan kimia 2. Alat B. METODE PENELITIAN 1. Pembuatan Biodiesel

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) F-39

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

Kumpulan Laporan Praktikum Kimia Fisika PERCOBAAN VI

LAMPIRAN C GAMBAR DAN DIAGRAM ALIR

BAB III METODE PENELITIAN

EKSTRAKSI MINYAK SEREH DAPUR SEBAGAI BAHAN FLAVOR PANGAN I N T I S A R I

MODUL PRAKTIKUM SATUAN OPERASI II

BAB V METODOLOGI. Gambar 6. Pembuatan Minyak wijen

BAB III METODE PENELITIAN

BAB V METODOLOGI. Dalam percobaan yang akan dilakukan dalam 3 tahap, yaitu :

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk mengetahui kinerja bentonit alami terhadap kualitas dan kuantitas

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Balai Besar Penelitian dan

EKSTRAKSI BAHAN NABATI (EKS)

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III RANCANGAN PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

Bab III Metodologi Penelitian

Blanching. Pembuangan sisa kulit ari

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BABffl METODOLOGIPENELITIAN

BAB V METODOLOGI. Dalam pelaksanaan percobaan yang akan dilakukan dalam 3 tahap, yaitu:

METODOLOGI PENELITIAN

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Minyak goreng bekas

III. METODOLOGI PENELITIAN

KETERAMPILAN LABORATORIUM DAFTAR ALAT LABORATORIUM

BAB IV METODE PENELITIAN

LAMPIRANA DIAGRAM ALIR METODE PENELITIAN

Metoda-Metoda Ekstraksi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan

EKSTRAKSI Ekstraksi padat-cair Ekstraksi cair-cair Ekstraksi yang berkesinambungan Ekstraksi bertahap Maserasi metode ekstraksi padat-cair bertahap

LAMPIRAN. Lampiran 1. Sertifikat analisis kalium diklofenak

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. furnace, desikator, timbangan analitik, oven, spektronik UV, cawan, alat

BAB 3 METODE PENELITIAN. 1. Neraca Analitik Metter Toledo. 2. Oven pengering Celcius. 3. Botol Timbang Iwaki. 5. Erlenmayer Iwaki. 6.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab III Metodologi Penelitian

BAB 3 METODE PERCOBAAN. - Heating mantle - - Neraca Analitik Kern. - Erlenmeyer 250 ml pyrex. - Beaker glass 50 ml, 250 ml pyrex. - Statif dan klem -

I. ISOLASI EUGENOL DARI BUNGA CENGKEH

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen

Penetapan Kadar Sari

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2015 dari survei sampai

Cara uji kimia - Bagian 3: Penentuan kadar lemak total pada produk perikanan

BAB V METODOLOGI. Dalam percobaan yang akan dilakukan dalam 3 tahap, yaitu:

Standard of Operation Procedure (SOP) Kegiatan : Good Development Practice Sub Kegiatan : Metoda Pengujian Kualitas Minyak Nilam

BAB III METODE PENELITIAN. menjadi 5-Hydroxymethylfurfural dilaksanakan di Laboratorium Riset Kimia

LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN. A. Pemanfaatan Rumput Ilalang Sebagai Bahan Pembuatan Bioetanol Secara Fermentasi.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di laboratorium kimia D-3 Analis Kesehatan Fakultas Ilmu

METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dimulai dari bulan April 2010 sampai dengan bulan Januari

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan September 2013 sampai bulan Maret 2014

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April September 2013 bertempat di

Reaksi Dehidrasi: Pembuatan Sikloheksena. Oleh : Kelompok 3

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS

LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu pada bulan Januari 2012

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

3. Metodologi Penelitian

EKSTRAKSI CAIR-CAIR. Bahan yang digunkan NaOH Asam Asetat Indikator PP Air Etil Asetat

BAB V METODOLOGI. Dalam percobaan yang akan dilakukan dalam 2 tahap, yaitu :

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11 sampai 28 November 2013

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) F-93

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS KANDUNGAN TUMBUHAN OBAT. ANALISIS Etil p-metoksi sinamat DARI RIMPANG KENCUR (Kaempferia galanga L.)

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Laboratorium Peternakan Universiatas Muhammadiyah Malang dan Laboratorium

Transkripsi:

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Dan Peralatan 3.1.1 Bahan Penelitian 1. Daun kemangi 2. Etil Asetat (C4H8O2) 3. Etanol (Pembanding) 3.1.2 Peralatan 3.1.2.1 Peralatan Penelitian 1. Beaker glass 2. Gelas ukur 3. Erlenmeyer 4. Pipet tetes 5. Oven 6. Blender 7. Ayakan mesh 8. Corong gelas 9. Timbangan elektrik 10. Statif dan klem 11. Hot plate 12. Piknometer 13. Stopwatch 14. Termometer 15. Refraktometer 16. GC-MS 14

3.1.2.3 Peralatan Utama Water Condenser Out Water In Siphon Sample in the thimble Round bottom flask Heater Gambar 3.1 Peralatan Utama Sokhlet 1. Kondensor: berfungsi sebagai pendingin, dan juga untuk mempercepat proses pengembunan. 2. Timbal: berfungsi sebagai wadah untuk sampel yang ingin diambil zatnya. 3. Pipa F: berfungsi sebagai jalannya uap, bagi pelarut yang menguap dari proses penguapan. 4. Bypass sidearm merupakan bagian dari seperangkat alat ekstraktor Soxhlet yang berfungsi sebagai penghubung labu pemanas dengan thimble yang tembus langsung ke atas dengan kondensor, sehingga uap air dapat naik dari labu pemanas menuju kondensor. 5. Sifon: berfungsi sebagai perhitungan siklus, bila pada sifon larutannya penuh kemudian jatuh ke labu alas bulat maka hal ini dinamakan 1 siklus 6. Labu alas bulat: berfungsi sebagai wadah bagi sampel dan pelarutnya 7. Heating mantle: berfungsi sebagai pemanas larut 15

3.2 Variasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan variabel bebas yaitu suhu ekstraksi dan variabel tetapnya adalah massa kemangi 50 gram dengan ukuran partikel 40 mesh dan konsentrasi pelarut (etil asetat) 98,8 %. Tabel 3.1 Variasi Penelitian pada Proses Esktraksi Minyak Atsiri Kemangi Bahan : Run Pelarut (b/v) I 1 : 6 Waktu Ekstraksi (jam) 3 4 5 6 Ukuran Partikel (mesh) Konsentrasi Pelarut (%) Suhu Ekstraksi ( 0 C) 40 98,8 77 3.3 Prosedur Penelitian 3.3.1 Prosedur Pembuatan Serbuk Daun kemangi 1. Sampel daun kemangi dicuci bersih. 2. Sampel daun kemangi dikeringkan menggunakan panas matahari. 3. Setelah dikeringkan, sampel dihaluskan mengunakan blender. 4. Sampel diayak dengan menggunakan ayakan 40 mesh hingga diperoleh serbuk daun kemangi. 3.3.2. Prosedur Ekstraksi Oleoresin Daun Kemangi Ekstraksi oleoresin daun kemangi dikonduksikan dengan peralatan sokhlet menggunakan Etil Asetat pada suhu titik didih, yakni 77 o C selama (3 jam, 4 jam, 5 jam, dan 6 jam) dengan rasio bahan dan pelarut (b/v) 1:6. Prosedur ekstraksi oleoresin dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Sampel yang telah halus dimasukkan sebanyak 50 gram ke dalam thimble yang terdapat di tengah bagian dari peralatan sokhlet. 2. Pelarut etil asetat digunakan untuk proses ekstraksi dimasukkan ke dalam labu alas bulat dengan perbandingan antara bahan dan pelarut (b/v) adalah 1:6. 3. Oleoresin diekstraksi dengan peralatan sokhlet selama (3 jam, 4 jam, 5 jam, dan 6 jam) pada suhu 77 0 C. 4. Oleoresin disimpan di dalam botol untuk selanjutnya dianalisa. 16

3.3.2 Prosedur Analisa 3.3.3.1 Rendemen Oleoresin Prosedur analisa rendemen oleoresin dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Dihitung massa oleoresin yang didapat 2. Rendemen oleorsin diperoleh dengan persamaan: Rendemen (%) = mo ms 100 % (3.1) Dimana: mo = massa oleoresin ms = massa sampel 3.3.3.2 Analisa Densitas Oleoresin Prosedur penentuan densitas oleoresin dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Dihitung volume hasik ektraksi oleoresin. 2. Dipisahkan oleoresin dengan pelarutnya. 3. Dicatat volume pelarut yang sudah terpisah. 4. Didapatlah volume oleoresin dari selisih antara volume hasil ekstraksi dengan volume pelarut yang sudah terpisah. 5. Dicatat massa oleoresin. 6. Densitas oleorsin diperoleh dengan persamaan: ρ = m V (3.2) Dimana: ρ = densitas oleoresin m = massa oleoresin V = volume oleoresin 17

3.3.3.3 Analisa Indeks Bias Oleoresin Untuk pengukuran indeks bias, menggunakan instrumen Refraktometer pada Laboratorium Organik, Departemen Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Sumatera Utara. 3.3.3.4 Analisa Kadar Minyak Atsiri Minyak Atsiri dianalisa mnggunakan instrument GC/MS pada Pusat Penelitian Kelapa Sawit. 18

3.4 Flowchart Penelitian 3.4.1 Flowchart Pembuatan Serbuk Daun kemangi Mulai Sampel daun kemangi dikeringkan dalam oven 40 0 C hingga berat konstan Sampel di haluskan menggunakan blender Sampel diayak dengan ayakan 50 Mesh hingga diperoleh serbuk daun kemangi Selesai Gambar 3.2 Flowchart Pembuatan Serbuk Daun kemangi 19

3.4.2 Flowchart Prosedur Ekstraksi Minyak Atsiri Daun Kemangi Mulai Sampel yang telah halus dimasukkan sebanyak 50 gram ke dalam suatu thimble yang terdapat di tengah bagian dari peralatan sokhlet Pelarut etil asetat dimasukkan ke dalam labu alas bulat dengan berat bahan baku : pelarut (1:5 dan 1:6) Peralatan ekstraksi sokhlet dirangkai Etil asetat didistilasi dari labu alas bulat dengan menggunakan hot plate Minyak atsiri daun kemangi diekstraksi dengan peralatan sokhlet dengan variasi waktu (3, 4, 5, dan 6 jam) pada suhu (77 o C) Hasil ekstraksi disaring dengan kertas saring whatman no. 1 untuk menghilangkan partikulat Labu alas bulat yang mengandung ekstrak dikeringkan pada 30-40 o C selama 30 menit A B 20

A B Pelarut dipisahkankan dari campuran oleoresin dengan cara evaporasi di bawah temperature titik didih pada 70 o C Oleoresin disimpan ke dalam freezer untuk selanjutnya dianalisa Apakah masih ada variasi lain? Ya Tidak Selesai Gambar 3.3 Flowchart Prosedur Ekstraksi Oleoresin Daun Kemangi 21

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisa Rendemen Oleoresin Gambar 4.1 Pengaruh Waktu terhadap Rendemen Oleoresin Kemangi Gambar 4.1 merupakan gambaran fenomena ekstraksi yang menunjukkan pengaruh waktu terhadap rendemen. Dari Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa secara keseluruhan, waktu memberikan pengaruh terhadap rendemen oleoresin, di mana konsentrasi oleoresin meningkat seiring dengan bertambahnya waktu. Hal ini dapat dijelaskan bahwa untuk mendapatkan rendemen oleoresin yang lebih banyak, diperlukan waktu ekstraksi yang lebih lama agar terjadi waktu kontak yang lebih maksimal antara daun kemangi dengan pelarut sehingga oleoresin dapat diekstrak secara maksimum. Dalam penelitian ini variabel yang digunakan adalah waktu, yaitu 3 jam, 4 jam, 5 jam, dan 6 jam dengan variabel tetap yang telah ditentukan yakni rasio bahan dan pelarut 1:6, massa sampel 50 gram untuk keseluruhan variasi dan ukuran partikel yang disaring dengan menggunakan ayakan 40 mesh. Pengecilan ukuran partikel ditujukan untuk memperluas ruang pengontakan antara daun kemangi dan pelarut sehingga pelarut dapat berpenetrasi ke dalam daun dan komponen yang ingin diekstrak terdifusi keluar dari daun dan waktu yang dibutuhkan pelarut untuk berdifusi pada partikel kecil lebih sedikit daripada partikel besar [31]. 22

Pada perbandingan bahan terhadap pelarut 1:6 dengan waktu 3 jam, 4 jam, 5 jam, 6 jam, dan 7 jam diperoleh rendemen 14.8118 %; 15.9206 %; 16.6248 %; 20.1520 %; dan 20.2440 %. Dari gambar 4.1 dapat dilihat juga bahwa rendemen yang dihasilkan dari perbandingan bahan dengan pelarut 1:5 dengan waktu 3 jam, 4 jam, 5 jam, dan 6 jam adalah 9,8676 %; 14,4350 %; 16,0990 %; dan 18.5660 %. Pada penelitian ini, juga dilakukan percobaan pada waktu 3 jam dengan variasi rasio bahan dan pelarut 1:7 dan 1:8. Rendemen yang didapat untuk rasio bahan dan pelarut 1:7 sebesar 16,806 % dan untuk rasio bahan dan pelarut 1:8 sebesar 17,0766 %. Secara keseluruhan untuk waktu 3 jam terjadi peningkatan rendemen, namun peningkatan rendemem mulai melambat pada rasio 1:7 dan 1:8. Tujuan penambahan variasi rasio bahan dan pelarut adalah untuk melihat pengaruh rasio bahan dan pelarut terhadap rendemen oleoresin yang dihasilkan. Gambar 4.1 menunjukkan pada saat perbandingan pelarut terhadap daun kemangi yang tetap dengan peningkatan waktu ekstraksi menyebabkan rendemen oleoresin meningkat. Hal ini dapat dijelaskan bahwa untuk mendapatkan rendemen oleoresin yang lebih banyak, diperlukan waktu ekstraksi yang meningkat pula agar terjadi waktu kontak yang lama antara daun kemangi dengan pelarut yang memberikan kesempatan daun kemangi untuk kontak dengan pelarut semakin besar sehingga rendemen oleoresin dapat diekstrak secara maksimum. Akan tetapi pada rasio bahan dan pelarut 1:6 untuk waktu 7 jam tidak terjadi peningkatan rendemen yang signifikan. Hal tersebut terjadi karena larutan sudah mencapai titik jenuh. Pada saat waktu ekstraksi yang tetap dengan peningkatan perbandingan pelarut terhadap daun kemangi menyebabkan rendemen meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa perbandingan antara daun kemangi dengan pelarut mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam menghasilkan rendemen oleoresin. Untuk mendapatkan rendemen oleoresin yang meningkat, pelarut harus banyak tersedia agar dapat memaksimalkan pendifusian rendemen oleoresin yang diekstrak. Peningkatan perbandingan antara pelarut terhadap daun kemangi mempengaruhi pendifusian oleoresin dari daun kemangi ke pelarut, semakin banyak pelarut membuat pendifusian oleoresin akan semakin besar, sehingga distribusi pelarut ke daun kemangi akan semakin besar. Distribusi pelarut yang merata ke daun kemangi akan memperbesar rendemen oleoresin yang dihasilkan. Semakin banyak pelarut 23

yang digunakan akan mengurangi tingkat kejenuhan pelarut sehingga pendifusian komponen yang diekstrak dapat maksimal. Dari hasil yang didapat dapat dilihat secara keseluruhan, bahwa seiring bertambahnya waktu, rendemen yang dihasilkan juga bertambah [11]. Rendemen yang terbaik didapat pada rasio bahan dan pelarut 1:6 pada waktu 6 jam dengan rendemen sebesar 20,1520 %. Padah rasio bahan dan pelarut 1:6 dengan waktu 6 jam dilakukan juga percobaan untuk pelarut etanol. Hal ini dilakukan sebagai pembanding antara pelarut etil asetat dengan etanol untuk melihat keefektifan pelarut dalam mengekstraksi. Rendemen yang didapat dengan pelarut etanol sebesar 17,1870 %. Hal ini menunjukkan bahwa pelarut etil asetat memiliki keefektifan yang lebih baik dibandingkan dengan etanol. Hal ini dapat dilihat bahwa pelarut etil asetat mampu mengekstrak oleoresin daun kemangi lebih baik dengan rendemen oleoresin sebesar 20,1520 %. 4.2 Analisa Densitas Oleoresin Gambar 4.2 Pengaruh Waktu terhadap Densitas Oleoresin Densitas merupakan salah satu kriteria penting dalam menentukan mutu dan kemurnian oleoresin. Pada gambar 4.2 dapat dilihat bahwa densitas oleoresin akan meningkat seiring bertambahnya waktu ekstraksi. Pada perbandingan bahan dengan pelarut 1:6 dengan waktu 3 jam diperoleh densitas oleoresin sebesar 0.9375 g/cm 3. Pada waktu 4 jam diperoleh densitas oleoresin sebesar 0.9477 g/cm 3. Pada waktu 5 24

jam diperoleh densitas oleoresin sebesar 0.9554 g/cm 3. Pada waktu 6 jam diperoleh densitas oleoresin sebesar 0.9688 g/cm 3. Pada waktu 7 jam diperoleh densitas oleoresin sebesar 0.9733 g/cm 3. Dari gambar 4.2 juga dapat dilihat untuk perbandingan bahan dengan pelarut 1:5 dengan waktu 3 jam diperoleh densitas oleoresin sebesar 0.9137 g/cm 3. Pada waktu 4 jam diperoleh densitas oleoresin sebesar 0.9373 g/cm 3. Pada waktu 5 jam diperoleh densitas oleoresin sebesar 0.9470 g/cm 3. Pada waktu 6 jam diperoleh densitas oleoresin sebesar 0.9570 g/cm 3. Pada penelitian ini, juga dilakukan percobaan pada waktu 3 jam dengan variasi rasio bahan dan pelarut 1:7 dan 1:8. Densitas yang didapat untuk rasio bahan dan pelarut 1:7 adalah 0,9442 g/cm 3 dan untuk rasio bahan dan pelarut 1:8 adalah 0,9487 g/cm 3. Secara keseluruhan untuk waktu 3 jam terjadi peningkatan densitas, namun peningkatan densitas mulai melambat pada rasio 1:7 dan 1:8. Tujuan penambahan variasi rasio bahan dan pelarut adalah untuk melihat pengaruh rasio bahan dan pelarut terhadap densitas oleoresin yang dihasilkan. Dapat dilihat bahwa densitas oleoresin akan meningkat seiring bertambahnya rasio bahan dan pelarut. Perlakuan ekstraksi dengan waktu yang lebih lama akan menghasilkan oleoresin dengan densitas yang lebih tinggi. Hal ini dikarenakan semakin lamanya proses ekstraksi maka semakin lama juga waktu kontak antara bahan sumber oleoresin dengan etil asetat, sehingga menyebabkan semakin banyaknya padatan yang terlarut dalam oleoresin yang dihasilkan. Oleh sebab itu, oleoresin yang dihasilkan mempunyai viskositas yang besar dan densitasnya juga tinggi. Semakin lama waktu ekstraski, maka densitas oleoresin yang dihasilkan semakin tinggi. Pada penelitian ini, densitas oleoresin yang dihasilkan berkisar antara 0,9137 g/cm 3 0,9688 g/cm 3. Densitas oleoresin yang diperoleh pada penelitian ini cenderung lebih rendah jika dibandingkan dengan densitas menurut Lluch Essence, yaitu 1,000 [30]. Perbedaan densitas ini diduga karena oleoresin yang dihasilkan pada penelitian ini memiliki kandungan minyak atsiri yang relatif kecil. Semakin rendah kadar minyak atsiri maka kandungan resin, asam lemak, dan senyawasenyawa yang tidak tersabunkan akan semakin tinggi [5]. Padah rasio bahan dan pelarut 1:6 dengan waktu 6 jam dilakukan juga ekstraksi oleoresin daun kemangi menggunakan pelarut etanol. Hal ini dilakukan sebagai pembanding antara pelarut etil asetat dengan etanol untuk melihat 25

keefektifan pelarut dalam mengekstraksi. Densitas yang didapat dengan pelarut etanol adalah 0,9522 g/cm 3. Dapat dilihat bahwa hasil densitas oleoresin daun kemangi dengan pelarut etil asetat lebih besar dibandingkan dengan pelarut etanol. Hal ini mengidentifikasikan bahwa oleoresin dengan menggunakan pelarut etil asetat lebih banyak mengekstrak komponen kimia kemangi dibandingkan dengan etanol. 4.3 Analisa Indeks Bias Oleoresin Gambar 4.3 Pengaruh Waktu terhadap Indeks Bias Oleoresin Indeks bias oleoresin berhubungan erat dengan komponen-komponen yang tersusun dalam oleoresin yang dihasilkan. Semakin banyak komponen berantai panjang seperti sequiterpen atau komponen bergugus oksigen ikut terekstraksi, maka kerapatan medium oleoresin akan bertambah sehingga cahaya yang dating akan lebih sukar dibiaskan. Hal ini menyebabkan indeks bias oleoresin menjadi lebih besar. Semakin banyak kandungan airnya, maka semakin kecil nilai indeks biasnya. Ini karena sifat dari air yang mudah untuk membiaskan cahaya yang datang. Dari gambar 4.3 dapat dilihat bahwa dengan adanya perbedaan waktu ekstraksi ternyata memberikan hasil nilai indeks bias yang berbeda pula. Dari gambar 4.3 dapat dilihat bahwa semakin lama waktu ekstraksi menunjukkan peningkatan nilai indeks bias. Pada perbandingan bahan dan pelarut 1:6 pada waktu 3 jam diperoleh nilai indeks bias 1,4992. Pada waktu 4 jam diperoleh nilai indeks bias 1,5001. Pada waktu 5 jam diperoleh nilai indeks bias 1,5009. Pada waktu 6 jam 26

diperoleh nilai indeks bias 1,5020. Pada waktu 7 jam diperoleh nilai indeks bias 1,5024. Pada gambar 4.3 dapat dilihat juga untuk perbandingan bahan dan pelarut 1:5 pada waktu 3 jam diperoleh nilai indeks bias 1,4938. Pada waktu 4 jam diperoleh nilai indeks bias 1,4950. Pada waktu 5 jam diperoleh nilai indeks bias 1,4963. Pada waktu 6 jam diperoleh nilai indeks bias 1,4977. Pada penelitian ini, juga dilakukan percobaan pada waktu 3 jam dengan variasi rasio bahan dan pelarut 1:7 dan 1:8. Indeks bias yang didapat untuk rasio bahan dan pelarut 1:7 sebesar 1,5006 dan untuk rasio bahan dan pelarut 1:8 sebesar 1,5010. Secara keseluruhan untuk waktu 3 jam terjadi peningkatan indeks bias, namun peningkatan rendemem mulai melambat pada rasio 1:7 dan 1:8.Tujuan penambahan variasi rasio bahan dan pelarut adalah untuk melihat pengaruh rasio bahan dan pelarut terhadap indeks bias oleoresin yang dihasilkan. Dari gambar 4.3 dapat dilihat bahwa dengan adanya perbedaan rasio bahan dan pelarut ternyata memberikan hasil nilai indeks bias yang berbeda pula. Dari gambar 4.3 dapat dilihat bahwa bertambahnya rasio bahan dan pelarut dalam ekstraksi menunjukkan peningkatan nilai indeks bias. Pada penelitian ini, indeks bias yang dihasilkan berkisar antara 1,4938-1,5024. Menurut Lluch Essence nilai yang dipersyaratkan antara 1,5010-1,5210 [30]. Terdapat 2 perlakuan yang menghasilkan indeks bias yang sesuai menurut Lluch Essence, yakni perbandingan bahan dan pelarut 1:6 untuk waktu 6 jam diperoleh nilai indkes bias 1,5020 dan waktu 7 jam diperoleh nilai indeks bias 1,5024. Pada rasio bahan dan pelarut 1:6 dengan waktu 6 jam dilakukan juga ekstraksi oleoresin daun kemangi menggunakan pelarut etanol. Hal ini dilakukan sebagai pembanding antara pelarut etil asetat dengan etanol untuk melihat keefektifan pelarut dalam mengekstraksi. Indeks bias yang didapat dengan pelarut etanol adalah 1,4522. Dapat dilihat bahwa hasil indeks bias oleoresin daun kemangi dengan pelarut etil asetat lebih besar dibandingkan dengan pelarut etanol. Hal ini mengidentifikasikan bahwa oleoresin dengan menggunakan pelarut etil asetat lebih banyak mengekstrak komponen kimia kemangi dibandingkan dengan etanol. Jadi oleoresin dengan nilai indeks bias yang lebih besar lebih mendekati kemurnian oleoresin daun kemangi dibandingkan dengan oleoresin dengan nilai indeks bias yang lebih kecil. 27

4.4 Komposisi Minyak Atsiri pada Oleoresin Daun Kemangi (Ocimum canum) Proses ekstraksi oleoresin kemangi dilakukan dengan menggunakan pelarut etil asetat dengan metode sokletasi dengan\ perbandingan bahan dan pelarut 1:6 dengan variasi waktu 3 jam, 4 jam, 5 jam, dan 6 jam. Oleoresin yang didapat berwarna gelap sebagaimana ditunjukkan dalam gambar 4.4 di bawah ini: Gambar 4.4 Oleoresin Kemangi Hasil Ekstraksi Identifikasi komposisi minyak atsiri pada oleoresin daun kemangi yang diproses melalui proses ekstraksi dengan metode Soxhlet dilakukan dengan menggunakan Gas Chromatography Mass Spectrometry (GC/MS). Kromatogram hasil GC/MS ditunjukkan pada Gambar 4.5 dan komponen yang terkandung dalam oleoresin daun kemangi ditunjukkan pada Tabel 4.1. Gambar 4.5 Kromatogram GC/ MS Oleoresin Daun Kemangi (Rasio Bahan dan Pelarut 1:6, Waktu Ekstraksi 6 jam) 28

Tabel 4.1 Komponen yang Terkandung dalam Oleoresin Daun Kemangi (Rasio Bahan dan Pelarut 1:6. Waktu Ekstraksi 6 jam) Peak R. Time Area (%) Komponen 1 14,485 1,75 Trans-alphabisabolene 2 15,111 0,77 Undetected 3 17,908 6,69 Neophytadiene 4 17,981 1,17 Phytol 5 18,173 0,97 Phytol 6 18,374 1,35 Phytol 7 19,161 1,83 Octadeceonic acid 8 20,725 4,83 Phytol 9 20,794 1,05 Undetected 10 20,958 2,23 Methyl linolenate 11 21,710 0,82 Phytol 12 22,099 0,79 Flavone 13 23,133 2,15 Beta-pinene 14 23,512 1,18 Beta-pinene 15 25,750 1,80 Methyl linolenate 16 25,926 0,78 Undetected 17 26,736 4,12 Farnesol 18 27,181 1,90 Pentatriacontane 19 27,525 0,81 Farnesol 20 27,957 1,40 Tetracosane 21 28,825 9,88 Heptacosane 22 29,379 1,20 Vitamin E 23 29,508 0,97 Undetected 24 29,557 1,09 Octadecane 25 29,821 2,63 Tetratetracontane 26 30,607 3,53 Choles-5-ene 27 30,986 27,72 Dotriacontane 28 31,742 12,23 Choles-5-en-3-ol 29 32,367 1,14 Octadecane 30 33,057 1,23 Undetected Jumlah 100 Pada tabel 4.2 menunjukkan data hasil analisis GCMS diperoleh dari ekstrak oleoresin dun kemangi pada variasi percobaan rasio pelarut 1:6 dengan waktu ekstraksi 6 jam, suhu ekstraksi 77 0 C, dan ukuran partikel 40 mesh. Dari variasi ini diperoleh minyak atsiri daun kemangi sebanyak 15,77 % dari total bahan baku daun 29

kemangi. Dari tabel 4.2 dapat dilihat bahwa oleoresin daun kemangi mengandung senyawa yang tergolong dari monoterpenes yaitu beta-pinene sebanyak 3,33%, sesquiterpenes yaitu trans-alpha-bisabolene sebanyak 1,75%, sesquiterpenoids yaitu flavone & farnesol sebanyak 5,72%, diterpenes yaitu neophytadiene sebanyak 6,69%, diterpenoids yaitu phytol sebayak 9,14%, ester yaitu Octadeconoic acid & methyl linolenate sebanyak 5,86%, alkana yaitu pentatriacontane, tetracosane, heptacosane, oktadecane, tetracontane, & dotriacontane sebanyak 45,76%. 4.5 Karakteristik Oleoresin Daun Kemangi Setelah dilakukan analisis kualitatif dan kuantitatif yang dapat dirangkum karakteristik oleoresin daun kemangi (Ocimum canum) yang dapat dilihat pada tabel 4.2. Tabel 4.2 Karakteristik Oleoresin Parameter Hasil Penelitian Oleoresin Standar Warna Gelap Gelap [30] Bentuk Cairan Kental Cairan Kental [30] Aroma Khas Kemangi Khas Kemangi [30] Kadar Minyak Atsiri 15,77 % 4-12 % [30] Densitas 0,9137-0,9688 g/cm 3 1 g/ cm 3 [30] Indeks Bias Minyak 1,4938-1,5024 1,5010 1,5210 [30] Dari tabel 4.2 dapat dilihat bahwa dalam uji karakteristik oleoresin daun kemangi pada penelitian ini belum memenuhi standar oleoresin kemangi. 30

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian yang telah di lakukan adalah: 1. Pelarut etil asetat sangat efektif digunakan sebagai pelarut dalam proses ekstraksi dengan metode sokletasi karena mampu mengekstrak oleoresin dengan baik. 2. Rendemen oleoresin yang paling optimum yang dihasilkan dari ekstraksi oleoresin daun kemangi pada penelitian ini adalah pada waktu ekstraksi 6 jam dengan perbandingan daun kemangi:pelarut 1:6 sebesar 20,1520%. 3. Densitas oleoresin yang diperoleh berkisar antara 09137-0,9688 g/cm 3. 4. Indeks bias yang diperoleh berkisar antara 1,4938-1,5024. 5. Dari hasil analisis dengan menggunakan Gas Chromatography Mass Spectrometry (GC/MS) pada salah satu perlakuan didapatkan minyak atsiri sebesar 15,77 %. 6. Dari hasil analisis yang dilakukan pada penelitian ini menunjukkan bahwa oleoresin daun kemangi belum memenuhi standar untuk oleoresin kemangi. 5.2 Saran Saran yang dapat diberikan untuk penelitian lebih lanjut adalah : 1. Melakukan metode atau peralatan lain, seperti menggunakan ultrasonic atau microwave. 2. Penambahan variasi lainnya, seperti ukuran partikel, rasio bahan dan pelarut, jenis pelarut lainnya untuk melihat pengaruhnya terhadap hasil oleoresin yang diperoleh. 31