BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam mewujudkan pemerataan pembangunan di setiap daerah, maka

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang sentralisasi menjadi struktur yang terdesentralisasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan atas pertimbangan

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

Abstrak. Kata kunci: Kinerja Keuangan, Dana Alokasi Umum, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran, Belanja Modal.

INUNG ISMI SETYOWATI B

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pengelolaan keuangan daerah sejak tahun 2000 telah mengalami era baru,

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah

BAB I PENDAHULUAN. mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,

BAB I PENDAHULUAN. Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Tujuan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

BAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi

BAB I PENDAHULUAN. dan kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. Dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 22 Tahun kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan

BAB 1 PENDAHULUAN. Reformasi tahun 1998 telah membuat perubahan politik dan administrasi, bentuk

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah dalam menciptakan good governance sebagai prasyarat dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya Otonomi daerah yang berlaku di Indonesia Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. disebut Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), baik untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebijakan desentralisasi fiskal yang diberikan pemerintah pusat kepada

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dari Orde Baru ke Orde Reformasi telah membuat beberapa perubahan

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk mengelola keuangannya sendiri. Adanya otonomi daerah menjadi jalan bagi

BAB I PENDAHULUAN. ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perwakilan Rakyat sebagai lembaga legislatif terlebih dahulu menentukan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pusat mengalami perubahan, dimana sebelum reformasi, sistem pemerintahan

BAB 1 PENDAHULUAN. diartikan sebagai hak, wewenwang, dan kewajiban daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang sangat mendasar sejak diterapkannya otonomi daerah. dalam hal pengelolaan keuangan daerah.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitan. Berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 Pasal 1 angka 5 memberikan definisi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah. Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan otonomi daerah pada tahun Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi. penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi yang mensyaratkan perlunya pemberian otonomi seluas-luasnya

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran dearah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang dijadikan pedoman

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Selama pemerintahan orde baru sentralisasi kekuasaan sangat terasa dalam

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran

BAB 1 PENDAHULUAN. disebutanggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Baik untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pada era keterbukaan sekarang ini maka reformasi sektor publik yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).

BAB 1 PENDAHULUAN. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi. daerah berkewajiban membuat rancangan APBD, yang hanya bisa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. perubahan di berbagai aspek kehidupan. Salah satu dari perubahan tersebut adalah

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. era baru dengan dijalankannya otonomi daerah. Otonomi daerah ini ditandai

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan Pemerintah Indonesia tentang otonomi daerah sudah

BAB I PENDAHULIAN. Dewasa ini, perhatian pemerintah terhadap masalah-masalah yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. 1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

PENDAHULUAN. yang sangat besar, terlebih lagi untuk memulihkan keadaan seperti semula. Sesuai

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah

BAB I PENDAHULUAN. kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya. (Maryati, Ulfi dan Endrawati, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

BAB 1 PENDAHULUAN. transparansi publik. Kedua aspek tersebut menjadi hal yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.otonomi

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, desentralisasi fiskal mulai hangat dibicarakan sejak

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

BAB I PENDAHULUAN. melakukan berbagai jenis pembelanjaan. Seperti halnya pengeluaran-pengeluaran

BAB I. Kebijakan tentang otonomi daerah di Indonesia, yang dikukuhkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. landasan hukum dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang. menjadi UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah ditandai dengan dikeluarkan Undang-Undang (UU No.22 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. wujud dari diberlakukannya desentralisasi. Otononomi daerah menurut UU No.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Arsyad (1999) dalam Setiyawati (2007) menyatakan bahwa pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Proses globalisasi pemerintahan pada daerah Indonesia di tahun 2001

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tentang situasi manajemen tidaklah termotivasi oleh tujuan-tujuan individu

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan UU nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah memisahkan

BAB I PENDAHULUAN. pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. berdampak pada berbagai aktivitas kehidupan berbangsa dan bernegara di

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya mendukung pelaksanaan pembangunan nasional, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. menumbangkan kekuasaan rezim Orde Baru yang sentralistik digantikan. arti yang sebenarnya didukung dan dipasung sekian lama mulai

BAB I PENDAHULUAN. Sejak big bang decentralization yang menandai era baru pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen dokumen

BAB I PENDAHULUAN. era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan untuk lebih

BAB I PENDAHULUAN. mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah (PAD) dibandingkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Dalam manajemen keuangan daerah, reformasi ditandai dengan pelaksanaan otonomi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia ini adalah suatu negara yang menganut daerah otonom.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam mewujudkan pemerataan pembangunan di setiap daerah, maka daerah diberi wewenang untuk mengatur rumah tangganya sendiri hal ini telah diamanatkan dalam Undang Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan atas pertimbangan bahwa daerah lebih mengetahui keadaan dan kebutuhan masyarakat di daerahnya. Adanya otonomi daerah diharapkan semakin meningkatkan pelayanan diberbagai sektor terutama sektor publik sehingga mampu menarik investor untuk menanamkan investasi di daerah. Menteri Keuangan Budiono mengemukakan (Sidik, et al 2002), tujuan otonomi adalah untuk meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat, pengembangan kehidupan berdemokrasi, keadilan, pemerataan, dan pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah. Adapun yang mendorong diberlakukannya otonomi daerah adalah dikarenakan tidak meratanya pembangunan yang berjalan selama ini sehingga menyebabkan ketimpangan antara pemerintah pusat dan daerah. Salah satu upaya pemerintah daerah untuk meningkatkan kemandirian daerah adalah dengan mengoptimalkan potensi pendapatan daerah yaitu dengan 1

2 memberikan proporsi alokasi belanja modal yang lebih tinggi pada sektor-sektor yang dianggap produktif (Nugroho, 2012). Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2010, belanja modal merupakan pengeluaran anggaran dalam pencapaian aset tetap serta aset lainnya yang dapat memberikan dampak positif lebih dari satu periode akuntansi. Perubahan alokasi belanja ditujukan untuk pembangunan berbagai fasilitas modal. Pemerintah perlu memfasilitasi berbagai aktivitas peningkatan perekonomian, salah satunya dengan membuka kesempatan berinvestasi. Pembangunan infrastruktur dan pemberian berbagai fasilitas kemudahan dilakukan untuk meningkatkan daya tarik investasi. Pembangunan infrastruktur industri mempunyai dampak yang nyata terhadap kenaikan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Dengan kata lain, pembangunan berbagai fasilitas ini akan berujung pada peningkatan kemandirian daerah (Wong, 2004 dalam Adi, 2006). Peningkatan kualitas pelayanan publik dapat diperbaiki melalui perbaikan manajemen kualitas jasa (service quality management), yakni upaya meminimasi kesenjangan (gap) antara tingkat layanan dengan dengan harapan konsumen (Bastian, 2006). Dengan demikian, Pemerintah Daerah harus mampu mengalokasikan anggaran belanja modal dengan baik karena belanja modal merupakan salah satu langkah bagi Pemerintah Daerah untuk memberikan pelayanan kepada publik. Darwanto dan Yustikasari (2007) menyatakan bahwa pemanfaatan anggaran belanja seharusnya dialokasikan untuk hal-hal produktif, misalnya untuk pembangunan. Penerimaan pemerintah daerah seharusnya dialokasikan untuk program-program layanan publik.

3 Pelaksanaan otonomi daerah yang menitikberatkan pada daerah kabupaten dan kota ditandai dengan adanya penyerahan sejumlah kewenangan dari Pemerintah pusat ke Pemerintah daerah yang bersangkutan. Hal tersebut menegaskan bahwa Pemda memiliki kewenangan untuk menentukan alokasi sumberdaya yang dimiliki untuk belanja-belanja daerah dengan menganut asas kepatuhan, kebutuhan, dan kemampuan daerah yang tercantum dalam anggaran daerah. Penyerahan berbagai kewenangan dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah (Pemda) disertai dengan penyerahan dan pengalihan masalah pembiayaan. Sumber pembiayaan yang penting bagi Pemda adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang komponennya adalah penerimaan yang berasal dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah. Peningkatan PAD dalam jumlah yang besar diharapkan dapat mendorong akuntabilitas yang lebih, memperbaiki pembiayaan daerah, dan juga dapat memperkecil sumber pembiayaan yang berasal dari transfer Pemerintah pusat yang secara langsung meningkatkan kemandirian daerah. PAD merupakan pendapatan yang bersumber dan dipungut Daerah didasarkan pada Peraturan Daerah yang berlaku. Tujuan daripada PAD yakni memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah dalam pendanaan otonomi daerah yang disesuaikan dengan potensi Daerah masing-masing. Penelitian yang dilakukan oleh Solikin (2007) menunjukkan bahwa terdapatnya hubungan positif serta signifikan PAD terhadap belanja modal. Berbeda dengan Solikin, penelitian yang dilakukan oleh

4 Paujiah (2012) di Kota Tasikmalaya menunjukkan bahwa tidak terdapatnya pengaruh PAD terhadap belanja modal. Potensi keuangan daerah yang tidak sama menimbulkan adanya kesenjangan keuangan yang dapat mengakibatkan kesenjangan pembangunan antar daerah. Untuk mengurangi kesenjangan dan untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah melalui penyediaan sumber-sumber pendanaan, lahirlah Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 yang terakhir diubah dengan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah pusat dan Pemerintah daerah. Dana Perimbangan menurut Undang-Undang No. 33 tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah No. 55 tahun 2005 terdiri dari Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus. Salah satu dana perimbangan yaitu Dana Alokasi Umum (DAU). Dana Alokasi Umum merupakan dana yang berasal dari Pemerintah Pusat yang diambil dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluaran Pemerintah Daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana Alokasi Umum adalah salah satu sumber pendapatan dari pemerintah pusat yang dialokasikan sebagai bentuk pemerataan serta keadilan dalam penyelenggaraan pemerintahan (Putro, 2011). Dengan dana tersebut Pemerintah Daerah dapat menggunakannya untuk memberikan pelayanan yang lebih baik kepada publik. Penelitian yang dilakukan oleh Nuarisa (2013) membuktikan bahwa DAU berpengaruh signifikan terhadap belanja modal.

5 Terdapat juga jenis dana perimbangan lain selain DAU, yaitu Dana Alokasi Khusus (DAK). DAK adalah dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah sesuai dengan prioritas nasional. Dana Alokasi Khusus (DAK) diarahkan kepada kegiatan investasi pembangunan, pengadaan, peningkatan, perbaikan sarana dan prasarana fisik pelayanan publik dengan umur ekonomis panjang, dengan diarahkannya pemanfaatan DAK untuk kegiatan tersebut diharapkan dapat meningkatkan pelayanan publik yang direalisasikan dalam belanja modal (Ardhani, 2011) dalam Wandira (2013). Penelitian yang dilakukan oleh Tuasikal (2008) serta Situngkir (2009) membuktikan bahwa DAK berpengaruh positif terhadap Belanja Modal. Selain dari PAD dan transfer dari pusat untuk membiayai kegiatannya, Pemda juga dapat memanfaatkan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) tahun sebelumnya. Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 13 tahun 2006, SiLPA merupakan sisa dana yang diperoleh dari aktualisasi penerimaan serta pengeluaran anggaran daerah selama satu periode. Prasetyantoko (2008) menyatakan bahwa anggaran negara yang menganggur bisa dialokasikan untuk belanja yang memberikan nilai tambah dan mampu menstimulasi laju pertumbuhan ekonomi nasional. SiLPA dalam hubungannya dengan belanja modal telah di teliti oleh Ardhini (2011) dengan lokasi penelitian di kabupaten/kota wilayah Jawa Tengah. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa SiLPA berpengaruh positif terhadap belanja modal. Sejalan dengan Ardhini, penelitian yang dilakukan oleh Kusnandar & Siswantoro

6 (2012) menunjukkan bahwa terdapatnya hubungan yang positif serta signifikan SiLPA terhadap belanja modal. Kondisi demikian memberikan informasi bahwa SiLPA adalah salah satu sumber pendanaan belanja modal. Liliana et al. (2011) menyatakan hubungan antara pendapatan pemerintah dan pengeluaran pemerintah adalah penting, mengingat relevansinya bagi kebijakan terutama berkenaan dengan defisit anggaran. Faktor utama bagi daerah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi adalah dengan meningkatkan investasi yang dapat dilakukan diantaranya dengan meningkatkan ketersediaan infrastruktur yang memadai, baik kualitas maupun kuantitas, dan menciptakan kepastian hukum. Dalam upaya peningkatan kemandirian daerah, Pemda dituntut untuk mengoptimalkan potensi pendapatan yang dimiliki dan salah satunya adalah memberikan proporsi belanja modal yang lebih besar untuk pembangunan pada sektor-sektor yang produktif di daerah (Harianto dan Adi, 2007). Pemerintah daerah mengalokasikan dana dalam bentuk anggaran belanja modal dalam APBD untuk menambah aset tetap. Alokasi belanja modal ini didasarkan pada kebutuhan daerah akan sarana dan prasarana, baik untuk kelancaran pelaksanaan tugas pemerintahan maupun untuk fasilitas publik. Oleh karena itu, dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan publik, pemerintah daerah seharusnya mengubah komposisi belanjanya. Selama ini belanja daerah lebih banyak digunakan untuk belanja rutin yang relatif kurang produktif. Saragih (2003) menyatakan bahwa pemanfaatan belanja hendaknya dialokasikan untuk hal-hal produktif, misal untuk melakukan aktivitas pembangunan.

7 Peran pemerintah di dalam pembangunan adalah sebagai katalisator dan fasilitator, karena pihak pemerintahan yang lebih mengetahui sarana tujuan pembangunan yang akan dicapai (Armayani dalam Halim, 2004). Dengan demikian, Pemerintah Daerah harus mampu mengalokasikan anggaran belanja modal dengan baik, karena belanja modal merupakan salah satu langkah bagi Pemerintah Daerah untuk menciptakan good governance sebagai prasyarat dengan mengedepankan akuntabilitas dan transparansi. Lingkup anggaran menjadi relevan dan penting di lingkungan pemerintah daerah, karena terkait dengan dampak anggaran terhadap kinerja pemerintah yang sehubungan dengan fungsi pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat (Indarti dan Sugiartina, 2012). Bertolak dari uraian di atas maka penelitian ini mengambil judul: Pengaruh Sisa Anggaran, Pendapatan Sendiri, dan Dana Perimbangan Terhadap Belanja Modal (Studi Empris Pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi NTB dan NTT Periode 2016). B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian tersebut maka permasalahan dapat diidentifikasikan terkait sebagai berikut: 1. Apakah sisa anggaran berpengaruh terhadap belanja modal? 2. Apakan pendapatan sendiri berpengaruh terhadap belanja modal? 3. Apakah dana alokasi umum berpengaruh terhadap belanja modal? 4. Apakah dana alokasi khusus berpengaruh terhadap belanja modal?

8 C. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui pengaruh sisa anggaran terhadap belanja modal. 2. Untuk mengetahui pengaruh pendapatan sendiri terhadap belanja modal. 3. Untuk mengetahui pengaruh dana alokasi umum terhadap belanja modal. 4. Untuk mengetahui pengaruh dana alokasi khusus terhadap belanja modal. D. Manfaat Penelitian Dari hasil penelitian ini penulis mengharapkan dapat memberikan manfaat bagi sebagai berikut : Sebagai pembelajaran awal dalam melakukan penelitian, juga menambah pengetahuan dan pemahaman tentang pengelolaan keuangan daerah, dan kaitannya dengan pembangunan daerah. Pentingnya pengawasan dari alokasi APBD yang dananya bersumber dari rakyat supaya dana APBD dialokasikan dengan benar sesaui aturan yang berlaku. Karena sejatinya dana APBD bersumber dari rakyat dan digunakban untuk kesejahteraan rakyat.