I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Resin akrilik polimerisasi panas berbahan polimetil metakrilat masih digunakan sebagai bahan basis gigi tiruan dibidang kedokteran gigi karena resin akrilik mempunyai sifat estetik dan kekuatan relatif baik, tidak memiliki sif at toksik, mudah dimanipulasi, warna dan tekstur mirip dengan gingiva sehingga estetik di dalam mulut baik, daya serap air relatif rendah serta perubahan dimensi kecil (Noort, 2007). Resin akrilik polimerisasi panas juga mempunyai kekurangan terutama dalam hal kekuatan dan kekerasan sehingga bahan tidak jarang mengalami retak atau fraktur setelah beberapa lama pemakaian akibat terkena benturan dan tarikan yang dialami berulang-ulang (Sitorus dan Dahar, 2012). Bahan resin akrilik polimerisasi panas memiliki kekuatan transversa yang sedikit rendah dibandingkan dengan resin akrilik polimerisasi dengan microwave (Gurbuz dkk., 2010). Kekuatan transversa yang relatif rendah pada resin akrilik polimerisasi panas dapat ditingkatkan kekuatannya dengan penambahan bahan penguat yaitu serat yang terbagi atas jenis serat sintetis dan alam (Maryanti dkk., 2011). Serat alami adalah serat yang banyak digunakan di berbagai bidang industri karena memiliki sifat-sifat unggul seperti murah, tidak beracun, ramah lingkungan, dan memiliki tingkat iritasi kulit yang rendah (Zampaloni dkk., 2007). Serat alami yang telah banyak diketahui, beberapa diantaranya adalah kenaf, abaca, rami, dan goni mempunyai sifat mekanik komposit yang tinggi (Rouison dkk., 2004 sit. Purwanto dkk., 2014). 1
2 Sifat mekanik komposit yang dapat dipengaruhi oleh serat meliputi kekerasan, keuletan dan kekuatan (Kadir dkk., 2014). Serat alami mempunyai kekuatan dan kekakuan yang cukup tetapi sulit untuk digunakan tanpa dilakukan perlakuan terlebih dahulu dikarenakan stuktur seratnya (Kalia dkk., 2011). Perlakuan pada serat bisa menggunakan cairan kimia seperti NaOH, KMnO4 dan lainnya. Hal ini bertujuan untuk mengurangi kadar air dan wax (lapisan minyak) dalam serat dan mengakibatkan permukaan lebih kasar sehingga akan meningkatkan ikatan dengan matrik polimer yang digunakan (Astika dan Dwijana, 2014). Kandungan serat alami umumnya terdiri dari selulosa, hemiselulosa, dan lignin (Moran dkk., 2008). Salah satu serat alami adalah serat kenaf yang memiliki kandungan yang terdiri dari selulosa (45-57 wt.%), hemiselulosa (21,5 wt.%), pectin (3-5 wt.%) dan lignin (8-13 wt.%) (Mohanty dkk., 2001 sit. Jeyanthi dan Rani, 2012). Panjang serat kenaf adalah 120 mm dan memiliki diameter 0,015-0,020 mm (Al-Bahadly, 2013; Sudjindro, 2011). Selulosa dari serat alam i memiliki struktur yang tersusun dalam serat mikro yang dilingkupi oleh dua komponen utama, yaitu hemiselulosa dan lignin (Moran dkk., 2008). Selulosa bertanggung jawab terhadap kekuatan pada serat alami karena bahan ini merupakan bahan spesifik yang dapat meningkatkan derajat polimerisasi dan orientasi linier (Singha dan Thakur, 2009). Salah satu penelitian yang telah dilakukan adalah penelitian serat kenaf pada campuran polylactic acid (PLA) (Ochi, 2008 sit. Faruk dan Sain, 2015). PLA merupakan salah satu biodegradable polymer yang mampu mengalami proses
3 pemutusan rantai polimer untuk menjadi rantai yang lebih pendek dan biasa digunakan sebagai bahan packaging (Noezar dkk., 2008; Tawakkal dkk., 2012). Serat kenaf telah terbukti dapat meningkatkan kekuatan tarik dan kekuatan transversa pada PLA dibandingkan dengan serat alam i lainnya (Ochi, 2008 sit. Faruk dan Sain, 2015). Serat kenaf merupakan serat alami yang bersifat hidrofilik karena didalamnya mengandung lignin dan selulosa, sedangkan matriks polimer memiliki sifat hidrofobik. Gugus hidroksil pada serat kenaf jika digabungkan dengan matriks polimer akan mengakibatkan kurangnya perlekatan diantara keduanya (Salit dkk., 2015; MdRadzi dkk., 2015). Serat kenaf membutuhkan perlakuan kimia untuk meningkatkan daya lekatnya dengan matriks polimer, meningkatkan kekasaran permukaan serat dan menurunkan tingkat penyerapan air yang tinggi (Aziz dkk., 2008; Ku, 2011). Perlakuan yang dapat dilakukan pada serat kenaf adalah proses alkalisasi dengan NaOH yang merupakan proses kimia untuk menghilangkan bahan wax, lignin, hemiselulosa dan sisa lainnya (Tawakkal dkk., 2012). Penelitian yang dilakukan Aziz dkk. (2008), peneliti menyebutkan bahwa kekuatan mekanis akan meningkat ketika serat yang mengandung selulosa mengalami alkalisasi dengan perbedaan konsentrasi NaOH. Menurut penelitian yang dilakukan Edeerozey dkk. (2007), alkalisasi dengan konsentrasi 6% NaOH pada suhu 95 C selama 3 jam menunjukkan proses pembersihan serat dari komponen non-selulosa yang sama efektifnya dengan konsentrasi 6% NaOH dengan suhu ruangan. Banyaknya komponen non-selulosa yang terkelupas saat
4 alkalisasi dapat meningkatnya kekasaran pada serat kenaf (Purwanto dkk., 2014). Menurut Faruk dan Sain (2015), proses alkalisasi dapat meningkatkan kekuatan mekanis serat kenaf dibandingkan dengan serat kenaf tanpa proses alkalisasi. Penelitian yang dilakukan Hadianto dkk. (2013), serat sisal dapat meningkatkan kekuatan transversa pada resin akrilik setelah dilakukan proses alkalisasi. Peningkatan kekuatan transversa resin akrilik dikarenakan proses alkalisasi pada serat sisal dapat mengubah serat menjadi bersifat hidrofobik yang akan meningkatkan adhesi interfasial dengan matriks resin akrilik. Basis gigi tiruan menerima berbagai kekuatan fisis maupun kekuatan mekanis yang meliputi sifat kekerasan, kekuatan transversa, dan tahan terhadap abrasi. Kekuatan transversa disebut fleksural yaitu beban yang diberikan pada sebuah benda berbentuk batang yang ditumpu pada kedua ujungnya dan beban tersebut dikenakan ditengah-tengahnya (Phillips, 1991 sit. Ismiyati, 2006). Kekuatan transversa berguna dalam membandingkan stress bahan plat pada gigi tiruan selama proses pengunyahan. Kekuatan transversa adalah kombinasi dari kekuatan tekan, tarik dan geser, yang semua kekuatan tersebut secara langsung mencerminkan kekakuan dan resistensi dari bahan terhadap fraktur (Gurbuz dkk., 2010). B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dirumuskan masalah sebagai berikut, apakah ada pengaruh penambahan serat kenaf (Hibicus cannabinus L.) terhadap kekuatan transversa resin akrilik polimerisasi panas?
5 C. Keaslian Penelitian Pada penelitian Ochi (2008) di dalam buku Faruk dan Sain (2015), serat kenaf dengan campuran polylactic acid (PLA), telah terbukti dapat meningkatkan kekuatan tarik dan kekuatan transversa dibandingkan dengan serat a lam lainnya. Perbedaan dengan penelitian sebelumnya adalah penelitian ini menggunaka n serat kenaf yang akan diaplikasikan ke dalam resin akrilik polimerisas i panas untuk meningkatkan kekuatan transversa. D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan serat kenaf (Hibicus cannabinus L.) terhadap kekuatan transversa resin akrilik polimerisasi panas. E. Manfaat Penelitian 1. Menjadi salah satu referensi dokter gigi untuk mengetahui pengaruh penambahan serat kenaf (Hibicus cannabinus L.) terhadap kekuatan transversa resin akrilik polimerisasi panas. 2. Menjadi bahan masukan bagi perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran gigi terutama pada bidang prostodonsia.