I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Status gizi merupakan salah satu penentu kualitas kesehatan manusia. Menurut Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, jumlah kasus gizi buruk pada tahun 2007 mencapai 4,1 juta orang. Masalah gizi buruk salah satunya disebabkan oleh pola konsumsi makan yang kurang baik, sehingga memberikan efek pencernaan yang buruk. Salah satu upaya yang perlu dilakukan untuk memecahkan masalah tersebut adalah dengan pengembangan pangan fungsional sebagai usaha perbaikan pola konsumsi pangan. Menurut Gibson dan Williams (2000), pangan fungsional adalah makanan yang telah terbukti memberikan efek bermanfaat bagi satu atau lebih fungsi tubuh selain dari nutrisi yang telah tersedia, dengan cara meningkatkan kesehatan atau mengurangi resiko penyakit. Salah satu produk pangan fungsional adalah probiotik yang dapat meningkatkan daya tahan saluran cerna. Probiotik didefinisikan sebagai mikrorganisme hidup yang apabila diberikan dalam jumlah cukup dapat bermanfaat bagi kesehatan inang (FAO, 2001). Aplikasi bakteri probiotik sebagai komponen makanan fungsional salah satunya adalah dalam bentuk produk biskuit sandwich probiotik. Menurut Manley (1983), biskuit diklasifikasikan menjadi 4 kelas yaitu: biskuit keras, crackers, cookies, dan wafer. Biskuit yang mengaplikasikan krim di dalamnya biasa disebut dengan biskuit sandwich. Jenis biskuit yang digunakan pada biskuit sandwich ini umumnya merupakan biskuit keras. Biskuit keras adalah jenis biskuit yang dibuat 1 FTIP001655/016
2 dari adonan keras (kandungan protein tinggi), berbentuk pipih, bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur padat dan dapat berkadar lemak tinggi atau rendah. Penggunaan tepung komposit dalam pembuatan biskuit keras merupakan salah satu upaya dalam membantu proses diversifikasi pangan sehingga dapat meningkatkan ketahanan pangan di Indonesia. Menurut penelitian Jasmin (2009), biskuit yang terbuat dari campuran 55% tepung bonggol pisang dan 45% tepung ubi jalar mengandung kadar protein sebesar 3,82%. Kandungan tersebut belum memenuhi Standar Nasional Indonesia untuk biskuit yaitu minimal mengandung 9,00% kadar protein. Rendahnya kadar protein ini disebabkan oleh terdenaturasinya sebagian protein akibat proses pemanggangan. Perubahan suhu tinggi secara mendadak mempercepat pergerakan molekul dan memutuskan ikatan hidrogen pada molekul protein (Winarno, 1992). Salah satu alternatif untuk mengatasi kekurangan protein tersebut adalah dengan penambahan tepung kedelai. Menurut Ginting, Antarlina, dan Widowati (2009), biji kedelai varietas Anjasmoro mengandung protein sebesar 41,80% 42,10% (% bk). Berdasarkan analisis kandungan protein yang dilakukan pada penelitian pendahuluan, tepung kedelai varietas Anjasmoro memiliki 46,67% kandungan protein. Tingginya kadar protein tepung kedelai tersebut dapat menambah kadar protein yang diperlukan biskuit tepung bonggol pisang dan tepung ubi jalar apabila ditambahkan ke dalam adonan. Menurut penelitian Ngantung (2003), semakin tinggi FTIP001655/017
3 penambahan tepung kedelai maka semakin tinggi kadar protein mie basah yang dihasilkan. Mengacu pada hasil penelitian tersebut maka digunakan penambahan tepung kacang kedelai dengan berbagai imbangan untuk memenuhi syarat minimum protein biskuit sesuai SNI. Komponen penting lainnya dalam biskuit sandwich ini yaitu adanya krim pengisi. Krim pengisi pada biskuit sandwich umumnya terbuat dari bahan utama tepung gula, lemak, dan susu. Aplikasi bakteri probiotik pada krim ini dilakukan dengan penambahan starter yoghurt campuran berbentuk serbuk yang dikeringkan melalui proses freeze drying dan terdiri dari tiga jenis bakteri asam laktat (BAL) yaitu Streptococcus thermophillus; Lactobacillus bulgaricus; Lactobacillus acidophilus. Starter yoghurt campuran tersebut diinokulasikan pada bahan susu dan diinkubasi sehingga susu terfermentasi menjadi mother culture. Krim probiotik pada biskuit ini bertujuan untuk menambah nilai gizi dan sifat fungsional biskuit sehingga dapat meningkatkan kesehatan tubuh. Menurut Tannock (1999), jumlah sel mikroba hidup yang dianjurkan pada makanan probiotik umumnya 106-108 CFU/ml. Sebagai salah satu cara untuk memenuhi standar jumlah mikroorganisme yang hidup pada produk biskuit sandwich, maka perlakuan penambahan mother culture dari starter yoghurt kering beku pada krim dilakukan dengan berbagai konsentrasi. Perbedaan perlakuan ini bermaksud untuk mengetahui adanya pengaruh dari konsentrasi penambahan mother culture terhadap total koloni BAL dan karakteristik biskuit sandwich yang dihasilkan. Berapa konsentrasi penambahan yang akan FTIP001655/018
4 menghasilkan biskuit sandwich probiotik dengan total koloni BAL yang memenuhi syarat dan karakteristik yang disukai panelis belum diketahui. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi penambahan mother culture yang tepat sehingga menghasilkan biskuit sandwich probiotik dengan total koloni BAL yang memenuhi syarat makanan probiotik, memiliki karakteristik baik, dan disukai oleh panelis. 1.2. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang di atas dapat diidentifikasikan masalah sebagai berikut: Berapakah konsentrasi penambahan mother culture dari starter yoghurt kering beku yang tepat pada pembuatan biskuit sandwich probiotik, untuk mendapatkan total koloni bakteri asam laktat yang memenuhi syarat makanan probiotik dengan karakteristik baik dan disukai panelis? 1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaruh penambahan mother culture yang berasal dari starter yoghurt kering beku dengan bakteri S. thermophillus: L. bulgaricus: L. acidophillus terhadap total koloni BAL dan karakteristik biskuit sandwich probiotik yang dihasilkan. Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan konsentrasi penambahan mother culture yang tepat sehingga menghasilkan biskuit sandwich probiotik dengan total koloni BAL yang memenuhi syarat makanan probiotik, memiliki karakteristik baik dan disukai oleh panelis. FTIP001655/019
5 1.4. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat dan industri, khususnya yang bergerak dalam industri makanan fungsional. Penambahan bakteri probiotik dalam pembuatan biskuit sandwich dapat menghasilkan produk pangan fungsional yang baik bagi saluran pencernaan dan meningkatkan nilai gizi tubuh. Penelitian ini juga diharapkan dapat meningkatkan nilai kegunaan dari bonggol pisang batu, ubi jalar, dan kacang kedelai lokal sebagai bahan baku biskuit, yang merupakan salah satu upaya diversifikasi produk pangan. FTIP001655/020