I PENDAHULUAN. berasal dari daerah Gangga, Jumna, dan Cambal di India. Pemeliharaan ternak

dokumen-dokumen yang mirip
I PENDAHULUAN. dikembangkan di Indonesia. Sistem pemeliharannya masih dilakukan secara

PENDAHULUAN. Seiring bertambahnya jumlah penduduk tiap tahunnya diikuti dengan

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. menggunakan metode artificial vagaina (AV). Semen yang didapatkan kemudian

PENDAHULUAN. kambing Peranakan Etawah (PE). Kambing PE merupakan hasil persilangan dari

PENDAHULUAN. sehingga dapat memudahkan dalam pemeliharaannya. Kurangnya minat terhadap

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan protein hewani di Indonesia semakin meningkat seiring dengan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pemeriksaan semen segar secara makroskopis meliputi volume, warna,

BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jantan) yang terjadi hanya di tubuli seminiferi yang terletak di testes (Susilawati,

PENDAHULUAN. Latar Belakang. setiap tahunnya, namun permintaan konsumsi daging sapi tersebut sulit dipenuhi.

I. PENDAHULUAN. Teknologi Inseminasi Buatan (IB) atau dikenal dengan istilah kawin suntik pada

PENDAHULUAN. masyarakat Pesisir Selatan. Namun, populasi sapi pesisir mengalami penurunan,

Lampiran 1. Bagan Alur Pelaksanaan Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. agar diperoleh efisiensi dan efektifitas dalam penggunaan pejantan terpilih,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semen beku merupakan semen cair yang telah ditambah pengencer sesuai

I. PENDAHULUAN. Perkembangan peternakan mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan

PENDAHULUAN. Domba merupakan salah satu ternak penghasil daging yang banyak diminati

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. dan sekresi kelenjar pelengkap saluran reproduksi jantan. Bagian cairan dari

KAJIAN KEPUSTAKAAN. 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing PE adalah hasil persilangan antara Etawah dan kambing kacang.

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Laju pertambahan penduduk yang terus meningkat menuntut

KATA PENGANTAR. rahmat-nya penulis dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi yang berjudul

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. penis sewaktu kopulasi. Semen terdiri dari sel-sel kelamin jantan yang dihasilkan

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan Data Statistik 2013 jumlah penduduk Indonesia mencapai jiwa yang akan bertambah sebesar 1,49% setiap tahunnya

HASIL DAN PEMBAHASAN. Evaluasi Semen Segar

PENGARUH JENIS PENGENCER TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU DOMBOS TEXEL DI KABUPATEN WONOSOBO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba

KAJIAN KEPUSTAKAAN. dalam saluran kelamin betina sewaktu kopulasi. Evaluasi semen segar yang telah

Pengaruh Lama Inkubasi Terhadap Proporsi Sperma Pembawa Kromosom X-Y dan Kualitas Semen Kambing Peranakan Etawah...Rina Ferlianthi

Proporsi dan Karakteristik Spermatozoa X dan Y Hasil Separasi Kolom Albumin

Pengaruh Waktu Pelapisan Spermatozoa Sapi Pada Media TALP yang Disuplementasi bovine serum albumin (BSA) Terhadap Jenis Kelamin Embrio In vitro

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada tanggal 2 Maret 2015 sampai 25 Mei 2015.

DAYA HIDUP SPERMATOZOA EPIDIDIMIS KAMBING DIPRESERVASI PADA SUHU 5 C

PROPORSI DAN KUALITAS SPERMATOZOA SAPI BALI HASIL SEPARASI DALAM KOLOM ALBUMIN BSA (Bovine Serum Albumin)

2013, No TARIF LAYANAN BADAN LAYANAN UMUM BALAI BESAR INSEMINASI BUATAN SINGOSARI PADA KEMENTERIAN PERTANIAN

APLIKASI IB DENGAN SPERMA HASIL PEMISAHAN DI SUMATERA BARAT

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. betina dengan kambing Etawah jantan. Berdasarkan tipe kambing PE digolongkan

PENGARUH LEVEL GLISEROL DALAM PENGENCER TRIS- KUNING TELUR TERHADAP MEMBRAN PLASMA UTUH DAN RECOVERY RATE SPERMA KAMBING PERANAKAN ETAWAH POST THAWING

CARA MUDAH MENDETEKSI BIRAHI DAN KETEPATAN WAKTU INSEMINASI BUATAN (IB) PADA SAPI INSEMINASI BUATAN(IB).

penampungan [ilustrasi :1], penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengawetan (pendinginan dan pembekuan) dan pengangkutan semen, inseminasi, pencat

FERTILISASI DAN PERKEMBANGAN OOSIT SAPI HASIL IVF DENGAN SPERMA HASIL PEMISAHAN

I. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan

KAJIAN KEPUSTAKAAN. dengan kambing Kacang (Devendra dan Burns, 1983). Menurut tipenya, rumpun

Keberhasilan IB menggunakan semen beku hasil sexing dengan metode sedimentasi putih telur pada sapi PO cross

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH BERBAGAI METODE THAWING TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU SAPI

I. PENDAHULUAN. dikembangkan di Indonesia. Bahkan untuk memenuhi kebutuhan daging di

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan

PENGGUNAAN TELUR ITIK SEBAGAI PENGENCER SEMEN KAMBING. Moh.Nur Ihsan Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang ABSTRAK

BAB I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kelamin sehingga tidak menimbulkan kematian pada anak atau induk saat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang ada (Mulyono dan Sarwono, 2004). K isaran volume semen per ejakulat

KUALITAS SPERMA HASIL PEMISAHAN YANG DIBEKUKAN MENGGUNAKAN RAK DINAMIS DAN STATIS

KAWIN SUNTIK/INSEMINASI BUATAN (IB) SAPI

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH LAMA THAWING DALAM AIR ES (3 C) TERHADAP PERSENTASE HIDUP DAN MOTILITAS SPERMATOZOA SAPI BALI (Bos sondaicus)

MUHAMMAD RIZAL AMIN. Efektivitas Plasma Semen Sapi dan Berbagai Pengencer

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dibagikan. Menurut Alim dan Nurlina ( 2011) penerimaan peternak terhadap

PENGGUNAAN KATALASE DALAM PRODUKSI SEMEN DINGIN SAPI

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Hasil Evaluasi Karakteristik Semen Ayam Arab pada Frekuensi Penampungan yang Berbeda

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Kondisi Umum Kandang Local Duck Breeding and Production Station

I. PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam

TUGAS AKHIR - SB Oleh: ARSETYO RAHARDHIANTO NRP DOSEN PEMBIMBING : Dra. Nurlita Abdulgani, M.Si Ir. Ninis Trisyani, MP.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Inseminasi Buatan pada Ayam Arab

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Flemish giant dan belgian hare dan berasal dari Amerika. Kelinci ini mempunyai

Pengaruh Level Gliserol dalam Pengencer Sitrat... Ayunda Melisa

KUALITAS DAN PROPORSI SPERMATOZOA X DAN Y SAPI Limousin SETELAH PROSES SEXING MENGGUNAKAN GRADIEN DENSITAS ALBUMIN PUTIH TELUR ABSTRACT

SEPARASI SPERMATOZOA X DAN Y MENGGUNAKAN LEVEL ALBUMIN YANG BERBEDA SEBAGAI MEDIA PEMISAH SPERMATOZOA BABI

OBSERVASI KUALITAS SEMEN CAIR SAPI PERANAKAN ONGOLE TERHADAP PERBEDAAN WAKTU INKUBASI PADA PROSES PEMISAHAN SPERMATOZOA

Proporsi X dan Y, Viabilitas dan Motilitas Spermatozoa Domba Sesudah Pemisahan dengan Albumin Putih Telur

PENGARUH TINGKAT PENGENCERAN TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA KAMBING PE SETELAH PENYIMPANAN PADA SUHU KAMAR

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 055 TAHUN 2014

Wahizi Azhari dan Hendri. Fak. Peternakan Universitas Andalas I. PENDAHULUAN

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. dikandangkan secara individu di Kandang Kambing Perah Fakultas Peternakan

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada

PENGARUH JENIS PENGENCER TERHADAP MOTILITAS DAN DAYA TAHAN HIDUP SPERMATOZOA SEMEN CAIR SAPI SIMMENTAL

HASIL DAN PEMBAHASAN

EVALUASI KUALITAS SPERMATOZOA HASIL SEXING PADA KEMASAN STRAW DINGIN YANG DISIMPAN PADA SUHU 5 C SELAMA 7 HARI

PENDAHULUAN. pangan hewani. Sapi perah merupakan salah satu penghasil pangan hewani, yang

KAJIAN KEPUSTAKAAN. sangat besar dalam memenuhi kebutuhan konsumsi susu bagi manusia, ternak. perah. (Siregar, dkk, dalam Djaja, dkk,. 2009).

MOTILITAS DAN VIABILITAS SPERMATOZOA SEMEN SEXING MENGGUNAKAN METODE SEDIMENTASI PUTIH TELUR DENGAN PENGENCER YANG BERBEDA

PERBANDINGAN KUALITAS SEMEN KAMBING KEJOBONG DAN KAMBING KACANG DI JAWA TENGAH ABSTRACT

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 7 13 April 2014, di BIBD Lampung,

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Objek penelitian adalah semen kambing yang berasal 5 ekor kambing

menghasilkan keturunan (melahirkan) yang sehat dan dapat tumbuh secara normal. Ternak yang mempunyai kesanggupan menghasilkan keturunan atau dapat

Semen beku Bagian 3 : Kambing dan domba

OBSERVASI KUALITAS SPERMATOZOA PEJANTAN SIMMENTAL DAN PO DALAM STRAW DINGIN SETELAH PENYIMPANAN 7 HARI PADA SUHU 5 C

Kualitas semen sapi Madura setelah pengenceran dengan tris aminomethane kuning telur yang disuplementasi α-tocopherol pada penyimpanan suhu ruang

Tatap mukake 8&9. Universitas Gadjah Mada

PENDAHULUAN. kebutuhan susu nasional mengalami peningkatan setiap tahunnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Reproduksi Lele dumbo. Tabel 4 Karakteristik fisik reproduksi lele dumbo

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai pengaruh kadar ekstrak daun Binahong (Anredera

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Unit Pelayanan Tekhnis Daerah Balai

PROPORSI X DAN Y, VIABILITAS DAN MOTILITAS SPERMATOZOA DOMBA SESUDAH PEMISAHAN DENGAN PUTIH TELUR

TANTANGAN DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKTIVITAS SAPI POTONG MELALUI TEKNOLOGI REPRODUKSI

Pengaruh Pengencer Kombinasi Sari Kedelai dan Tris terhadap Kualitas Mikroskopis Spermatozoa Pejantan Sapi PO Kebumen

Pengaruh Pemberian Susu Skim dengan Pengencer Tris Kuning Telur terhadap Daya Tahan Hidup Spermatozoa Sapi pada Suhu Penyimpanan 5ºC

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. breeding station Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Domba jantan yang

I. PENDAHULUAN. Ternak kambing merupakan salah satu ternak ruminansia penghasil protein

Transkripsi:

1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kambing Peranakan Etawah atau kambing PE merupakan persilangan antara kambing kacang betina asli Indonesia dengan kambing Etawah jantan yang berasal dari daerah Gangga, Jumna, dan Cambal di India. Pemeliharaan ternak kambing perah merupakan salah satu alternatif upaya diversifikasi ternak perah selain sapi. Kambing Peranakan Etawah (PE) merupakan salah satu jenis kambing yang memiliki potensi untuk menghasilkan susu. Pemeliharaan kambing PE relatif mudah, murah, dan reproduksinya lebih cepat dibanding dengan sapi perah. Kambing PE pada puncak laktasi mampu memproduksi susu hingga 2 liter setiap harinya. Peternakan kambing PE secara intensif saat ini masih sangat terbatas, namun perkembangan kearah itu sudah mulai nampak belakangan ini. Salah satu upaya dalam meningkatkan mutu dan populasi kambing Peranakan Etawah adalah dengan jalan Inseminasi Buatan (IB). Dunia peternakan modern memandang Inseminasi Buatan (IB) memiliki peranan yang sangat besar dalam meningkatkan efisiensi penggunaan pejantan, terutama pemanfaatan pejantan unggul. Inseminasi Buatan (IB) dinilai lebih praktis dan memiliki angka kebuntingan lebih tinggi dibandingkan dengan kawin alam, lebih praktis karena semen beku dapat dibawa kemana-mana hanya dengan termos yang berisikan nitrogen cair dan lebih hemat dalam biaya pengakutan dibanding langsung membawa pejantan ke tempat betina. Seiring dengan kemajuan teknologi dalam bidang reproduksi ternak, saat ini dikenal adanya semen hasil sexing. Teknologi sexing spermatozoa adalah proses

2 pemisahan spermatozoa pembawa kromosom X dan Y untuk memperoleh kelahiran ternak sesuai dengan jenis kelamin yang diinginkan. Pemanfaatan teknologi sexing merupakan pilihan tepat untuk mendukung peran Inseminasi Buatan (IB) dalam rangka meningkatkan efisiensi usaha peternakan. Pembangunan bidang peternakan memprioritaskan anak berkelamin jantan untuk kemudian dijadikan ternak potong dan anak berjenis kelamin betina sebagai penghasil susu ataupun sebagai calon indukan berikutnya. Penentuan jenis kelamin anak sebelum dilahirkan menggunakan semen hasil sexing lebih menguntungkan dari segi ekonomis, karena dapat menekan biaya pemeliharaan juga dapat menunjang program breeding dalam pemilihan bibit unggul. Pemisahan kromosom X dan Y salah satunya dapat dilakukan dengan metode sedimentasi dengan berbagai konsentrasi larutan Bovine Serum Albumin (BSA). Metode ini didasarkan atas perbedaan motilitas spermatozoa X dan Y. Spermatozoa Y memiliki massa dan ukurannya lebih kecil dibandingkan spermatozoa X, sehingga sperma Y lebih cepat bergerak atau mempunyai daya penetrasi yang tinggi untuk masuk ke suatu larutan yang mempunyai konsentrasi tinggi. Faktor kunci dalam efisiensi rasio sperma X dan Y juga keutuhan tudung akrosom spermatozoa adalah lama inkubasi, karena apabila waktu inkubasi terlalu cepat (<30 menit) sperma pembawa kromosom Y masih berada pada lapisan atas, sedangkan bila waktu inkubasi terlalu lama (>120 menit) mengakibatkan spermatozoa mati dan tudung akrosom rusak sehingga memengaruhi motilitas dan fertilitas dari sperma kambing Peranakan Etawah. Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh lama inkubasi terhadap

3 rasio sperma X:Y dan keutuhan akrosom sperma kambing Peranakan Etawah hasil sexing post thawing. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian dari latar belakang tersebut dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut: a. Adakah pengaruh lama inkubasi terhadap rasio sperma X:Y dan keutuhan akrosom kambing Peranakan Etawah (PE) hasil sexing post thawing. b. Berapa lama waktu inkubasi yang menghasilkan proporsi spermatozoa pembawa kromosom X dan keutuhan akrosom sperma fraksi atas kambing Peranakan Etawah (PE) hasil sexing post thawing tertinggi. 1.3 Maksud dan Tujuan Maksud dan tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Mengetahui pengaruh lama inkubasi terhadap rasio sperma X:Y dan keutuhan akrosom kambing Peranakan Etawah (PE) hasil sexing post thawing. b. Mengetahui lama waktu inkubasi yang menghasilkan proporsi spermatozoa pembawa kromosom X dan keutuhan akrosom sperma fraksi atas kambing Peranakan Etawah (PE) hasil sexing post thawing yang tertinggi.

4 1.4 Kegunaan Penelitian Diharapkan melalui penelitian ini dapat dijadikan dasar rujukan penelitian selanjutnya dan dapat memberikan tambahan informasi untuk membantu meningkatkan efisiensi Inseminasi Buatan (IB) dengan semen beku khususnya pada kambing Peranakan Etawah (PE). 1.5 Kerangka Pemikiran Metode sedimentasi menggunakan Bovine Serum Albumin (BSA) adalah metode yang dinilai banyak berhasil dalam penerapan teknologi sexing. Penambahan BSA yang memiliki kandungan asam amino dan plasma protein pada semen yang telah diencerkan diharapkan dapat mensubstitusi penurunan konsentrasi berbagai bahan yang terdapat dalam plasma semen akibat proses pengenceran, sehingga dapat menjaga stabilitas membran sel spermatozoa (Gadea, 2003). Pemisahan spermatozoa X dan Y dengan menggunakan metode kolom yang mengandung larutan BSA didasarkan pada perbedaan motilitas antara spermatozoa X dan Y dalam menembus larutan yang mengandung BSA. Teknik pemisahan ini melibatkan beberapa tahap perlakuan terhadap semen, sejak ditampung sampai dengan pelaksanaan inseminasi buatan atau fertilisasi in-vitro (Maxwell dkk, 2004). Konsentrasi BSA 5%-10% pada media separasi memberikan hasil optimum dalam memisahkan sperma X dan Y pada sapi (Kaiin dkk, 2003). Separasi sperma kambing menggunakan kolom BSA 6% sebanyak 6 ml, menghasilkan rasio jenis kelamin 38,5% jantan dan 61% betina untuk inseminasi dengan fraksi atas, serta 83% jantan dan 16,7% betina untuk inseminasi dengan fraksi bawah (Hendri, 1992).

5 Lama waktu inkubasi merupakan salah satu faktor penting dalam efisiensi mengubah rasio spermatozoa pembawa kromosom X dan Y juga keutuhan akrosom pada kepala spermatozoa. Lama waktu inkubasi adalah suatu proses yang dilakukan untuk memberi kesempatan kepada spermatozoa X dan Y untuk melakukan penetrasi, hal ini didasari oleh adanya perbedaan motilitas spermatozoa X dan Y yang disebabkan oleh perbedaan massa dan ukurannya. Ukuran spermatozoa Y lebih kecil sehingga mempunyai daya penetrasi yang lebih tinggi untuk memasuki suatu larutan (Susilawati, 2001). Semakin cepat waktu inkubasi (< 30 menit) yang dilakukan terhadap sperma akan mengakibatkan sperma belum terpisah secara sempurna, masih banyak spermatozoa pembawa kromosom Y yang tertinggal di fraksi atas larutan BSA, sedangkan semakin lama waktu inkubasi (>120 menit) yang dilakukan mengakibatkan spermatozoa pembawa kromosom X dan Y lebih lama bergerak menebus larutan sehingga memakan lebih banyak energi. Spermatozoa yang banyak menggunakan energi lama kelamaan akan turun nilai motilitasnya bahkan bisa tidak bergerak sama sekali (Saili, 1999). Lama waktu inkubasi juga diduga berpengaruh pada keutuhan tudung akrosom spermatozoa. Tudung akrosom merupakan bagian penting dari spermatozoa yang berperan dalam proses pembuahan atau fertilisasi (Werdhany, 1999). Semakin lama inkubasi akan merusak keutuhan dari tudung akrosom spermatozoa, selain itu kerusakan tudung akrosom juga sering terjadi pada saat semen beku di thawing, tingkat kerusakan tudung akrosom pada spermatozoa kambing yang diakibatkan oleh pelbagai perlakuan dapat mencapai 20-22% (Tambing, dkk. 1999).

6 Penelitian mengenai lama inkubasi dengan parameter proposi spermatozoa X dan Y pada sapi Limosin dengan waktu inkubasi 10 dan 20 menit dilakukan oleh Putra, dkk. (2012), menghasilkan rataan proporsi spermatozoa X setelah sexing, yaitu 71,50% dan 72,30% dengan waktu berturut-turut 10 dan 20 menit, sedangkan rataan proporsi spermatozoa Y setelah sexing, yaitu 70,20% dan 70,90% dengan waktu berturut-turut 10 dan 20 menit. Proporsi spermatozoa X dan Y pada inkubasi 10 menit dan 20 menit tidak mengalami perbedaan nyata (P > 0,05), hal ini disebabkan karena waktu inkubasi yang terlalu singkat dan perbedaan interval waktu yang kecil pada masing-masing perlakuan yaitu 10 menit. Penelitian lain mengenai pengaruh lama inkubasi dengan parameter tudung akrosom utuh pada sapi Friesian Holland (FH) dengan menggunakan albumin telur terdiri dari 3 perlakuan pemisahan yaitu 10, 20, 30 menit mendapatkan hasil tidak berbeda nyata (P > 0,05) dengan hasil rataan tudung akrosom utuh 79,2% (10 menit), 78,2% (20 menit), 77,4% (30 menit) (Situmorang, dkk. 2013). Penelitian mengenai penggunaan sperma hasil sexing pada sapi Nelore untuk produksi embrio in-vitro yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya menggunakan waktu inkubasi selama 45 menit pada suhu 35 C dengan media pemisah spermatozoa X dan Y berupa Percoll dengan konsentrasi 45% dan 60% (Carvalho dkk, 2010). Penelitian lain mengenai proporsi dan karakteristik spermatozoa X dan Y hasil separasi kolom albumin dengan konsentrasi 10% dan 30% pada sperma sapi Peranakan Ongole menggunakan waktu inkubasi selama 60 menit pada suhu 28 C yang mendapatkan hasil persentase spermatozoa X pada fraksi atas sebesar 80,88%, hal ini membuktikan bahwa lama inkubasi selama 60 menit menghasilkan nilai rasio spermatozoa X yang laik bagi pelaksanaan Inseminasi Buatan (IB) (Afiati, 2004).

7 Adapun hipotesis yang dapat ditarik berdasarkan kerangka pemikiran tersebut bahwa lama waktu inkubasi berpengaruh terhadap proporsi sperma X:Y dan keutuhan akrosom sperma kambing Peranakan Etawah hasil sexing post thawing. Lama waktu inkubasi selama 60 menit merupakan waktu inkubasi untuk menghasilkan sperma pembawa kromosom X, dan keutuhan akrosom tertinggi. 1.6 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada April Mei 2017 bertempat di Kandang kambing Peranakan Etawah, Desa Ciparanje, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat dan dilanjutkan dengan pengamatan di Laboratorium Reproduksi Ternak dan Inseminasi Buatan Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Kampus Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat.