IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Jatitujuh berada di wilayah Utara Kabupaten Majalengka dan berbatasan langsung dengan dengan Kabupaten Indramayu. Batas-batas wialayah Kecamatan Jatitujuh yaitu sebelah utara Kecamatan Dawusari; sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Ligung, dan sebelah Barat berbatasan dengan kecamatan Kertajati. Tipe iklim di Kecamatan Jatitujuh bervariasi, suhu berkisar antara 30 C sampai dengan 37 C dengan curah hujan rata-rata 1.935 mm/tahun. Puncak curah hujan terjadi pada bulan maret. Luas wilayah Kecamatan Jatitujuh 73,56 Km 2, terbagi atas lahan pemukiman sawah, perkebunan, peternakan rakyat dan pemerintahan. Sebagian besar lahan di Kecamatan Jatitujuh digunakan untuk persawahan dengan luas 5.000 Ha dengan terbagi menjadi 15 desa dengan jumlah mencapai 21.167 jiwa dengan 17.098 keluarga. Lokasi di Kecamatan Jatitujuh juga banyak menjadi peternak dengan berbagai jenis ternak unggas dan ruminansia seperti sapi, domba serta kambing, namun jumlah ternak yang paling dominan adalah domba dengan populasi 50.215 ekor (Dinas Kehutanan, Perkebunan dan Peternakan Majalengka, 2016). 4.2 Gambaran Umum Responden Setiap rumah tangga peternak memiliki karateristik yang berbeda-beda sesuai dengan tingkat kemampuan masing-masing rumah tangga dari peternakan. 32
33 Beberapa faktor yang mempengaruhi peternak dalam mengambil keputusan dalam beternak antara lain umur, tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga, luas lahan dan pengalaman beternak. Umur peternak berhubungan dengan kemampuan fisik dalam melakukan segala aktivitas. Kemampuan fisik peternak yang tua (lebih dari 65 tahun) relatif lebih rendah daripada peternak yang berada pada kisaran umur produktif. Umur peternak pada usaha sapi perah tertinggi terletak pada kisaran 40-75 Tahun. Gambaran umum responden yang diamati adalah usia, pendidikan, pengalaman bekerja terdapat pada tabel 1. Tabel 1. Gambaran Umum Peternak di Kecamatan Jatitujuh A. Usia Responden (Peternak) No Usia Jumlah (Tahun) (Orang (Persen) 1 15-65 55 77,46 2 > 65 16 22,54 Jumlah 71 100,00 B. Tingkat Pendidikan 1 Tidak Bersekolah 58 81,69 2 Sekolah Dasar 9 12,67 3 4 Sekolah Menengah Pertama Sekolah Menengah Atas 2 2 2,82 2,82 Jumlah 100,00 C. Pengalaman Beternak 1 Tahun 14 19,72 2 > 5 tahun 57 80,28 Jumlah 100,00 D. Mata Pencaharian Selain Usaha Domba 1 Petani 28 39,44 2 3 4 Perangkat Desa Buruh angon Buruh tani 1 2 2 1,40 2,82 2,82 5 6 Buruh tebu Tidak sama sekali 17 21 23,94 29,59 Jumlah 71 100,00 Sumber: Data Primer yang Telah Diolah (2017)
34 Berdasarkan data pada tabel 1 dapat dilihat bahwa peternak lebih banyak pada usia produktif hal ini sesuai dengan pendapat (Suparmoko, 2002) bahwa tenaga kerja adalah penduduk dalam usia kerja atau jumlah seluruh penduduk dalam suatu negara dalam memproduksi barang atau jasa, tenaga kerja yang dalam usia kerja yaitu antara 15-64 tahun. Namun cukup banyak pula peternak yang sudah lanjut usia, hal ini mungkin akan berpengaruh pada efektifitas bekerja dalam menggembalakan domba. Karakteristik penduduk yang penting struktur umur mempengaruhi demografis dan sosial ekonomi daerah (Nurdin, 1981). Pada umumnya, peternak yang berusia muda dan sehat mempunyai kemempuan fisik yang lebih kuat dari pada peternak yang lebih tua serta peternak yang lebih muda juga lebih cepat menerima hal-hal yang baru dianjurkan (Kasim dan Sirajuddin,2008 Tingkat pendidikan berdasarkan tabel 1 menunjukkan bahwa peternak di Kecamatan Jatitujuh mayoritas tidak bersekolah dan sangat sedikit peternak dengan tingkat pendidikan sekolah pertama (SMP) mapun sekolah menengah atas (SMA) sedangkan pendidikan merupakan upaya untuk mengadakan perubahan perilaku berdasarkan ilmu-ilmu dan pengalaman yang sudah diakui dan direstui oleh masyarakat, bahwa tingkat pendidikan seseorang mempengaruhi tingkat pemahamannya terhadap sesuatu yang dipelajarinya (Wiraatmadja, 1990). Dengan adanya tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan seseorang kurang mempunyai keterampilan tertentu yang diperlukan dalam kehidupannya. Keterbatasan keterampilan/pendidikan yang dimilikinya menyebabkan keterbatasan kemampuan untuk masuk dalam dunia kerja. (Ahmadi,2003) Pengalaman kerja peternak di Kecamatan Jatitujuh berdasarkan data diatas dapat dilihat bahwa peternak disana kebanyakan sudah menjalankan
35 usahaternaknya lebih dari 5 tahun sehingga Pengalaman kerja seseorang sangat mendukung keterampilan dan kecepatan dalam menyelesaikan pekerjaan sehingga tingkat kesalahan akan semakin berkurang. Semakin lama pengalaman kerja atau semakin banyak pengalaman kerja yang dimiliki oleh seseorang maka semakin terampil dan semakin cepat dalam menyelesaikan tugas yang menjadi tanggung jawabnya (Simanjuntak, 2001). Mata pencaharian para peternak di Kecamatan Jatitujuh bukan hanya dengan usahaternak saja, namun ada juga yang memiliki usahatani, menjadi buruh pabrik tebu, buruh tani, dan juga perangkat desa. Namun tidak sedikit pula peternak yang tidak memiliki usaha sampingan maupun memnjadi buruh, sehingga usahaternak dijadikan sebagai penghasilan pokok keluarga, sedangkan peternak lainnya menjadikan beternak domba sebagai usaha sambilan yang bertujuan sebagai tabungan hidup yang sewaktu-waktu bisa dijual apabila peternak membutuhkan uang (Sodiq dan Abidin, 2008). 4.3 Skala Usaha dan Kepemilikan Domba Usahaternak domba di 4 Desa, Kecamatan Jatitujuh, Kabupaten Majalengka merupakan usahaternak tradisional. Sebagian peternak memulai usahanya dari menggaduh/ maro, dan sebagian peternak memulai usahanya sejak adanya bantuan pemerintah. Usahaternak domba ini merupakan sumber emergency cash dan sifatnya sebagai tabungan yang akan dipakai apabila peternak membutuhkan uang tunai yang tergolong cukup besar. Struktur populasi ternak domba dapat dilihat pada tabel 2.
36 Tabel 2. Struktur Populasi Ternak Domba Mandiri dan Bagi Hasil No struktur populasi ternak jumlah milik sendiri bagi hasil...(ekor)......(st)......(ekor)......(st)... 1 Domba Jantan Dewasa 1,79 0,26 2,07 0,29 2 Domba Betina Dewasa 22,14 3,10 21,07 2,95 3 Domba Jantan Muda 2,93 0,21 3,64 0,255 4 Domba Betina Muda 6,40 0,45 4,50 0,315 5 Domba Jantan Anak 4,46 0,16 3,57 0,175 6 Domba Betina Anak 4,54 0,16 4,86 0,17 Total 42,26 4,32 39,71 4,11 Sumber : Data Primer yang Telah Diolah (2017) Domba yang dipelihara oleh peternak Kecamatan Jatitujuh adalah domba lokal. domba lokal mempunyai perdagingan yang sedikit dan disebut juga domba kampung atau domba negeri (Sumoprastowo, 1987). Domba lokal memiliki ukuran tubuh yang relatif kecil, lambat dewasa, hasil karkas relatif sedikit, warna bulu tidak seragam dari bercak putih, coklat, hitam atau warna polos putih dan hitam. Bobot badan dewasa dapat mencapai 30-40 kg pada jantan dan betina 20-25 kg dengan persentase karkas 44-49 % (Tiesnamurti, 1992). Rata-Rata populasi domba di Kecamatan Jatitujuh adalah 42 ekor pada sistem mandiri dan 39 ekor pada sistem bagi hasil. Jumlah skala usaha mempengaruhi pendapatan usaha setiap peterna. Jika skala usaha nya besar maka akan mempengaruhi jumlah penjualan ternak setiap tahunnya. Pendapatan usaha ternak sangat di pengaruhi oleh banyaknya ternak yang dijual, sehingga semakin banyak jumlah ternak maka semakin tinggi pendapatan bersih yang diperoleh (Soekartawi, 1995).
37 Skala usaha dibagi dalam tiga kelompok berdasarkan usia ternak domba tersebut yaitu : anak domba usia 0 sampai 5 bulan, domba muda usia 6 sampai 12 bulan dan domba dewasa usia diatas 12 bulan. Tabel 3. Sistem Kepemilikan usahaternak sistem Usaha Jumlah...orang......(%)... Mandiri 57 80.28 Bagi Hasil 14 19.72 Jumlah 71 100 Sumber :Data Primer yang Telah Diolah (2017) Sistem usaha yang dijalankan oleh peternak domba di kecamatan Jatitujuh tidak seluruhnya milik sendiri. Ada 14 peternak dengan sistem bagi hasil dan 57 usahaternak dengan sistem mandiri. Hal tersebuat disebabkan oleh modal yang tidak memadai untuk memulai usahaternak domba. Para peternak kebanyakan memulai usaha ternaknya dengan maro/gaduh dengan orang yang menanamkan modalnyda berupa domba dan nantinya hasil yang didapatkan bukan berupa uang tetapi bagi hasil jika domba tersebut beranak. 4.4 Curahan Tenaga Kerja Curahan tenaga kerja usahaternak domba di Kecamatan Jatitujuh berasal dari tenaga kerja keluarga, namun yang lebih banyak bekerja untuk menggembalakan domba adalah suami atau istri. Usahaternak domba dijadikan sebagai usaha pokok selain dari usaha pertanian an menjadi buruh dikebun tebu yang sifatnya musiman. Kondisi peternakan rakyat dalam pemeliharaan ternak pada umumnya merupakan suatu pemanfaatan yang nantinya diharapkan bisa memberikan keuntungan bagi petani yang nantinya diharapkan bisa memberikan
38 keuntungan bagi petani yang mengusahakannya (Atmadja, 1973). Keuntungan tersebut berupa kesempatan dalam memanfaatkan waktu luang, sebagai tabungan karena sewaktu-waktu bisa dijual jika membutuhkan uang dalam keadaan darurat, dan juga kesempatan kerja bagi buruh tani untuk mendapatkan upah buruh baik suami maupun istri. Curahan tenaga kerja peternak domba dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4. Rata-Rata Curahan Tenaga Kerja Peternak Domba No Tenaga kerja Curahan tenga kerja Mandiri Bagi Hasil (HKP/Hari) (HKP/Tahun).(HKP/Hari) (HKP/Tahun) 1 Pria 0,79 289,26 0,76 277,26 2 Wanita 0,64 234,64 0,05 17,11 Jumlah 1,43 523,9 0,81 294,37 Sumber : Lampiran 2. Curahan Tenaga Kerja Curahan tenaga kerja usahaternak domba di Kecamatan Jatitujuh relatif sama, karena jumlah ternak yang yang dimiliki peternak tidak mempengaruhi banyaknya peternak yang menggembalakan yaitu suami atau istri. Curahan tenaga kerja terbanyak didominasi oleh tenaga kerja pria (suami). Sedangkan yang paling sedikit adalah tenaga kerja anak, dimana kontribusinya hanya beberapa persen dalam usaha domba. Sumbangan tenaga kerja wanita dalam memelihara ternak domba bersifat melengkapi. Suami adalah orang yang mempunyai tanggung jawab terbesar dalam kegiatan memelihara domba (Suradisastra, 1993). Tenaga anak-anak berumur kurang dari 15 tahun, dimanfaatkan untuk membantu tenaga pria dan tenaga wanita (Soehardjo dan patong, 1973). Namun di Kecamatan Jatitujuh tidak yang turut serta bekerja untuk menggembalakan domba.
39 Tenaga kerja luar keluarga dibutuhkan hanya pada saat keadaan mendesak saja seperti acara keluarga dan ketika peternak sakit dan tidak ada anggota keluarga yang dapat menggantikan peternak untuk menggembalakan domba sehingga, para peternak cukup jarang memakai tenaga kerja luar keluarga dan bahkan ada pula peternak yang tidak pernah memakai tenaga kerja luar keluarga selama 1 tahun dan hal ini akan sangat berpengaruh pada biaya tunai yang akan dikeluarkan oleh peternak. 4.5 Pendapatan Usahaternak Domba Pendapatan petani merupakan tujuan utama seseorang dalam melakukan usaha. Ukuran penghasilan yang diterima oleh petani ternak dari usahaternaknya. Dalam analisis usahatani, pendapatan petani peternak digunakan sebagai indikator penting karena merupakan sumber utama dalam mencukupi kebutuhan seharihari. Pendapatan petani peternak merupakan selisih antara penerimaan dengan biaya produksi. Dalam penelitian ini biaya variabel yang diperhitungkan adalah biaya variabel tunai, biaya variabel tetap dan biaya penyusutan kandang Penerimaan, biaya produksi dan pendapatan usaha ternak domba dapat dilihat pada lampiran 6. Masyarakat peternak domba di Desa Pilangsari, Desa Babajurang, Desa Sumber Kulon, Desa Sumber Wetan menjalankan usahaternak domba ada yang dengan mandiri dan ada juga pola bagi hasil, sehingga pendapatan yang diperoleh pun berbeda. Dari tabel pada lampiran 6 diketahui Nett Fam Income usaha ternak dengan sistem mandiri sebesar 17.338.687.09/UU/Tahun sedangkan pendapatan sistem bagi hasil senilai Rp.-3.179.546.43/UU/Tahun dan Family Farm Income usaha mandiri sebesar Rp.39.126.757,26/UU/Tahun dan 18.605.364,29/UU/Tahun. Data tersebut menunjukkan bahwa sistem usahaternak
40 mandiri jauh lebih menguntungkan dibandinglan dengan sistem bagi hasil tidak menguntungkan sama sekali tetapi merugikan dikarenakan penjualan ternak yang sedikit dibandingkan dengan sistem mandiri. Rata-rata hasil dari penjualan ternak domba setiap tahunnya pada sistem mandiri sebesar Rp.19.707.895,74/UU/Tahun dengan rata-rata penjualan 20/Ekor/UU/Tahun dan Rp. 10.517.857,14/UU/Tahun dengan rata-rata penjualan 17Ekor/UU/Tahun dengan penjualan domba anak, domba induk dan domba jantan. Jika di lihat pada lampiran 6 penjualan feses tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan dikarenakan jumlah penjualan yang sedikit setiap tahunnya bahkan. beberapa dari peternak tidak menjual menjual feses ternak dikarenakan produksi yang sedikit dan tidak menentu sehingga para peternak memanfaatkan feses ternak tersebut untuk usahatani mereka dan bahkan ada yang membiarkan begitu saja Jumlah ternak yang dijual setiap tahunnya tidak konsisten. itu artinya produksi domba juga tidak menentu. Harga domba pada saat penjualan juga berbea tergantug waktu penjualan dan peforma domba. Pada saat hari Raya Idul Adha maka harga jual domba akan naik dan pada saat hari biasa harga domba akan kembali turun sesuai dengan jenis domba. serta bobot domba tersebut. Skala usaha merupakan salah satu faktor terbesar dari pendapatan. Semakin tinggi jumlah populasi ternak maka pendapatannya akan mengikuti pula. Harga jual ternak juga memberikan pengaruh yang nyata pada pendapatan. Kualitas ternak dilihat dari jenis domba. bobot semakin tinggi kualitas maka harga jualnya akan semakin tinggi dengan harga yang semakin tinggi otomatis total penerimaan yang akan diperoleh juga akan semakin meningkat Subandriyo.dkk (1997).
41 Biaya Variabel tunai yang dikeluarkan adalah biaya obat-obatan sebanyak Rp.561.508,77/UU/Tahun untuk usahaternak sistem mandiri dan Rp.589.285.71/UU/Tahun pada sistem sistem bagi hasil hal ini dikarenakan harga obat-obatan yang cukup mahal dan jumlah penggunaan yang sering. Biaya variabel tetap yang paling besar dikeluarkan dalam adalah biaya sewa lahan sebesar 42.543,86 Rp./UU/Tahun usahaternak sistem mandiri sedangkan biaya variabel dalam sistem bagi hasil hanya mengeluarkan biaya sebesar Rp.221.428,57/UU/Tahun.. Sistem usaha bagi hasil cenderung mengeluarkan biaya variabel yang sedikit. hal ini diakibatkan karena beberapa dari pemodal memberikan obat dan pakan tambahan kepada peternak bagi hasil. namun banyak juga yang tidak memberikan dana tambahan untuk kebutuhan produksi sehingga ada peternak bagi hasil tidak memberikan obat dan pakan tambahan untuk mengurangi pengeluaran. 4.6 Model Regresi Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Usahaternak Domba Hasil dari analisis regresi linear berganda dan dummy variabel faktor yang mempengaruhi pendapatan usaha ternak terdapat pada tabel 6. Tabel 6. Analisis Regresi Berganda dan Dummy Variabel Koefisien Variabel Std.Eroor Sig t-hitung t-tabel Regresi Konstanta -6,226,656,065 5,620,826,069 0,272-1,108 1.998 Biaya Tunai -2,419 1,577 0,130-1,534 Skala usaha 6,783,636,342 1,011,366,188 0,000 6,707 Pengalaman 29,976,576 150,386,121 0,843 0,199 Kerja Sistem Usaha 19,723,112,686 3,788,624,375 0,000 5,206 R square 0,504
42 Sumber : Data Primer yang Telah (Diolah 2017) Model persamaan regresi linear yang dapat dituliskan dari tabel di atas adalah sebagai berikut : Y = -6,226,656,065a- 2,419X 1 +6,783,636,342 X 2 + 29,976,576X 3 + 19,723,112,686D 1 Analisis regresi berganda adalah regresi linier untuk menganalisis hubungan dan pengaruh variabel independen yang jumlahnya lebih dari dua terhadap variabel dependen (Suharyadi dan Purwanto. 2004). Analisis regresi dilakukan untuk membuktikan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini. yakni untuk menganalisis pengaruh antara variabel bebas (Biaya Tunai, skala usaha. dan pengalaman bekerja) terhadap variabel terikat pendapatan untuk menguji hipotesis. Dari data pada tabel 6 didapatkan hasil regresi variabel bebas dengan nilai positif yaitu variabel Skala Usaha (X 2 ),pengalaman kerja (X3) dan sistem usaha (D), sedangkan pada nilai regresi variabel Biaya Tunai (X 1 ) hasilnya negatif, artinya jika nilai regresi yang didapatkan positif maka pendapatan akan semakin rendah dan sebaliknya jika hasil regresi variabel bebas negatif maka pendapatan akan semakin tinggi dengan kata lain semakin tinggi biaya tunai maka pendapatan akan semakin rendah dan jika biaya tunai yang dikeluarkan maka pendapatan akan semakin tinggi. 4.7 Koefisien Determinasi (Uji R 2 ) Koefisien determinasi (R 2 ) merupakan alat untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen (Ghozali. 2012). Nilai determinasi yang digunakan untuk menginterpretasi hasil analisis adalah R 2 yang disesuaikan (Adjust R 2 ). Menurut Santoso (2001) bahwa untuk regresi dengan lebih dari dua variabel bebas digunakan Adjust R 2 sebagai
43 koefisien determinasi. Berdasarkan hasil perhitungan SPSS (hasil) perhitungan dapat dilihat pada lampiran 6, didapatkan R 2 (koefisien determinasi) sebesar 0.504 artinya pendapatan usahaternak domba di kecamatan Jatitujuh secara simultan dipengaruhi oleh faktor biaya tunai, skala usaha sebesar pengalaman kerja 50,4%. sedangkan 49,6% dipengaruhi oleh variabel lain diluar model dan variabel lainnya. 4.8 Uji F Secara serempak dilakukan Uji F pada ke lima variabel yaitu Biaya Tunai. Skala usaha. Tenaga Kerja. Pengalaman bekerja dan sistem usaha. hasilnya dapat dilihat pada tabel 7. Tabel 7. Uji F (Uji Serempak) Model F hitung F tabel Sig. Regresion 18,788 2.53 0 Sumber : Data Primer yang Telah Diolah (2017) Dari tabel 7 dapat dilihat bahwa F hitung > F tabel yaitu 18,788> 2.53 hal ini dapat disimpulkan bahwa variabel berpengaruh signifikan terhadap pendapatan usahaternak dengan taraf signifikansi 0.000 dan pada taraf nyata 5% yang dilakukan dengan uji statistik Uji F melalui uji ANOVA (Analysis Of Variance). Dengan ketentuan jika hasil F hitung > F tabel. maka keputusannya adalah H 1 diterima dan H 0 ditolak (Sunjoyo dkk. 2013). 4.11 Uji t Dari hasil uji t yang dilakukan pada variabel Biaya tunai (X 1 ) tidak berpengaruh signifikan terhadap skala usahaternak domba. Berdasarkan Tabel 6 t-hitung pada variabel biaya tunai (X 1 ) sebesar (-1,534). dengan nilai t tabel sebesar 1.998. (-1,534) Pada Uji t 1.998 t-hitung lebih kecil dari t-tabel maka dapat disimpulkan bahwa biaya tunai tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan
44 usaha ternak. Hal ini dipengaruhi oleh sistem pemeliharan dengan semi intensif. sehingga biaya tunai yang dikeluarkan oleh peternak untuk kebutuhan produksi tidak terlalu besar yaitu listrik, obat dan pakan tambahan dan biaya renovasi saja karena biaya yang paling besar untuk produksi adalah biaya pakan serta sangat jarang menggunakan tenaga kerja luar keluarga. Biaya untuk membayar pekerja luar keluarga akan membutuhkan biaya yang besar jika peternak domba sering tidak dapat menggembalakan dombanya dikarenakan sakit atau ada kepentingan lainnya. Variabel bebas skala usaha (X 2 ) berpengaruh signifikan terhadap pendapatan (Y). berdasarkan tabel 6 t-hitung pada variabel skala usaha (X 2 ) sebesar 6,707 dengan nilai t tabel sebesar 1,998. Pada Uji t 6,707 > 1.998 t hitung lebih besar dari t-tabel. maka dapat disimpulkan bahwa skala berpengaruh signifikan terhadap pendapatan usahaternak domba dikecamatan Jatitujuh. kabuapaten Majalengka. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi skala usaha maka jual penjualan ternak akan semakin banyak. begitupun sebaliknya apabila para peternak ingin meningkatkan pendapatannya. maka harus menambah populasi ternak domba. Variabel pengalaman beternak (X 3 ) tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan usahaternak (Y). Berdasarkan tabel 6 t-hitung pada variabel pengalaman beternak (X 3 ) sebesar 0.199 dengan nilai t tabel sebesar 1.998. Pada Uji t 0.199 < 1.998 t-hitung lebih kecil dari t-tabel. maka dapat disimpulkan bahwa pengalaman beternak tidak berpengaruh terhadap skala usahaternak di Kecamatan Jatitujuh hal ini disebabkan karena pada umumnya pengalaman beternak diperoleh dari orang tuanya secara turun-temurun. Pengalaman beternak yang cukup lama memberikan indikasi bahwa pengetahuan dan keterampilan
45 peternak terhadap manajemen pemeliharaan ternak mempunyai kemampuan yang lebih baik. Namun di lapangan tidak diperoleh pengaruh seperti yang diharapkan. Hal ini dapat disebabkan banyak peternak yang memiliki pengalaman yang memadai namun masih mengelola usaha tersebut dengan kebiasaan-kebiasaan lama yang sama dengan sewaktu mereka mengawali usahanya sampai sekarang. Menurut Abidin dan Simanjuntak (1997). faktor penghambat berkembangnya peternakan pada suatu daerah tersebut dapat berasal dari faktor topografi. iklim. keadaan sosial. tersedianya bahan-bahan makanan rerumputan atau penguat. disamping itu faktor pengalaman yang dimiliki peternak masyarakat sangat menentukan pola perkembangan peternakan di daerah itu. Variabel Sistem usaha mandiri dan bagi hasil (D 1 ) tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan usahaternak (Y). berdasarkan Tabel 6 t-hitung pada variabel sistem usaha D 1 sebesar 5,206 dengan nilai t tabel sebesar 1.998. Pada Uji t diperoleh t-hitung lebih kecil dari t-tabel (5,206 > 1.998), maka dapat disimpulkan bahwa sistem usaha berpengaruh signifikan terhadap pendapatan (Y). Sistem usaha bagi hasil di Kecamatan Jatitujuh. Kabupaten Majalengka tidak berdasarkan pembagian uang hasil penjualan ternak, namun sistem bagi hasil yang dilakukan antara pemodal dengan pemelihara, sehingga sistem usaha berpengaruh terhadap pendapatan karena jumlah ternak yang akan dijual sedikit.